Apa yang dimaksud dengan penyidik?

penyidik

Dalam ilmu hukum, apa yang dimaksud dengan istilah penyidik?

Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan

Penyidik menurut Pasal 1 butir ke-1 KUHAP adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. KUHAP lebih jauh lagi mengatur tentang penyidik dalam Pasal 6, yang memberikan batasan pejabat penyidik dalam proses pidana. Adapun batasan pejabat dalam tahap penyidikan tersebut adalah pejabat penyidik POLRI dan Pejabat penyidik negeri sipil.

Penyidik pembantu selain diatur dalam Pasal 1 butir ke 1 KUHAP dan Pasal 6 KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 yang mengatur tentang adanya penyidik pembantu disamping penyidik. Untuk mengetahui siapa yang dimaksud dengan orang yang berhak sebagai penyidik ditinjau dari segi instansi maupun kepangkatan, ditegaskan dalam Pasal 6 KUHAP. Dalam pasal tersebut ditentukan instansi dan kepangkatan seorang pejabat penyidik. Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 6 KUHAP yang dimaksud, yang berhak diangkat sebagai pejabat penyidik antara lain adalah:

1. Pejabat Penyidik Polri
Agar seorang pejabat kepolisian dapat diberi jabatan sebagai penyidik, maka harus memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana hal itu ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (2) KUHAP. Menurut penjelasan Pasal 6 ayat (2), kedudukan dan kepangkatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah, diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum. Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah kepangkatan penyidik adalah berupa PP Nomor 27 Tahun 1983. Syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat penyidikan antara lain adalah sebagai berikut:

  • Pejabat Penyidik Penuh
    Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat “penyidik penuh”, harus memenuhi syarat-syarat kepangkatan dan pengangkatan, yaitu:

    • Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi;

    • Atau yang berpangkat bintara dibawah Pembantu Letnan Dua apabila dalam suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat Pembantu Letnan Dua;

    • Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia

  • Penyidik Pembantu
    Pasal 10 KUHAP menentukan bahwa Penyidik Pembantu adalah Pejabat Kepolisan Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara menurut syarat-syarat yang diatur denganperaturan pemerintah. Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai “penyidik pembantu” diatur didalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010. Menurut ketentuan ini, syarat kepangkatan untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik pembantu:

    • Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi;

    • Atau pegawai negeri sipil dalam lingkungan Kepolisian Negara dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (Golongan II/a);

    • Diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.

2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Penyidik Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP, yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Pada dasarnya, wewenang yang mereka miliki bersumber pada undang-undang pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah satu pasal.26 Wewenang penyidikan yang dimiliki oleh pejabat pegawai negeri sipil hanya terbatas sepanjang yang menyangkut dengan tindak pidana yang diatur dalam undang-undang pidana khusus itu. Hal ini sesuai dengan pembatasan wewenang yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP yang berbunyi: “Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi landasan hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri”.

Proses Pemeriksaan Penyidikan yang Dilakukan Oleh Penyidik


Pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik difokuskan sepanjang hal yang menyangkut persoalan hukum. Titik pangkal pemeriksaan dihadapan penyidik ialah tersangka. Dari dialah diperoleh keterangan mengenai peristiwa pidana yang sedang diperiksa. Akan tetapi, sekalipun tersangka yang menjadi titik tolak pemeriksaan, terhadapnya harus diberlakukan asas akusatur. Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan menusia yang memiliki harkat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek, bukan sebagai objek. Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan tindak pidana yang dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut ditujukan ke arah kesalahan tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka. Tersangka harus dianggap tak bersalah, sesuai dengan prinsip hukum “praduga tak bersalah” (presumption of innocent) sampai diperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Pada pemeriksaan tindak pidana, tidak selamanya hanya tersangka saja yang harus diperiksa. Adakalanya diperlukan pemeriksaan saksi atau ahli. Demi untuk terang dan jelasnya peristiwa pidana yang disangkakan. Namun, kepada tersangka harus ditegakkan perlindungan harkat martabat dan hak-hak asasi, kepada saksi dan ahli, harus juga diperlakukan dengan cara yang berperikemanusiaan dan beradab.

Penyidik Polri tidak secara serta-merta dapat melakukan kegiatan penyidikan dengan semaunya, melainkan ada juga batasan-batasan yang harus diikuti oleh penyidik tersebut agar tidak melanggar hak asasi manusia mengingat kekuasaan penyidik dalam melakukan rangkaian tindakan tersebut terlampau besar. Batasanbatasan kegiatan penyidik tersebut terdapat pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisan Republik Indonesia. Di dalam Pasal 13 ayat (1) Peraturan tersebut disebutkan, dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan, setiap petugas POLRI dilarang:

  • Melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan;
  • Menyuruh atau menghasut orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan di luar proses hukum atau secara sewenang-wenang
  • Memberitakan rahasia seseorang yang berperkara;
  • Memanipulasi atau berbohong dalam membuat atau menyampaikan laporan hasil penyelidikan;
  • Merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi atau memutarbalikkan kebenaran;
  • Melakukan tindakan yang bertujuan untuk meminta imbalan dari pihak yang berperkara;

Berikut ini adalah pengertian penyidik menurut beberapa Undang-Undang :

  • Menurut Pasal 1 Angka 1 KUHAP yang dimaksud dengan Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

  • Menurut Pasal 6 Angka 1 KUHAP yang dimaksud Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

  • Menurut Pasal 1 Angka 10 UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dimaksud dengan Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

  • Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dimaksud dengan Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  • Menurut Pasal 1 Angka 35 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan yang dimaksud dengan Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

  • Menurut Pasal 173 Angka 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah yang dimaksud dengan Penyidik adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk melaksanakan tugasnya dalam proses penyidikan, penyidik diberikan wewenang oleh peraturan perundang-undangan. Kewenangan Penyidik tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 7 KUHAP yang terdiri dari :

  • Menerima Laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.

  • Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian.

  • Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.

  • Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.

  • Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

  • Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

  • Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.

  • Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.

  • Mengadakan penghentian penyidikan.

  • Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

Di dalam rumusan Pasal 7 ayat 1 tersebut disampaikan bahwa penyidik memiliki wewenang tersebut karena kewajibannya. Klausula demikian itu menunjukkan bahwa lahirnya wewenang tersebut karena adanya kewajiban sehingga wewenang tersebut diatas juga merupakan kewajiban. Di samping itu, penyidik juga memiliki kewajiban-kewajiban antara lain :

  • Wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Ini mengandung arti bukan hanya hukum tertulis, tetapi juga harus mengindahkan norma agama kesusilaan, kepatutan, kewajaran, kemanusiaan, dan adat istiadat yang dijunjung tinggi bangsa Indonesia (Pasal 7 ayat (3) KUHAP).

  • Wajib membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan (Pasal 8 ayat (1) Pasal 75 KUHAP).

  • Wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan (Pasal 106 KUHAP).

  • Wajib memberitahukan dimulainya penyidikan, wajib memberitahukan penghentian penyidikan kepada Penuntut Umum. Bahkan penghentian penyidikan tersebut diberitahukan pula kepada tersangka atau keluarganya (Pasal 109 KUHAP).

  • Wajib segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan kepada Penuntut Umum (vide Pasal 110 ayat (1) KUHAP).

  • Wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai petunjuk Penuntut Umum, apabila Penuntut Umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi (Pasal 110 ayat (3)).

Selain penyidik, juga terdapat penyidik pembantu dalam proses penyidikan. Pengertian penyidik pembantu sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) KUHAP yaitu pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan. Dalam penjelasan pasal tersebut, selain POLRI penyidik pembantu juga termasuk pegawai negeri sipil tertentu dalam lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Berdasarkan Pasal 11 KUHAP, penyidik pembantu memiliki wewenang yang sama dengan dengan penyidik, kecuali mengenai penahanan. Mengenai penahanan, harus ada pelimpahan wewenang dari penyidik. Dari penjelasan Pasal 11 menyatakan bahwa pelimpahan wewenang penahanan kepada penyidik pembantu hanya diberikan apabila perintah dari penyidik tidak dimungkinkan. Hal itu dikarenakan dlam keadaan yang sangat diperlukan, atau karena terdapat hambatan perhubungan di daerah terpencil, atau ditempat yang belum ada petugas penyidik, dan/atau dalam hal lain yang dapat diterima menurut kewajiban.