Apa yang dimaksud dengan Pola Asuh Anak?

Pola asuh

Pola asuh adalah cara yang digunakan orang tua dalam mencoba berbagai strategi untuk mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan tersebut antara lain pengetahuan, nilai moral, dan standart perilaku yang harus dimiliki anak bila dewasa nanti.

Apa yang dimaksud dengan Pola Asuh Anak ?

1 Like

Pusat pendidikan seorang anak adalah didalam keluarga, sekolah dan masyarakat, namun pengaruh terhadap perkembangan moral seorang anak adalah didalam keluarga. Yang didapatkan anak dari keluarga semasa kecil itulah yang akan membentuk sikapnya dikemudian hari.

Gunarsa mengungkapkan bahwa pola asuh adalah suatu gaya mendidik yang dilakukan oleh orang tua untuk membimbing dan mendidik anak-anaknya dalam proses interaksi yang bertujuan memperoleh suatu perilaku yang diinginkan.

Mengasuh anak merupakan proses pendidikan, banyak hal yang harus diperhatikan dalam mengasuh anak, antara lain adalah pemberian kasih sayang, penanaman sikap, pendidikan moral, interaksi social dan pembuatan peraturan-peraturan. Secara keseluruhan hal itu termasuk dalam rangkaian suatu pola asuh orang tua.

Tujuan dari mengasuh anak adalah memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan anak agar mampu bermasyarakat. Orang tua menanamkan nilai-nilai kepada anak-anaknya untuk membantu mereka membangun kompetensi dan kedamaian. Mereka menanamkan kejujuran, kerja keras,

Pola asuh merupakan interaksi antara orang tua dan anak dimana orang tua memiliki kegiatan pengasuhan pada anak agar dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya. Pengasuhan tersebut berupa pembimbingan/pendidikan, kasih sayang, perhatian, penerapan disiplin, dan lain sebagainya.

Macam-macam Pola Asuh Orang Tua


Model Baumrind

Didalam model Baumrind, pola asuh orang tua terhadap anaknya dapat dibagi kedalam 3 macam pola asuh, yaitu :

  • Pola Asuh Otoriter

    Pola Asuh Otoriter adalah gaya yang membatasi dan menghukum, dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Orang tua yang otoriter menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak dan meminimalisir perdebatan verbal. Orang tua yang otoriter mungkin juga sering memukul anak, memaksakan aturan secara kaku tanpa menjelaskannya, dan menunjukkan amarah pada anak. Anak dari orang tua otoriter seringkali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu memulai aktivitas, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah. Anak dari orang tua yang otoriter mungkin berperilaku agresif.

    Sikap atau perilaku dari orangtua yakni sikap ”acceptance” atau penerimaan rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengomando (mengharuskan/memerintah).

  • Pola Asuh Demokratis

    Pola Asuh Demokratis mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. Orang tua yang demokratis menunjukkan kesenangan dan dukungan sebagai respon terhadap perilaku konstruktif anak. Mereka juga mengharapkan perilaku anak yang dewasa, mandiri, dan sesuai dengan usianya. Anak yang memiliki orang tua demokratis seringkali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dan berorientasi pada prestasi, mereka cenderung untuk mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa, dan bisa mengatasi stres dengan baik.

    Sikap atau perilaku dari orangtua yakni sikap ”acceptance” atau penerimaan dan kontrolnya tinggi, bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk.

  • Pola Asuh Permissif (Pengasuhan yang Mengabaikan)

    Pola Asuh Permissif adalah gaya dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih penting dari diri mereka. Anak- anak ini cenderung tidak memiliki kemampuan sosial. Banyak diantaranya memiliki pengendalian diri yang buruk dan tidak mandiri. Mereka seringkali memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa, dan mungkin terasing dari keluarga. Dalam masa remaja, mereka mungkin menunjukkan sikap suka membolos dan nakal.

    Sikap atau perilaku dari orangtua yakni sikap ”acceptance” atau penerimaan-nya tinggi, namun kontrolnya rendah, memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan/keinginannya.

Model Pengasuhan Papilia dan Old

Menurut Papilia dan Old, terdapat hubungan yang ambivalen (perasaaan bertentangan) antara anak dan orang tua, dalam arti anak mempunyai perasaan yang campur aduk, seperti halnya orang tua, yaitu kebimbangan antara menginginkan mandiri atau tetap bergantung pada dirinya sendiri. Orang tua yang memiliki anak yang cukup besar bersikap fleksibel dalam pemikiran dan lebih egalitarian saat anak-anaknya berusia lebih kecil.

Model pengasuhan menurut Papilia dan Old adalah sebagai berikut:

  • Pola asuh yang bersifat mendorong atau menghambat, yakni pola asuh yang dilakukan orang tua dalam berinteraksi dengan anak bersifat mendorong dan mengambat. Pola asuh yang demikian mengandung komponen kognitif dan afektif.

  • Pola asuh yang bersifat mendorong, yakni adanya dorongan terhadap anggota keluarga untuk mengekspresikan pikiran-pikiran dan persepsi mereka.

  • Pola asuh yang bersifat menghambat, pola asuh jenis ini menandakan adanya hambatan yang dilakukan oleh orang tua. Adapun yang menghambat yang bersifat kognitif meliputi: mengalihkan anggota keluarga yang mereka hadapi, tidak memberi / menyembunyikan informasi pada anak dan mengabaikan anggota keluarga dari masalah- masalah keluarga.18

Model Hurlock : Sikap Khas Orang Tua Terhadap Anak

Hurlock tidak membagi pola asuh orang tua. Namun lebih menekankan terhadap sikap khas yang dilakukan orang tua terhadap anak. Secara umum banyak ditemukan pengaruhnya terhadap anak. Dari beberapa sikap orang tua terdapat sikap orang tua yang khas yakni diantaranya :

  • Melindungi secara berlebihan

    Perlindungan orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang berlebihan,hal ini menumbuhkan ketergantungan yang berlebihan. Ketergantungan pada semua orang bukan pada orang tua saja,kurangnya rasa percaya diri dan frustasi.

  • Permisivitas

    Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat sesuka hati, dengan sedikit kekekangan. Hal ini menciptakan suatu rumah tangga yang “ berpusat pada anak “ jika sifap permisif ini tidak berlebihan dan berpenyesuaian social yang baik, sikap ini juga menimbulkan rasa percaya diri dan sifat matang.

  • Memanjakan

    Permisivitas secara berlebihan, memanjakan-memanjakan anak egois, menuntut, dan sering tiranik. Mereka menuntut perhatian dan pelayanan dari orang lain, perilaku yang menyebabkan penyesuaian sosial yang buruk dirumah dan diluar rumah.

  • Penolakan

    Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan yang terbuka. Hal ini menumbuhkan rasa dendam, perasaan tak berdaya, frustasi, perilaku gugup dan sikap permusuhan terhadap orang lain, terutama terhadap mereka yang lebih lemah dan kecil.

  • Ambisi orang tua

    Hampir semua orang tua mempunyai ambisi terhadap anak mereka, sering kali sangat tinggi sehingga tidak realistis. Ambisi ini sering dipengaruhi oleh ambisi orang tua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua supaya anak mereka naik ditangga status sosial. Bila anak tidak dapat memenuhi ambisi orang tua, anak cenderung bersikap bermusuhan, tidak bertanggung jawab, dan berprestasi dibawah kemampan.

Model pola asuh menurut Danny I. Yatim-Irwanto

Beberapa macam pola asuh menurut Danny antara lain :

  • Pola asuh otoriter, pola ini ditandai dengan aturan-aturan yang kaku dari orang tua, kebebasan anak sangat dibatasi.

  • Pola asuh demokratis, pola ini ditandai dengan sikap terbuka.

  • Pola asuh permisif, pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berprilaku sesuai dengan keinginannya.

  • Pola asuh dengan ancaman, ancaman atau peringatan yang dengan keras diberikan kepada anak akan dirasa sebagai tantangan terhadap otonomi dan pribadinya. Ia akan melanggarnya untuk menunjukkan bahwa dia mempunyai harga diri.

  • Pola asuh dengan hadiah , yang dimaksud disini adalah jika orang tua mempergunakan hadiah yang bersifat material atau suatu janji ketika menyuruh anaknya berprilaku seperti yang diinginkan.

Kesimpulannya : Pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi berupa pendidikan, perhatian, kasih sayang antara orang tua dengan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya agar anak dapat mengubah tingkah laku yang kurang baik menjadi baik.

Referensi :

  • Muallifah, Psycho Islamic Smart Parenting (Jogjakarta: DIVA Press, 2009)
  • Purwanto,Ngalim M, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis , (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991)
  • C. Drew Edwards, Ketika Anak Sulit Diatur, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2006)
  • Gunarsa, Singgih, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja , (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990)

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti model, corak, potongan kertas, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap (Fajri. 2009).

Sedangkan kata asuh dapat berati memelihara, menjaga, merawat, mendidik, membimbing (membantu, melatih dan sebagainya) anak kecil, dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga (Fajri. 2009).

Untuk lebih jelasnya, kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat.

Menurut Dr. Ahmad Tafsir seperti yang dikutip oleh Danny I. Yatim-Irwanto. Pola asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Danny dan Irwanto. 1991).

Banyak faktor dalam keluarga yang ikut berpengaruh dalam proses perkembangan anak. Salah satu faktor dalam keluarga yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian adalah praktik pengasuhan anak. keluarga adalah lingkungan yang pertama kali menerima kehadiran anak. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan.

Pengasuh ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berperan dalam meletakan dasar-dasar perilaku dan sikap.

Dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda, karena orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu. Penggunaan pola asuh tertentu ini memberikan sumbangan dalam menyembuhkan skizofrenia.

Pola asuhan merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.

Menurut Baumrind yang dikutip oleh Muallifah, pola asuh pada prinsipnya merupakan parental control:

“Yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya menuju pada proses pendewasaan.”

Sedangkan menurut Hetherington dan Porke (1999) dikutip oleh Sanjiwani,

Pola asuh merupakan bagaimana cara orang tua berinteraksi dengan anak secara total yang meliputi proses pemeliharaan, perlindungan dan pengajaran bagi anak.

Adapun menurut Hersey dan Blanchard (1978) dikutip Garliah, pola asuh adalah bentuk dari kepemimpinan. Pengertian kepemimpinan itu sendiri adalah bagaimana mempengaruhi seseorang, dalam hal ini orang tua berperan sebagai pengaruh yang kuat pada anaknya.

Karen dikutip oleh Muallifah lebih menekankan kepada bagaimana kualitas pola asuh orang tua yang baik yaitu orang tua yang mampu memonitor segala aktivitas anak, walaupun kondisi anak dalam keadaan baik atau tidak baik, orang tua harus memberikan dukungannya.

Dengan memberikan pola asuh yang baik dan positif kepada anak, akan memunculkan konsep diri yang positif bagi anak dalam menilai dirinya. Dimuali dari masyarakat yang tidak membatasi pergaulan anak namun tetap membimbing, agar anak dapat bersikap obyektif, dan menghargai diri sendiri, dengan mencoba bergaul dengan teman yang lebih banyak.

Pola asuh adalah bagaimana cara orang tua berinteraksi dengan anak dengan memberikan perhatian kepada anak dan memberikan pengarahan agar anak mampu mencapai hal yang diinginkannya.

Peran Keluarga dalam Pengasuhan Anak


Peran keluarga begitu penting bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak, baik perkembangan sosial, budaya dan agamanya. Adapun beberapa peran keluarga dalam pengasuhan anak adalah sebagai berikut:

  • Terjalinnya hubungan yang harmonis dalam keluarga melalui penerapan pola asuh Islami sejak dini, yakni dimulai dari sebelum menikah, sebaiknya baik laki-laki maupun perempuan memilih pasangan yang sesuai dengan tuntunan agama, karena pasangan yang baik kemungkinan besar akan memberikan pengasuhan yang baik. Selanjutnya yaitu ketika mengasuh anak dari kandungan, setelah lahir dan dewasa memberikan bimbingan kasih sayang sepenuhnya dengan tuntunan agama dan memberikan pendidikan agama misalnya dari hal yang terkecil bagaimana bersikap sopan kepada yang lebih tua.

  • Membimbing anak dengan kesabaran dan ketulusan hati akan menghantarkan kesuksesan anak. Dimana ketika orang tua memerikan pengasuhan dengan sabar secara tidak langsung orang tua memupukkan kedalam diri anak tentang kesabaran. Ketika dalam diri seseorang tertanam kesabaran maka akan mampu mengendalikan diri, berbuat baik untuk kehidupannya dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan individu lainnya.

  • Kebahagiaan anak menjadi kewajiban orang tua, dimana orang tua harus menerima anak apa adanya, mensyukuri nikmat yang telah di berikan Allah SWT, serta mampu mengembangkan potensi yang dimiliki anak dengan bimbingan-bimbingan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh


Selain peran keluarga dalam pengasuhan anak, adapun daktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh. Menurut Mussen dikutip Marcelina, , ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh yaitu:

  • Lingkungan Tempat Tinggal
    Salah satu faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah lingkungan tempat tinggal. Perbedaan keluarga yang tinggal di kota besar dengan keluarga yang tinggal di pedesaan berbeda gaya pengasuhannya. Keluarga yang tinggal di kota besar memiliki kekhawatiran yang besar ketika anaknya keluar rumah, sebaliknya keluarga yang tinggal didesa tidak memiliki kekhawatiran yang besar dengan anak yang keluar rumah.

  • Sub kultur budaya
    Sub kultur budaya juga termasuk dalam faktor yang mempengaruhi pola asuh. Dalam setiap budaya pola asuh yang diterapkan berbeda-beda, misalkan ketika disuatu budaya anak diperkenankan berargumen tentang aturan-aturan yang ditetapkan orang tua, tetapi hal tersebut tidak berlaku untuk semua budaya.

  • Status sosial ekonomi
    Keluarga yang memiliki status sosial yang berbeda juga menerapkan pola asuh yang berbeda juga.

Individu dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya banyak dipengaruhi oleh peranan orang tua dan lingkungan lainnya. Peranan orang tua tersebut akan memberikan lingkungan yang memungkinkan anak dapat menyelesaikan tugas- tugas perkembangannya. Dalam setiap keluarga terdapat pola asuh yang dikembangkan secara khas yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, ekonomi sosial, pendidikan dan kepercayaan. Namun secara garis besar jenis-jenis pola asuh dapat dibagi menjadi tiga yaitu pola asuh permisif, otoriter, dan demokratis.

  • Pola Asuh Permisif
    Menurut Hurlock (2006) bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh permisif memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: orang tua cenderung memberikan kebebasan penuh pada anak tanpa ada batasan dan aturan dari orang tua, tidak adanya hadiah ataupun pujian meski anak berperilaku sosial baik, tidak adanya hukuman meski anak melanggar peraturan.

    Sedangkan Gunarsa (2000) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh permissif memberikan kekuasaan penuh pada anak, tanpa dituntut kewajiban dan tanggung jawab, kurang kontrol terhadap perilaku anak dan hanya berperan sebagai pemberi fasilitas, serta kurang berkomunikasi dengan anak. Dalam pola asuh ini, perkembangan kepribadian anak menjadi tidak terarah, dan mudah mengalami kesulitan jika harus menghadapi larangan-larangan yang ada di lingkungannya.

    Ciri-ciri pola asuh permisif ini antara lain yaitu :

    • Memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada batasan dan aturan dari orang tua

    • Anak tidak mendapatkan hadiah ataupun pujian meski anak berperilaku sosial baik

    • Anak tidak mendapatkan hukuman meski anak melanggar peraturan

    • Orang tua kurang kontrol terhadap perilaku dan kegiatan anak sehari-hari

    • Orang tua hanya berperan sebagai pemberi fasilitas.

  • Pola Asuh Otoriter
    Menurut Hurlock (2006: 43) mengemukakan bahwa orang tua yang mendidik anak dengan menggunakan pola asuh otoriter memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: orang tua menerapkan peraturan yang ketat, tidak adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat, anak harus mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh orang tua, berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal), dan orang tua jarang memberikan hadiah ataupun pujian.

    Menurut Gunarsa (2000: 55) pola asuh otoriter yaitu pola asuh di mana orang tua menerapkan aturan dan batasan yang mutlak harus ditaati, tanpa memberi kesempatan pada anak untuk berpendapat, jika anak tidak mematuhi akan diancam dan dihukum. Pola asuh otoriter ini dapat menimbulkan akibat hilangnya kebebasan pada anak, inisiatif dan aktivitasnya menjadi kurang, sehingga anak menjadi tidak percaya diri pada kemampuannya.

    Ciri-ciri Pola asuh otoriter ini antara lain sebagai berikut :

    • Orang tua menerapkan peraturan yang ketat
    • Tidak adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat
    • Segala peraturan yang dibuat harus dipatuhi oleh anak
    • Berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal)
    • Orang tua jarang memberikan hadiah ataupun pujian.
  • Pola Asuh Demokratis
    Menurut Hurlock (2006) bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan ciri-ciri adanya kesempatan anak untuk berpendapat mengapa ia melanggar peraturan sebelum hukuman dijatuhkan, hukuman diberikan kepada perilaku salah, dan memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar.

    Sedangkan menurut Gunarsa (2000) bahwa dalam menanamkan disiplin kepada anak, orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan dan menghargai kebebasan yang tidak mutlak, dengan bimbingan yang penuh pengertian antara anak dan orang tua, memberi penjelasan secara rasional dan objektif jika keinginan dan pendapat anak tidak sesuai. Dalam pola asuh ini, anak tumbuh rasa tanggung jawab, mampu bertindak sesuai dengan norma yang ada.

    Ciri-ciri Pola Asuh Demokratis antara lain sebagai berikut, yaitu:

    • Adanya kesempatan bagi anak untuk berpedapat
    • Hukuman diberikan akibat perilaku salah
    • Memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar
    • Orang tua membimbing dan mengarahkan tanpa memaksakan kehendak kepada anak
    • Orang tua memberi penjelasan secara rasional jika pendapat anak tidak sesuai
    • Orang tua mempunyai pandangan masa depan yang jelas terhadap anak.

Pola asuh adalah suatu interaksi antara orang tua dengan anak yang mana orang tua akan merawat, membimbing, mendidik anak terhadap jasmani dan rohani anak menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

Widowati (2013) menyatakan pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.

Agustiawati (2014) menyatkan pola asuh merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab dari anak.

Khon (Agustiawati, 2014) menyatakan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya. Sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian, tanggapan terhadap keinginan anak, dengan demikian yang dimaksud dengan pola asuh orang tua adalah bagaimana cara mendidik anak baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut Petranto (Agustiawati, 2017) pola asuh orang tua merupakan pola perilaku yang diterapkan pada anak bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dirasakan oleh anak, dari segi negatif maupun positif. Pola asuh yang ditanamkan tiap keluarga berbeda, hal ini tergantung pandangan dari tiap orang tua.

Gunarsa (Gunarwan, 2002) mengatakan bahwa pola asuh merupakan cara orang tua bertindak sebagai orang tua terhadap anak-anaknya di mana mereka melakukan serangkaian usaha aktif.

Faktor yang dapat mempengaruhi Pola Asuh

Menurut Hurlock (Gunarwan, 1999) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola asuh orang tua, yaitu karakteristik orang tua yang berupa:

  1. Kepribadian orang tua
    Setiap orang berbeda dalam tingkat energi, kesabaran, intelegensi, sikap dan kematangannya. Karakteristik tersebut akan mempengaruhi kemampuan orang tua untuk memenuhi tuntutan peran sebagai orang tua dan bagaimana tingkat sensifitas orang tua terhadap kebutuhan anak-anaknya.

  2. Keyakinan
    Keyakinan yang dimiliki orang tua mengenai pengasuhan akan mempengaruhi nilai dari pola asuh dan akan mempengaruhi tingkah lakunya dalam mengasuh anak-anaknya.

  3. Persamaan dengan pola asuh yang diterima orang tua
    Bila orang tua merasa bahwa orang tua mereka dahulu berhasil menerapkan pola asuhnya pada anak dengan baik, maka mereka akan menggunakan teknik serupa dalam mengasuh anak bila mereka merasa pola asuh yang digunakan orang tua mereka tidak tepat.

  4. Penyesuaian dengan cara disetujui kelompok
    Orang tua yang baru memiliki anak atau yang lebih muda dan kurang berpengalaman lebih dipengaruhi oleh apa yang dianggap anggota kelompok (bisa berupa keluarga besar, masyarakat) merupakan cara terbaik dalam mendidik anak.

  5. Usia orang tua
    Orang tua yang berusia muda cenderung lebih demokratis dan permissive bila dibandingkan dengan orang tua yang berusia tua.

  6. Pendidikan orang tua
    Orang tua yang telah mendapatkan pendidikan yang tinggi, dan mengikuti kursus dalam mengasuh anak lebih menggunakan teknik pengasuhan authoritative dibandingkan dengan orang tua yang tidak mendapatkan pendidikan dan pelatihan dalam mengasuh anak.

  7. Jenis kelamin
    Ibu pada umumnya lebih mengerti anak dan mereka cenderung kurang otoriter bila dibandingkan dengan bapak.

  8. Status sosial ekonomi
    Orang tua dari kelas menengah dan rendah cenderung lebih keras, mamaksa dan kurang toleran dibandingkan dengan orang tua dari kelas atas.

  9. Konsep mengenai peran orang tua dewasa
    Orang tua yang mempertahankan konsep tradisional cenderung lebih otoriter dibanding orang tua yang menganut konsep modern.

  10. Jenis kelamin anak
    Orang tua umumnya lebih keras terhadap anak perempuan dari pada anak laki-laki.

  11. Usia anak
    Usia anak dapat mempengaruhi tugas-tugas pengasuhan dan harapan orang tua.

  12. Temperamen
    Pola asuh yang diterapkan orang tua akan sangat mempengaruhi temperamen seorang anak. Anak yang menarik dan dapat beradaptasi akan berbeda pengasuhannya dibandingkan dengan anak yang cerewet dan kaku.

  13. Kemampuan anak
    Orang tua akan membedakan perlakuan yang akan diberikan untuk anak yang berbakat dengan anak yang memiliki masalah dalam perkembangannya.

  14. Situasi
    Anak yang mengalami rasa takut dan kecemasan biasanya tidak diberi hukuman oleh orang tua. Tetapi sebaliknya, jika anak menentang dan berperilaku agresif kemungkinan orang tua akan mengasuh dengan pola outhoritatif

Pengasuhan erat kaitannya dengan kemampuan suatu keluarga atau rumah tangga dan komunitas dalam hal memberikan perhatian, waktu dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan serta bagi anggota keluarga lainnya (Engel, 1997).

Orangtua dalam pengasuhan memiliki beberapa definisi yaitu ibu, ayah, atau seseorang yang akan membimbing dalam kehidupan baru, seorang penjaga, maupun seorang pelindung. Orangtua adalah seseorang yang mendampingi dan membimbing semua tahapan pertumbuhan anak, yang merawat, melindungi, mengarahkan kehidupan baru anak dalam setiap tahapan perkembangannya (Brooks, 2001).

Brooks (2001) juga mendefinisikan pengasuhan sebagai sebuah proses yang merujuk pada serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan orangtua untuk mendukung perkembangan anak. Proses pengasuhan bukanlah sebuah hubungan satu arah yang mana orangtua mempengaruhi anak namun lebih dari itu, pengasuhan merupakan proses interaksi antara orangtua dan anak yang dipengaruhi oleh budaya dan kelembagaan sosial dimana anak dibesarkan.

Pengasuhan merupakan proses yang panjang, maka proses pengasuhan akan mencakup

  1. interaksi antara anak, orang tua, dan masyarakat lingkungannya,
  2. penyesuaian kebutuhan hidup dan temperamen anak dengan orang tuanya,
  3. pemenuhan tanggung jawab untuk membesarkan dan memenuhi kebutuhan anak,
  4. proses mendukung dan menolak keberadaan anak dan orang tua, serta
  5. proses mengurangi resiko dan perlindungan tehadap individu dan lingkungan sosialnya (Berns 1997).

Hoghughi (2004) menyebutkan bahwa pengasuhan mencakup beragam aktifitas yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik. Prinsip pengasuhan menurut Hoghughi tidak menekankan pada siapa (pelaku) namun lebih menekankan pada aktifitas dari perkembangan dan pendidikan anak. Oleh karenanya pengasuhan meliputi pengasuhan fisik, pengasuhan emosi dan pengasuhan sosial.

Beberapa definisi tentang pengasuhan tersebut menunjukkan bahwa pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang terus menerus antara orangtua dengan anak yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, baik secara fisik, mental maupun sosial, sebagai sebuah proses interaksi dan sosialisasi yang tidak bisa dilepaskan dari sosial budaya dimana anak dibesarkan.

Pola Asuh Orang Tua


Pola asuh orangtua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi antara orangtua dan anak yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak (Baumrind dalam Irmawati, 2002). Menurut Darling, (1999), pola asuh adalah aktivitas kompleks yang melibatkan banyak perilaku spesifik yang bekerja secara individual dan bersama-sama untuk mempengaruhi anak.

Hubungan baik yang tercipta antara anak dan orangtua akan menimbulkan perasaan aman dan kebahagiaan dalam diri anak. Sebaliknya hubungan yang buruk akan mendatangkan akibat yang sangat buruk pula, perasaan aman dan kebahagiaan yang seharusnya dirasakan anak tidak lagi dapat terbentuk, anak akan mengalami trauma emosional yang kemudian dapat ditampilkan anak dalam berbagai bentuk tingkah laku seperti menarik diri dari lingkungan, bersedih hati, pemurung, dan sebagainya. Pola asuh orangtua merupakan pola interaksi antara anak dengan orangtua bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang, dan lain-lain), tetapi juga mengajarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan (Hurlock, 1994). Pola asuh adalah suatu cara orangtua menjalankan peranan yang penting bagi perkembangan anak selanjutnya, dengan memberi bimbingan dan pengalaman serta memberikan pengawasan agar anak dapat menghadapi kehidupan yang akan datang dengan sukses, sebab di dalam keluarga yang merupakan kelompok sosial dalam kehidupan individu, anak akan belajar dan menyatakan dirinya sebagai manusia sosial dalam hubungan dan interaksi dengan kelompok (Meuler, 1987 dalam Iswantini, 2002).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orangtua adalah cara yang dipakai oleh orangtua dalam mendidik dan memberi bimbingan dan pengalaman serta memberikan pengawasan kepada anak-anaknya agar kelak menjadi orang yang berguna, serta tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik dan psikis melainkan juga menanamkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat yang akan menjadi faktor penentu bagi anak-anaknya dalam menginterpretasikan, menilai dan mendeskripsikan kemudian memberikan tanggapan dan menentukan sikap maupun berperilaku.

Dimensi Pola Asuh


Menurut Baumrind (1983), ada dua dimensi besar pola asuh yang menjadi dasar dari kecenderungan jenis kegiatan pengasuhan anak, yaitu :

  • Responsiveness atau Responsifitas
    Dimensi ini berkenaan dengan sikap orangtua yang penuh kasih sayang, memahami dan berorientasi pada kebutuhan anak. Sikap hangat yang ditunjukkan orangtua pada anak sangat berperan penting dalam proses sosialisasi antara orangtua dengan anak. Diskusi sering terjadi pada keluarga yang orangtuanya responsif terhadap anak – anak mereka, selain itu juga sering terjadi proses memberi dan menerima secara verbal diantara kedua belah pihak. Namun pada orangtua yang tidak responsif terhadap anak – anaknya, orangtua bersikap membenci, menolak atau mengabaikan anak. Orangtua dengan sikap tersebut sering menjadi penyebab timbulnya berbagai masalah yang dihadapi anak seperti kesulitan akademis, ketidakseimbangan hubungan dengan orang dewasa dan teman sebaya sampai dengan masalah delikuensi.

    Responsiveness atau responsifitas terdiri atas :

    1. Clarity of communication (menuntut anak berkomunikasi secara jelas), yaitu orangtua meminta pendapat anak yang disertai alasan yang jelas ketika anak menuntut pemenuhan kebutuhannya, menunjukkan kesadaran orangtua untuk medengarkan atau menampung pendapat, keinginan atau keluhan anak, dan juga kesadaran orangtua dalam memberikan hukuman kepada anak bila diperlukan.

    2. Nurturance (upaya pengasuhan), yaitu orangtua menunjukkan ekspresi kehangatan dan kasih sayang serta keterlibatan orangtua terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan anak dan menunjukkan rasa bangga akan prestasi yang diperoleh anak. Orangtua mampu mengekspresikan cinta dan kasih sayang melalui tindakan dan sikap yang mengekspresikan kebanggaan dan rasa senang atas keberhasilan yang dicapai anak-anaknya.

  • Demandingness atau tuntutan
    Untuk mengarahkan perkembangan sosial anak secara positif, kasih sayang dari orangtua belumlah cukup. Kontrol dari orangtua dibutuhkan untuk mengembangkan anak agar anak menjadi individu yang kompeten baik secara intelektual maupun sosial.

    Demandingness atau tuntutan terdiri atas :

    1. Demand for maturity (menuntut anak bersikap dewasa), yaitu orangtua menekankan pada anak untuk mengoptimalkan kemampuannya agar menjadi lebih dewasa dalam segala hal. Orangtua memberikan tekanan terhadap anak untuk dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam aspek sosial, intelektual dan emosional. Orangtua pun menuntut kemandirian yang meliputi pemberian kesempatan kepada anak-anaknya untuk membuat keputusannya sendiri.

    2. Control (kontrol), yaitu menunjukkan upaya orangtua dalam menerapkan kedisiplinan pada anak sesuai dengan patokan orangtua yang kaku yang sudah di buat sebelumnya. Orangtua juga terlihat berusaha untuk membatasi kebebasan, inisiatif dan tingkah laku anaknya. Orangtua memiliki kemampuan untuk menahan tekanan dari anak, dan konsisten dalam menjalankan aturan. Mengontrol tindakan didefinisikan sebagai upaya orangtua untuk memodifikasi ekspresi ketergantungan anak, agresivitas atau perilaku bermain di samping untuk meningkatkan internalisasi anak terhadap standar yang dimiliki orangtua terhadap anak.

Referensi

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/34210/Chapter%20II.pdf;sequence=3

Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1088) bahwa “pola adalah model, sistem, atau cara kerja” , Asuh adalah “menjaga, merawat, mendidik, membimbing, membantu, melatih, dan sebagainya” Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:96). Sedangkan arrti orang tua menurut Nasution dan Nurhalijah (1986:1) “Orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.” Gunarsa (2000:44) mengemukakan bahwa “Pola asuh tidak lain merupakan metode atau cara yang dipilih pendidik dalam mendidik anak-anaknya yang meliputi bagaimana pendidik memperlakukan anak didiknya.” Jadi yang dimaksud pendidik adalah orang tua terutama ayah dan ibu atau wali.

Pola asuh orang tua adalah suatu proses interaksi antara orang tua dan anak, yang meliputi kegiatan seperti memelihara, mendidik, membimbing serta mendisplinkan dalam mencapai proses kedewasaan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua

Terdapat perbedaan yang berbeda-beda dalam mengelompokkan pola asuh orang tua daam mendidik anak, yang antara satu dengan yang lainnya hampir mempunyai persamaan. Diantaranya sebagai berikut:

Menurut Hourlock (dalam Thoha, 1996 : 111-112) mengemukakan ada tiga jenis pola asuh orang tua terhadap anaknya, yakni :

1) Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturanaturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi.

2) Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua.

3) Pola Asuh Permisif

Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak yang cenderung bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang dikehendaki.

Menurut Baumrind (dalam Dariyo, 2004:98) membagi pola asuh orang tua menjadi 4 macam, yaitu:

1) Pola Asuh Otoriter (parent oriented)

Ciri pola asuh ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua.

2) Pola Asuh Permisif

Sifat pola asuh ini, children centered yakni segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang tua, orang tua menuruti segala kemauan anak.

3) Pola Asuh demokratis

Kedudukan antara anak dan orang tua sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral.

4) Pola Asuh Situasional

Orang tua yang menerapkan pola asuh ini, tidak berdasarkan pada pola asuh tertentu, tetapi semua tipe tersebut diterapkan secara luwes disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu.

Menurut Baumrind (dalam King, 2010:172) bahwa orang tua berinteraksi dengan anaknya lewat salah satu dari empat cara:

1) Pola Asuh Authoritarian

Pola asuh authoritarian merupakan pola asuh yang membatasi dan menghukum. Orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghargai kerja keras serta usaha. Orang tua authoritarian secara jelas membatasi dan mengendalikan anak dengan sedikit pertukaran verbal.

2) Pola asuh Authoritative

Pola asuh authoritative mendorong anak untuk mandiri namun tetap meletakkan batas-batas dan kendali atas tindakan mereka. Pertukaran verbal masih diizinkan dan orang tua menunjukkan kehangatan serta mengasuh anak mereka.

3) Pola Asuh Neglectful

Pola asuh neglectful merupakan gaya pola asuh di mana mereka tidak terlibat dalam kehidupan anak mereka. Anak-anak dengan orang tua neglectful mungkin merasa bahwa ada hal lain dalam kehidupan orang tua dibandingkan dengan diri mereka.

4) Pola Asuh Indulgent

Pola asuh indulgent merupakan gaya pola asuh di mana orang tua terlibat dengan anak mereka namun hanya memberikan hanya sedikit batasan pada mereka. Orang tua yang demikian membiarkan anakanak mereka melakukan apa yang diinginkan.

Referensi

http://repository.upi.edu/12418/5/S_PEA_1005816_Chapter2.pdf