Robert D. Enright, salah seorang ahli psikologi menyatakan bahwa pemaafan adalah kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh-tidak-acuh terhadap orang lain yang telah menyakitinya secara tidak adil.
Menghapus dan melupakan perilaku jahat orang lain menjadi salah satu elemen penting pemaafan. Sebagaimana digambarkan oleh Nashori, bahwa pemaafan adalah menghapus luka atau bekas-bekas luka dalam hati. Boleh jadi ingatan kejadian yang memilukan di masa lalu masih ada, tetapi persepsi kejadian yang menyakitkan hati telah terhapuskan.
Thompson mendefinisikan pemaafan sebagai upaya untuk menempatkan peristiwa pelanggaran yang dirasakan sedemikian hingga respon seseorang terhadap pelaku, peristiwa, dan akibat dari peristiwa yang dialami diubah dari negatif menjadi netral atau positif.
Senada dengan ini, Walrond-Skinner menyimpulkan dengan pertimbangan teoritis bahwa pemaafan bertindak sebagai sebuah reframe karena ia memungkinkan seseorang untuk melihat dan mengalami (memperlakukan) kejadian masa lalu yang menyakitkan dengan cara pandang yang berbeda. Pemaafan juga merupakan agen pemberdayaan sementara karena ia merubah keseimbangan kekuasaan dalam sebuah hubungan. Biasanya, kekuasaan terletak pada pelanggar (pelaku). Selain itu, pemaafan bertindak secara paradoks untuk melepaskan (meredakan) konflik dua belah pihak karena ia menghilangkan banyak kebingungan yang muncul dengan perasaan ambivalensi seputar pelanggaran itu.
McCullough, Worthington, & Rachal mendefinisikan pemafaan sebagai reduksi perubahan yang bersifat motivasional untuk balas dendam dan motivasi untuk menghindar orang yang telah menyakiti, yang cenderung mencegah respon yang destruktif dalam relasi sosial dan mendorong seseorang untuk menunjukan perilaku yang konstruktif terhadap orang yang telah menyakitinya.
Pada kesempatan lain, McCullough mengatakan pemaafan adalah serangkaian perubahan motivasi/perilaku dengan jalan menurunkan motivasi untuk membalas dendam, menjauhkan diri atau menghindar dari perilaku kekerasan dan meningkatkan motivasi ataupun keinginan untuk berdamai dengan pelaku.
Dari beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa pengertian pemaafan meliputi beberapa unsur pokok, yaitu: menghapuskan dan melupakan semua perasaan sakit dan ketidakadilan yang ditimbulkan akibat perbuatan orang lain karena adanya motivasi untuk membangun hubungan yang lebih baik.
Gustafson mendiskripsikan pemaafan ke dalam lima poin yaitu adanya; deciding, punishing, perceiving an injustice, taking action, experiecing emotional relief.
Kelima point tersebut diambil dari pengertian yang ia buat yaitu: “ forgiveness means deciding not to punish a perceived injustice, taking action on the decision, and experiencing the emotional relief that follows.
Aspek, Dimensi, dan Bentuk Pemaafan
Pemaafan merupakan salah satu karakter manusia yang menunjukkan watak mereka (temperance). Temperance adalah karakter yang mengarah kepada kekuatan yang melindungi dari sesuatu yang berlebihan. Menurut Park, Peterson, & Seligman, pemaafan juga merupakan salah satu refleksi kekuatan karakter (character strength), yaitu merupakan karakter baik yang mengarahkan individu pada pencapaian keutamaan atau trait positif yang terefleksi dalam pikiran, perasaan dan tingkah laku.
Orang yang memiliki karakter pemaaf, ditandai dengan adanya penguatan beberapa aspek dalam dirinya, meliputi kemauan untuk memaafkan orang lain yang berbuat salah, menerima kekurangan orang lain, memberikan kesempatan kepada orang lain, dan tidak mendendam kepada orang lain yang telah berbuat salah kepadanya.
Sedangkan berdasarkan pengertian McCullough sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pemaafan dapat ditandai dengan keberadaan aspek-aspek, meliputi: perubahan serangkaian perilaku dengan jalan menurunkan motivasi untuk membalas dendam kepada pelaku kejahatan, menjauhkan diri atau menghindar dari perilaku kekerasan, dan meningkatkan motivasi ataupun keinginan untuk berdamai dan berbuat baik dengan pelaku.
Ahli ilmu psikologi menyatakan bahwa pemaafan dapat terdapat dalam dua dimensi, yaitu intrapsikis dan interpersonal.
-
Dimensi intrapsikis melibatkan keadaan dan proses yang terjadi di dalam diri orang yang disakiti secara emosional maupun pikiran dan perilaku yang menyertainya.
-
Dimensi interpersonal lebih melihat bahwa memaafkan orang lain merupakan tindakan sosial antara sesama manusia. Maksudnya disini adalah langkah menuju mengembalikan hubungan kepada kondisi semula sebelum peristiwa yang menyakitkan terjadi.
Dimensi intrapsikis dan dimensi interpersonal ini saling berinteraksi dan akan menghasilkan beberapa kombinasi pemaafan, sebagaimana dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel Dua Dimensi Pemaafan dan Kombinasi yang Dapat Terjadi
Dimension |
Type of Forgiveness |
Keterangan |
Interpersonal Act + No Intrapsychic State |
Hollow Forgiveness |
Kombinasi ini terjadi saat orang yang disakiti dapat mengekspresikan pemaafan secara konkret melalui perilaku, namun orang yang disakiti belum dapat memahami dan menghayati adanya pemaafan di dalam dirinya. Orang yang disakiti masih menyimpan rasa dendam, kebencian meskipun ia telah mengatakan kepada pelaku “saya memaafkan kamu” |
Intrapsychic State + No Interpersonal Act |
Silent Forgiveness |
Merupakan kebalikan dari hollow forgiveness. Kombinasi ini, intrapsikis pemaafan dirasakan namun tidak ditampilkan melalui perbuatan dalam hubungan interpersonal, no interpersonal forgiveness. Orang yang disakiti tidak lagi menyimpan perasaan marah, dendam, benci kepada pelaku namun tidak mengekspresikan. Orang yang disakiti membiarkan pelaku terus merasa bersalah dan terus bertindak seolah-olah pelaku tetap bersalah. |
Intrapsychic State + Interpersonal Act |
Total Forgiveness |
Intrapsikis dan interpersonal pemaafan terjadi. Orang yang disakiti menghilangkan perasaan negatif seperti kekecewaan, benci, atau marah terhadap pelaku tentang peristiwa yang terjadi, dan pelaku dibebaskan secara lebih lanjut dari perasaan bersalah dan kewajibannya. Kemudian hubungan antara orang yang disakiti dengan pelaku kembali menjadi baik seperti sebelum peristiwa yang menyakiti terjadi. |
No Intrapsychic State + No Interpersonal Act
|
No Forgiveness |
Intrapsikis dan interpersonal, pemaafan tidak terjadi pada orang yang disakiti. |
Sumber : R. F. Baumeister, , J. J. Exline, and K. L. Sommer, The victim role, grudge theory, and two dimensions of forgiveness, dalam E. L. Worthington, Jr. (eds.), Dimensions of forgiveness.
Selanjutnya terkait dengan tipe pemaafan, Walrond-Skinner mengembangkan enam tipe pemaafan, yaitu:
- Pertama, prematur atau instantaneous forgiveness. Tipe pemaafan ini dianggap dangkal karena pemaafan ditawarkan sebelum isu-isu tentang pelanggaran itu telah ditetapkan.
- Kedua, arrested forgiveness, yaitu manakala salah seorang atau kedua pihak menyangkal pentingnya pemaafan.
- Ketiga, conditional forgiveness, yaitu ketika pemaafan ditawarkan dalam pertukaran terhadap sesuatu yang lain.
- Keempat, pseudo forgiveness, yaitu tipe pemaafan yang ditawarkan atau diterima setelah kedua pihak meyakini bahwa pemaafan telah terjadi terlepas dari kenyataan bahwa mereka telah menyangkal pelanggaran itu dan konsekwensinya.
- Kelima, collusive forgiveness, yaitu pemaafan yang ditawarkan dengan maksud untuk menghindari oposisi atau konflik meskipun pelanggaran terjadi lagi.
- Keenam, repetitious forgiveness, yaitu manakala upaya untuk memaafkan tidak berhasil karena tidak memungkinkan untuk diadakan pemaafan murni, dan tidak adanya kebebasan para pihak dari konsekuensi-konsekuensinya.
Skala Pemaafan (forgiveness scale)
Skala pemaafan (forgiveness scale) terdiri dari tiga subskala: perasaan (feeling), pemikiran (thought), dan behaviors (perilaku). Subskala ini memungkinkan peneliti untuk mengukur tiga komponen tertentu dari pemaafan.
-
Subskala feeling, diukur dengan bentuk negative feelings: kebencian (hatred ), amukan (rage ), and kemarahan (anger) dan positive feelings: peduli (care), belas kasihan (compassionate), dan penerimaan (acceptance).
-
Secara perilaku (behaviorally), pemaafan diukur dalam bentuk bertumpu kepada Tuhan (focuse toward God) , perdamaian (conciliation) , dan tidak menaruh dendam (not holding a grudge).
-
Secara kognitif (thought), pemaafan diukur dengan pertanyaan-pertanyaan yang memfokuskan pada kebebasan dari godaan (obsession), penguatan (affirmation), balas dendam (revenge), dan penipuan (victimization).
Adapun skala pemaafan dalam Islam setidaknya dapat diukur melalui indikator-indikator sebagai berikut :
SKALA |
INDIKATOR |
Kognisi |
Memahami kesalahan orang lain, meyakini adanya kebaikan dalam pemaafan, tanggung jawab terhadap kedamaian dan keselamatan bersama. |
Afeksi |
Lapang dada, memperbaiki hubungan dengan pelaku, mendoakan pelaku agar sadar dan bertaubat, memintakan ampunan kepada Allah kepada pelaku, bermusyawarah dan membuka pintu dialog dengan pelaku, |
Konasi |
Menjadi pemaaf, berserah diri kepada Allah, menyerahkan semua urusan kepada Allah (tawakkal) |
Referensi :
- T.W. Baskin & R.D. Enright, “Intervention Studies on Forgiveness: A Meta-Analysis”, Journal of Counseling & Development , Vol. 82 (Winter), 2004
- R.D. Enright, Anthony Dio Martin, Emotional Quality Management: Refleksi, Revisi dan Revitalisasi Hidup Melalui Kekuatan Emosi (Jakarta: Penerbit Arga. 2003)
- Fuad Nashori, M.Si, Psi., Psikologi Sosial Islami , (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008).
- L.Y. Thompson, Snyder, C.R., Hoffman, L., Michael, S.T., Rasmussen, H.N., Billings, L.S., Heinze, L., Neufeld, J.E., Shorey, H.S., Roberts, J.C., & Robert, D.E., Dispositional Fogiveness of Self, Other, and Situation, Journal of Social and Personality Psychology, 73 (2). , 2005.
- C. Peterson, N. Park, M.E.P. Seligman, “Greater Strength of Character and Recovery from Illness”, Journal of Positive Psychology, 2006.