Apa yang Dimaksud dengan Politik Agraria atau Politik Pertanahan?

Politik Agraria

Apa yang Dimaksud dengan Politik Agraria?

Politik pertanahan di Indonesia dalam hal ini dapat dilihat dari asal muasal munculnya hukum yang mengatur mengenai pertanahan. Seperti yang telah disebutkan dalam sub bab sebelumnya, hukum tanah termasuk ke dalam hukum agraria bersama-sama dengan bidang hukum lainnya.

Indonesia memiliki sejarah panjang mengenai munculnya hukum agraria yang sampai saat ini masih digunakan dan belum diubah oleh peraturan apapun. Peraturan mengenai hukum tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Dalam UUPA sama sekali tidak disebutkan mengenai pengertian dari agraria, namun hanya memberikan ruang lingkup agraria yang dinyatakan dalam konsideran, pasal-pasal, maupun penjalasannya. Menurut UUPA, ruang lingkup agraria meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Terlepas dari agraria sendiri, politik pertanahan diatur dalam UUPA sehingga dalam paper ini untuk membahas mengenai politik pertanahan harus menelisik juga mengenai bagaimana terbentuknya hukum agraria di Indonesia yang pada akhirnya tertuang dalam UUPA.

Menurut Urip Santoso (2012:24)Politik Agraria adalah garis besar kebijaksanaan yang dianut oleh Negara dalam memelihara, mengawetkan, memperuntukkan, mengusahakan, mengambil manfaat, mengurus dan membagi tanah dan sumber alam lainnya termasuk hasilnya untuk kepentingan kesejahteraan rakyat dan Negara, yang bagi Negara Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang dasar (UUD) 1945.

Politik Agraria dapat dilaksanakan, dijemalkan dalam sebuah Undang- Undang mengatur agrarian yang memuat asas-asas, dasar-dasar, dan soal-soal agraria dalam garis besarnya, dilengkapi dengan peraturan pelaksanaannya.Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara politik dan hukum.

Menurut Urip Santoso (2012)Politik Agraria adalah garis besar kebijaksanaan yang dianut oleh Negara dalam memelihara, mengawetkan, memperuntukkan, mengusahakan, mengambil manfaat, mengurus dan membagi tanah dan sumber alam lainnya termasuk hasilnya untuk kepentingan kesejahteraan rakyat dan Negara, yang bagi Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar (UUD) 1945.

Politik Agraria dapat dilaksanakan, dijemalkan dalam sebuah Undang- Undang mengatur agrarian yang memuat asas-asas, dasar-dasar, dan soal-soal agraria dalam garis besarnya, dilengkapi dengan peraturan pelaksanaannya.Dengandemikian, ada hubungan yang erat antara politik dan
hukum.

image

Politik Agraria adalah garis besar kebijaksanaan yang dianut oleh Negara dalam memelihara, mengawetkan, memperuntukkan, mengusahakan, mengambil manfaat, mengurus dan membagi tanah dan sumber alam lainnya termasuk hasilnya untuk kepentingan kesejahteraan rakyat dan Negara, yang bagi Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar (UUD) 1945. Politik Agraria dapat dilaksanakan, dijemalkan dalam sebuah Undang-Undang mengatur agrarian yang memuat asas-asas, dasardasar, dan soal-soal agraria dalam garis besarnya, dilengkapi dengan peraturan pelaksanaannya.Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara politik dan hukum.

Problem utama yang dihadapi oleh setiap negara agraris ialah ketika manusia membutuhkan tanah dan hasilnya untuk kelangsungan hidup, membutuhkan tanah untuk tempat hidup dan usaha, bahkan sesudah meninggalpun masih membutuhkan sejengkal tanah. Sehubungan dengan luas tanah dalam negara itu terbatas, terlebih ketika kita membicarakan lahan pertanian padahal jumlah penduduk semakin lama semakin bertambah. Oleh karena itu masalah utama yang dihadapi oleh setiap negara yang mengaku agraris adalah, mengingat keadaan alam dan luas tanah dalam negara, dalam hubungannya dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah, bagaimana cara memelihara, mengawetkan, memperuntukan, mengusahakan mengurus dan membagi tanah serta hasilnya sedemikian rupa sehingga menguntungkan bagi kesejahteraan rakyat dan negara.

Dalam Politik Agraria, permasalahan diatas adalah permasalahan pokok yang ingin dipecahkan. Politik agrarian mempunyai objek, hubungan manusia dengan tanah, beserta segala persoalan dan Lembaga-lembaga masyarakat yang timbul karenanya, yang bersifat politis, ekonomis, social dan budaya. Secara ringkas dapat disimpulkan fokus utama politik agrarian ada pada 3 faktor berikut:

  1. Adanya hubungan antar manusia dengan tanah yang merupakan suatu realita yang selamanya aka nada.
  2. Manusia dari sudut politis, social, ekonomis, kultural dan mental.
  3. Alam khususnya tanah.

Agraria menjadi salah satu fokus atau kajian di dalam ilmu politik yang cukup penting untuk dibahas. Boleh jadi agraria menjadi salah satu hal penting yang cukup kompleks untuk dibahas. Banyak persoalan sosial maupun hukum yang selalu mewarnai pemberitaan di media di Indonesia terkait dengan agraria.

Istilah atau pengertian agraria berasal dari bahasa Yunani yaitu Ager yang berarti tanah atau ladang8. Selain itu, pengertian agraria menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti urusan pertanian atau urusan kepemilikan tanah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian agraria secara sempit berarti tanah. Pengertian tersebut tentu masih bersifat multitafsir karena ada beberapa orang yang boleh jadi menganggap tanah sebagai sesuatu yang ada di permukaan bumi saja. Di sisi lain, pengertian agraria secara luas mempunyai makna atau cakupan yang lebih besar lagi, tidak hanya tanah, tetapi juga hal-hal yang terkandung di dalam tanah itu sendiri. Secara lebih ringkas, pengertian agraria secara luas mencakup berbagai hal seperti bumi, air, angkasa, dan kekayaan alam yang ada di dalamnya sesuai dengan UUPA.

Selanjutnya, kekayaan alam yang terkandung di dalamnya diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan bahan-bahan galian seperti unsur kimia, bahan mineral, batuan, dan lain sebagainya, Selain itu, kekayaan alam yang ada di daerah perairan yaitu ikan, rumput laut, dan lain sebagainya juga termasuk di dalam pengertian agraria secara luas. Dengan mengacu UUPA, agraria tidak hanya diartikan sebagai tanah dalam artian fisik, tetapi juga dalam artian yuridis yang berupa hak. Dengan demikian, kekayaan alam yang terkandung di suatu area atau wilayah berhak dieksplorasi oleh pihak yang memiliki wilayah tersebut (semisal negara).

Di sisi lain, pengertian agraria tersebut hampir mirip atau serupa dengan pengertian ruang seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Dari UU tersebut, ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan, serta memelihara kelangsungan hidupnya. Meskipun demikian, secara tidak langsung, permasalahan tata ruang merupakan salah satu turunan dari induknya yang bernama agraria. Apabila diilustrasikan, agraria meliputi sumber daya alam (SDA) seperti hutan atau tambang, lingkungan seperti tata air, dan tata ruang.

Selain itu, ada beberapa dimensi yang bisa dilihat dalam mempelajari politik agraria. Menurut Sitorus, dua dimensi tersebut yaitu dimensi subjek dan objek. Dimensi objek didefinisikan sebagai sumber daya alam (sumber agraria) yang terdapat di tanah, air, dan lain sebagainya. Di sisi lain, dimensi subjek terdiri dari komunitas, swasta, dan pemerintah (berupa aktor). Dari beberapa subjek tersebut terdapat istilah komunitas. Istilah tersebut muncul bukan tanpa alasan. Kata tersebut bisa muncul karena pada awalnya (sebelum agraria dikuasai negara), agraria dimiliki oleh komunitas-komunitas yang tinggal di beberapa wilayah tertentu yang saat ini sering disebut sebagai tanah ulayat atau tanah adat.

Menariknya, subjek-subjek tersebut bisa saling berkontestasi, bekerjasama, bahkan saling konflik karena ada ketimpangan (kepemilikan sumber daya yang berbeda-beda). Selain itu, berangkat dari aktor-aktor yang ada, Sitorus juga membagi tiga tipe struktur agraria. Ketiga tipe tersebut terdiri dari tipe kapitalis (sumber agraria dikuasai oleh non penggarap alias perusahaan), sosialis (sumber agraria dikuasai oleh negara atau kelompok pekerja), dan populis atau neo-populis (sumber agraria dikuasai oleh keluarga atau rumah tangga pengguna).
Selanjutnya, ada berbagai macam perspektif yang menjelaskan pengertian agraria. Agraria dari perspektif keilmuan hukum mempelajari ketentuan yang berupa perdata maupun tata negara yang mengatur hubungan antara manusia dengan kekayaan alam (bumi, air, angkasa) dan menjelaskan wewenang yang bersumber dari hubungan tersebut. Meskipun demikian, perundang- undangan mengenai penerbangan dan perkapalan tidak termasuk di dalamnya karena objeknya bukan agraria melainkan pesawat terbang atau kapal. Selain itu, dalam perspektif hukum, banyak hal-hal yang diatur secara jelas seperti mengenai hukum pertanahan, air, pertambangan, perikanan, kehutanan, dan lain sebagainya. Sebelum berlakunya hukum agraria yang ditetapkan pada tahun 1960, Indonesia masih menggunakan kaidah-kaidah atau hukum adat dan hukum agraria barat.

Di sisi lain, perspektif ekonomi mengandaikan bahwa agraria dipelajari untuk selanjutnya dijadikan sumber-sumber pendapatan. Artinya kekayaan yang terkandung di dalam bumi seperti tanah, air, dan angkasa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk tujuan ekonomi. Salah satu contohnya adalah ketika ada aktivitas produksi, eksploitasi (penambangan), dan distribusi terhadap hasil kekayaan yang ada di bumi. Meskipun demikian, idealnya memang hasil kekayaan tersebut digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat seperti yang tertuang di dalam pasal 33 UUD 1945. Dari cara pandang sosial, fokus kajiannya berupa interaksi atau hubungan antar individu dalam sebuah komunitas dalam dimensi ruang atau tempat. Artinya interaksi tersebut berlangsung di antara ruang tersebut (bumi, air, angkasa, dan kekayaan lainnya).

Dari kacamata antropologi, fokus yang dipelajari untuk melihat agraria yaitu dengan menganalisis hubungan manusia dengan bumi, air, dan kekayaan yang ada di dalamnya. Salah satu contoh yang menarik adalah kearifan lokal manusia kepada alam. Seperti diketahui secara umum, antropologi merupakan disiplin ilmu yang menekankan pada aspek keanekaragaman fisik dan kebudayaan. Dari kacamata sejarah, disiplin ilmu tersebut hubungannya dengan agraria melihat bahwa penting untuk melihat kondisi agraria di masa lampau yang meninggalkan jejak di masa sekarang. Artinya terdapat bukti-bukti yang mampu menjelaskan perjalanan agraria dari masa lampau hingga saat ini. Hal tersebut dirasa penting mengingat kondisi agraria dari waktu ke waktu terus mengalami perkembangan, bahkan seringkali muncul permasalahan yang sangat krusial terkait agraria.

Dari perspektif politik, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai definisi politik. Politik dalam hal ini dimaknai sebagai kekuasaan ( power ). Dalam perspektif ini, fokus kajiannya adalah cara mengelola sumber daya atau agraria yang sudah ada. Hal itu bisa dilakukan apabila seseorang atau sekelompok orang mempunyai kekuasaan yang besar untuk mengatur hal tersebut. Dengan demikian, mereka mempunyai wewenang untuk mengatur sebuah kebijakan yang terkait dengan agraria. Selain itu, orang-orang yang memiliki kekuasaan boleh jadi karena kepemilikan atas beberapa bagian agraria seperti tanah, air, atau pertambangan. Dari hal tersebut, seseorang mampu memberikan influence kepada orang lain supaya tunduk dalam artian orang-orang yang mempunyai resource tadi secara tidak langsung sedang mengelola kekuasaannya.

image

Dari paparan diatas, dapat diambil beberapa poin penting yang menyangkut tentang pengertian dan perspektif agraria. Agraria pada umumnya dapat didefinisikan secara sempit (sebagai tanah) dan secara luas (tanah, air, angkasa, dan kekayaan yang ada di dalamnya). Selain itu, Sitorus juga membagi dua dimensi dalam mempelajari agraria yaitu dari sisi objek (kekayaan SDA atau sumber- sumber agraria) dan subjek (pemerintah, komunitas, dan swasta). Selanjutnya, dari adanya subjek tersebut, maka dapat diambil 3 tipe struktur agraria atau hubungan sosial agraria yaitu tipe kapitalis, sosialis, dan populis. Terakhir, agraria dapat didefinisikan atau dipandang dari multidisiplin ilmu seperti dari ilmu hukum, ekonomi, sosial, sejarah, antropologi, dan politik.

Politik Agraria adalah garis besar kebijaksanaan yang dianut oleh Negara dalam memelihara, mengawetkan, memperuntukkan, mengusahakan, mengambil manfaat, mengurus dan membagi tanah dan sumber alam lainnya termasuk hasilnya untuk kepentingan kesejahteraan rakyat dan Negara, yang bagi Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar (UUD) 1945.

Politik Agraria dapat dilaksanakan, dijemalkan dalam sebuah Undang-Undang mengatur agrarian yang memuat asas-asas, dasar-dasar, dan soal-soal agraria dalam garis besarnya, dilengkapi dengan peraturan pelaksanaannya. Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara politik dan hukum.

Problem utama yang dihadapi oleh setiap negara agraris ialah ketika manusia membutuhkan tanah dan hasilnya untuk kelangsungan hidup, membutuhkan tanah untuk tempat hidup dan usaha, bahkan sesudah meninggalpun masih membutuhkan sejengkal tanah. Sehubungan dengan luas tanah dalam negara itu terbatas, terlebih ketika kita membicarakan lahan pertanian padahal jumlah penduduk semakin lama semakin bertambah.

Oleh karena itu masalah utama yang dihadapi oleh setiap negara yang mengaku agraris adalah, mengingat keadaan alam dan luas tanah dalam negara, dalam hubungannya dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah, bagaimana cara memelihara, mengawetkan, memperuntukan, mengusahakan mengurus dan membagi tanah serta hasilnya sedemikian rupa sehingga menguntungkan bagi kesejahteraan rakyat dan negara.

Dalam Politik Agraria, permasalahan diatas adalah permasalahan pokok yang ingin dipecahkan. Politik agrarian mempunyai objek, hubungan manusia dengan tanah, beserta segala persoalan dan Lembaga-lembaga masyarakat yang timbul karenanya, yang bersifat politis, ekonomis, sosial dan budaya.

Secara ringkas dapat disimpulkan fokus utama politik agrarian ada pada 3 faktor berikut :

  1. Adanya hubungan antar manusia dengan tanah yang merupakan suatu realita yang selamanya aka nada.

  2. Manusia dari sudut politis, sosial, ekonomis, kultural dan mental.

  3. Alam khususnya tanah.

Agraria menjadi salah satu fokus atau kajian di dalam ilmu politik yang cukup penting untuk dibahas. Boleh jadi agraria menjadi salah satu hal penting yang cukup kompleks untuk dibahas. Banyak persoalan sosial maupun hukum yang selalu mewarnai pemberitaan di media di Indonesia terkait dengan agraria.

Istilah atau pengertian agraria berasal dari bahasa Yunani yaitu Ager yang berarti tanah atau ladang. Selain itu, pengertian agraria menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti urusan pertanian atau urusan kepemilikan tanah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian agraria secara sempit berarti tanah.

Pengertian tersebut tentu masih bersifat multitafsir karena ada beberapa orang yang boleh jadi menganggap tanah sebagai sesuatu yang ada di permukaan bumi saja. Di sisi lain, pengertian agraria secara luas mempunyai makna atau cakupan yang lebih besar lagi, tidak hanya tanah, tetapi juga hal-hal yang terkandung di dalam tanah itu sendiri. Secara lebih ringkas, pengertian agraria secara luas mencakup berbagai hal seperti bumi, air, angkasa, dan kekayaan alam yang ada di dalamnya sesuai dengan UUPA.

Selanjutnya, kekayaan alam yang terkandung di dalamnya diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan bahan-bahan galian seperti unsur kimia, bahan mineral, batuan, dan lain sebagainya, Selain itu, kekayaan alam yang ada di daerah perairan yaitu ikan, rumput laut, dan lain sebagainya juga termasuk di dalam pengertian agraria secara luas. Dengan mengacu UUPA, agraria tidak hanya diartikan sebagai tanah dalam artian fisik, tetapi juga dalam artian yuridis yang berupa hak. Dengan demikian, kekayaan alam yang terkandung di suatu area atau wilayah berhak dieksplorasi oleh pihak yang memiliki wilayah tersebut (semisal negara).

Di sisi lain, pengertian agraria tersebut hampir mirip atau serupa dengan pengertian ruang seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Dari UU tersebut, ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan, serta memelihara kelangsungan hidupnya. Meskipun demikian, secara tidak langsung, permasalahan tata ruang merupakan salah satu turunan dari induknya yang bernama agraria.

Apabila diilustrasikan, agraria meliputi sumber daya alam (SDA) seperti hutan atau tambang, lingkungan seperti tata air, dan tata ruang. Selain itu, ada beberapa dimensi yang bisa dilihat dalam mempelajari politik agraria. Menurut Sitorus, dua dimensi tersebut yaitu dimensi subjek dan objek. Dimensi objek didefinisikan sebagai sumber daya alam (sumber agraria) yang terdapat di tanah, air, dan lain sebagainya.

Di sisi lain, dimensi subjek terdiri dari komunitas, swasta, dan pemerintah (berupa aktor). Dari beberapa subjek tersebut terdapat istilah komunitas. Istilah tersebut muncul bukan tanpa alasan. Kata tersebut bisa muncul karena pada awalnya (sebelum agraria dikuasai negara), agraria dimiliki oleh komunitas-komunitas yang tinggal di beberapa wilayah tertentu yang saat ini sering disebut sebagai tanah ulayat atau tanah adat.

Menariknya, subjek-subjek tersebut bisa saling berkontestasi, bekerjasama, bahkan saling konflik karena ada ketimpangan (kepemilikan sumber daya yang berbeda-beda). Selain itu, berangkat dari aktor-aktor yang ada, Sitorus juga membagi tiga tipe struktur agraria. Ketiga tipe tersebut terdiri dari tipe kapitalis (sumber agraria dikuasai oleh non penggarap alias perusahaan), sosialis (sumber agraria dikuasai oleh negara atau kelompok pekerja), dan populis atau neo-populis (sumber agraria dikuasai oleh keluarga atau rumah tangga pengguna).

Selanjutnya, ada berbagai macam perspektif yang menjelaskan pengertian agraria. Agraria dari perspektif keilmuan hukum mempelajari ketentuan yang berupa perdata maupun tata negara yang mengatur hubungan antara manusia dengan kekayaan alam (bumi, air, angkasa) dan menjelaskan wewenang yang bersumber dari hubungan tersebut.

Meskipun demikian, perundangundangan mengenai penerbangan dan perkapalan tidak termasuk di dalamnya karena objeknya bukan agraria melainkan pesawat terbang atau kapal. Selain itu, dalam perspektif hukum, banyak hal-hal yang diatur secara jelas seperti mengenai hukum pertanahan, air, pertambangan, perikanan, kehutanan, dan lain sebagainya. Sebelum berlakunya hukum agraria yang ditetapkan pada tahun 1960, Indonesia masih menggunakan kaidah-kaidah atau hukum adat dan hukum agraria barat.

Di sisi lain, perspektif ekonomi mengandaikan bahwa agraria dipelajari untuk selanjutnya dijadikan sumber-sumber pendapatan. Artinya kekayaan yang terkandung di dalam bumi seperti tanah, air, dan angkasa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk tujuan ekonomi. Salah satu contohnya adalah ketika ada aktivitas produksi, eksploitasi (penambangan), dan distribusi terhadap hasil kekayaan yang ada di bumi. Meskipun demikian, idealnya memang hasil kekayaan tersebut digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat seperti yang tertuang di dalam pasal 33 UUD 1945.

Dari cara pandang sosial, fokus kajiannya berupa interaksi atau hubungan antar individu dalam sebuah komunitas dalam dimensi ruang atau tempat. Artinya interaksi tersebut berlangsung di antara ruang tersebut (bumi, air, angkasa, dan kekayaan lainnya).

Dari kacamata antropologi, fokus yang dipelajari untuk melihat agraria yaitu dengan menganalisis hubungan manusia dengan bumi, air, dan kekayaan yang ada di dalamnya. Salah satu contoh yang menarik adalah kearifan lokal manusia kepada alam. Seperti diketahui secara umum, antropologi merupakan disiplin ilmu yang menekankan pada aspek keanekaragaman fisik dan kebudayaan.

Dari kacamata sejarah, disiplin ilmu tersebut hubungannya dengan agraria melihat bahwa penting untuk melihat kondisi agraria di masa lampau yang meninggalkan jejak di masa sekarang. Artinya terdapat bukti-bukti yang mampu menjelaskan perjalanan agraria dari masa lampau hingga saat ini. Hal tersebut dirasa penting mengingat kondisi agraria dari waktu ke waktu terus mengalami perkembangan, bahkan seringkali muncul permasalahan yang sangat krusial terkait agraria.

Dari perspektif politik, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai definisi politik. Politik dalam hal ini dimaknai sebagai kekuasaan (power). Dalam perspektif ini, fokus kajiannya adalah cara mengelola sumber daya atau agraria yang sudah ada. Hal itu bisa dilakukan apabila seseorang atau sekelompok orang mempunyai kekuasaan yang besar untuk mengatur hal tersebut.

Dengan demikian, mereka mempunyai wewenang untuk mengatur sebuah kebijakan yang terkait dengan agraria. Selain itu, orang-orang yang memiliki kekuasaan boleh jadi karena kepemilikan atas beberapa bagian agraria seperti tanah, air, atau pertambangan. Dari hal tersebut, seseorang mampu memberikan influence kepada orang lain supaya tunduk dalam artian orang-orang yang mempunyai resource tadi secara tidak langsung sedang mengelola kekuasaannya.

Referensi

Rahman, Arief. 2019. Politik Agraria. Jambi : Salim Media Indonesia.