Apa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan ?

Peraturan perundang-undangan

Peraturan perundang-undangan , dalam konteks negara Indonesia, adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.

Bagaimanakah terminologi peraturan perundang-undangan di Indonesia ?

Pengertian tentang peraturan perundang-undangan dalam hukum positif Indonesia sebenarnya sudah tercantum dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa “Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara hukum.”

Sebagai sebuah terminologi, frasa “peraturan” dan"perundang-undangan" merupakan sebuah frasa yang sudah sangat populer di kalangan masyarakat umum. Penggunaan frasa yang sudah umum ini, secara tidak disadari membentuk sebuah opini dan pemikiran dalam masyarakat bahwa peraturan dan undang-undang memiliki kesan sama. Padahal jika ditelaah lebih lanjut, dari segi bentuknya sebuah “peraturan” bukanlah sebuah undang-undang, begitupun sebaliknya sebuah “undang-undang” bukanlah sebuah peraturan.

Kekacauan tersebut memiliki akibat yang sangat fundamental tetapi masih dapat dimengerti. Pola pikir yang terbentuk dalam masyarakat umum mengenai peraturan perundang-undangan selalu bukan merupakan pemahaman yang diartikan dalam arti teknis. Selain itu, masyarakat umum pun tidak bisa secara dipaksa harus memahami sebuah peraturan perundang-undangan dalam arti teknis.

Jika dikenali lebih lanjut, apa ciri yang paling dominan jika masyarakat umum ditanya mengenai sebuah perundang-undangan? Jawabannya adalah selalu perundang-undangan itu identik dengan negara hukum. Hal ini menampakkan seolah-olah negara hukum selalu identik dengan peraturan perundang-undangan. Padahal, sebuah negara hukum bukan hanya identik dengan peraturan perundang-undangan, meskipun pada faktanya akan selalu ada peraturan perundang-undangan yang mengikat didalamnya, melainkan akan sangat bahaya bila persepsi dalam masyarakat tentang sebuah negara hukum identik dengan perundang-undangan tersebut semakin meluas.

Fenomena diatas juga sama halnya degan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penyelenggaraan pemerintahan daerah seringkali diidentikkan oleh masyarakat umum dengan otonomi daerah. Padahal, dalam praktiknya penyelengaraan otonomi daerah tidak selalu identik dengan pemerintah daerah. Otonomi daerah memiliki perbedaan yang fundamental dengan daerah otonom.

Pada batas-batas tertentu, terdapat berbagai undang-undang yang dinyatakan tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, tatkala undang-undang tersebut diuji konstitusionalitasnya oleh Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut, dapat juga ditandai sebagai penyebab dari pembatalan beratus-ratus peraturan daerah oleh pemerintah pusat.

Hal tersebut dapat terjadi, bisa jadi karena kompleksitas teknis dalam perumusannya atau juga disebabkan oleh pergeseran tatanan konstitusionalisme Indonesia pasca perubahan UUD 1945.

Dalam pembentukan sebuah peraturan perundang-undangan, harus selalu dihubungkan dengan sebuah negara hukum.selain itu, pembentukan peraturan perundang-undangan harus pula dihubungkan dengan Undang-Undang Dasar.

Keberhasilan dalam pemerintahan era Soeharto, bisa dilihat dari tersosialisasinya terminologi peraturan-perundang-undangan secara baik. Namun, upaya sosialisasi ini tidak serta merta membawa pemahaman mengenai terminologi tersebut secara baik pula.

Terminologi atau frasa “peraturan” tidak terletak pada “peraturan” itu sendiri tetapi terletak pada peraturan-peraturan yang sedang berlaku. Untuk singkatnya, sebuah “peraturan” memiliki makna baik sebagai sebuah terminologi atau frasa hukum, karena keduanya berasa dalam satu sistem hukum.

Sistem hukum yang ada memiliki serangkaian fungsi, yang mempunyai makna atas peraturan-peraturan atau perundang-undangan. Salah satu fungsi penting dari adanya sistem hukum adalah sebagai penyesuaian konflik antar norma atau juga sering dikatakan sebagai “kekosongan” norma.

Pasal-pasal tang terdapat dalam undang-undang bisa saja dimaknai dalam berbagai makna atau bisa dikatakan multi tafsir. Andaikan frasa yang terdapat dalam suatu pasal dapat diperoleh langsung makna aslinya, tentusaja tidak akan menyulitkan kita. Tetapi, dalam hal inilah sistem hukum hadir dan memiliki cara untuk penyelesaian multi tafsir tersebut.

Setelah dikaji lebih ulang, frasa “mampu secara rohani dan jasmani” adalah termasuk dalam frasa norma (hukum), bukan norma susila atau norma biasa. karena tidak diperoleh keterangan yang lebih jelas dari frasa tersebut mengenai makna atau maksudnya, maka jika digunakan penalaran dari segi hukum, maka makna atau maksudnya harus dicari dalam sistem hukum. dengan cara penalaran yang seperti ini, maka akan didapat makna dari frasa tersebut, yaitu mengenai “kecakapan hukum”.

Dalam artian bahwa, makna asli atau tujuan asli dari frasa itu adalah seseorang hanya akan dapat mencalonkan dirinya apabila ia memiliki kecakapan dalam bidang hukum. Dalam dunia sistem hukum, “kecakapan hukum” mempunyai artian bahwa “seseorang yang memiliki kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum” atau sebagai pemangku hak dan kewajiban atau juga bisa disebut sebagai subyek hukum dan memiliki kemampuan untuk menanggung resiko hukum serta bertangung jawab dalam hukum pidana.

Referensi :

  • Asshidiqie, Jimly. 2011.Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
  • Muadi, Sholih. 2016. Sistem Hukum di Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang
  • Kamis, Margarito. 2014. Jalan Panjang Konstitusionalisme Indonesia. Malang: Setara Press
  • Syamsuddin, Rahman dan Ismail Aris. 2014. Merajut Hukum di Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media

Peraturan perundang-undangan berasal dari kata Peraturan dan Perundang- undangan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia peraturan adalah tatanan (petunjuk, kaidah, ketentuan) yang dibuat mengatur, sedangkan perundang-undangan diterjemahkan sebagai yang bertalian dengan undang-undang. Kata undang-undang diartikan ketentuan-ketentuan dan peraturan negara yang dibuat oleh pemerintah, disahkan oleh parlemen, ditanda tangani oleh kepala negara, dan mempunyai kekuatan mengikat atau aturan yang dibuat oleh orang atau badan yang berkuasa.

Dalam bahasa Belanda istilah perundang-undangan dan peraturan perundang- undangan berasal dari istilah wettelijke regels atau wettelijke regeling . Istilah wet (undang-undang) dalam hukum Belanda mempunyai dua pengertian, yaitu :

  • wet in fomele zin (undang-undang dalam arti formal), adalah setiap keputusan pemerintah yang merupakan undang-undang yang didasarkan kepada bentuk dan cara terbentuknya.

  • wet in materiele zin (undang-undang dalam arti materil) yaitu keputusan pemerintah/penguasa yang dilihat berdasarkan kepada isi atau substansinya mengikat langsung terus penduduk atau suatu daerah tertentu, misalnya: peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan daerah dan sebagainya.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan Peraturan Perundang-undangan, menyebutkan dalam Pasal 1 angka 2 pengertian “Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan”.

Menurut Burkhardt Krem, Istilah perundang-undangan ( legislation, wetgeving atau gezetzgebung ) mempunyai 2 (dua) pengertian yang berbeda, yaitu:

  1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/proses membentuk peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah;

  2. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

Bagir Manan memberikan pengertian Peraturan Perundang-undangan sebagai kaidah hukum tertulis yang dibuat pejabat berwenang atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berisikan aturan tingkah laku yang bersifat abstrak dan bersifat umum. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, Menurut Armen Yasir, ciri atau sifat suatu peraturan perundang-undangan adalah:

  • Peraturan Perundang-undangan berupa keputusan tertulis, jadi mempunyai bentuk dan format tertentu;

  • Dibentuk, ditetapkan dan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, berdasarkan ketentuan yang berlaku;

  • Peraturan Perundang-undangan berisikan aturan pola perilaku, jadi bersifat mengatur ( regulerend );

  • Peraturan Perundang-undangan mengikat secara umum, tidak ditujukan kepada seseorang atau individu tertentu.

Mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, Hans Kelsen mengemukakan Teori Stufenbau des Recht atau The Hirarchy of law . Teori tersebut membahas mengenai jenjang norma hukum, dimana ia berpendapat bahwa “norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hirarki tata susunan”. Norma hukum mengatur pembentukannya sendiri karena suatu norma hukum menentukan cara untuk membuat norma hukum lainnya, dan juga sampai derajat tertentu menentukan isi dari norma yang lainnya itu. Norma yang menentukan pembentukan norma lain adalah norma yang lebih tinggi, sedangkan norma yang dibentuk menurut peraturan ini adalah norma yang lebih rendah.

Saat ini, Teori Stufenbau des Recht Hans kelsen semakin diperjelas dalam hukum positif di Indonesia dalam bentuk Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 7 ayat (1) menyebutkan “Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  • Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  • Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  • Peraturan Pemerintah;
  • Peraturan Presiden;
  • Peraturan Daerah Provinsi; dan
  • Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.”

Terdapat berbagai asas-asas hukum umum yang harus diperhatikan dan diperlukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu :

  • Asas lex superior derogat legi inferiori ; yaitu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya didahulukan berlakunya daripada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dan sebaliknya peraturan perundang- undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.

  • Asas lex specialis derogat legi generalis , yaitu peraturan perundang- undangan khusus didahulukan berlakunya dari pada peraturan perundang- undangan yang umum.

  • Asas lex posterior derogat legi priori , yaitu peraturan perundang-undangan yang baru didahulukan berlakunya daripada yang terdahulu.

  • Asas lex neminem cogit ad imposibilia , yaitu peraturan perundang-undangan tidak memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan atau sering juga disebut asas kepatutan ( bilijkheid ).

  • Asas lex perfecta , yaitu peraturan perundang-undangan tidak saja melarang suatu tindakan tetapi juga menyatakan tindakan terlarang itu batal.

  • Asas non retroactive , yaitu peraturan perundang-undangan tidak dimaksudkan untuk berlaku surut.

  • Asas welvaarstaat , yaitu peraturan perundang-undangan sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual & material bagi masyarakat maupun individu.

Menurut Bagir Manan keputusan dalam lapangan hukum publik dapat dibedakan antar keputusan negara dan keputusan administrasi negara. Keputusan negara dibedakan menjadi dua yaitu :

  1. keputusan negara sebagai peraturan perundang-undangan, meliputi : Undang-Undang Dasar dan Perubahan Undang- Undang Dasar, putusan MPR, undang-undang.

  2. Keputusan negara yang bersifat kongkrit individual, meliputi : Keputusan yang bertalian dengan pengisian jabatan-jabatan organ negara dan putusan atau penetapan hakim mengenai suatu perkara atau suatu permohonan.

Sedangkan keputusan administrasi negara atau keputusan penyelenggar pemerintah (eksekutif) dapat dibedakan sebagai berikut :

  1. Peraturan perundang-undangan, meliputi keputusan dalam bentuk peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri dan peraturan tingkat pusat lainnya.

  2. Peraturan Kebijakan. Aturan kebijakan hanya mengatur kegiatan administrasi, bentuknya seperti: surat edaran, Juklak, Juknis, Pedoman.

  3. Ketetapan Administrasi Negara (beschikking). Aturan ini merupakan keputusan administrasi negara dilapangan hukum publik yang bersifat kongkrit individual.

  4. Perencanaan (Plannen), merupakan peraturan perencanaan yang mengambarkan visi, misi, tujuan, sasaran, program pembangunan untuk kurun waktu tertentu.

Referensi :

  • Armen Yasir, Hukum Perundang-undangan , Lembaga Penelitian universitas Lampung, Lampung, 2008.
  • Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Dasar-Dasar dan Pembentukannya, Kanisius, Jakarta, 1998.
  • Hans Kelsen, General Theory Of Law and State, Russell & Russell, New York, 1961, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara, Cetakan I, Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, Bandung, September 2006.

Pengertian Peraturan Perundang-undangan


Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum, bukan merupakan produk politik semestinya ditempatkan sebagai norma yang digali bersumber pada kemajemukan bangsa Indonesia, kaya akan budaya, nilai dan pluralisme hukum. Legislatif yang merupakan representasi dari rakyat bukan lagi mempertimbangkan untung rugi atau kepentingan elite penguasa dalam menjalankan fungsinya, apakah dalam setiap fungsi pengawasan, budgeting atau legislasi. Karakteristik tersebut merupakan wujud dari negara hukum pancasila dimana pembentuk peraturan perundang-undangan memahami spirit atau filosofi yang terkandung didalamnya.

Bingkai Indonesia sebagai negara hukum mensyaratkan adanya partisipasi masyarakat dalam mengawal proses pembuatan peraturan perundang-undangan setiap sidangnya di ranah legislatif menghendaki para wakil rakyat di parlemen untuk berdialog, berkomunikasi dengan rakyatnya sebagai bahan pertimbangan dalam keputusan pembuatan hukum, sehingga mencapai suatu konsensus bersama, bukan keputusan politik dan kepentingan penguasa, tanpa membuka ruang-ruang publik yang merupakan tipologi hukum responsif. Kegagalan legislasi dalam menciptakan produk hukum yang responsif dan partisipatif akan mengakibatkan pula hilangnya makna filosofi dari cita hukum pancasila yang sebenarnya sumbernya dari akar budaya Indonesia asli. Norma hukum yang dikristalkan menjadi peraturan perundang-undangan pada akhirnya memiliki tujuan hukum yang membahagiakan rakyatnya, sehingga mampu menghadirkan produk hukum yang mengandung nilai keadilan sosial (social justice/substantial justice).

Indonesia sebagai negara hukum yang mengikuti tradisi hukum kontinental, menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai salah satu sendi utama dalam sistem hukum nasionalnya, oleh karena itu, pembangunan nasional selalu diiringi dengan pembangunan sistem hukum yang berkelanjutan dan terintegrasi, hal ini sesuai dengan kebutuhan akan perkembangan struktur hukum dengan budaya hukum. Peraturan perundang- undangan sebagai komponen penting dalam kesatuan sistem hukum nasional harus dibangun dan dibentuk secara terintegrasi untuk memberikan jaminan bahwa pembangunan sistem hukum nasional dapat berjalan dengan teratur, ada kepastian hukum dan memberikan kemanfaatan bagi terpenuhinya kebutuhan rasa keadilan dan kemakmuran masyarakat sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945.

Peraturan perundang-undangan dimaknai sebagai peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Menurut Prof. Bagir Manan, Peraturan perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang dibuat, ditetapkan dan dikeluarkan oleh Lembaga dan atau Pejabat Negara yang mempunyai (menjalankan) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pengertian peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum, adapun unsur-unsurnya yaitu (Manan, 1987):

1. Peraturan Tertulis
Apa yang dimaksud dengan peraturan tertulis sampai saat ini belum ada definisi yang pasti. Peraturan yang tertulis tidak sama dengan peraturan yang ditulis. Yurisprudensi misalnya, adalah bukan peraturan tertulis, walaupun bentuk fisiknya ditulis. Peraturan tertulis mengandung ciri-ciri sebagai berikut:

  • Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah segala peraturan yang tercantum di dalam Pasal 7 ayat (1) mengenai jenis dan hierarki perundang-undangan yakni Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesiua Tahun 1945, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah;

  • Peraturan tersebut dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat negara yang berwenang;

  • Pembuatan peraturannya melalui prosedur tentu;

  • Apabila dicermati maka baik Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesiua Tahun 1945, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, maupun Peraturan Presiden tersebut ditempatkan di dalam lembaran negara, dan Peraturan Daerah ditempatkan dalam lembaran daerah. Dengan demikian peraturan tersebut ditempatkan di lembaran resmi.

2. Dibentuk Oleh Lembaga Negara Atau Pejabat Negara

Peraturan perundang-undang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat negara. Hal ini berbeda dengan norma agama misalnya, yang merupakan wahyu dari Allah swt. Disamping dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat negara, peraturan perundang-undangan juga dapat memuat sanksi bagi pelanggarnya, dan sanksi tersebut dapat dipaksakan pelaksanaannya oleh alat negara. Dengan demikian kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan datangnya dari luar, yakni dipaksakan dengan sanksi. Sedangkan kepatuhan terhadap norma agama datangnya dari dalam, yakni kesadaran diri sendiri untuk mematuhinya.

Pengertian peraturan perundang-undangan di dalam UU PPP (uu no.12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan) dirumuskan secara lebih utuh, memuat norma hukum yang mengikat, dan terintegrasi dengan sistem perencanaan maupun prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan.