Apa yang dimaksud dengan Peraturan Daerah ?

Peraturan Daerah

Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/wali kota). Peraturan Daerah terdiri atas: Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Apa yang dimaksud dengan Peraturan Daerah ?

Peraturan daerah adalah naskah dinas yang berbentuk perundang-undangan yang mengatur urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan, mewujudkan kebijaksanaan baru, menetapkan suatu badan/organisasi dalam lingkungan pemerintah provinsi, kabupaten/kota yang ditetapkan oleh kepala daerah dan mendapat persetujuan dewan perwakilan rakyat daerah (Utang Rosidin, 2010).

Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan dapat pula berasal dari gubernur bupati/walikota, atau sebaliknya dapat dilakukan oleh DPRD melalui pengajuan usul inisiatif. Dari mana pun usul inisiatif atau prakarsa pengajuan raperda itu berasal, tetap memerlukan pembahasan dan persetujuan bersama DPRD dengan gubernur atau bupati/ walikota dan diundangkan oleh sekertaris daerah dalam lembaran daerah agar perda tersebut mempunyai kekuatan hukum mengikat. Raperda yang berasal dari hak inisiatif DPRD dapat disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi. Raperda ini kemudian diusulkan kepada pimpinan DPRD agar dibahas dalam rapat paripurna internal DPRD. Apabila mendapat persetujuan, raperda disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada gubernur atau bupati/walikota dengan surat pengantar pimpinan DPRD (Utang Rosidin, 2010).

Berhubungan dengan hal tersebut, dalam rangka mewujudkan kepentingan yang berlandaskan pada aspirasi masyarakat, pemerintah daerah diberi tanggung jawab yang besar dalam hal peraturan perundang-undangan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan untuk kepentingan masyarakat daerahnya sendiri. Kewenangan membuat peraturan daerah merupakan wujud nyata pelaksanaan hak otonomi yang dimiliki oleh suatu daerah dan sebaliknya, Peraturan Daerah merupakan salah satu sarana dalam penyelenggaraan otonomi daerah.

Perda ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD, untuk menyelenggarakan otonomi yang dimiliki oleh provinsi/ kebupaten/ kota, serta tugas pembantuan. Perda pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dengan memberikan ciri khas masing-masing daerah. Bertentangan dengan kepentingan umum artinya kebijakan yang berakibat terganggunya kerukunan warga masyarakat, terganggunya ketentraman atau ketertiban umum, serta kebijakan yang bersifat diskriminatif. Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh pemerintah pusat (Utang Rosidin, 2010).

Pasal 136 ayat (4) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Peraturan Daerah dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi bertentangan dengan kepentingan umum adalah kebijakan yang berakibat terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, terganggunya pelayanan umum, dan terganggunya ketentraman, ketertiban umum, serta kebijakan yang bersifat diskriminatif.

Norma yang ada dalam Pasal dan penjelasan Pasal tesebut bersifat umum, sehingga memerlukan kriteria yang lebih terperinci. Konsekuensi dari peraturan daerah yang betentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi adalah pembatalan Peraturan Daerah tersebut. Larangan Peraturan Daerah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, selain sesuai dengan peraturan perundang-undangan, juga menjaga agar Peraturan Daerah tetap berada dalam sistem hukum nasional (Utang Rosidin, 2010)

Materi Muatan Peraturan Dearah


Materi muatan Perda yaitu seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus di daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memberikan pengertian yang jelas mengenai materi apa saja yang dimuat dalam Perda provinsi dan materi-materi yang dimuat dalam Perda kabupaten/kota.

Bagir Manan memberikan petunjuk mengenai materi muatan Perda, yaitu sebagai berikut:

  1. Sistem rumah tangga daerah. Dalam sistem rumah tangga formal, segala urusan pada dasarnya dapat diatur oleh daerah selama belum diatur atau tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi. Pada sistem rumah tangga materiil, hanya urusan yang ditetapkan sebagai urusan rumah tangga daerah yang dapat diatur dengan Perda.

  2. Ditentukan secara tegas dalam undang-undang pemerintahan daerah seperti APBD, pajak, dan retribusi.

  3. Urusan pemerintahan yang diserahkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih tinggi tingkatnya (Utang Rosidin, 2010).

Sementara itu, materi muatan Perda mengandung asas:

  1. Asas Pengayoman adalah berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat;

  2. Asas Kemanusiaan adalah mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional;

  3. Asas Kebangsaan adalah mencerminkan sifat dan watak bangsa indonesia yang pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia;

  4. Asas Kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan Perda senantiasa memperhatikan seluruh wilayah Indonesia dan muatan materi Perda merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila;

  5. Asas Bhineka tunggal ika adalah memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi daerah, dan budaya-budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

  6. Asas Keadilan yaitu mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa terkecuali;

  7. Asas Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan yaitu tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan bedasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial;

  8. Ketertiban dan kepastian hukum adalah dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum;

  9. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.

Di samping asas tersebut diatas, Perda juga cepat memuat asas lain yang sesuai dengan substansi Perda yang bersangkutan. Dari beberapa asas tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Perda yang baik itu adalah yang memuat ketentuan antara lain:

  1. Memihak pada kepentingan rakyat banyak;
  2. Menjunjung tinggi hak asasi manusia;
  3. Berwawasan lingkungan dan budaya;

Tujuan utama dari suatu Perda adalah untuk mewujudkan kemandirian daerah.

Agar perda dan peraturan kepala daerah bisa berfungsi secara efektif, harus dilakukan beberapa hal, diantaranya adalah :

  1. Mensosialisasi perda dan peraturan kepala daerah dengan menyebarluaskan ke tengah-tengah masyarakat, terutama pejabat- pejabat yang terkait.

  2. Melakukan upaya penegakan hukum khusus perda. Untuk itu, dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja. Di samping tugasnya menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, Satuan Polisi Pamong Praja juga bertugas melakukan upaya penegakan hukum, khusus perda. Pembentukan Polisi Pamong Praja ini berpedoman pada peraturan pemerintah (Rozali Abdullah, 2005)

Pengertian Peraturan Daerah (Perda)


Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan yang dibuat oleh kepala daerah provinsi maupun Kabupaten/Kota bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dalam ranah pelaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah yang menjadi legalitas perjalanan eksekusi pemerintah daerah (Indrati, 2007). Peraturan daerah merupakan wujud nyata dari pelaksanaan otonomi daerah yang dimiliki oleh pemerintah daerah dan pada dasarnya peraturan daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dengan melihat ciri khas dari masing-masing daerah.

Kemandirian dalam berotonomi tidak berarti daerah dapat membuat peraturan perundang-undangan atau keputusan yang terlepas dari sistem perundang-undangan secara nasional. Peraturan perundang-undangan tingkat daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari kesatuan sistem perundang-undangan secara nasional. Karena itu tidak boleh ada peraturan perundang-undangan tingkat daerah yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatnya atau kepentingan umum (Manan, 1995).

Tujuan utama dari peraturan daerah adalah memberdayakan masyarakat dan mewujudkan kemandirian daerah, dan pembentukan peraturan daerah harus didasari oleh asas pembentukan perundang-undangan pada umumnya antara lain; Memihak kepada kepentingan rakyat, menunjung tinggi hak asasi manusia, berwawasan lingkungan dan budaya. Kemudian menurut UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan Kepala Daerah. Jadi peraturan daerah merupakan suatu pemberian kewenangan (atribusian) untuk mengatur daerahnya dan peraturan daerah juga dapat dibentuk melalui pelimpahan wewenang (delegasi) dari peraturan. Prinsip dasar penyusunan peraturan daerah :

  1. Transparansi/keterbukaan
  2. Partisipasi
  3. Koordinasi dan keterpaduan.

Rancangan peraturan daerah yang telah memperoleh kesepakatan untuk dibahas kemudian dilaporkan kembali kepada walikota oleh sekretaris daerah disertai dengan nota pengantar untuk walikota dari pimpinan DPRD. Proses pembahasan dilaksanakan berdasarkan peraturan tata tertib DPRD. Sebelum dilakukan pembahasan di DPRD, terlebih dahulu dilakukan penjadwalan oleh badan Musyawarah DPRD. Pembahasan pada lingkup DPRD sangat sarat dengan kepentingan politis masing-masing fraksi. Tim kerja dilembaga legislatif dilakukan oleh komisi ( A s/d D).

Proses pembahasan diawali dengan rapat paripurna DPRD dengan acara penjelasan walikota. Selanjutnya pandangan umum fraksi dalam rapat paripurna DPRD. Proses berikutnya adalah pembahasan oleh Komisi, gabungan Komisi, atau Panitia Khusus (pansus). Dalam proses pembahasan apabila DPRD memandang perlu dapat dilakukan studi banding ke daerah lain yang telah memiliki peraturan daerah yang sama dengan substansi rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas. Dalam hal proses pembahasan telah dianggap cukup, selanjutnya pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPRD yang didahului dengan pendapat akhir Fraksi.

Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah selanjutnya disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Penetapan rancangan peraturan daerah menjadi peraturan daerah tersebut dilakukan oleh kepala daerah dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut.

Proses pembahasan rancangan peraturan daerah pada hakikatnya mengarah pada ikhtiar musyawarah untuk mencapai mufakat. Pembahasan rancangan peraturan daerah tidak menyisakan ruang bagi voting karena memang kedudukan antara pemerintah daerah dan DPRD sederajat. Setiap pembahasan rancangan peraturan daerah menghendaki persetujuan bersama, sehingga karena masing-masing pihak memiliki kedudukan yang seimbang, maka tidak mungkin putusan dapat diambil secara voting. Persetujuan bersama menjadi syarat agar suatu rancangan peraturan daerah menjadi peraturan daerah.

Perturan daerah yang telah disahkan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam lembaran daerah. Pengundangan peraturan daerah dalam lembaran daerah dilaksanakan oleh sekretaris daerah. Untuk peraturan daerah yang bersifat mengatur, setelah diundangkan dalam lembaran daerah harus didaftarkan kepada pemerintah untuk perda provinsi dan kepada Gubernur untuk Perda Kabupaten/ Kota. Pengundangan perda yang telah disahkan dalam lembaran daerah merupakan tugas administratif pemerintah daerah. Pengundangan perda dalam lembaran daerah tersebut menandai perda yang telah sah untuk diberlakukan dan masyarakat berkewajiban untuk melaksanakannya.

Proses Penyusunan Peraturan Daerah


Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah membuat sejumlah peraturan daerah. Pertaturan daerah tersebut biasa disingkat dengan istilah perda. Perda tersebut bisa mengatur masalah administrasi, lingkungan hidup, ketertiban, pendidikan, sosial, dan lain-lain. Perda tersebut pada dasarnya dibuat untuk kepentingan masyarakat. Proses penyusunan peraturan daerah melalui beberapa tahap. Penyusunan peraturan daerah dimulai dengan perumusan masalah yang akan diatur dalam perda tersebut. Masalah yang dimaksud adalah masalah-masalah sosial atau publik.

Tata cara penyusunan peraturan daerah, antara lain:

1. Pengajuan peraturan daerah
Proses pengajuan peraturan daerah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
Pengajuan peraturan daerah dari kepala daerah. Proses pengajuan peraturan daerah dari kepala daerah, adalah sebagai berikut:

  • Konsep rancangan perda disusun oleh dinas/biro/unit kerja yang berkaitan dengan perda yang akan dibuat.
  • Konsep yang telah disusun oleh dinas/biro/unit kerja tersebut diajukan kepada biro hukum untuk diperiksa secara teknis seperti kesesuaian dengan peraturan perundangan lain dan kesesuaian format perda.
  • Biro hukum mengundang dinas/biro/unit kerja yang mengajukan rancangan perda dan unit kerja lain untuk menyempurnakan konsep itu.
  • Biro hukum menyusun penyempurnaan rancangan perda untuk diserahkan kepada kepala daerah guna diadakan pemeriksaan (dibantu oleh sekretaris daerah).
  • Konsep rancangan perda yang telah disetujui kepala daerah berubah menjadi rancangan perda.
  • Rancangan perda disampaikan oleh kepala daerah kepada ketua DPRD disertai nota pengantar untuk memperoleh persetujuan dewan.

2. Pengajuan peraturan daerah dari DPRD
Proses pengajuan peraturan daerah dari DPRD adalah sebagai berikut:

  • Usulan rancangan peraturan daerah dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya lima orang anggota.
  • Usulan rancangan peraturan daerah itu disampaikan kepada pimpinan DPRD kemudian dibawa ke Sidang Paripurna DPRD untuk dibahas.
  • Pembahasan usulan rancangan peraturan daerah dalam sidang DPRD dilakukan oleh anggota DPRD dan kepala daerah.
  • Pembahasan rancangan peraturan daerah
  • Pembahasan rancangan peraturan daerah melalui empat tahapan pembicaraan, kecuali apabila panitia musyawarah menentukan lain.