Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Menurut Putong (2007), pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan pendapatan nasional secara berarti dalam suatu periode perhitungan tertentu. Sedangkan menurut Schumpeter (dalam Putong, 2007), pertumbuhan ekonomi adalah pertambahan output (pendapatan nasional) yang disebabkan oleh pertambahan alami dari tingkat pertambahan penduduk dan tingkat tabungan.
Menurut Kuznets (dalam Jhingan, 1994), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan serta ideologis yang diperlukannya.
Definisi tersebut memiliki tiga komponen: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajad pertumbuhan ekonomi dalam penyediaan beraneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Dalam pemahaman ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB, yang berarti peningkatan pendapatan nasional.
Pendapatan nasional memiliki dua arti, yaitu arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, pendapatan nasional adalah pendapatan nasional itu sendiri, sedangkan dalam arti luas, pendapatan nasional merujuk ke PDB atau merujuk ke PNB, atau ke PNN (Tambunan, 2003:41).
Sejak dahulu para ahli ekonomi klasik dan neo-klasik seperti Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, John Stuart Mill, Alfred Marshal, Leon Walras dan Kurt Wicksel telah mengemukakan beberapa teori pertumbuhan untuk menjawab berbagai masalah perekonomian. Adam Smith adalah ahli ekonomi klasik yang pertama kali mengemukakan mengenai pentingnya kebijaksanaan lisezfaire atas sistem mekanisme untuk memaksimalkan tingkat perkembangan ekonomi suatu masyarakat.
Adam Smith dalam bukunya ” An Inquiry Into the Nature and Causes of The Wealth of the Nations ” mengemukakan faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya pertumbuhan ekonomi. Menurut Smith (dalam Suryana, 2000), penduduk yang bertambah akan memperluas pasar, dan perluasan pasar akan mendorong tingkat spesialisasi. Spesialisasi akan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi atau mempercepat proses pertumbuhan ekonomi, karena spesialisasi akan mendorong produktifitas tenaga kerja dan mendorong tingkat perkembangan teknologi. Jadi, menurut teori klasik, pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh adanya perpacuan antara perkembangan penduduk dan kemajuan teknologi.
Mengenai corak dan proses pertumbuhan ekonomi, Smith mengemukakan bahwa apabila pertumbuhan telah terjadi, maka proses tersebut akan terus menerus berlangsung secara kumulatif. Apabila terdapat permodalan awal dan kemungkinankemungkinan pasar, pembagian kerja akan terjadi, sehingga timbul kenaikan produktifitas dan pendapatan nasional. Adanya kenaikan pendapatan nasional akan memperluas pasar dan menciptakan tabungan yang lebih banyak. Selain itu, spesialisasi dan perluasan pasar akan menciptakan perangsang yang lebih besar bagi para pengusaha, pengembangan teknologi dan inovasi, sehingga pertumbuhan ekonomi akan berlangsung secara terus menerus.
Pandangan Smith yang optimis terhadap pola proses pertumbuhan ekonomi bertentangan dengan pendapat David Ricardo dan Thomas Robert Malthus. Ricardo dan Malthus lebih pesimis terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang ( long run ), karena dalam jangka panjang, perekonomian akan berada pada kondisi ” stationary state ”, yaitu suatu keadaan dimana pertumbuhan ekonomi tidak terjadi sama sekali, sedangkan pertumbuhan penduduk akan menurunkan kembali pertumbuhan ekonomi ke tahap yang lebih rendah. Hal tersebut terjadi karena berlakunya ” The Law of Deminishing Returns ” . Hakikat teori ini adalah karena keterbatasan tanah, maka apabila terjadi pertumbuhan penduduk (pertambahan tenaga kerja), akan berakibat pada menurunnya marginal product. Pada tingkat ini, pekerja akan menerima tingkat upah yang subsisten, yaitu suatu tingkat upah yang hanya cukup untuk hidup, sedangkan tingkat keuntungan pada akhirnya adalah nol. Tibalah dengan yang disebut dengan keadaan stasioner.
Menurut Ricardo (dalam Suryana, 2000), peranan teknologi dan akumulasi modal akan meningkatkan produktifitas tenaga kerja dan menghambat bekerjanya The Law of Deminishing Returns , meskipun diantara keduanya memiliki peranan yang berbeda. Akumulasi kapital mampu menghambat penurunan produktifitas, yaitu melalui kemajuan teknologi dan kemajuan teknologi inilah yang dapat menghalangi terjadinya stationary state . Sehingga jelas bahwa pertumbuhan ekonomi akan merupakan proses tarik menarik antara dua kekuatan, yaitu The Law of Deminishing Returns dan kemajuan teknologi.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pertumbuhan ekonomi berdasarkan teori klasik,
- Tingkat perkembangan suatu masyarakat tergantung pada 4 faktor, yaitu jumlah penduduk, jumlah stok modal, luas tanah dan tingkat teknologi yang dicapai,
- Kenaikan upah akan menyebabkan kenaikan penduduk,
- Tingkat keuntungan merupakan faktor yang menentukan pembentukan modal, bila tidak terdapat keuntungan, maka akan mencapai stationary state,
-
The Law of Deminishing Returns berlaku untuk segala kegiatan ekonomi sehingga mengakibatkan pertambahan produk yang semakin menurunkan tingkat upah, menurunkan tingkat keuntungan, tetapi menaikkan tingkat sewa tanah.
Ahli ekonomi neo-klasik memiliki pendapat lain dalam mengemukakan teori pertumbuhan ekonominya. Yoseph Schumpeter lebih menekankan peranan pengusaha dalam pertumbuhan ekonomi. Sebagai kunci dari teori Schumpeter adalah bahwa untuk pertumbuhan ekonomi, faktor yang terpenting adalah entrepreneur, yaitu orang yang memiliki inisiatif untuk perkembangan produk nasional maupun regional. Scumpeter berkeyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi diciptakan oleh inisiatif golongan pengusaha yang inovatif.
Menurut Schumpeter (dalam Suryana, 2000), pembaharuan yang diciptakan oleh para pengusaha meliputi bentuk:
- Memperkenalkan barang baru,
- Menggunakan cara-cara baru dalam memproduksi barang,
- Memperluas pasar ke daerah-daerah baru,
- Mengembangkan sumber bahan mentah baru, dan
- Mengadakan reorganisasi dalam suatu unit produksi.
Samuelson pada tahun 1955 juga memperkenalkan salah satu teori pertumbuhan ekonomi yang dikenal dengan teori pertumbuhan jalur cepat ( turnpike ). Menurut Samuelson (dalam Tarigan, 2005), setiap wilayah perlu melihat sektor atau komoditi yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor tersebut memiliki competitive adventage untuk dikembangkan. Artinya, dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar dan memberikan sumbangan yang besar untuk perekonomian. Agar pasarnya dapat terjamin, produk tersebut harus dapat menembus dan mampu bersaing pada pasar luar negeri. Perkembangan sektor tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan dapat bertumbuh.
Bila dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi regional, pada dasarnya konsep pertumbuhan ekonomi yang digunakan hampir sama dengan konsep pertumbuhan ekonomi secara nasional. Menurut Tarigan (2005), pertumbuhan ekonomi regional adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah ( added value ) yang terjadi.
Menurut Djojohadikusumo (dalam Setiawan, 2006), pengertian pertumbuhan ekonomi regional menyangkut perkembangan berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi (output) dan pendapatan.
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan atau ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, pertumbuhan baru terjadi bila jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya. Oleh karena itu, untuk melihat peningkatan jumlah barang yang dihasilkan, maka pengaruh perubahan harga-harga terhadap nilai pendapatan daerah pada berbagai tahun harus dihilangkan. Caranya adalah dengan melakukan perhitungan pendapatan daerah atas dasar harga konstan.
Dalam membicarakan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi regional, sangat perlu diketahui tentang konsep atau arti nilai tambah. Nilai produksi tidak sama dengan nilai tambah karena di dalam nilai produksi terdapat biaya antara ( intermediate cost ), yaitu biaya perolehan dari sektor lain yang telah dihitung sebagai produksi di sektor lain. Terdapat berbagai konsep dan definisi yang biasa dipakai dalam membahas pendapatan regional/nilai tambah.