Apa yang dimaksud dengan polikultur?


Polikultur merupakan teknik menanam yang dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu jenis tanaman dalam satu lahan dan waktu yang sama. Penggunaan tanaman yang akan dipolikultur pun harus tepat dan saling menguntungkan atau setidaknya tidak saling merugikan karena terdapat dua jenis tanaman yang berbeda dalam satu lahan. Dalam sistem polikultur terdapat beberapa jenis yang sering digunakan oleh para petani. Berikut ini ulasan lebih lengkapnya.

Pada umumnya masyarakat Indonesia yang bermata pencaharian sebagai petani mempunyai pola tanam yang berbeda-beda dalam mengusahakan lahannya. Pola tanam merupakan bagian atau sub sistem dari sistem budidaya tanaman, maka dari itu sistem budidaya tanaman ini dapat dikembangkan satu atau lebih sistem pola tanam. Pola tanam merupakan urutan tanam pada sebidang lahan dalam satu tahun,termasuk didalamnya masa untuk pengolahan tanah. Pola tanam bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya secara optimal dan menghindari resiko kegagalan panen. Sistem pertanian yang diterapkan petani dalam berusahatani tentu saja menjadi penentu hasil atau pendapatan yang diterima petani.

Penggunaan lahan secara intensif pada agroekosistem di daerah tropis mengurangi keragaman predator, sehingga mengurangi layanan ekosistem potensi pengendalian hama (Perfecto et al 2004; Philpott et al 2007 dalam Hoehn,et el.,2008). Kualitas habitat menjadi faktor penting yang mempengaruhi kepadatan spesies karena kondisi iklim mikro atau ketersediaan sumber daya makanan di daerah tropis dan daerah beriklim sedang (Hoehn, et el.,2008)

Pola tanam di daerah tropis,biasanya disusun selama satu tahun dengan memperhatikan curah hujan,terutama pada daerah atau lahan yang sepernuhnya tergantung darihujan. Pemilihanjenis/varietas yang ditaman pun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan. Pola tanam terbagi dua yaitu pola tanam monokultur dan pola tanam polikultur. Pertanian monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis. Sedangkan pola tanam polikultur ialah pola pertanian dengan banyakjenis tanaman pada satu bidang lahan

Polikultur berasal dari kata poli yang artinya banyak dan kultur artinya budaya. Polikultur ialah pola pertanian dengan banyak jenis tanaman pada satu bidang lahanyang terusun dan terencana dengan menerapkan aspek lingkungan yang lebih baik. Polikultur adalah sebuah cara budidaya yang dapat membawa kesejahteraan bagi petani (jika dilakukan dengan baik benar) ataupun membawa kerugian (jika dilakuan dengan cara yang salah). Terwujudnya konsep pertanian polikultur sebagai suatu usaha manusia dalam melakukan pemadatan areal tanah bertujuan untuk memperbaiki ekologi lingkungan alam, dan secara simultan meningkatkan produktivitas lahan yang dapat diukur dari pendapatan ekonomi yang pada akhirnya akan menghadirkan petani yang unggul dan mandiri.

Polikultur adalah sistem pertanaman yang menanam lebih dari satu tanaman pada satu musim tanam dengan mempertimbangkan efisiensi ruang tumbuh dan agroklimat. Interaksi antar tanaman tersebut dapat bersifat negatif maupun positif (Hart, 1974 dalam Altieri, et al., 1978). Polikultur adalah model pertanian yang ekonomis, ekologis, berbudaya, mampu diadaptasi dan manusiawi. Model pertanian ini disebut juga dengan model pertanian yang berkelanjutan. Model pertanian polikultur merupakan koreksi total terhadap model pertanian monokultur (Sabirin, 2000).

Dasar pengembangan dari pola tanam polikultur ini yakni untuk membangun keberagaman yang saling menguntungkan. Semakin beragamnya populasi dari suatu kawasan maka semakin stabil pula lah kondisi ekosistem yang berjalan di kawasan itu. Konsep pertanian berkelanjutan memiliki ciri-ciri,
1)bernuansa lingkungan ( ecologically sound ),

2)layak secara ekonomi ( economically viable ),

3)adil secara sosial ( socially just ),

4)manusiawi ( humane ),

5)mampu diadaptasikan ( adaptable ) (Humamy, 2013).

Keanekaragaman tanaman dapat menurunkan populasi serangga. Semakin tinggi keragaman ekosistem dan semakin lama keragaman ini tidak diganggu oleh manusia, semakin banyak pula interaksi internal yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan stabilitas serangga (Southwood & Way, 1970). Diversifikasi pola tanam monokultur dengan jenis tanaman lain yang bukan tanaman inang suatu jenis hama kelihatannya merupakan strategi yang efektif dalam pengelolaan hama di daerah tropis. Sistem polikultur akan meningkatkan keragaman serangga pada agroekosistem yang terdiri dari hama ataupunpun musuh alami. Di daerah tropis pola tanam polikultur terbukti efektif mengurangi infestasi hama pada agroekosistem. Polikultur dapat mengurangi resiko kerugian petani akibat gagal panen dan secara tidak langsung dapat menjaga lingkungan perkebunan tetap baik (Bonsu, 2002)

Pertanaman polikultur menyediakan lingkungan yang lebih berpotensi bagi serangga predator dan parasit sehingga dapat mengendalikan populasi hama secara alamiah. Kondisi ini termasuk distribusi temporal dan spasial baik yang menarik musuh alami dan meningkatkan potensi reproduksi, penutupan tanah meningkat, yang terutama penting bagi beberapa predator serangga, dan lebih banyak spesies serangga herbivora sebagai alternatif bagi pemangsa ketika mangsa lain langka atau pada tahap yang tidak tepat siklus hidup mereka
(Geno & Geno, 2001 dalam Simmon, 2005).

Adanya musuh alami akan menyebabkan populasi hama dapat dikendalikan pada batas ambang yang tidak merugikan secara ekonomi. Beberapa jenis tanaman yang ditanam secara bersama-sama akan meningkatkan kepadatan predator dan parasit yang mampu menekan populasi hama sehingga penggunaan pestisida akan berkurang. Beberapa spesies yang ditanam pada polikultur juga dapat menunda inisiasi penyakit tanaman dengan mengurangi penyebaran spora akibat modifikasi kindisi mikroklimat yang tidak sesuai bagi spora tersebut (Lithourgidis, et al., 2011). Strategi yang perlu diperhatikan dalam polikultur adalah menetapkan jenis dan disain pertanaman yang efektif untuk menciptakan distribusi spasial dan temporal yang menyediakan mangsa (pakan) dan habitat sehingga menarik musuh alami dan meningkatkan potensi reproduksi mereka. Dengan demikian dapat mengendalikan hama secara alami.

Pola tanam polikultur memerlukan pengelolaan yang baik, karena selain dilihat dari sisi ekonomi, sistem polikultur perlu memperhatikan beberapa hal dalam pelaksanaannya, seperti lingkungan dan pengelolaan. Lingkungan merupakan tempat dimana tanaman dibudidayakan. Pengelolaan merupakan suatu usaha untuk merawat tanaman dengan terencana melalu pemanfaatan sumberdaya. Adanya lingkungan dan pengelolaan yang baik akan memberikan hasil secara optimal (Soekirman 2007).

Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas tanaman adalah dengan mengadopsi pola tanam polikultur (Bentley 2004). Sistem budidaya dengan pola tanam polikultur ini dapat menjamin berhasilnya penanaman menghadapi iklim yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit, serta fluktuasi harga. Selain itu, polikultur sangat baik dilakukan di wilayah yang padat tenaga kerja, luas pertanian terbatas dan modal pembelian sarana produksi yang juga terbatas. Maka pola tanam polikultur dapat meminimalkan resiko dan memaksimalkan keuntungan (Soekirman 2007).

Keuntungan dengan menerapkan pola tanam polikultur adalah sebagai berikut:

a) Mengurangi serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman),karena tanaman yang satu dapat mengurangi serangan daro OPT lainnya.

b) Menambah kesuburan tanah.Dengan menanam kacang-kacangan yang memiliki kandungan unsur N dalam tanah akan bertambah karena adanya bakteri Rhizobium yang terdapat dalam bintil akar.

c) Siklus hidup hama atau penyakit dapat terputus atau tidak dapat hidup bertahan lama, karena sistem ini dibarengi dengan rotasi tanaman yang dapat memutus siklus OPT.

d) Memperoleh hasil panen yang lebih beragam. Penanaman yang dilakukan lebih dari satu jenis tanaman maka akan menghasilkan panen yang beragam pula. Ini membawa keuntunga karena bila harga salah satu komoditas rendah, dapat ditutupoleh harga komoditas lainnya.

Selain membawa keuntungan, disisi lain pola tanam polikultur juga memiliki Kekurangan yakni :

a. Terjadi persaingan unsur hara antar tanaman,

b. OPT banyak sehingga sulit dalam pengendaliannya.

Polikultur terbagi menjadi :

Tumpang sari (Intercropping). Tumpangsari adalah penanaman lebih dari satu tanaman pada waktu yang bersamaan atauselama periode tanam pada satu tempat yang sama. Beberapa keuntungan dari sistem tumpangsariantara lain pemanfaatan lahan kosong disela-sela tanaman pokok,peningkatan produksi total persatuan luas karena lebih efektif dalampenggunaan cahaya, air serta unsurhara, disamping dapat mengurangi resiko kegagalan panen dan menekan pertumbuhan gulma, (Herliana,1996).

Syarat – syarat Tumpang Sari juga harus memenuhi kriteria seperti berikut ini yaitu Famili harus sama agar pola pertumbuhan dan bahan makanan yang diperlukan sama dan tidak saling menghambat pertumbuhan. Lalu, Bagian tanaman yang dipanen setidaknya harus sama agar hama yang akan menyerang tidak focus pada satu jenis tanaman saja. Selain itu, Syarat tumbuh tanaman harus diperhatikan agar tidak saling berebut kebutuhan nutrisi. Dan yang terakhir Sistem perakaran harus berbeda, jika sistem perakaran sama maka tanaman tersebut akan memperebutkan unsure hara yang terkandung dalam tanah yang dapat mengakibatkan penghambatan tubuh tanaman.

Usahatani campuran ataupun tumpang sari merupakan sebagian contoh dari sistem pertanian polikultur. Sistem pertanian ( farming system) merupakan

pengaturan usahatani ataupun sekumpulan komponen yang disatukan oleh bentuk

saling ketergantungan pada suatu batas tertentu.

Salah satu jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai tanaman sela pada tanaman jagung adalah tanaman kedelai. Tanaman jagung dan kedelai memungkinkan untuk ditumpangsari karena tanaman jagung menghendaki nitrogen tinggi, sementara kedelai dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas sehingga kekurangan nitrogen pada jagung terpenuhi oleh kelebihan nitrogen pada kedelai
Jagung dan kedelai yang ditanam secara tumpang sari akan terjadi kompetisi dalam memperebutkan unsur hara, air dan sinar matahari. Sehingga pengaturan sistem tanam dan pemberian pupuk sangat penting untuk mengurangi terjadinya kompetisi tersebut.

Tumpang gilir ( Multiple Cropping ), dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum.

Faktor-faktor tersebut adalah :

*) Dapat mencegah serangan hama dan penyakit yang meluas

*) Hasil panen secara beruntun dapat memperlancar penggunaan modal dan meningkatkan produktivitas lahan

*) Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman, sangat membantu mencegah terjadinya erosi

*) Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman, sangat membantu mencegah terjadinya erosi

*) Sisa komoditi tanaman yang diusahakan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau

*) Pengolahan yang bisa dilakukan dengan menghemat tenaga kerja, biaya pengolahan tanah dapat ditekan, dan kerusakan tanah sebagai akibat terlalu sering diolah dapat dihindari

c. Tanaman Bersisipan ( Relay Cropping ),

Merupakan pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Pada umumnya tipe ini dikembangkan untuk mengintensifikasikan lahan. Dengan demikian kemampuan lahan untuk menghasilkan sesuatu produk pangan semakin tergali. Oleh karena itu pengelola dituntut untuk semakin jeli menentukan tanaman apa yang perlu disisipkan agar waktu dan nilai ekonomisnya dapat membantu dalam usaha meningkatkan pendapatan.

d. Tanaman Campuran ( Mixed Cropping )

Merupakan penanaman terdiri beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu. Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit.

Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.

e. Tanaman bergiliran ( Sequential Planting)

Merupakan penanaman dua jenis tanaman atau lebih yang dilakukan secara bergiliran. Setelah tanaman yang satu panen kemudian baru ditanam tanaman berikutnya pada sebidang lahan tersebut.

Penggunaan pestisida yang berlebihan saat ini telah merubah keseimbangan ekosistem yang ada diantaranya : hama sasaran menjadi lebih kuat, makin punahnya musuh alami serta menurunnya jumlah jasad renik dalam tanah sebagai dekompositor/pengurai benda mati menjadi bahan organik yang diperlukan untuk kesuburan tanah. Bila keadaan tersebut dibiarkan maka bukan tidak mungkin pada ekosistem tanaman tersebut populasi hama maupun penyakitnya semakin bertambah sebagai dampak dari penggunaan bahan kimia yang berlebihan. Di pihak lain populasi musuh alami akan berkurang karena ketidak mampuannya bertahan akibat penggunaan bahan kimia tersebut. Dampak pengendalian kimiawi yang dilakukan secara tidak tepat tanpa memperhatikan aspek lingkungan sangat berpengaruh pada keseimbangan ekosistem. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana ternyata juga menyebabkan tingginya kandungan pestisida pada produk hortikultura tersebut sehingga ditolak oleh pasar ekspor karena dianggap tidak sehat. Faktor utama yang mempengaruhi kesehatan tanaman adalah pemeliharaan kesehatan agroekosistem dengan mengurangi penggunaan pestisida dan menciptakan ekosistem yang sesuai bagi perkembangan predator, parasit, atau tanaman antagonis terhadap serangga hama. Hal ini dapat dilakukan dengan rotasi tanaman, pengaturan pola tanam, menanam tanaman perangkap, penggunaan mulsa, pheromone, allemones dan penggunaan pestisida nabati (The CGIAR Systemwide Program on Integrated Pest Management,2010).

DAFTAR PUSTAKA

Altieri, M.A., Charles A.F.,AART Van Schoonhoven and Jerry D.Doll, 1978. A Review of Insect Prevalence in Maize (Zea Mays L. and Bean (Phaseolus vulgaris L.) Polycultural Systems. Field Crops Research, 1:33-39.

Simmons, L. (2005) Agroecological Analysis of a Polyculture Food Garden on the Adelaide Plains. Natural Resource Management. Roseworthy Campus, University of Adelaide. South Australia 5371, Australia. Pp.1-25.

The CGIAR Systemwide Program on Integrated Pest Management, 2010. Integrated Pest Management and Crop Health — bringing together sustainable agroecosystems and people’s health. SP-IPM Secretariat, International Institute of Tropical Agriculture (IITA), Ibadan, Nigeria. 17 pp.

1 Like