Apa yang dimaksud dengan pengelolaan diri atau self management?

Konseling Individu

Apa yang dimaksud dengan pengelolaan diri atau self management?

1 Like

Menurut Komalasari, Wahyuni & Karsih (Komalasari, Wahyuni & Karsih, 2011) Pengelolaan diri (self management) adalah prosedur dimana individu mengatur perilakunya sendiri. Pada teknik ini individu terlibat pada beberapa atau keseluruhan komponen dasar yaitu: menentukan perilaku sasaran, memonitor perilaku tersebut, memilih prosedur yang akan diharapkan, melaksanakan prosedur tersebut, dan mengevaluasi efektivitas prosedur tersebut.

Gagasan pokok dari penilaian self management adalah bahwa perubahan bisa dihadirkan dengan mengajar orang dalam menggunakan keterampilan menangani situasi bermasalah. Dalam program self management ini individu mengambil keputusan tentang hal-hal ang berhubungan dengan perilaku khusus yang ingin dikendalikan atau diubah. Teknik Self management menunjuk pada suatu teknik dalam terapi kognitif-behavior yang drancang untuk membantu konseli mengontrol dan mengubah tingkah lakunya sendiri kearah yang lebih efektif.

Tujuan Teknik Self management


Tujuan teknik Self management menurut Ratna (Ratna, 2013) adalah untuk memperdayakan klien untuk dapat menguasai dan mengelola perilaku mereka sendiri. Dengan adanya pengelolaan pikiran, perasaan dan perbuatan akan mendorong pada pengurangan terhadap hal-hal yang tidak baik dan peningkatan hal-hal yang baik dan benar.

Manfaat Teknik Self management


Manfaat teknik self management menurut Ratna (Ratna, 2013) antara lain:

  1. Membantu individu untuk dapat mengelola diri baik pikiran, perasaan dan perbuatan sehingg dapat berkembang secara opimal.

  2. Dengan melibatkan individu secara aktif maka akan menimbulkan perasaan bebas dari kontrol orang lain.

  3. Dengan meletakan tanggungjawab perubahan sepenuhnya kepada individu maka individu akan menganggap bahwa perubahan yang terjadi karena usahanya sendir lebih tahan lama.

Tahapan Teknik Konseling Self management


Konseling merupakan proses komunikasi bantuan yang amat penting, diperlukan model yang dapat menunjukkan kapan dan bagaimana konselor melakukan intervensi kepada konseli. Dengan kata lain, konseling memerlukan keterampilan ( skill ) pada pelaksanaannya. Menurut Gunarsa (Gunarsa, 1989) menyatakan bahwa Self management meliputi pemantauan diri ( Self monitoring ), reinforcement yang positif ( self reward ), kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri ( self contracting ) dan penguasaan terhadap rangsangan (stimulus control).

  1. Pemantauan diri ( self monitoring )

    Menurut Komalasari, Wahyuni & Karsih (Komalasari, Wahyuni & Karsih, 2011) tahap pemantauan diri ( self monitoring ) yaitu konseli dengan sengaja mengamati tingkah lakunya sendiri serta mencatatnya dengan teliti. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh konseli dalam mencatat tingkah laku adalah frekuensi, intensits dan durasi tingkah laku. Dalam proses ini konseli mengamati dan mencatat segala sesuatu tentang dirinya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Dalam pemantauan diri ini biasanya konseli mengamati dan mencatat perilaku masalah, mengendalikan penyebab terjadinya masalah ( antecedent ) dan menghasilkan konsekuensi.

  2. Reinforcement yang positif ( self reward )

    Digunakan untuk membantu konseli mengatur dan memperkuat perilakunya melalui konsekuensi yang dihasilkan sendiri. Menurut Ratna (Ratna, 2012) reinforcement positif ( self reward ) yaitu tahap untuk mengubah setting dan antecedent untuk mengarahkan perilaku ke arah yang dinginkan. Ganjaran ini digunakan untuk menguatkan atau meningkatkan perilaku yang diinginkan. Asumsi dasar teknik ini adalah bahwa dalam pelaksanannya, ganjaran diri pararel dengan ganjaran yang dihadirkan diri sendiri sama dengan ganjaran yang mendesak perilaku sasaran.

  3. Kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri ( self contracting )

    Menurut Ratna (Ratna, 2012) kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri merupakan tahap untuk mengubah perilaku dengan melihat konsekuensi atau tujuan yang diinginkan. Ada beberapa langkah dalam self contracting ini yaitu:

    • Konseli membuat perencanaan untuk mengubah pikiran, perilaku dan perasaan yang diinginkannya
    • Konseli menyakini semua yang ingin diubahnya
    • Konseli bekerja sama dengan teman atau keluarga untuk program self management nya
    • Konseli akan menanggung resiko dengan program self management yang dilakukannya
    • Pada dasarnya, semua yang konseli harapkan mengenai perubahan pikiran, perilaku dan perasaan adalah untuk konseli itu sendiri.
    • Konseli menuliskan peraturan untuk dirinya sendiri selama menjalani proses self management .
  4. Penguasaan terhadap rangsangan ( self control )

    Menurut Komalasari, Wahyuni & Karsih (Komalasari, Wahyuni & Karsih, 2011) tahap penguasaan terhadap rangsangan ( self control ) merupakan tahap untuk mengevaluasi penggunaan manajemen diri pada perilaku yang ditargetkan pada akhir periode. Teknik ini menekankan untuk mempertahankan perilaku baru yang diinginkan.

Hal-hal yang harus Diperhatikan dalam Teknik Self management


Menurut Ratna (2012:60) Dalam membantu Klien merancang program penguatan, penting bahwa klien memersepsi bahwa diinyalah yang telah memilih tujuan atau perilaku tergetnya dan bahwa drinya memiliki rasa percaya diri untuk menyelesaika tugas-tugas yang akan membawa hasil yang diinginkan. Dalam pelaksanaan teknik Self management biasanya diikuti pula dengan pengaturan lingkungan untuk mempermudah terlaksananya pengelolaan diri. Pengaturan lingkungan dimaksudkan untuk menghilangkan faktor penyebab dan dukungan untuk perilaku yang akan dikurangi. Pengaturan lingkungan dapat berupa:

  1. Mengubah lingkungan fisik sehingga perilaku yang tidak dikehendaki sulit dan tidak mungkin dilaksanakan.

  2. Mengubah lingkungan sosial sehingga lingkungan sosial ikut mengontrol tingkah laku konseli.

  3. Mengubah lingkungan atau kebiasaan sehingga menjadi perilaku yang tidak dikehendaki hanya dapat dilakukan pada waktu dan tempat tertentu saja.

Edelson mengungkapkan “self-management is a psychological term used to describe the process of achieving personal autonomy”. Pada dasarnya self-management adalah sebuah terminologi psikologis untuk menggambarkan proses pencapaian otonomi diri.

Self-management dalam terminologi pendidikan, psikologi, dan bisnis adalah metode, keterampilan dan strategi yang dapat dilakukan oleh individu dalam mengarahkan secara efektif pencapaian tujuan aktivitas yang mereka lakukan, termasuk di dalamnya goal setting, planning, scheduling, task tracking, self-evaluation, self-intervention, self-development. Selain itu self-management juga dikenal sebagai proses eksekusi (pengambilan keputusan).

Self management atau pengelolaan diri adalah suatu strategi pengubahan perilaku yang dalam prosesnya konseli mengarahkan perubahan perilakunya sendiri dengan suatu teknik atau kombinasi teknik teurapetik (Cormier&Cormier, 1985). Merriam& Caffarella (Knowles, 2003) menyatakan bahwa pengarahan diri merupakan upaya individu untuk melakukan perencanaan, pemusatan perhatian, dan evaluasi terhadap aktivitas yang dilakukan.

Di dalamnya terdapat kekuatan psikologis yang memberi arah pada individu untuk mengambil keputusan dan menentukan pilihannya serta menetapkan cara-cara yang efektif dalam mencapai tujuannya. “Terapi (therapy) merupakan perlakuan (treatment) yang ditujukan terhadap penyembuhan suatu kondisi psikologis individu atau siswa” (Thantawy, 2005). Cognitive-behavior therapy mulai banyak dibicarakan pada tahun 70- an.

Salah satu tokohnya adalah Meichenbaum. Cognitive-Behavior Therapy (CBT) merupakan salah satu rumpun aliran konseling direktif yang dikemukakan oleh Williamson dengan modifikasi bersama teknik kognitif. CBT dipandang efektif oleh para ahli sebagai pencegahan dan pengobatan terhadap gangguan Body Dysmorphic Disorder (BDD). Foreyt & Goodrich (1981; Ramli, 2005) menjelaskan bahwa “terapi perilaku kognitif merupakan seperangkat prinsip dan prosedur yang memiliki asumsi bahwa proses kognitif mempengaruhi tingkah laku dan proses tersebut dapat diubah melalui teknik kognitif dan perilaku”.

Self-management merupakan salah satu model dalam cognitive-behavior therapy. Self-management meliputi pemantauan diri (self-monitoring), reinforcement yang positif (self-reward), kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self-contracting), dan penguasaan terhadap ransangan (stimulus control) (Gunarsa, 1996). Selanjutnya dinyatakan bahwa self-instructional merupakan teknik kognitif yang mempunyai peranan penting atau sebagai penyokong terhadap self-management. “Cognitive theory suggests that some problems in self-management may be caused by faulty constructs or other cognitions about the world or people around us, or of ourselves” (Yates, 1985).

Pengaruh teori kognitif pada masalah-masalah self-management disebabkan oleh kesalahan konstruksi-konstruksi atau kognisi-kognisi yang lain tentang dunia atau orang-orang di sekitar kita atau diri kita sendiri. Selfinstructional atau menginstruksi diri sendiri pada hakikatnya adalah bentuk restrukturisasi aspek kognitif. Urgensi dari hal tersebut terungkap bahwa pernyataan terhadap diri sendiri sama pengaruhnya dengan pernyataan yang dibuat orang lain terhadap dirinya (Meichenbaum; dalam Gunarsa, 1996).

Hasil suatu penelitian ditunjukkan bahwa self-instructions dapat meningkatkan prosedur reinforcement (MacPherson, Candee, & Hohman, 1974; dalam Yates, 1985) dan pada suatu eksperimen berhasil meningkatkan kreativitas (Meichenbaum, 1975; dalam Yates, 1985). Anggapan dasar Self management merupakan teknik kognitif behavioral adalah bahwa setiap manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan positif maupun negatif.

Setiap perilaku manusia itu merupakan hasil dari proses belajar (pengalaman) dalam merespon berbagai stimulus dari lingkungannya. Namun self management juga menolak pandangan behavioral radikal yang mengatakan bahwa manusia itu sepenuhnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungannya. Self-management merupakan serangkaian teknis untuk mengubah perilaku, pikiran, dan perasaan.

Aspek-aspek yang dapat dikelompokkan ke dalam prosedur self-management menurut Yates (1985) adalah:

  1. Management by antecedent: pengontrolan reaksi terhadap sebab-sebab atau pikiran dan perasaan yang memunculkan respon.

  2. Management by consequence: pengontrolan reaksi terhadap tujuan perilaku, pikiran, dan perasaan yang ingin dicapai.

  3. Cognitive techniques: pengubahan pikiran, perilaku dan perasaan. Dirumuskan dalam cara mengenal, mengeliminasi dan mengganti apa-apa yang terefleksi pada antecedents dan consequence.

  4. Affective techniques: pengubahan emosi secara langsung. Management by antecedent dan management by consequence disebut juga sebagai bentuk dari teknik intervensi perilaku, yang merupakan implementasi dari teknik kognitif atau afektif.

Pada kenyataannya, keempat aspek itu akan saling berkaitan satu sama lain. Teknik-teknik afektif merupakan program makro dengan tujuan untuk mengubah emosi dan sikap. Hal itu melibatkan peran antara siswa dan konselor. Teknik-teknik kognitif berguna dalam pengubahan pikiran dan pola-polanya. Dikatakan pula sebagai program meso. Teknik-teknik perilaku merupakan aspek khusus/layanan mikro yang mengubah perilaku-perilaku tertentu dari siswa (Yates, 1985).

Self-management merupakan seperangkat prinsip atau prosedur yang meliputi pemantauan diri (self-monitoring), reinforcement yang positif (self-reward), perjanjian dengan diri sendiri (self contracting), penguasaan terhadap rangsangan (stimulus control) dan merupakan keterkaitan antara teknik cognitive, behavior, serta affective dengan susunan sistematis berdasarkan kaidah pendekatan cognitive-behavior therapy, digunakan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam proses pembelajaran yang diharapkan.

Tujuan Self-Manajement


  1. Memberikan peran yang lebih aktif pada siswa dalam proses konseling.
  2. Keterampilan siswa dapat bertahan sampai di luar sesi konseling.
  3. Perubahan yang mantap dan menetap dengan arah prosedur yang tepat.
  4. Menciptakan keterampilan belajar yang baru sesuai harapan.
  5. Siswa dapat mempola perilaku, pikiran, dan perasaan yang diinginkan.

Self-Management sebagai Suatu Strategi Konseling


Self-management adalah suatu strategi pengubahan perilaku yang dalam prosesnya klien mengarahkan perubahan perilakunya sendiri dengan suatu teknik atau kombinasi teknik terapetik (Cormier & Cormier’ 1989). Self management merupakan suatu strategi yang masih relatif baru dalam dunia konseling: “Self-management is a relative recent strategy in counseling" (Cormier & Cormier,1985).

Pengelolaan-diri baru muncul pada tahun 1970 dari tradisi konseling behavioral kontemporer setelah kaum behavioral memperhatikan pentingnya peranan kognisi terhadap terjadinya perubahan perilaku dan memberikan apresisasi terhadap kekuatan self-directed behavior (Shelton,1976). Pengembangan dan penggunaan self-management dalam konseling pada mulanya dikembangkan oleh Williams dan Long (Corey,1982).

Beberapa pelopor dan penganjur, yang selanjutnya juga menjadi pengembang, strategi self-management adalah Meinchenbaum dengan self-instruction-nya, Mahoney dan Thorensen dengan self-control-nya, serta Watson dan Tarp dengan self directionnya (Mahoney&Arnkoff, 1978; Krumbolt &Saphiro, 1979).

Pada awal dikembangkannya self-management masih belum terdapat istilah yang mantap untuk digunakannya masih belum ada kesepakatan dari para pelopornya sehingga masih bervariasi istilah yang digunakan. Sangat bervariasinya istilah yang digunakan itu sempat menimbulkan kekaburan dan kebingungan terminologis. Hanya saja, para pakar konseling itu sepakat bahwa pada intinya menunjuk kepada strategi pengubahan dan pengembangan perilaku yang sangat menekankan pada kemampuan individu untuk melakukannya sendiri dengan seminimal mungkin adanya arahan dari konselor. Meskipun pada awalnya masih bervariasi istilah yang digunakan, tetapi pada perkembanganperkernbangan selanjutnya terdapat kesepakatan untuk menggunakan istilah self-management.

Demikian pula cormier dan cormier (1989) memandang lebih tepat menggunakan istilah self-management itu karena :

  1. Self-management lebih menunjuk pada pelaksanaan dan penanganan kehidupan seseorang dengan menggunakan suatu keterampilan yang dipelajari.
  2. Self-management juga dapat menghindarkan konsep inhibisi dan pengendalian dari luar yang seringkali dikaitkan dengan konsep kontrol dan regulasi.

Self-management merupakan suatu strategi kognitif behavioral. Anggapan dasarnya adalah bahwa setiap manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan positif maupun negatif. Segenap perilaku manusia itu merupakan hasil dari proses belajar dalam merespons terhadap berbagai stimulus dari lingkungannya. Namun self-management menentang keras pandangan behavioral radikal yang mengatakan bahwa manusia itu sepenuhnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungannya.

Secara tegas Cormier dan Cormier (1989) mengatakan bahwa self-management bukanlah suatu pendekatan yang sepenuhnya deterministik dan mekanistik yang menyingkirkan potensi klien untuk membuat pilihan dan keputusan. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam proses belajar untuk menghasilkan perilaku itu aspek kognitif juga memiliki peranan penting terutama dalam mempertimbangkan berbagai tindakan yang hendak dilakukan, menentukan pilihan-pilihan tindakan itu, dan mengambil keputusan tindakan perilakunya. Atas dasar semua itu pula, maka strategi self-management justru memberikan posisi terhormat terhadap proses kognitif dan self -regulated behavior.

Berdasarkan pandangan tentang hakikat manusia dan perilakunya itu, self-management bertujuan untuk rnembantu klien agar dapat mengubah perilaku negatifnya dan mengembangkan perilaku positifnya dengan jalan mengamati diri sendiri; mencatat perilaku-perilaku tertentu (pikiran, perasaan, dan tindakannya) dan interaksinya dengan peristiwa-peristiwa lingkungannya; menata kembali lingkungan sebagai isyarat khusus (cues) atau anteseden atas respons tertentu; serta menghadirkan diri dan menentukan sendiri stimulus positif yang mengikuti respons yang diinginkan.

Ada beberapa asumsi dasar yang melandasi self-management sebagai strategi pengubahan dan pengembangan perilaku dalam konseling yaitu:

  1. Pada dasarnya klien memiliki kemampuan untuk mengamati; mencatat; dan menilai pikiran, perasaan, dan tindakannya sendiri.

  2. Pada dasarnya klien memiliki kekuatan dan keterampilan yang dapat dikembangkan untuk menyeleksi faktor-faktor lingkungan.

  3. Pada dasarnya klien memiliki kekuatan untuk memilih perilaku yang dapat menimbulkan rasa senang dan menjauhkan perilaku yang menimbulkan perasaan tidak senang.

  4. Penyerahan tanggung jawab kepada klien untuk mengubah atau mengembangkan perilaku positifnya amat sesuai dengan kedirian klien karena klienlah yang paling tahu, paling bertanggung jawab, dan dengan demikian paling mungkin untuk mengubah dirinya.

  5. Ikhtiar mengubah atau mengembangkan diri atas dasar inisiatif dan penemuan sendiri, membuat perubahan itu bertahan lama (Cormier & Cormier, 1985 ; Nye, 1975; Mayer, 1978; O’leary & O’Leary, 1977).