Apa yang dimaksud dengan Pola Asuh Authoritative?

pola asuh authoritative

Setiap orangtua memiliki pola asuh terhadap anak. Diana Baumrind (1991, 1993) meyakini bahwa orangtua memiliki salah satu dari empat pola asuh yaitu, authoritarian, authoritative, neglectful dan indulgent. Lalu, apa yang dimaksud dengan pola asuh authoritative ?

image

Authoritative parenting (pola asuh otoritarif) mendorong anaknya untuk menjadi independen tetapi masih membatasi dan mengontrol tindakan anaknya. Perbincangan tukar pendapat diperbolehkan dan orang tua bersikap membimbing dan mendukung (Santrock, 2007).

Orangtua dengan pengasuhan otoritatif selalu melibatkan anak remaja mereka dalam segala hal yang berkenaan dengan remaja itu sendiri dan dengan keluarga. Mereka mempunyai pertimbangan dan penilaian dari remaja serta mau berdiskusi dalam mengambil segala keputusan yang berkaitan dengan anak remaja mereka.

Remaja pun belajar untuk membuat keputusan bagi diri mereka sendiri dan belajar mendengarkan dan berdiskusi dengan orang tua mereka. Orangtua yang otoritatif menekankan pentingnya peraturan, norma, dan nilai-nilai, tetapi mereka bersedia untuk mendengarkan, menjelaskan dan bernegosiasi dengan anak. Disiplin yang mereka lakukan lebih bersifat verbal yang ternyata merupakan sesuatu yang afektif (Gunarsa, 2006).

Remaja yang dibesarkan dengan pola pengasuhan otoritatif akan merasakan suasana rumah penuh rasa saling menghormati, penuh apresiasi, kehangatan, penerimaan dengan adanya konsistensi pengasuhan dari orang tua mereka. Dengan demikian, mereka akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka (Gunarsa, 2006).

Klasifikasi pemeliharaan anak didasarkan pada hasil interaksi antara dua dimensi, yaitu:

  • Responsiveness (mengacu pada pengasuhan yang hangat atau pemberian support) adalah lingkup dimana orangtua secara intensional memupuk kepribadian, pengaturan diri dan penyataan diri dengan menjadi terbiasa, suportif, pengertian pada kepentingan spesial dan tuntutan orangtua.
  • Demandingness (mengacu pada pengontrolan tingkah laku) adalah tuntutan orangtua terhadap anak agar mau berintegrasi dengan seluruh keluarga, tuntutan kedewasaan mereka, pengawasan orangtua, usaha mendisiplinkan diri dan kemauan orangtua untuk menghukum anak yang tidak patuh.

Pola asuh authoritarian memiliki tingkat demandingness yang tinggi sedangkan tingkat responsiveness-nya rendah.

Authoritative Parenting merupakan kombinasi dari dimensi parental warmth dan parental control yang sama-sama tinggi (Lamborn, Mounts, Steinberg, & Dornbusch, 1991). Artinya dengan gaya pengasuhan yang authoritative, orang tua menerapkan kontrol dan pendisiplinan yang tegas dan konsisten, namun di sisi lain juga memberikan kehangatan dan kasih sayang yang dibutuhkan oleh anak.

Pola asuh otoritatif adalah pola asuh yang demanding dan responsif, dimana orangtua menggunakan pendekatan yang rasional dan demokratis (Boyd & Bee, 2006). Orangtua yang menerapkan pola asuh otoritatif ini memberikan kehangatan dan kasih sayang, menghargai minat, pendapat, keunikan pribadi anak dan keputusan anak (Boyd & Bee, 2006; Papalia, Olds, & Feldman, 2007). Walaupun mereka menghargai kebebasan anak, orangtua otoritatif juga tegas dalam menetapkan standar dan menggunakan hukuman bila diperlukan. Mereka tetap menjelaskan pertimbangan yang mendasari penetapan

Gaya pengasuhan ini menekankan pada individualitas, tapi juga menekankan pada batasan sosial (Baumrind, 1971 dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

Orangtua Otoritatif


Hangat, terlibat, responsif, menunjukkan kesenangan dan dukungan terhadap tingkah laku anak; mempertimbangkan harapan dan pendapat anak; membuat standar perilaku; komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak jelas; tidak begitu saja menerima kekerasan anak; mengharapkan tingkah laku anak yang matang, mandiri, dan sesuai dengan usianya, dan ikut bergabung dengan aktivitas anak.

Orang tua yang authoritative memiliki kepercayaan diri dalam membimbing anak, namun mereka juga menghargai keputusan, minat, pendapat, dan kepribadian anak. Mereka penyayang dan menerima anak, tapi juga menuntut tingkah laku yang baik dan tegas dalam menjaga standar. Mereka menetapkan batasan, menghukum jika perlu, dengan konteks kehangatan, dan memiliki hubungan dengan anak yang saling mendukung. Mereka menyukai disiplin yang induktif, yaitu dengan menjelaskan alasan dari sesuatu dan mendorong memberi-dan-menerima secara verbal. Anak-anak dari orang tua seperti ini tampaknya merasa aman karena mengetahui bahwa mereka dicintai dan apa yang diharapkan dari mereka. Anak-anak pra-sekolah dengan orang tua authoritative cenderung menjadi mandiri, mampu mengendalikan diri, asertif, memiliki rasa ingin tahu, dan merasa puas (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

(Hourlock dalam Chabib Thoha, 1996),

Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua. Orang tua sedikit memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak diberi kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab kepada diri sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur hidupnya.

Agus Dariyo, 2004,

Kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambi bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus dibawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk mempertanggung jawabkan segala tindakannya. Akibat positif dari pola asuh ini, anak akan menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain, bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya, tidak munafik, jujur. Namun akibat negatif, anak akan cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan anak dan orang tua.

Sutari Imam Barnadib (1986) (dalam St. Aisyah, 2010),

Orang tua yang demokratis selalu memperhatikan perkembangan anak, dan tidak hanya sekedar mampu memberi nasehat dan saran tetapi juga bersedia mendengarkan keluhan-keluhan anak berkaitan dengan persoalan-persoalannya. Pola asuhan demokratik memungkinkan semua keputusan merupakan keputusan anak dan orang tua.

Backman (1986) (dalam St. Aisyah, 2010),

Semakin demokratis suatu keluarga akan semakin bebas setiap anggota keluarga untuk mengungkapkan hal-hal yang tidak disukainya maupun mengekspresikan hal-hal yang disukainya dalam interaksinya dengan masing-masing anggota keluarga. Di samping itu, remaja yang orang tuanya menggunakan pola asuh demokratis memiliki hubungan yang lebih harmonis antara anak dengan anak dan dengan orang tua. Hal ini tentu saja akan mempunyai pengaruh yang lebih baik dalam perkembangan jiwa anak.

Pola asuh autoritatif atau demokratis adalah gaya pengasuhan dimana orang tua bisa diandalkan dalam menyeimbangkan kasih sayang kepada anaknya. Orang tua seperti ini biasanya memberikan arahan dan bimbingan kepada tindakan yang dilakukan anak. Untuk melakukan pengasuhan seperti ini biasanya orang tua memberikan cinta dan kehangatannya kepada anaknya. Mereka terbiasa melibatkan anak-anaknya dalam diskusi yang bersangkutan dengan keluarga. Mendukung minat apapun yang dilakukan oleh anak dan mendorong anak untuk membangun kepribadiannya.

Orang tua yang demokratis artinya orang tua yang memberikan kesempatan kepada anaknya untuk menyampaikan pendapatnya, keluhannya dan kegelisahan yang dialaminya dan disini orang tua mendengarkan dengan baik dan memberikan bimbingan.

Pengasuhan otoritatif cenderung menjadi pengasuhan yang efektif yang dikutip oleh santrock dari beberapa literatur memberikan alasannya yaitu:

  1. Orang tua dengan pengasuhan otoritatif memberikan keseimbangan antara kendali dan otonomi, sehingga anak mendapatkan kesempatan untuk membentuk kemandirian sekaligus memberikan standar, batas, dan panduan yang dibutuhkan anak.

  2. Orang tua dengan pengasuhan otoritatif melibatkan anak dalam klegiatan diskusi keluarga, misalkan anak dilibatkan dalam keputusan yang bersangkutan dengan urusan keluarga dan anak diberikan kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya.

  3. Orang tua dengan pengasuhan otoritatif memberikan kehangatan dalam pengasuhannya kepada anak, ini mebuat anak bisa lebih menerima pengaruh orang tua.

Selanjutnya, orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis biasanya lebih memberikan dorongan terhadap perkembangan anak ke arah yang positif, biasanya anak yang diasuh dengan orang tua seperti ini akan terhindar dari perilaku agresif.

Baldwin menjelaskan anak yang diasuh oleh orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis menimbulkan ciri-ciri berinisiatif, tidak penakut, lebih giat, dan lebih bertujuan. Balwin mendefinisikan didikan yang demokratis adalah orang tua yang berdiskusi dengan anak mengenai tindakan-tindakan apa saja yang harus diambil, menjelaskan peraturan-peraturan yang diterapkan, ketika anak memiliki pertanyaan orang tua mampu menjawab, dan bersikap toleran.

Sedangkan Hetherington dan Parke dikutip oleh Mohammad menyatakan bahwa pola asuh demokratis adalah orang tua yang mendorong anaknya dalam perkembangan jiwa, mempunyai penyesuaian sosial yang baik, kompeten, mempunyai kontrol sementara Shapiro menjelaskan orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis menjadikan anak tidak bergantung dan tidak berperilaku kekanan-kanakan, mendorong anak untuk berprestasi, anak menjadi percaya diri, mandiei imajinatif, mudah beradaptasi, kreatif, dan disukai banyak orang serta responsif.

Menurut Collins dikutip oleh Diane E. Papalia Pengasuhan otoritatif dapat membantu remaja menginternalisasikan standar yang dapat mencegah mereka untuk terpengaruh dengan teman sebaya secara negatif dan dapat membantu mereka untuk terbuka agar mendapatkan pengaruh positif.

Selanjutnya Baumrind yang di kutip oleh Muallifah menyebutkan ciri-citi pola asuh authoritative, sebagai berikut:

  • Orang tua memberikan hak dan kewajiban kepada anak secara seimbang namun disini orang tua tetap bisa mengendalikan anaknya dalam artian mengendalikan disini yaitu memberikan bimbingan dan arahan kepada anak.

  • Orang tua dan anak saling melengkapi, dimana orang tua menerima dan melibatkan anak dalam setiap keputusan yang bersangkutan dengan kepentingan keluarga. Orang tua sering mengajak diskusi anak ketika pembahasan mengenai kepentingan keluarga, jadi disini anak merasa bahwa dirinya dianggap dalam keluarga.

  • Orang tua yang memiliki pengendalian yang tinggi terhadap anak, dan menganjurkan anaknya untuk bertindak berdasarkan tingkat intelektual dan sosial sesuai usia dan kemampuan yang dimiliki anak, tetapi orang tua disini tetap memberikan arahan dan bimbingannya.

  • Orang tua memberikan penjelasan tentang peraturan yang diterapkan kepada anak dan hukuman yang diberikan kepada anak. Orang tua yang baik akan selalu memberikan penjelasan tentang sikap yang diberikan kepada anaknya baik itu berupa peraturan maupun berupa hukuman.

  • Orang tua selalu mendukung apa yang dilakukan anak tanpa membatasi potensi dan kreativitas yang dimiliki, namun orang tua tetap meberikan bimbingan dan arahan dengan mendorong anak untuk saling membantu dan bertindak secara objektif.