Apa yang dimaksud dengan Penjaga Perdamaian atau Peacekeeping?

peacekeeping

Penjaga perdamaian atau Peacekeeping adalah upaya diplomatik untuk mengakhiri kekerasan antara pihak-pihak yang bertikai, mengajak mereka untuk berdialog tanpa kekerasan dan jika memungkinkan ke arah perjanjian damai.

2 Likes

Menurut buku The Blue Helmets: Review of UN Peacekeeping, definisi dari peacekeeping itu sendiri adalah:

“…an operation involving military personnel but without enforcement powers, undertaken by the United Nations to help maintain or restore international peace and security in areas of conflict. These operations are voluntary and are based on consent and cooperation. While they involve the use of military personnel, they achieve their objectives not by force of arms, thus contrasting them with the ‘enforcement action’ of the United Nations under Article ”

Berdasarkan pemahaman tersebut, peacekeeping operation adalah suatu operasi yang melibatkan personel militer tetapi tanpa kekuatan daya serang, yang dibawahi oleh PBB untuk membantu menjaga atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional di wilayah-wilayah berkonflik.

Operasi ini bersifat sukarela dan didasarkan atas kesediaan dan kerjasama. Didalam pelaksanaannya, operasi perdamaian memang melibatkan penggunaan dari personel militer, tetapi mereka mencapai tujuan-tujuan mereka tanpa penggunaan kekuataan senjata yang berbeda dari pengertian enforcement PBB yang terdapat di Artikel.

Biasanya peacekeeping operation dilakukan hanya setelah konflik pecah. Piagam PBB mengarah kepada sistem hubungan internasional dimana penggunaan kekuatan sebagai sarana dari kebijakan luar negeri tidak berlaku lagi.

Hal ini berarti bahwa PBB bergantung pada waktu yang dibutuhkan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu permasalahan konflik. Adapun metode-metode yang digunakan PBB didalam peacekeeping operation-nya antara lain :

  • melalui usaha-usaha menjalin hubungan diplomatik multilateral yang dilakukan berdasarkan kerangka kerja dari Dewan Keamanan,
  • hubungan bilateral yang dilakukan oleh negara-negara anggota PBB, atau
  • melalui badan-badan PBB lainnya oleh Sekretaris-Jendral PBB.

Metode-metode disebut diatas juga dapat menjadi metode peacemaking PBB dan kesemuanya itu baru akan menjadi efektif untuk PBB jika dilakukan di setiap level dari suatu konflik yang terjadi.

Peacekeeping operation dimaksudkan berjalan dalam jangka waktu pendek dan karena itu PKO bersifat sementara. Dalam usahanya mencapai tujuan-tujuan yang disebutkan didalam mandat, suatu peacekeeping operation tidak pernah mampu dalam meredam dan mengakhiri suatu konflik secara independen.

Tugas utama dari suatu peacekeeping operation ada dua, yaitu;

  1. untuk menghentikan atau membendung konflik dan membantu menciptakan kondisi yang memungkinkan bagi usaha-usaha peacemaking dapat berjalan,

  2. mengawasi jalannya proses implementasi dari suatu kesepakatan yang telah melewati proses negosiasi oleh para peacemakers.

Normatifnya, kegiatan peacekeeping sejalan dengan proses peacemaking dalam suatu usaha yang berkelanjutan yang dapat menghasilkan resolusi-resolusi bagi konflik yang terjadi. Peacemaking bertujuan untuk menciptakan situasi yang memungkinkan agar negosiasi dapat terjadi sekaligus memastikan kegiatan peacekeeping untuk berjalan setelahnya. Sedangkan peacekeeping berjalan dan menyokong peacemaking setelah negosiasi telah berhasil disetujui dan diterapkan kepada pihak-pihak yang bertikai untuk melakukan gencatan senjata dan secara tidak langsung akan bekerjasama dengan peacekeeping operation yang ada.

Namun pada realitanya, keadaan dimana kegiatan peacekeeping dapat berjalan bersamaan dengan usaha peacemaking tidak selalu dapat terwujud. Pada kenyataannya, lebih sulit untuk mempertahankan kondisi gencatan senjata atau negative peace daripada membahas serta menemukan hal-hal apa saja yang menjadi penyebab konflik.

Model traditional peacekeeping PBB dibangun semasa Perang Dingin sebagai sebuah artian pemecahan masalah atau konflik diantara negara-negara dan terlibat langsung dengan cara penyebaran personel militer bersenjata maupun tak bersenjata diantara negara-negara yang berperang atau mengalami konflik.

Pada dasarnya, baik traditional peacekeeping maupun wider peacekeeping, memiliki faktor-faktor mendasar agar dapat berjalan dengan baik. Faktor-faktor tersebut antara lain:

  1. Adanya kesediaan negara yang berkonflik untuk diintervensi.

    Ada dua hal yang menyebabkan aspek perizinan ini sangat penting.

    • Pertama, membantu PBB dalam proses mengambil keputusan dalam melawan kekuatan kelompok lawan.

    • Kedua, akan sangat mengurangi kemungkinan para pasukan perdamaian menerima perlawanan dari kelompok-kelompok yang berkonflik ketika sedang menjalankan operasi perdamaian mereka.

    Kesulitan yang dihadapi oleh peacekeeping operation PBB adalah untuk tetap mendorong terjadinya perdamaian ketika keinginan pihak-pihak yang bertikai untuk menyelesaikan perseteruan secara politis telah hilang.

  2. Operasi perdamaian yang dilakukan harus mendapatkan dukungan penuh dari Dewan Keamanan.

    Dukungan dari DK PBB sangat penting tidak hanya pada tahap-tahap awal suatu peacekeeping operation akan dijalankan; perencanaan budget, membentuk kekuatan pasukan, ataupun prioritas strategis lainnya; tetapi juga di tahap-tahap selanjutnya, seperti ada mandat yang diperbaharui.

  3. Negara-negara yang berpartisipasi didalam operasi perdamaian yang dilakukan harus mampu untuk berkontribusi dalam hal penyediaan pasukan serta mau mengambil resiko.

  4. Pemberian mandat secara jelas.

  5. Kekuatan menyerang dari pasukan yang dimilliki hanya untuk digunakan sebagai pembelaan diri dan sebagai jalan terakhir.

    Para pasukan perdamaian memiliki amanah kepada PBB dan komunitas internasional untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional, karena itu mandat mereka dibatasi terutama dalam hal penggunaan kekuatan persenjataan. Namun penggunaan persenjataan yang minim dapat membawa keuntungan sendiri bagi para pasukan perdamaian.

    Melihat dari rendahnya kemampuan militer, pasukan perdamaian tidak akan merasa terancam dengan intervensi yang dilakukan.

Pada masa sekarang ini, peacekeeping operation lebih sering diturunkan di wilayah atau negara yang mengalami perang sipil yang dilatarbelakangi oleh perbedaan etnis, religi, serta instabilitas nasional yang disebabkan oleh kurangnya kapabilitas pemerintahan yang ada.

Konflik-konflik semacam ini dapat melibatkan lebih dari dua pihak; adanya pihak-pihak yang tidak responsif terhadap otoritas pengaturan yang ada; situasi gencatan senjata yang tidak berjalan efektif; hilangnya aspek hukum; adanya kemungkinan angkatan bersenjata penduduk lokal menjadi pihak oposisi bagi pasukan perdamaian PBB; melibatkan sejumlah besar kaum sipil biasanya karena menjadi korban perang dan masalah pengungsian; hancurnya infrastruktur publik; dan ketidakjelasan wilayah-wilayah yang menjadi tujuan dari operasi perdamaian yang dilakukan.

Peacekeeping operation yang dijalankan dan berada di wilayah-wilayah dengan karakteristik seperti yang disebutkan diatas, memiliki cakupan tugas yang lebih kompleks, meliputi:

  • observasi dan monitoring;
  • pengawasan terhadap proses gencatan senjata;
  • menjalankan operasi demobilisasi;
  • conflict prevention;
  • bantuan militer;
  • perlindungan terhadap kaum sipil dan melaksanakan misi-misi kemanusiaan;
  • menyediakan penjagaan keamanan di wilayah-wilayah yang merupakan zona netral dan kamp-kamp pengungsian; serta pemberian sanksi.

Peacekeeping adalah suatu teknik yang dikembangkan oleh PBB untuk membantu mengawasi dan menyelesaikan konflik bersenjata. United Nations Truce Supervision Organization (UNTSO) adalah operasi peacekeeping PBB yang pertama.

Operasi tersebut terdiri atas pengamat militer tidak bersenjata (unarmed military observers) yang dikirim ke Palestina pada bulan Juni 1948 untuk mengawasi kesepakatan yang dilakukan oleh Count Bernadotte dalam perang pertama antara Israel dan Arab.

Langkah utama dilakukan saat pasukan bersenjata PBB (the United Nations Emergency Force atau UNEF) yang ditugaskan di Mesir akibat serangan Anglo-French-Israeli terhadap negara tersebut bulan Oktober 1956.

Peacekeeping dapat disimpulkan dalam 5 (lima) prinsip, yaitu :

1. Pertama, peacekeeping operation adalah operasi PBB. PBB yang menyebabkan peacekeeping operation dapat diterima negara anggota dimana keberadaan pasukan asing berada di wilayah kawasan negara tersebut.

2. Kedua, peacekeeping operation selama ini dapat dilakukan dengan adanya “consent of the parties to the conflict in question”. Selain itu, misi dapat berhasil dengan tetap berlanjutnya “consent” dan kerjasama di antara kelompok-kelompok yang bertikai.

3. Ketiga, peacekeepers harus bersikap “impartial” di antara kelompok yang ada. Keberadaan Pasukan PBB tidak berupaya memaksakan kepentingan satu kelompok terhadap kelompok yang lain.

4. Keempat, prinsip terkait dengan kebutuhan pasukan bagi UN peacekeeping operation. Charter PBB menyatakan bahwa negara anggota terikat dengan DK PBB untuk berkomitmen dalam penyediaan pasukan.

5. Kelima, berkaitan dengan “use of force”. Lebih dari setengah peacekeeping operation sebelum tahun 1988 hanya terdiri dari pengamat militer tidak bersenjata.

Namun disaat pertempuran bersenjata terjadi, prinsipnya adalah use force dilakukan seminimal mungkin dan hanya boleh dilakukan dalam skema pembelaan diri (fire should be opened only in self-defence).

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, peacekeeping dapat didefinisikan sebagai berikut:

“Field operations established by the United Nations, with the consent of the parties concerned, to help control and resolve conflicts between them, under United Nations command and control, at the expense collectively of the member states, and with military and other personnel and equipment provided voluntarily by them, acting impartiality between the parties and using force to the minimum extent necessary”.

UN peacekeeping membantu negara-negara yang terpecah akibat konflik dan mengupayakan terwujudnya kondisi bagi perdamaian yang berkelanjutan. Peacekeeping telah terbukti menjadi salah satu alat yang paling efektif bagi PBB guna membantu host countries melalui masa yang sulit dari fase konflik menuju perdamaian.

Peacekeeping memiliki kekuatan yang unik, termasuk “legitimacy, burden sharing, and an ability to deploy and sustain troops and police” dari seluruh dunia; melakukan integrasi dengan civilian peacekeepers; hingga “advance multidimensional mandates”. UN peacekeepers menyediakan keamanan dan dukungan politik dan “peacebuilding support” untuk membantu negara melewati transisi dari konflik menuju perdamaian.

Terdapat lima motivasi yang menjadi pertimbangan suatu negara untuk memberikan kontribusi pasukan penjaga perdamaian PBB, yaitu:

1. Politik

Partisipasi sebagai pasukan penjaga perdamaian dapat membantu negara untuk memenuhi tujuan politiknya. Sejumlah negara mendapatkan penghormatan dan otoritas dalam institusi internasional, khususnya PBB, yang memungkinkannya menyuarakan isu kemanan internasional. Terdapat beberapa alasan politik mengapa negara melakukan kontribusi pada pasukan PBB, antara lain tekanan atau persuasi oleh negara sekutu, negara besar, atau Sekjen PBB, dan persepsi bahwa kontribusi pada pasukan PBB memperkuat “national prestige” negara atau mungkin memperkuat pencalonannya untuk kursi tidak tetap pada Dewan Keamanan PBB (atau bagi beberapa negara untuk pencalonannya pada anggota tetap dalam konteks reformasi DK PBB).

2. Ekonomi

Argumen utamanya adalah insentif ekonomi merupakan alasan utama bagi kontribusi Pasukan PBB. Salah satu elemen utama dari argumen ini adalah adanya sistem pembayaran kompensasi PBB bagi negara yang menyediakan pasukan PBB. Namun dalam pertimbangan finansial ini, perlu didefinisikan terkait siapa saja ang memperoleh manfaat. Setidaknya terdapat empat tipe penerima manfaat.

  • Pemerintah nasional, khususnya negara berkembang dengan “small economies” yang mungkin menggunakan pembayaran kompensasi PBB guna mendukung anggaran nasional dan sebagai upaya untuk memperoleh valuta asing.

  • Sektor pertahanan dan keamanan nasional yang memandang pembayaran kompensasi PBB sebagai peluang untuk meningkatkan anggarannya.

  • Individu, khususnya anggota dan perwira militer dan polisi, yang memperoleh manfaat ekonomi dari penggelaran misi penjaga perdamaian PBB melalui tunjangan misi. Keempat, perusahaan swasta dan BUMN dapat memperoleh keuntungan dari kontrak pengadaan PBB mulai dari barang logistik hingga transportasi udara.

3. Keamanan

Operasi penjaga perdamaian PBB tidak selalu diasosiasikan dengan pertahanan nasional atau kepentingan utama keamanan nasional. Negara biasanya memiliki pandangan bahwa penyediaan pasukan PBB akan mempromosikan kepentingan keamanan nasionalnya yang lebih luas.

Dalam hal ini, tingkat persepsi ancaman dalam konflik tertentu dapat menjadi pendorong utama terkait keputusan untuk memberikan kontribusi Pasukan PBB.

Kedekatan wilayah juga berperan penting dalam menerima kontribusi dari negara tetangga atau kawasan terdekat. Terdapat juga satu kemungkinan dimana negara-negara lebih besar dengan pola pikir internasionalis berpandangan bahwa kepentingan keamanan nasionalnya berada dalam konteks yang lebih global.

4. Institusi

Partisipasi dalam Pasukan PBB dapat berakar dari motivasi yang berhubungan dengan angkatan bersenjata, sektor keamanan, dan dinamika birokrasi suatu negara. Keputusan untuk terlibat dalam operasi PBB biasanya diambil dalam konteks hubungan sipil-militer.

Terdapat juga argumen bahwa besar, kualitas, dan postur angkatan bersenjata berkaitan dengan kontribusi negara tersebut pada operasi perdamaian PBB. Selain itu, pihak militer juga melihat operasi perdamaian PBB sebagai suatu hal yang menarik karena memberikan pengalaman internasional yang berharga bagi personil terkait, pandangan lain terkait hal ini adalah bahwa ini merupakan salah satu upaya “militer sibuk di luar negeri daripada terlibat dalam urusan domestik” suatu negara, atau rehabilitasi setelah periode kepemimpinan yang sebelumnya otoriter. Sementara bagi sebagian negara, partisipasi dalam operasi perdamaian PBB dapat juga dilihat sebagai peran yang memiliki prestige setelah Perang Dingin.

Partisipasi ini dapat mencegah pemotongan anggaran militer secara signifikan akibat situasi damai pasca berakhirnya Perang Dingin.

5. Norma

Negara memberikan kontribusi pada Pasukan PBB dapat didasarkan pada alasan normatif. Alasan ini khususnya untuk “self-images” sebagai “global good Samaritans”, ”good international citizens”, atau sebagai anggota grup “non-aligned” dari negara yang mendukung PBB sebagai alternatif terhadap hegemoni “great power”, atau sebaiknya merupakan hal yang seharusnya dilakukan. Sementara beberapa negara mempertahankan komitmen prinsipnya pada PBB dengan melihatnya sebagai “legitimate system” dari manajemen konflik dan mengharapkan memainkan peran pendukung sebagai “good international citizen”. Indonesia dalam perannya sebagai kontributor, secara normatif berkomitmen pada tujuan keamanan dan perdamaian PBB yang sejalan dengan konstitusi pada Pembukaan UUD 1945, alinea keempat. India memandang PBB sebagai suatu alternatif terhadap great power hegemony dan instrumen “non-aligned approach” terhadap keamanan dan perdamaian. Pandangan ini juga tampak dalam keterlibatan Brazil dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Referensi

Marack Goulding, 1993, “The Evolution of United Nations Peacekeeping”, International Affairs,Vol. 69.
Arturo C. Sotomayor, 2010, “Why Some States Participate in UN Peace Missions While Other Do Not : An Analysis of Civil-Military Relations and Its Effects on Latin America’s Contributions to Peacekeeping Operations”, Security Studies, Vol. 19, No. 1.
Trevor Findlay (ed.), 1996, Challenges for the New Peacekeepers, Oxford University Press / SIPRI, Oxford).