Apa yang dimaksud dengan Perikoronitis?

Perikoronitis

Perikoronitis adalah gangguan gigi dimana jaringan gusi di sekitar gigi bungsu membengkak dan terinfeksi. Gigi bungsu adalah set gigi geraham ketiga dan terakhir yang kebanyakan orang dapat pada akhir usia belasan atau awal dua puluhan.

Apa yang dimaksud dengan Perikoronitis ?

Perikoronitis adalah kondisi rasa sakit yang melemahkan biasanya terjadi pada usia muda. Perikoronitis akut menggambarkan sakit yang tajam, merah, bernanah yang berada pada daerah molar ketiga, yang akan menyebabkan keterbatasan membuka mulut, rasa tidak nyaman selama menelan, demam, pernafasan terganggu.

Kondisi yang biasa terjadi adalah inflamasi pada jaringan lunak yang sangat dekat dengan mahkota gigi, paling sering terjadi pada molar ke tiga mandibula. Perikoronitis merupakan penyakit periodontal yang biasa terjadi pada usia remaja dan dewasa. Pada tahun 1921 Bloch pertamakali mengemukakan istilah perikoronitis melalui literatur kedokteran gigi.

Frekuensi klinis paling sering dialami pada penderita perikoronitis secara berurut adalah rasa sakit, terjadi pembengkakan, trismus, adanya eksudat, bengkak disertai pus, celulitis, dan demam.

Dalam buku Manual of Minor Oral Surgery for the General Dentist dijelaskan bahwa Perikoronitis adalah infeksi yang terjadi pada jaringan lunak yang mengelilingi mahkota gigi impaksi sebagian. Infeksi ini disebabkan karena flora normal dari rongga mulut dan adanya bakteri yang berlebihan pada jaringan lunak perikoronal.

Perikoronitis merupakan abses periodontal rekuren yang terbentuk karena invasi bakteri pada koronal pouch pada saat erupsi gigi molar.

Etiologi

Status kehidupan sosial, jenis kelamin dan ukuran rahang bukan merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya perikoronitis. Sebaliknya ketiga hal tersebut mempengaruhi status kesehatan mulut dari masing-masing individu. Meskipun berbagai usia dapat menderita akut perikoronitis , tetapi infeksi ini lebih sering terjadi pada usia antara 16-25 tahun.

Secara klinis, retromolar pad pada gigi molar yang mengalami impaksi berkontak dengan gigi antagonisnya ketika mengunyah sehingga menyebabkan trauma dan membentuk poket yang dalam , merupakan jalan masuknya plak dan bakteri sehingga akan menyebabkan infeksi yaitu perikoronitis. Mikroorganisme patogen pada infeksi perikoronitis itu sendiri yaitu Prevotella Intermedia, Fusobacterium Nucleatum, Streptococcus Oralis.

Perikoronitis disebabkan karena gigi molar ke tiga maksila erupsi lebih awal daripada molar ke tiga mandibula, sehingga molar ketiga maksila menggingit daerah gingiva yang akan ditempati molar ke tiga mandibula pada saat beroklusi, sehingga menyebabkan trauma yang akan menjadi jalan masuknya sisa makan dan bakteri, akibatnya akan terjadi inflamasi.

Dampak dari jenis kelamin juga berpengaruh terhadap terjadinya perikoronitis. Bataineh melaporkan dari 2.151 pasien yang mengalami perikoronitis, 56.7% adalah wanita dan 43.3% laki-laki. Hal yang sama juga telah diteliti oleh Kemal Yamahk et al, dari 102 pasien, 61% pasien wanita mengalami perikoronitis sedangkan laki-laki hanya 39% 2. Hal yang sama dilaporkan oleh Ayanbadejo (2007) bahwa penderita perikoronitis juga lebih banyak wanita (68%) daripada pria (32%).

Juga dari hasil penelitian yang dilakukan oleh jaime Alberto Vargas et,al (2009) yang dilakukan di kota Medellin, Kolombia bahwa pasien yang mendominasi pwerikoronitis adalah wanita.

Faktor predisposisi terjadinya perikoronitis lainnya adalah siklus menstruasi yang tidak teratur, virulensi bakteri, defisiensi anemia, stress, keadaan fisik yang lemah, gangguan pernafasan, oral hygine yang buruk, dan trauma yang terjadi karena cups gigi antagonis yang mengalami perikoronitis. Kay mengemukakan bahwa perikoronitis yang dialami oleh wanita terjadi pada saat pre-menstruasi dan post-menstruasi. Selain itu walina yang hamil mengalami perikoronitis pada tri semester kedua. Lebih lanjut, lingkungan disekitar juga berpengaruh terhadap terjadinya perikoronitis, termasuk stre dan emosi. Stress menyebabkan penurunan saliva sehingga menyebabkan penurunan lubrikasi dari saliva dan meningkatkan akumulasi plak.

Telah dijelaskan bahwa infeksi perikoronitis disebabkan karena flora normal dari rongga mulut dan adanya bakteri yang berlebihan pada jaringan lunak perikoronal. Keduanya menyebabkan ketidakseimbangan antara pertahanan host dan pertumbuhan bakteri. Bila tidak dirawat, infeksi akan menyebar pada kepala dan leher.

Trauma yang berulang diakibatkan karena berkontaknya gigi antagonisyaitu gigi molar maksila pada operkulum gigi molar ke tiga mandibula ketika beroklusi pada saat mengunyah. Penyebab lain yang sering terjadi karena masuknya sisa makanan dibawah operkulum . Hal ini menyebabkan tersedianya tempat untuk mikroorganisme Streptococcus sp dan bakteri anaerobik lainnya bertumbuh

Pencegahan

Pencegahan terhadap terjadinya patologi yang akan menyebabkan infeksi yang salah satunya perikoronitis, sebaiknya dilakukan pencabutan gigi impaksi pada waktu masih muda yaitu pasien dibawah usia 25-26 tahun. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu etiologi dari perikoronitis adalah sistem pertahanan tubuh yang kurang. Oleh karena nya menjaga kesehatan tubuh merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya perikoronitis.

Pencegahan yang paling baik adalah ekstraksi gigi molar ketiga mandibula. Henry (2007) melaporkan bahwa indikasi dari pencabutan impaksi molar ketiga mandibula adalah dengan pemberian antibiotik sebelum dilakukan pencabutan. Tindakan yang dilakukan demikian akan menghilangkan penyebab terjadinya kasus infeksi oromaksilofasial. Indikasi untuk pencabutan gigi molar ketiga telah banyak didiskusikan di dunia kedokteran gigi.

Menurut laporan Osaki et al (1995) infeksi oromaksilofasial yang terjadi pada pasien berusia lanjut disebabkan karena adanya gigi molar ketiga yang tetap dipertahankan. Oleh karena itu dianjurkan untuk melakukan pencabutan gigi molar ketiga di usia muda sebagai bentuk pencegahan agar tidak terjadinya lesi pada jaringan sekitar ketika pasien telah menginjak usia lanjut kelak.

Perawatan

Apabila perikoronitis telah terjadi, maka perawatannya adalah menghilangkan plak disekitar gigi kemudian flap gingiva (operkulum) dibersihkan. Operkulektomi juga merupakan alternatif perawatan pada perikoronitis.

Operkulektomi adalah pembedahan dengan cara mengangkat jaringan operkulum yang terinfeksi disekitar gigi yang impaksi. Pembedahan tersebut merupakan perawatan secara lokal meliputi irigasi, aspirasi, insisi dan drainase. Namun perawatan perikoronitis seperti operkulektomi biasanya tidak berhasil.

Perawatan sistemik dapat juga dilakukan pada penderita perikoronitis bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya baekterimia dengan cara pemberian antibiotik yang dapat melemahkan mikroorganisme yang berperan terjadinya infeksi tersebut.

Mikroorganisme patogen pada infeksi perikoronitis itu sendiri yaitu Prevotella Intermedia, Fusobacterium Nucleatum, Streptococcus Oralis. Ketiga mikroorganisme patogen tersebut sensitiv dilemahkan oleh antibiotik Amoxicillin/Clavunalic Acid dan Clindamycin.

Untuk Amoxicillin/ Clavunalic acid diberikan dosis 875/125 mg diminum tiga kali sehari dan bagi penderita alergi terhadap golongan penicilin dapat diberikan alternatif antibiotik Clindamycin 600mg diberikan tiga kali sehari.

Perikoronitis adalah keradangan jaringan gingiva disekitar mahkota gigi yang erupsi sebagian. Gigi yang sering mengalami perikoronitis adalah pada gigi molar ketiga rahang bawah. Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan bakteri di poket perikorona gigi yang sedang erupsi atau impaksi (Mansour and Cox, 2006).

Faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan perikoronitis adalah mahkota gigi yang erupsi sebagian atau adanya poket di sekeliling mahkota gigi tersebut, gigi antagonis yang supraposisi, dan oral hygiene yang buruk. (Meurman et al, 2003).

Perikoronitis berhubungan dengan bakteri dan pertahanan tubuh. Jika pertahanan tubuh lemah seperti saat menderita influenza atau infeksi pernafasan atas, atau karena penggunaan obat-obat imunosupresan maka pertahanan tubuh seorang pasien akan lemah dan mempermudah timbulnya perikoronitis (Hupp et al, 2008).

image
Gambar Ilustrasi perikoronitis, adanya keradangan pada jaringan lunak perikoronal (operkulum) yang menutupi mahkota gigi

Etiologi Perikoronitis

Etiologi utama perikoronitis adalah flora normal rongga mulut yang terdapat dalam sulkus gingiva. Flora normal yang terlibat adalah polibakteri, meliputi bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Sixou et al, 2003).

Mikroflora pada perikoronitis didapatkan mirip dengan mikroflora pada poket periodontal. Bakteri-bakteri tersebut memicu inflamasi pada daerah perikorona. Perikoronitis juga diperparah oleh trauma akibat gigi antagonis. Selain itu faktor emosi, merokok, dan infeksi saluran respirasi juga memparah perikoronitis (Leung, 1993).

Mikroflora Pada Perikoronitis

Sixou et al (2003) menyatakan bahwa mikroorganisme yang ditemukan pada kasus-kasus perikoronitis adalah bakteri aerob Gram positif coccusseperti Gamella, Lactococcus, Streptococcus, dan Staphylococcus, aerob Gram positif bacillus seperti Actinomyces,Bacillus, Corynenebacterium, Lactobasillus, dan propionibacterium, aerob gram negative bacillus seperti Capnocytophaga dan Pseudomonas anaerob gram positif coccus seperti Peptostreptococcus, anaerob gram positif bacillus seperti Bacteroides, Fusobacterium, Leptotrichia, Prevotella, dan Porphyromonas (Sixou et al, 2003).

Bakteri-bakteri tersebut memicu inflamasi pada daerah perikorona terutama bakteri streptococcus, actinomyces, dan prevotella yang dominan, membuat penderita mengalami kondisi akut (Leung, 1993). Hal ini berkaitan erat dengan patogenesis dimana peradangan terjadi akibat adanya celah pada perikorona yang menjadi media subur bagi koloni bakteri. (Sixou et al, 2003).

  1. Streptococcus mutans
    Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil dan tergolong bakteri anaerob fakultatif.Streptococcus mutans memiliki bentuk kokus yang berbentuk bulat atau bulat telur dan tersusun dalam bentuk rantai. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 180-40 oC. Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga mulut manusia yang mengalami luka. (Livia C et al, 2012).

    Streptococcus mutans dapat tumbuh subur dalam suasana asam dan menempel pada mukosa ruang perikorona karena kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakarida ini mempunyai konsistensi seperti gelatin. Akibatnya, bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada mukosa serta saling melekat satu sama lain. Dan setelah makin bertambahnya bakteri akan menghambat fungsi saliva dalam menetralkan suasana asam dalam rongga mulut (Volk dan Wheeler, 1990).

    Streptococcus mutans merupakan bakteri yang paling dominan peranannya dalam patogenesis perikoronitis.

  2. Actinomyces
    Actinomyces termasuk genus bakteri yang banyak ditemukan pada operkulum perikoronitis. Actinomyces juga banyak ditemukan dalam gigi karies, pada poket gingiva dan kripta tonsil sebagai saprofit, actinomyces merupakan bakteri yang cukup berperan dalam patogenesis penyakit periodontal (Lall, Shehab, Valenstein, 2010).

  3. Prevotella
    Prevotella merupakan genus bakteri yang banyak ditemukan pada operkulum penderita perikoronitis. Prevotella adalah organisme anaerobik yang umumnya ditemukan pada infeksi rongga mulut. Prevotella juga termasuk jenis bakteri yang berperan dalam penyakit periodontal (Eduaro and Mario, 2005).

###Patogenesis

Perikoronitis berawal dari gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi diliputi oleh jaringan lunak yang disebut dengan operkulum. Antara operkulum dengan mahkota gigi yang erupsi sebagian terdapat spasia, bagian dari dental follicle, yang berhubungan dengan rongga mulut melalui celah membentuk pseudopoket (Guiterrez and Perez, 2004).

Selama makan, debris makanan dapat berkumpul pada poket antara operkulum dan gigi impaksi. Operkulum tidak dapat dibersihkan dari sisa makanan dengan sempurna sehingga sering mengalami infeksi oleh berbagai macam flora normal rongga mulut, terutama mikroflora subgingiva yang membentuk koloni di celah tersebut. Kebersihan rongga mulut yang kurang, sehingga terdapat akumulasi plak, dapat mendukung berkembangnya koloni bakteri (Bataineh et al, 2003).

Menurut Keys dan Bartold (2000) infeksi tersebut dapat bersifat lokal atau dapat meluas ke jaringan yang lebih dalam dan melibatkan spasia jaringan lunak. Perikoronitis juga diperparah dengan adanya trauma akibat gigi antagonis. Selain itu faktor emosi, merokok, dan infeksi saluran respirasi juga memperparah perikoronitis (Topazian, 2002).

Gejala Klinis

Gingiva kemerahan dan bengkak di regio gigi yang erupsi sebagian, rasa sakit pada waktu mengunyah makanan, merupakan gejala klinis yang sering ditemukan pada penderita perikoronitis (Samsudin dan Mason, 1994).

Bau mulut yang tidak enak akibat adanya pus dan meningkatnya suhu tubuh dapat menyertai gejala-gejala klinis yang tersebut di atas.

Pada beberapa kasus dapat ditemukan ulkus pada jaringan operkulum yang terinfeksi akibat kontak yang terus menerus dengan gigi antagonis. Apabila perikoronitis tidak diterapi dengan adekuat sehingga infeksi menyebar ke jaringan lunak, dapat timbul gejala klinis yang lebih serius berupa limfadenitis pada kelenjar limfe submandibularis, trismus, demam, lemah, dan bengkak pada sisi yang terinfeksi (Laine et al, 2003).

Klasifikasi Perikoronitis

Perikoronitis secara klinis terbagi menjadi tiga, yaitu perikoronitis akut, perikoronitis subakut, dan perikoronitis kronis (Topazian, 2002).

  1. Perikoronitis Akut
    Perikoronitis akut diawali dengan rasa sakit yang terlokalisir dan kemerahan pada gingiva. Rasa sakit dapat menyebar ke leher, telinga, dan dasar mulut. Pada pemeriksaan klinis pada daerah yang terinfeksi, dapat terlihat gingiva yang kemerahan dan bengkak, disertai eksudat, dan terasa sakit bila ditekan. Gejala meliputi limfadenitis pada kelenjar limfe submandibularis, dan kelenjar limfe yang dalam, pembengkakan wajah, dan eritema, edema dan terasa keras selama palpasi pada operkulum gigi molar, malaise, bau mulut, eksudat yang purulen selama palpasi.

    Demam akan terjadi apabila tidak diobati. Umumnya serangan akut dapat menyebabkan demam dibawah 38,5°C, selulitis, dan ketidaknyamanan. Pada inspeksi biasanya ditemukan akumulasi plak dan debris akibat pembersihan yang sulit dilakukan pada pseudopoket sekitar gigi yang erupsi sebagian. Trismus dapat terjadi pada perikoronitis akut. (Shepherd and Brickley, 1994).

  2. Perikoronitis Subakut
    Perikoronitis subakut ditandai dengan timbulnya rasa kemeng/nyeri terus menerus pada operkulum tetapi tidak ada trismus ataupun gangguan sistemik. (Shepherd and Brickley,1994).

  3. Perikoronitis Kronis
    Perikoronitis kronis ditandai dengan rasa tidak enak yang timbul secara berkala. Rasa tidak nyaman dapat timbul apabila operkulum ditekan. Tidak ada gejala klinis yang khas yang menyertai perikoronitis kronis. Pada gambaran radiologi bisa didapatkan resorpsi tulang alveolar sehingga ruang folikel melebar, tulang interdental di antara gigi molar kedua dan molar ketiga menjadi atrisi dan menghasilkan poket periodontal pada distal gigi molar kedua (Laine et al,2003).

Penatalaksanaan dan Terapi

Terapi dari perikoronitis bervariasi, tergantung dari keparahan, komplikasi sistemik, dan kondisi gigi yang terlibat. Terapi umum dilakukan pada penderita perikoronitis adalah terapi simptomatis, antibiotika, dan bedah. Berkumur dengan air garam hangat dan irigasi dengan larutan H2O23% di daerah pseudopoket merupakan terapi perikoronitis yang bersifat lokal. Terapi simtomatis dilakukan dengan pemberian analgetik yang adekuat untuk mengurangi rasa sakit. Analgetik yang sering diberikan adalah golongan anti inflamasi non steroidatau golongan opioid ringan apabila pasien mengeluh rasa sakit yang berat (Soelistiono, 2005).

Terapi antibiotika dilakukan untuk mengeleminasi mikroflora penyebab perikoronitis. Antibiotika diberikan kepada penderita pada fase akut yang supuratif apabila tindakan bedah harus ditunda (Martin, Kanatas, Hardy, 2005). Terapii bedah meliputi operkulektomi dan odontektomi yang dilakukan setelah fase akut reda, tergantung dari derajat impaksi gigi (Blakey, White, Ofenbacher, 1996). Prognosis dari perikoronitis baik apabila penderita dapat menjaga kebersihan rongga mulutnya.