Pengertian Penyesuaian Sosial
Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa “survive” dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial (Sunarto dan Hartono, 2002). Penyesuaian adalah suatu proses yang terdiri dari belajar dan memahami diri sendiri dan lingkungan (sosial dan fisik), menggunakan pemahaman untuk mengatur tujuan yang nyata, menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk mengontrol lingkungan dan nasib sehingga dapat mencapai tujuan, serta peka terhadap kebutuhan dan perhatian yang lain sehingga kita juga dapat memberi kontribusi positif pada kehidupan orang lain (Worchel dan Goethals, 1985).
Penyesuaian sosial memiliki beberapa definisi. Menurut Agustiani (2006) penyesuaian sosial merupakan penyesuaian yang dilakukan individu terhadap lingkungan di luar dirinya, seperti lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat. Menurut Hurlock (1997), penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Menurut Schneiders (dalam Agustiani, 2006) penyesuaian sosial merupakan suatu kapasitas atau kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu untuk dapat bereaksi secara efektif dan bermanfaat terhadap realitas, situasi, dan relasi sosial, sehingga kriteria yang harus dipenuhi dalam kehidupan sosialnya dapat terpenuhi dengan cara-cara yang dapat diterima dan memuaskan.
Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Vermaes, dkk., 2007), penyesuaian sosial dapat didefinisikan sebagai cara di mana seorang individu memenuhi perannya dalam hubungan sosial. Adapun Vanden Boss (2007) menyebutkan bahwa penyesuaian sosial adalah penyesuaian terhadap tuntutan-tuntutan, larangan, dan adat istiadat masyarakat, termasuk kemampuan untuk hidup dan bekerja dengan orang lain secara harmonis dan memuaskan untuk terlibat dalam interaksi sosial dan hubungan.
Berdasar uraian di atas, maka yang dimaksud penyesuaian sosial adalah kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar dirinya dengan cara-cara yang dapat diterima, sehingga mampu berinteraksi secara memuaskan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Sosial Menurut Agustiani (2006), faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial adalah:
-
Faktor kondisi fisik, yang meliputi faktor keturunan, kesehatan, bentuk tubuh dan hal-hal lain yang berkaitan dengan fisik.
-
Faktor perkembangan dan kematangan, yang meliputi perkembangan intelektual, sosial, moral, dan kematangan emosional.
-
Faktor psikologis, yaitu faktor-faktor pengalaman individu, frustrasi dan konflik yang dialami, dan kondisi-kondisi psikologis seseorang dalam penyesuaian diri.
-
Faktor lingkungan, yaitu kondisi yang ada pada lingkungan, seperti kondisi keluarga, kondisi rumah, dan sebagainya.
-
Faktor budaya, termasuk adat-istiadat dan agama yang turut mempengaruhi penyesuaian diri seseorang.
Menurut Hurlock (1997), kondisi yang menimbulkan kesulitan bagi anak untuk melakukan penyesuaian diri dengan baik adalah:
-
Jika pola perilaku sosial yang buruk dikembangkan di rumah, anak akan menemui kesulitan untuk melakukan penyesuaian sosial yang baik di luar rumah, meskipun dia diberi motivasi kuat untuk melakukannya.
-
Jika rumah kurang memberikan model perlu untuk ditiru, anak akan mengalami hambatan serius dalam penyesuaian sosialnya di luar rumah.
-
Kurangnya motivasi untuk belajar melakukan penyesuaian sosial sering timbul dari pengalaman sosial awal yang tidak menyenangkan – di rumah atau di luar rumah.
-
Meskipun memiliki motivasi kuat untuk belajar melakukan penyesuaian sosial yang baik, anak tidak mendapatkan bimbingan dan bantuan yang cukup dalam proses belajar ini.
Menurut Sunarto dan Hartono (2002), faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri adalah:
- Kondisi-kondisi fisik, termasuk di dalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan syaraf, kelenjar, dan sistem otot, kesehatan, penyakit, dan sebagainya.
- Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial, moral, dan emosional.
- Penentu psikologis, termasuk di dalamnya pengalaman belajarnya, pengkondisian, penentuan diri (self-determination), frustrasi, dan konflik.
- Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah.
- Penentu kultural, termasuk agama.
Menurut Berndt dan Keefe (dalam Chandola dan Bhanot, 2008) dukungan orangtua untuk interaksi sosial mempengaruhi penyesuaian sosial secara total dan signifikan.
Berdasar uraian di atas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial adalah kondisi fisik, perkembangan dan kematangan (intelektual, sosial, moral, dan emosional), penentu psikologis (pengalaman, pengkondisian, penentuan diri, frustrasi, dan konflik), kondisi lingkungan, budaya (adat-istiadat dan agama), serta kehidupan dalam keluarga (pola perilaku di rumah dan dukungan orangtua).
Aspek-aspek Penyesuaian Sosial
Menurut Hurlock (1997) aspek penyesuaian sosial adalah:
-
Penampilan nyata. Jika perilaku sosial anak, seperti yang dinilai berdasarkan standar kelompok, dia akan menjadi anggota yang diterima kelompok.
-
Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok. Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap berbagai kelompok – baik kelompok teman sebaya maupun kelompok orang dewasa – secara sosial dianggap sebagai orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik.
-
Sikap sosial. Anak harus menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, terhadap partisipasi sosial, dan terhadap perannya dalam kelompok sosial, bila ingin dinilai sebagai orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik secara sosial.
-
Kepuasan pribadi. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik secara sosial, anak harus merasa puas terhadap kontak sosialnya dan terhadap peran yang dimainkannya dalam situasi sosial, baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota
Menurut Schneiders (dalam Kusuma dan Gusniati, 2008) aspek-aspek penyesuaian diri sosial adalah:
-
Penyesuaian diri terhadap keluarga. Penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungan keluarga memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Adanya hubungan yang sehat antar anggota keluarga, tidak ada penolakan (rejection) orang tua terhadap anak-anaknya, tidak ada permusuhan, rasa benci atau iri hati antar anggota keluarga.
- Adanya penerimaan otoritas orang tua, hal ini penting untuk kestabilan rumah tangga dan anak wajib menerima disiplin orang tua secara logis.
- Kemampuan untuk mengemban tangung jawab dan penerimaan terhadap pembatasan atau larangan yang ada di dalam peraturan keluarga.
- Adanya kemauan saling membantu antara anggota keluarga baik secara perorangan maupun kelompok.
- Kebebasan dari ikatan secara emosional secara bertahap dan menumbuhkan rasa mandiri.
-
Penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah. Penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungan sekolah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Adanya perhatian, penerimaan, minat dan partisipasi terhadap fungsi dan aktivitas sekolah.
- Adanya hubungan yang baik dengan komponen sekolah seperti guru dan teman sebaya.
-
Penyesuaian diri terhadap lingkungan masyarakat. Penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungan masyarakat memiliki ciriciri mengenal dan menghormati orang lain serta mampu mengembangkan sifat bersahabat, mempunyai perhatian dan mampu bersimpati dengan orang lain, bersikap hormat terhadap hukum, tradisi, dan adat-istiadat. Berdasar uraian di atas, maka aspek-aspek penyesuaian sosial adalah penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, sikap sosial, dan kepuasan pribadi.
Ciri-ciri Individu yang Mempunyai Penyesuaian Sosial yang Baik
Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik mempelajari berbagai keterampilan sosial seperti kemampuan untuk menjalin hubungan secara diplomatis dengan orang lain – baik teman maupun orang yang tidak dikenal – sehingga sikap orang lain terhadap mereka menyenangkan. Biasanya orang yang berhasil melakukan penyesuaian sosial dengan baik mengembangkan sikap sosial yang menyenangkan, seperti kesediaan untuk membantu orang lain, meskipun mereka sendiri mengalami kesulitan. Mereka tidak terikat pada diri sendiri (Hurlock, 1997).
Menurut Sunarto dan Hartono (2002), karakteristik penyesuaian diri yang positif adalah:
- Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional.
- Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
- Tidak menunjukkan adanya frustrasi pribadi.
- Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
- Mampu dalam belajar.
- Menghargai pengalaman.
- Bersikap realistik dan objektif.
Menurut Kartini Kartono (2000), bentuk penyesuaian sosial yang baik adalah:
-
Ada kesanggupan untuk mereaksi secara efektif dan harmonis terhadap realitas sosial dan situasi sosial, dan bisa mengadakan relasi sosial yang sehat.
-
Bisa menghargai pribadi lain dan menghargai hak-hak sendiri di dalam masyarakat.
-
Bisa bergaul dengan orang lain dengan jalan membina persahabatan yang kekal.
-
Bersimpati terhadap pribadi orang lain dan kesejahteraan orang lain.
Berdasar uraian di atas, maka ciri-ciri orang yang memiliki penyesuaian sosial yang baik adalah mengembangkan sikap sosial yang menyenangkan, tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional, tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis, tidak menunjukkan adanya frustrasi pribadi, memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri, mampu dalam belajar, menghargai pengalaman, bersikap realistik dan objektif, sanggup untuk mereaksi secara efektif dan harmonis terhadap realitas sosial dan situasi sosial, bisa menghargai pribadi lain dan menghargai hak-hak sendiri di dalam masyarakat, bisa bergaul dengan orang lain dengan jalan membina persahabatan yang kekal, serta bersimpati terhadap pribadi orang lain dan kesejahteraan orang lain.