Apa yang dimaksud dengan Pengendalian Diri atau Self-Control?

Chalhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan pengendalian diri (self-control) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang, dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri.

Golfried dan Merbaum, mendefinisikan pengendalian diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsukuensi positif. Selain itu, pengendalian diri juga menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan (Nur Gufron & Rini Risnawati, 2011:22).

Menurut Mahoney & Thoresen, pengendalian diri merupakan jalinan yang secara utuh (intergrative) yang dilakukam individu terhadap lingkungannya. Individu dengan kontrol diri tinggi sangat memerhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi.

Individu cenderung akan mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial yang kemudian dapat petunjuk situasional, lebih fleksibel, berusaha untuk memperlancar interaksi sosial, bersifat hangat, dan terbuka (Nur Gufron & Rini Risnawati, 2011:22-23).

Berdasarkan konsep Averill, terdapat 3 jenis kemampuan mengendalikan diri yang meliputi 3 aspek. Averill menyebut pengendalian diri dengan sebutan kontrol personal, yaitu kontrol perilaku (behavioral control), kontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol kepuasan (decisional control) (Nur Gufron & Rini Risnawati, 2011: 29-31)

1. Behavioral control

Kontrol perilaku merupakan kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.

Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administrion) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulis modifiability).

  • Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu yang ada di luar dirinya.
  • Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengatahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki di hadapi.

2.Cognitive control

Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengelola informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan.

Aspek ini terdiri dari dua komponen, yaitu memperoleh informasi dan melakukan penilaian.

  • Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan.
  • Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.

3. Decision control

Kontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk memilih atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.

Pengendalian diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.

Block dan Block menjelaskan ada tiga jenis kualitas pengendalian diri, yaitu: over control, under control, dan appropriate control (Nur Gufron & Rini Risnawati, 2011:31).

  • Over control merupakan pengendalian diri yang dilakukan oleh individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri beraksi terhadap stimulus.
  • Under control merupakan suatu kecenderungan individu untuk melepaskan implus dengan bebas tanpa perhitungan yang masak.
  • Appropriate control merupakan pengendalian individu dalam upaya mengendalikan implus secara tepat.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian diri, menurut Nur Ghufron dan Rini (2011:32), secara garis besarnya terdiri dari:

  • Faktor internal. Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang maka, semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang itu dari diri individu.

  • Faktor eksternal ini diantaranya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga terutama orangtua menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang. Bila orangtua menerapkan disiplin kepada anaknya sikap disiplin secara intens sejak dini, dan orangtua tetap konsisten terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka sikap konsisten ini akan diinternalisasi oleh anak dan kemudian akan menjadi kontrol diri baginya.

Dalam Chaplin (2006), dikatakan bahwa self-control adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Dalam Kartini Kartono (2000). Self-control atau kontrol diri adalah mengatur sendiri tingkah laku yang dimiliki.

Menurut Calhoun dan Acocella (1990), kontrol diri atau kendali diri adalah pengaruh seseorang terhadap, dan peraturan tentang fisiknya, tingkah laku dan proses-proses psikologisnya, dengan kata lain sekelompok proses yang mengikat dirinya. Dalam Goldfried dan Merbaum (1973), self-control adalah proses dimana seorang individu menjadi pihak utama membentuk, mengarahkan dan mengatur perilaku yang akhirnya diarahkan pada konsekuensi positif.

Messina & Messina (dalam Singgih D. Gunarsa, 2009), menyatakan bahwa pengendalian diri adalah seperangkat tingkah laku yang berfokus pada keberhasilan mengubah diri pribadi, keberhasilan menangkal pengrusakan diri (self-destructive), perasaan mampu pada diri sendiri, perasaan mandiri (autonomy) atau bebas dari pengaruh orang lain, kebebasan menentukan tujuan, kemampuan untuk memisahkan perasaan dan pikiran rasional, serta seperangkat tingkah laku yang terfokus pada tanggung jawab atas diri pribadi. Menurut Berk (dalam Singgih D. Gunarsa, 2009), pengendalian diri adalah kemampuan individu untuk menahan keinginan ataudorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa self-control (pengendalian diri) adalah kemampuan individu untuk menggunakan kehendak atau keinginannya dalam membimbing tingkah laku sendiri dan menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif yang dapat diarahkan pada konsekuensi positif.

Aspek-aspek Self-Control


Menurut Averill (dalam Sarafino, 1994), terdapat lima jenis tipe mengontrol diri, yaitu :

  • Behavioral control

Berkaitan dengan kemampuan untuk mengambil tindakan yang konkret untuk mengurangi dampak stressor. Tindakan tersebut mungkin dapat mengurangi intensitas peristiwa yang penuh dengan tekanan atau memperpendek jangka waktu.

Dalam Averill (1973), behavioral control ini diperinci menjadi 2 komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modification).

  1. Kemampuan mengatur pelaksanaan, merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu di luar dirinya. Individu yang kemampuan mengontrol dirinya baik akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal.

  2. Kemampuan memodifikasi stimulus, merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang waktu diantara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya.

  • Cognitive control

Merupakan kemampuan untuk menggunakan proses dan strategi yang sudah dipikirkan untuk mengubah pengaruh stressor. Ini untuk memodifikasi akibat dari tekanan-tekanan. Strategi tersebut termasuk dalam hal yang berbeda atau fokus pada kesenangan atau pemikiran yang netral atau membuat sensasi.

Dalam Averill (1973), cognitive control terdiri atas 2 komponen, yaitu memperoleh informasi ( information gain ) dan melakukan penilaian ( appraisal ).

Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.

  • Decisional control

Merupakan kesempatan untuk memilih antara prosedur alternatif atau cara bertindak. Dalam Averill (1973), decisional control merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Self-control dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan.

  • Informational Control

Merupakan waktu yang tepat untuk mengetahui lebih banyak tentang tekanan- tekanan, apa saja yang terjadi, mengapa, dan apa konsekuensi selanjutnya. Informasi kontrol diri dapat mengurangi tekanan dengan meningkatkan kemampuan individu untuk memprediksikan dan mempersiapkan atas apa yang akan terjadi dengan mengurangi ketakutan-ketakutan yang sering dimiliki seseorang yang tidak terduga.

  • Retrospective Control

Bertujuan untuk meyakinkan tentang apa dan siapa yang mengakibatkan tekanan-tekanan setelah ini terjadi.

Kelima aspek ini yang digunakan untuk menyusun instrumen self-control .

Fungsi Self-Control (Pengendalian Diri)


Messina dan Messina (dalam Singgih D. Gunarsa, 2009), menyatakan bahwa pengendalian diri memiliki beberapa fungsi:

  1. Membatasi perhatian individu kepada orang lain

Dengan adanya pengendalian diri, individu akan memberikan perhatian pada kebutuhan pribadinya pula, tidak sekedar berfokus pada kebutuhan, kepentingan, atau keinginan orang lain di lingkungannya. Perhatian yang terlalu banyak pada kebutuhan, kepentingan, atau keinginan orang lain akan menyebabkan individu mengabaikan bahkan melupakan kebutuhan pribadinya.

  1. Membatasi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain di lingkungannya

Dengan adanya pengendalian diri, individu akan membatasi ruang bagi aspirasi dirinya dan memberikan ruang bagi aspirasi orang lain supaya terakomodasi secara bersama-sama.

  1. Membatasi individu untuk bertingkah laku negatif

Individu yang memiliki pengendalian diri akan terhindar dari berbagai tingkah laku negatif. Pengendalian diri memiliki arti sebagai kemampuan individu untuk menahan dorongan atau keinginan untuk bertingkah laku ( negative ) yang tidak sesuai dengan norma sosial.

  1. Membantu individu untuk memenuhi kebutuhan hidup secara seimbang

Individu yang memiliki pengendalian diri yang baik, akan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dalam takaran yang sesuai dengan kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Dalam hal ini, pengendalian diri membantu individu untuk menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan hidup.

Faktor Yang Mempengaruhi Pengendalian Diri ( Self-Control )


Menurut Gilliom et al (dalam Singgih D. Gunarsa, 2009), ada beberapa sub-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan pengendalian diri ( self-control ) dalam diri individu. Keseluruhan sub-faktor tersebut termasuk dalam faktor emotion regulation (terdiri dari active distraction , passive waiting , information gathering , comfort seeking , focus on delay object/task , serta peak anger ).

Dijelaskan oleh Gilliom bahwa semakin anak (pada usia 3½ tahun) mengalihkan hal-hal yang menyebabkan perasaan frustrasi yang dialaminya dengan cara active distraction (terdiri dari: anak diajak bermain khayal, mengeksplorasi ruang bermain, menyalakan-mematikan lampu, diajak bernyanyi, diajak menari, dan sebagainya) serta dengan cara passive waiting (anak diinstruksikan untuk berdiri ataupun duduk dengan tenang), maka semakin anak (pada saat nanti usianya 6 tahun-yaitu usia sekolah) tidak mampu mengendalikan atau menahan tingkah laku yang bersifat menyakiti, merugikan atau menimbulkan kekesalan bagi orang lain (externalizing).

Namun, pada saat yang bersamaan, bila anak (pada usia 3½ tahun) mampu mengalihkan hal-hal yang menyebabkan perasaan frustrasi yang dialaminya dengan cara passive waiting (menuruti instruksi untuk berdiri atau duduk dengan tenang), maka semakin anak (pada saat nanti usianya 6 tahun-yaitu usia sekolah) mampu bekerja sama dengan orang lain dan mematuhi aturan yang ada.

Sementara itu, bila anak (pada usia 3½ tahun) mengalihkan hal-hal yang menyebabkan perasaan frustrasi yang dialaminya dengan cara membicarakan atau mendiskusikan sumber perasaan frustrasi, memandang sumber perasaan frustrasi, dan menyatakan bahwa ia ingin berusaha mengakhiri sumber frustrasinya, maka semakin anak (pada saat nanti usianya 6 tahun-yaitu usia sekolah) mampu mengendalikan tingkah laku yang bersifat menyakiti atau merugikan orang lain (externalizing).

Cara focus on delay object/task yang dilakukan oleh anak, apda sisi lain, dapat menimbulkan efek negatif pada kemampuan pengendalian diri, khususnya pada aspek cooperation . Artinya, semakin anak (pada usia 3½ tahun) mengalihkan hal-hal yang menyebabkan perasaan frustrasi yang dialaminya dengan cara focus on delay object/task (misalnya, dengan membicarakan sumber perasaan frustrasi, memandang sumber perasaan frustrasi, dan menyatakan bahwa ia ingin berusaha mengakhiri sumber frustrasinya), maka semakin anak (pada saat nanti usianya 6 tahun-yaitu usia sekolah), kurang mau bekerja sama dan kurang menuruti aturan atau instruksi yang diberikan kepadanya.

Untuk sub faktor information gathering , Gilliom et al (dalam Singgih D. Gunarsa, 2009), menyatakan bahwa semakin anak (pada usia 3½ tahun) mengalihkan hal-hal yang menyebabkan perasaan frustrasi yang dialaminya dengan cara information gathering (mencari tahu dengan menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan sumber perasaan frustrasinya tanpa menyatakan bahwa ia ingin mengakhiri sumber frustrasinya), maka semakin anak (pada saat nanti usianya 6 tahun-yaitu usia sekolah) mampu menunjukkan assertiveness -nya kepada orang lain. Dengan kata lain, anak semakin mampu mengungkapkan keinginan atau perasaan kepada orang lain tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain tersebut.

Di samping kelima faktor tersebut di atas, ada faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi pengendalian diri (self-control) individu. Oleh karena pengendalian diri merupakan pengembangan self-regulation pada masa kanak-kanak, dapat dikatakan bahwa pengendalian diri juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang membentuk self-regulation. Menurut Papalia et al (dalam Singgih D. Gunarsa, 2009), faktor-faktor yang turut mempengaruhi pembentukan self-regulation adalah faktor proses perhatian dan faktor kesadaran terhadap emosi-emosi negatif. Semakin anak mampu menyadari emosi negatif yang muncul dalam dirinya dan semakin anak mampu mengendalikan perhatiannya pada sesuatu (attentional process), maka anak semakin mampu menahan dorongan-dorongan dan mengendalikan tingkah lakunya.

Pengertian kontrol diri menurut Ghufron & Risnawita (2016) merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya. Selain itu juga, kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan untuk menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya.

Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron & Risnawita, 2016), mendefinisikan kontrol diri (self control) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis dan perilaku seseorang, dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Kontrol diri juga menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan.

Menurut Chaplin (dalam Hassassana, 2015) kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah lakunya sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi implus-implus atau tingkah laku yang impulsif. Secara fungsional didefinisikan sebagai konsep dimana ada atau tidak adanya seseorang memiliki kemampuan untuk mengontrol tingkah lakunya yang tidak hanya ditentukan cara dan teknik yang digunakan melainkan berdasarkan konsekuensi dari apa yang mereka lalukan.

Sedangkan menurut Rachdianti (2011), berpendapat bahwa self control atau kontrol diri merupakan kemampuan untuk mengarahkan kesenangan naluriah langsung dan kepuasan untuk memperoleh tujuan masa depan, yang biasanya di nilai secara sosial.

Di dalam kamus psikologi (Arthur dan Emily, 2010), self control adalah mengendalikan diri sendiri, yaitu kemampuan mengendalikan implusivitas dengan menghambat hasrat-hasrat jangka pendek yang muncul spontan, konotasi dominannya adalah merepresi atau menghambat.

Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kontrol diri (self control) adalah kemampuan seseorang untuk membimbing tingkah lakunya sendiri, mampu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya yang berhubungan dengan orang lain, lingkungan, pengalaman yang bersifat fisik maupun psikologis untuk memperoleh tujuan di masa depan dan dinilai secara sosial.

Macam-macam Kontrol Diri


Menurut Skinner (dalam Hassassana, 2015), berdasarkan konstruknya, kontrol diri dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :

  1. Objective Control

Objective control atau sering disebut actual control adalah kontrol diri yang dimunculkan oleh individu secara nyata dalam suatu situasi tertentu.

  1. Subjective Control

Subjective control atau sering disebut perceived control yaitu keyakinan yang dimiliki oleh individu bahwa individu tersebut memiliki kontrol diri.

  1. Experiences Control

Experiences control yaitu perasaan yang dimiliki oleh individu pada saat individu berinteraksi dengan lingkungannya, dan pada saat yang sama individu akan berusaha mencapai suatu hasil tertentu atau menghindari hasil yang tidak diinginkan.

Ciri-Ciri Kontrol Diri


Menurut Ghufron & Risnawati (dalam Wulandari, 2015) mengatakan ciri-ciri kontrol diri diantaranya yaitu;

  • Kemampuan mengontrol perilaku;

  • Kemampuan mengontrol stimulus;

  • Kemampuan mengantisipasi peristiwa;

  • Kemampuan menafsirkan peristiwa;

  • Kemampuan mengambil keputusan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kontrol diri yaitu :

1. Orientasi Religius

Bergin (dalam Dewi, 2014), orientasi religius dapat memiliki beberapa konsekuensi positif, termasuk variabel kepribadian seperti kecemasan, kontrol diri, keyakinan irasional, depresi dan sifat kepribadian lain. Orientasi religius berkorelasi positif dengan kontrol diri, disamping itu ada hubungan antara religius dan kepribadian positif.

2. Pola Asuh Orang Tua

Disiplin yang diterapkan orangtua merupakan hal yang penting dalam kehidupan, karena dapat mengembangkan self control dan self direction, sehingga seseorang bisa mempertanggungjawabkan dengan baik segala tindakan yang dilakukannya. Hurlock (dalam Hassassana, 2015).

3. Faktor Kognitif

Menurut Mischee, dkk (dalam Dewi, 2014), kemampuan individu untuk mengendalikan diri dipengaruhi oleh perencanaan yang baik dalam bertindak. Individu dapat melakukan berbagai usaha untuk mengendalikan dirinya dengan cara berusaha untuk tidak melihat stimulus melainkan kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian stimulus.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi kontrol diri adalah orientasi religius, pengaruh pola asuh orang tua, dan faktor kognitif.

Aspek-Aspek Kontrol Diri


Menurut Averiil (dalam Hassassana, 2015) terdapat empat aspek kontrol diri, yaitu :

  1. Kontrol perilaku

Yaitu kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi/memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.

  1. Kontrol kognisi

Yaitu cara remaja dalam menafsirkan atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif. Kemampuan tersebut terdiri atas dua tahapan yaitu memperoleh informasi dan melakukan penilaian.

  1. Kontrol keputusan

Yaitu kemampuan remaja untuk memilih hasil atau tujuan yang diinginkan dengan memilih satu aksi yang sesuai dengan pencapaian tujuan tersebut, dari berbagai macam pilihan aksi yang dapat dilakukan oleh remaja.

  1. Kontrol emosi

Yaitu kemampuan menghadapi situasi dengan sikap rasional, mampu memberikan respon dan mengartikan situasi secara tepat dan tidak berlebihan, sehingga terbentuk perilaku yang kuat. Kontrol emosi yang dilakukan meliputi kontrol emosi positif (marah, sedih, takut, cemas, malu, benci, rasa bersalah, muak). berdasarkan aspek diatas dapat disimpulkan ada 4 aspek menurut Menurut Averiil (dalam Hassassana, 2015), yaitu; kontrol perilaku, kontrol kognisi, kontrol keputusan dan kontrol emosi.

Self control atau kontrol diri merupakan salah satu kompetensi pribadi yang perlu dimiliki oleh setiap individu. Perilaku yang baik, konstruktif, serta keharmonisan dengan orang lain dipengaruhi oleh kemampuan individu untuk mengendalikan dirinya. Self control yang berkembang dengan baik pada diri individu akan membantu individu untuk menahan perilaku yang bertentangan dengan norma sosial. Tangney, dkk (2004,) menyatakan bahwa “Central to our concept of self control is the ability to override or change one’s inner responses, as well as to interrupt undesired behavioral tendencies and refrain from acting on them”. Pusat dari konsep pengendalian diri adalah kemampuan untuk mengesampingkan atau mengubah tanggapan batin, serta untuk menekan kecenderungan perilaku yang tidak diinginkan dan menahan diri dari tindakan menyimpang.

Tingkah laku individu ditentukan oleh dua variabel yakni variabel internal dan variabel eksternal. Sekuat apapun stimulus dan penguat eksternal, perilaku individu masih bisa dirubah melalui proses kontrol diri (Skinner dalam Alwisol, 2009). Artinya meskipun kondisi eksternal sangat mempengaruhi, dengan kemampuan kontrol diri individu dapat memilih perilaku mana yang akan ditampilkan.

Kesulitan dan gangguan perilaku seperti kebiasaan merokok berlebihan, meminum minuman keras, dan berkelahi atau tawuran banyak bersumber dari rendahnya kontrol diri, sebagaimana Messina dan Messina (dalam Sriyanti, 2011) menyatakan self-destructive bersumber dari self control yang rendah.

Self control sangat diperlukan agar seseorang tidak terlibat dalam pelanggaran norma keluarga, sekolah dan masyarakat. Santrock (1998) menyebut beberapa perilaku yang melanggar norma yang memerlukan self control kuat meliputi dua jenis pelanggaran, yaitu tipe tindakan pelanggaran ringan ( status-offenses ) dan pelanggaran berat ( index-offenses ). Pelanggaran norma secara rinci meliputi:

  • Tindakan yang tidak diterima masyarakat sekitar karena bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, seperti bicara kasar dengan orang tua dan guru.

  • Pelanggaran ringan yaitu; melarikan diri dari rumah dan membolos.

  • Pelanggaran berat merupakan tindakan kriminal seperti merampok, menodong, membunuh, menggunakan obat terlarang.C(Santrock, 1998)

Pelanggaran norma sudah sangat sering dijumpai terutama dalam kehidupan remaja. Dengan demikian, self control perlu dikembangkan agar individu mampu menampilkan perilaku konstruktif dalam kehidupannya.

Definisi Kontrol Diri

Berikut diuraikan definisi self control menurut beberapa ahli. Menurut Berk (1995), Self control merupakan kemampuan individu untuk menghambat atau mencegah suatu impuls agar tidak muncul dalam bentuk tingkah laku yang melanggar atau bertentangan dengan standar moral. Goldfried dan Merbaum (Muharsih, 2008) mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif.

Menurut Louge (1995) “ self control as the choice of the large, more delayed outcome” . Logue memaknai self control sebagai suatu pilihan tindakan yang akan memberikan manfaat lebih besar dengan cara menunda kepuasan sesaat. Individu biasanya memiliki kesulitan untuk menolak kesenangan yang menghampirinya, meskipun kesenangan akan memberikan dampak atau konsekuensi negatif di masa yang akan datang. Individu dengan self control yang baik akan mampu mengambil pilihan yang dapat memberikan dampak positif yang lebih besar di masa yang akan datang meskipun perlu mengesampingkan kesenangan sesaat.

Chaplin mendefinisikan self control sebagai kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif (Terjemahan Kartini Kartono, 2002). Self control memiliki peran untuk mencegah individu berperilaku impulsif agar tidak melanggar standar perilaku. Self control dapat membuat individu menampilkan perilaku yang sesuai dengan tuntutan lingkungannya sehingga tidak akan menimbulkan keresahan dalam berhubungan dengan dirinya sendiri dan orang lain.

Berdasarkan paparan para ahli, dapat disimpulkan self control merupakan kemampuan individu yang bermanfaat untuk mencegah, mengatur, dan mengelola dorongan dalam diri agar tidak melanggar standar moral yang berlaku untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar.

Pakar psikologi kontrol diri, Lazarus (dalam Thalib, 2010) menjelaskan bahwa kontrol diri menggambarkan keputusan individu melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun guna meningkatkan hasil dan tujuan tertentu sebagaimana yang diinginkan.

Selanjutnya, secara sederhana Gleitman (Thalib, 2010) mengatakan bahwa kontrol diri merujuk ada kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang ingin dilakukan tanpa terhalangi baik oleh rintangan maupun kekuatan yang berasal dari dalam individu.

Jadi, kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk mengendalikan dorongan-dorongan, baik dari dalam diri maupun dari luar diri individu. Individu yang memiliki kemampuan kontrol diri akan membuat keputusan dan mengambil langkah tindakan yang efektif untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan.

Menurut Kartono (1987) kontrol diri adalah mengatur sendiri tingkah laku yang dimiliki. Menurut Ghufron (2011) kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya. Selain itu, juga kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilakn diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya.

Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron, 2011) mendefinisikan kontrol diri ( self control ) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang, dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Goldfried dan Merbaum mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif. Kontrol diri juga menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan.

Synder dan Gangestad (dalam Ghufron, 2011) mengatakan bahwa konsep mengenai kontrol diri secara langsung sangat relevan untuk melihat hubungan antara pribadi dengan lingkungan masyarakat dalam mengatur kesan masyarakat yang sesuai dengan isyarat situasional dalam bersikap dan berpendirian yang efektif.

Menurut Mahoney dan Thoresen (dalam Ghufron, 2011) kontrol diri merupakan jalinan yang secara utuh ( integrative ) yang dilakukan individu terhadap lingkungannya. Individu dengan kontrol diri tinggi sangat memerhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Individu cenderung akan mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat perilakunya lebih responsif terhadap petunjuk situasional, lebih fleksibel, berusaha untuk memperlancar interaksi sosial, bersikap hangat dan terbuka.

Kontrol diri dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku. Pengendalian tingkah laku mengandung makna, yaitu melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak. Semakin tinggi kontrol diri semakin intens pengendalian terhadap tingkah laku.

Aspek aspek Kontrol Diri


Averill (dalam Ghufron, 2011) menyebut kontrol diri dengan sebutan kontrol personal yaitu mengontrol perilaku (behavior control), mengontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decesional control).

  1. Mengontrol perilaku (Behavior Control)
    Kontrol perilaku merupakan kesiapan tersedianya suatu respons yang dapat secara langsung memengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability).

    Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan. Apakah dirinya sendiri atau aturan perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi.

    Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang waktu di antara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung, dan membatasi intensitasnya.

  2. Mengontrol kognitif (Cognitive control)
    Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diiinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal).

    Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memerhatikan segi-segi positif secara subjektif.

  3. Mengontrol kepuasan (Decesional control)
    Mengontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi, baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.

Menurut Block dan Block ada tiga jenis kualitas kontrol diri yaitu over control, under control, dan appropriate control. Over control merupakan kontrol diri yang dilakukan oleh individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri dalam bereaksi terhadap stimulus. Under control merupakan suatu kecenderungan individu untuk melepaskan impulsivitas dengan bebas tanpa perhitungan yang masak. Sementara appropriate control merupakan kontrol individu dalam upaya mengendalikan impuls secara tepat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri


Sebagaimana faktor psikologis lainnya, kontrol diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besarnya faktor-faktor yang memengaruhi kontrol diri ini terdiri dari faktor internal (dari diri individu) dan faktor eksternal (lingkungan individu).

  1. Faktor Internal
    Menurut Newman (dalam Ghufron, 2011) faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang itu.

  2. Faktor eksternal
    Menurut Hurlock (dalam Ghufron, 2011) faktor eksternal ini di antaranya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga terutama orang tua menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang. Hasil penelitian Nasichah (dalam Ghufron, 2011) menunjukkan bahwa persepsi remaja terhadap penerapan disiplin orang tua yang semakin demokratis cenderung diikuti tingginya kemampuan mengontrol dirinya.

    Oleh sebab itu, bila orang tua menerapkan sikap disiplin kepada anaknya secara intens sejak dini, dan orang tua tetap konsisten terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka sikap kekonsistensian ini akan diinternalisasi anak. Di kemudian akan menjadi kontrol diri baginya.

Kontrol diri ( self control ) ialah kemampuan seseorang untuk dapat mengendalikan tingkah laku, menahan diri, atau tidak memperlihatkan perasaan seseorang, seperti memperlihatkan atau mencoba mengendalikan diri untuk tidak marah, dan sebagainya (Hornby A. S, 1995).

Goleman(1998) mendefinisikan kontrol diri sebagai managing or keeping disruptive emotions and impulses in check effectively . Kontrol diri yang dimaksud ialah proses mengelola atau menjaga emosi-emosi yang mengganggu atau menghambat dan impuls-impulsnya secara benar dan efektif.

Aspek-aspek Kontrol Diri

Kemudian Tangney, Baumeister, dan Boone (Ursia, Saputram dan Susanto, 2013) mengemukakan bahwa kontrol diri terdiri atas lima aspek, yaitu:

  1. Disiplin diri ( self-discipline ) Mengacu pada kemampuan individu dalam melakukan disiplin diri. Hal ini berarti individu mampu memfokuskan diri saat melakukan tugas.

  2. Kehati-hatian ( deliberaate atau nonimpulsive ) Kecenderungan individu untuk melakukan sesuatu dengan pertimbangan tertentu, bersifat hati-hati, dan tidak tergesagesa.ketika individu sedang bekerja, ia cenderung tidak mudah teralihkan. Individu yang tergolong nonimpulsive dapat bersifat tenang dalam mengambil keputusan dan bertindak.

  3. Kebiasaan Sehat ( healthy habits ) Kemampuan mengatur pola perilaku menjadi kebiasaan yang menyehatkan bagi individu. Oleh karena itu, individu dengan healthy habits akan menolak sesuatu yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi dirinya meskipun hal tersebut menyenangkan.

  4. Etika Kerja ( work ethic ) Berkaitan dengan penilaian individu terhadap regulasi diri mereka di dalam layanan etika kerja. Individu mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik tanpa dipengaruhi oleh hal-hal di luar tugasnya meskipun hal tersebut bersifat menyenangkan.

  5. Konsisten ( reliability ) Dimensi yang berkaitan dengan penilaian individu terhadap kemampuan dirinya dalam pelaksaan rancangan jangka panjang untuk pencapaian tertentu. Individu ini secara konsisten akan mengatur perilakunya untuk mewujudkan setiap perencanaannya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri

Calhoun dan Acocella (Utami dan Sumaryono, 2008) mengemukakan bahwa keberhasilan kontrol diri dipengaruhi oleh tiga faktor dasar, yaitu:

  1. Memilih dengan tidak tergesa-gesa

  2. Memilih di antara dua perilaku yang bertentangan, yang satu memberikan kepuasan seketika dan yang satunya memberikan reward jangka panjang.

  3. Memanipulasi stimulus dengan tujuan membuat sebuah perilaku menjadi tidak mungkin dan perilaku satunya lebih memungkinkan.

Mengembangkan Kontrol Diri

Goleman (Luthfia, 2007) menyatakan bahwa mengembangkan kontrol diri dibutuhkan pengendalian diri untuk menjaga agar emosi, impuls dan tingkah laku tetap terkendali. Cara-cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan kontrol diri seseorang antara lain:

  1. Kemampuan mengelola dengan baik perasaan-perasaan impuls dan emosi-emosi yang menekan.

  2. Kemampuan untuk tetap teguh, tetap positif dan tidak goyah bahkan dalam situasi yang paling berat.

  3. Kemampuan berfikir jernih dan tetap terfokus kendati dalam tekanan.

Kontrol diri ( Self Control ) merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya (Ghufron dan Risnawati, 2010). Selain itu, juga kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya.

Thompson (dalam Utami & Sumaryono, 2008) menyatakan bahwa unsur utama yang menjadi poin penting dalam manifestasi kontrol diri ialah keyakinan individu terhadap dirinya dalam mencapai hasil yang diinginkan dengan cara mengendalikan emosi dan dorongan-dorongan dari dalam dirinya.

Aspek Self Control

Sedangkan menurut Tangney menyatakan bahwa terdapat lima aspek dalam kontrol diri ( Self control ), yaitu:

  1. Self-discipline

Mengacu pada kemampuan individu dalam melakukan disiplin diri. Hal ini berarti individu mampu memfokuskan diri pada saat melakukan tugas. (Tangney, Baumeister & Boone, 2014).

  1. Deliberate/nonimpulsive

Kecenderungan individu untuk melakukan sesuatu dengan pertimbangan tertentu, bersifat hati-hati, dan tidak tergesa-gesa. Ketika individu sedang bekerja, ia cenderung tidak mudah teralihkan. Individu yang tergolong nonimpulsive mampu bersifat tenang dalam mengambil keputusan dan bertindak (Tangney, Baumeister & Boone, 2014).

  1. Healthy habits

Kemampuan mengatur pola perilaku menjadi kebiasaan yang menyehatkan bagi individu (Tangney, Baumeister & Boone, 2014).

  1. Work ethic

Berkaitan dengan penilaian individu terhadap regulasi diri mereka di dalam layanan etika kerja. Individu mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik tanpa dipengaruhi oleh hal-hal di luar tugasnya meskipun hal tersebut bersifat menyenangkan.

  1. Reliability

Aspek yang terkait dengan penilaian individu terhadap kemampuan dirinya dalam pelaksanaan rancangan jangka panjang untuk pencapaian tertentu (Tangney, Baumeister & Boone, 2014).

Jenis - Jenis Self Control

Menurut Block terdapat tiga jenis kontrol diri, yaitu:

1. Over control

Merupakan kontrol diri yang dilakukan oleh individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri dalam bereaksi terhadap stimulus (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010).

2. Under control

Merupakan suatu kecenderungan individu untuk melepaskan impulsivitas dengan bebas tanpa perhitungan masak (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010).

3. Appropriate control

Merupakan kontrol individu dalam upaya mengendalikan impuls secara tepat (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010).