Apa yang dimaksud dengan penyakit polio atau poliomyelitis?

Polio

Polio sempat menjadi ancaman masyarakat, meski kini jumlah kejadiannya sudah sangat berkurang karena imunisasi dari pemerintah.

Apa yang dimaksud dengan penyakit polio (poliomyelitis)?

polio

Penyakit polio (poliomyelitis) adalah penyakit infeksi paralisis yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus.

Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (QQ_Scarlet, 2008).

Infeksi virus polio terjadi di dalam saluran pencernaan yang menyebar ke kelenjar limfe regional sebagian kecil menyebar ke sistem syaraf (Chin, 2006: 482). Yuwono dalam Arifah (1998) menambahkan bahwa syaraf yang diserang adalah syaraf motorik otak dibagian grey matter dan kadang- kadang menimbulkan kelumpuhan.

Penyakit polio dapat menyerang semua kelompok umur, namun kelompok umur yang paling rentan adalah 1-15 tahun dari semua kasus polio (Surya, 2007). Penelitian Soemiatno dalam Apriyatmoko (1999) menyebutkan bahwa 33,3% dari kasus polio adalah anak-anak di bawah 5 tahun. Infeksi oleh golongan enterovirus lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada wanita (1,5-2,5 : 1).

Risiko kelumpuhan meningkat pada usia yang lebih tinggi, terutama bila menyerang individu lebih dari 15 tahun (Sardjito, 1997 dalam Utami 2006). WHO memperkirakan adanya 140.000 kasus baru dari kelumpuhan yang diakibatkan oleh poliomyelitis sejak tahun 1992 dengan jumlah keseluruhan penderita anak yang menderita lumpuh akibat polio diperkirakan 10 sampai 20 juta orang (Biofarma, 2007).

Pemenuhan kriteria telah ditetapkan WHO dan berhubungan dengan persyaratan spesimen tinja untuk diuji di laboratorium. Hal yang berhubungan dengan spesimen tinja surveilans AFP antara lain ketepatan waktu pengambilan sampel yang optimum yaitu tidak lebih dari 14 hari terjadinya paralysis, jumlah spesimen yang diambil dengan jumlah yang cukup sebanyak 2 kali, dengan selang waktu 24 jam, menggunakan wadah khusus untuk diuji di laboratorium, penanganan dan pengiriman spesimen harus dilakukan sedemikian rupa sehingga suhunya terjaga 2-8 derajat dan tetap dalam keadaan segar (Ditjen PP & PL, 2006).

Penyebab penyakit


Poliovirus (genus enterovirus) tipe 1, 2 dan 3, semua tipe dapat menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kasus kelumpuhan, tipe 3 lebih jarang, demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling sering menyebabkan wabah. Sebagian besar kasus vaccine associated disebabkan oleh tipe 2 dan 3. (Chin, 2000 dalam Surya 2007).

Sifat virus polio seperti halnya virus yang lain yaitu stabil terhadap pH asam selama 1-3 jam. Tidak aktif pada suhu 560 selama 30 menit. Virus polio berkembangbiak dalam sel yang terinfeksi dan siklus yang sempurna berlangsung selama 6 jam. Virus tersebut dapat hidup di air dan manusia, meskipun juga bisa terdapat pada sampah dan lalat (Widodo, 1994 dalam Arifah 1998).

Gejala Klinis


Menurut Chin (2006), gejala yang bisa muncul berupa asimptomatik, poliomyelitis abortif, poliomyelitis Nonparalitik, dan atau poliomyelitis paralitis. Masa inkubasi penyakit 7—14 hari, tetapi kadang-kadang terdapat kasus dengan masa inkubasi 5—35 hari.

Persentase polio tanpa gejala (asimptomatik) lebih dari 90% dan hanya dideteksi dengan mengisolasi virus dari feses dan orofaring atau pemeriksaan titer antibody. Poliomyelitis Abortif merupakan sakit yang terjadi secara mendadak beberapa jam saja. Gejalanya seperti muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi, nyeri abdomen, malaise dan timbul keluhan seperti anoreksia, nausea. Diagnosisnya dengan mengembangbiakkan jaringan virus (Chin, 2006).

Poliomyelitis Nonparalitik gejala klinisnya sama dengan poliomyelitis abortif tetapi hanya nyeri kepala, nausea, dan muntah yang lebih berat. Ciri penyakit ini adalah nyeri dan kaku otot belakang leher, dan tungkai hipertonia. Sedangkan Poliomyelitis Paralitik merupakan kelumpuhan secara akut, disertai dengan demam dan gejala seperti Poliomyelitis Nonparalitik (Chin, 2006).

Sebanyak 4- 8% penderita dapat mengalami demam tinggi, sakit punggung dan otot yang bisa berlangsung antara 3-7 hari disertai gejala seperti meningitis aseptik yang akan pulih 2-10 hari (Cono dan L.N, 2002).

Reservoir

Manusia satu-satunya reservoir dan sumber penularan biasanya penderita tanpa gejala (inapparent infection) terutama anak-anak. Belum pernah ditemukan adanya pembawa virus liar yang berlangsung lama (Judarwanto, 2005).

Cara-cara penularan


Penularan dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Transmisi langsung melalui droplet dan orofaring serta feses penderita yang menyebar melalui jari yang terkontaminasi pada peralatan makan,makanan dan minuman. Sedangkan penularan dengan tidak langsung melalui sumber air, air mandi dimana virus berada dalam air buangan masuk ke sumber-sumber air tersebut dikarenakan sanitasi yang rendah (Wahyuhono, 1989).

Peralatan dan barang-barang yang tercemar dapat berperan sebagai media penularan. Belum ada bukti serangga dapat menularkan virus polio, sedangkan air dan limbah jarang sekali dilaporkan sebagai sumber penularan. Kontaminasi virus melalui makanan dan air yang dipakai bersama dalam suatu komunitas untuk semua keperluan sanitasi dan makan-minum, menjadi ancaman untuk terjadinya wabah (Surya, 2007).

Kerentanan dan kekebalan


polio

Semua orang rentan terhadap infeksi virus polio, namun kelumpuhan terjadi hanya sekitar 1% dari infeksi. Sebagian dari penderita ini akan sembuh dan yang masih tetap lumpuh berkisar antara 0,1% sampai 1%. Angka kelumpuhan pada orang-orang dewasa non imun yang terinfeksi lebih tinggi dibandingkan dengan anak dan bayi yang non imun (Chin 2006).

Kekebalan spesifik yang terbentuk bertahan seumur hidup, baik sebagai akibat infeksi virus polio maupun inapparent. Serangan kedua jarang terjadi dan sebagai akibat infeksi virus polio dengan tipe yang berbeda. Bayi yang lahir dari ibu yang sudah diimunisasi mendapat kekebalan pasif yang pendek. Resiko tinggi tertulari polio adalah kelompok rentan seperti kelompok-kelompok yang menolak imunisasi, kelompok minoritas, para migran musiman, anak-anak yang tidak terdaftar, kaum nomaden, pengungsi dan masyarakat miskin perkotaan (Ditjen PP & PL, 2000).

Faktor – Faktor Timbulnya Poliomyelitis


polio

Faktor yang memungkinkan timbulnya poliomyelitis menurut Soerbakti (1989) antara lain:

  1. Tingginya angka Tripple Negatif,
  2. Perbaikan Lingkungan,
  3. Perkembangan Pesat dibidang Transportasi,
  4. Keadaan Sosial Ekonomi.

Angka Tripple Negatif adalah belum adanya antibodi terhadap virus polio. Asumsi mengenai tingginya angka tersebut adalah :

  1. faktor penghambat dari sesama enterovirus lainnya,
  2. faktor penghambat dalam pembentukan antibodi lainnya.

Faktor penghambat dalam pembentukan antibodi salah satu penyebabnya adalah status gizi yang buruk. Gangguan sistim imunitas pada penderita kurang kalori protein dapat berupa gangguan selluler yaitu fungsi makrofag dan leukosit serta sifat komplemen (Sumarno dan Siahaan, M. dalam Arifah, 1998).

Perbaikan lingkungan diharapkan dapat membebaskan Indonesia dari infeksi polio. Akan tetapi kenyataannya perbaikan lingkungan masih belum merata, daerah dengan sanitasi buruk menjadi sumber penularan penyakit. Akses transportasi yang semakin berkembang mempercepat penyebaran virus dari satu daerah ke daerah lainnya termasuk import virus dari luar negeri. Keadaan sosial ekonomi tidak mempengaruhi terjadinya poliomyelitis secara langsung, namun dengan sosial ekonomi yang rendah tingkat pendidikan juga pasti rendah sehingga pengetahuan mengenai sumber dan cara penularan penyakit polio sangat kurang. Selain itu dengan status ekonomi yang rendah juga dapat mempengaruhi terhadap status gizi pada anak (Arifah, 1998).

Cara-cara penanggulangan


Pencegahan penyakit polio dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang manfaat pemberian imunisasi sedini mungkin semasa anak-anak sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu (Judarwanto, 2005). Imunisasi dasar juga perlu diberikan kepada orang dewasa yang sebelumnya belum pernah mendapatkan imunisasi yang merencanakan untuk bepergian ke negara endemis polio, selain itu imunisasi juga harus diberikan kepada anggota masyarakat dimana virus polio masih ada. Para petugas laboratorium yang menangani spesimen yang mengandung virus polio dan kepada petugas kesehatan yang kemungkinan terpajan dengan kotoran penderita yang mengandung virus polio liar (Ditjen PP & PL, 2007).

Berdasarkan info penyakit menular Ditjen PP & PL tahun 2004, pengawasan terhadap para penderita polio dilakukan dengan melaporkan setiap ditemukannya kasus kelumpuhan kepada instansi kesehatan setempat. WHO menyebutnya sebagai Disease Under Surveillance, Kelas 1A. Di negara yang sedang melaksanakan program eradikasi polo, setiap kasus paralisis akut yang bersifat layuh (Accute Flaccid Paralysis (AFP)), termasuk Guillain-Barre Syndrome, pada anak-anak berusia kurang dari 15 tahun harus segera dilaporkan. Selain itu investigasi kepada kontak dan sumber meskipun infeksi hanya ditemukan satu kasus paralitik pada suatu komunitas harus segera dilakukan investigasi. Pelaksanaan disinfeksi secara serentak terhadap discharge tenggorokan.

Poliomielitis atau polio adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan virus polio. Kerusakan pada motor neuron medula spinalis dapat mengakibatkan kelumpuhan yang bersifat flaksid, sehingga nama lain dari poliomielitis adalah infantile paralysis, acute anterior poliomyelitis.

Respons terhadap infeksi virus polio sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala sampai adanya gejala kelumpuhan total dan antropi otot, pada umumnya mengenai tungkai bawah dan bersifat asimetris, dan dapat menetap selamanya bahkan sampai dengan kematian. Masa inkubasi poliomielitis berlangsung 6-20 hari dengan kisaran 3-35 hari (Ranuh et.al, 2011).

Penyakit ini ditularkan orang ke orang melalui fekal-oral-route. Gaya hidup dengan sanitasi yang kurang akan meningkatkan kemungkinan terserang poliomielitis. Kebanyakan poliomielitis tidak menunjukkan gejala apapun. Infeksi semakin parah jika virus masuk dalam sistem aliran darah.

Kurang dari 1% virus masuk pada sistem saraf pusat, akan tetapi virus lebih menyerang dan menghancurkan sistem saraf motorik, hal ini menimbulkan kelemahan otot dan kelumpuhan. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otototot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani (Proverawati dan Andhini, 2010).

Cara pencegahan penyakit polio yang harus dilakukan pertama yakni peningkatan higiene, karena penyakit polio ditularkan per oral melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh kotoran manusia yang mengandung virus, maka higiene makanan/minuman sangat penting (Ranuh et.al, 2011). Pencegahan yang paling efektif terhadap penyakit poliomielitis adalah dengan pemberian vaksin (Cahyono, 2010).