Apa yang dimaksud dengan Pengakuan dalam Hukum Internasional ?

Pengakuan dalam Hukum Internasional

Pengakuan dalam Hukum Internasional merupakan perbuatan bebas suatu negara/beberapa negara yang membenarkan terbentuknya suatu organisasi kekuasaan dan menerima organisasi kekuasaan itu sebagai anggota masyarakat internasional.

Apa yang dimaksud dengan Pengakuan dalam Hukum Internasional ?

Secara umum pengakuan dapat diberikan kepada negara baru atau pemerintah baru oleh sesuatu negara dan oleh organisasi-organisasi internasional. Pengakuan adalah pernyataan dari suatu negara yang mengakui suatu negara lain sebagai subjek hukum internasional. Pengakuan yang diberikan negara atau pihak-pihak lain sangat tergantung kepada kemauan atau kepentingannya, karena pengakuan itu lebih merupakan kebijaksanaan politik ketimbang hukum.

Terdapat dua teori pokok mengenai hakikat, fungsi dan pengaruh pengakuan yaitu teori konstitutif dan teori deklarator.

  • Teori Konstitutif

    Menurut pendukung teori konstitutif, hanya tindakan pengakuanlah yang menciptakan status kenegaraan atau yang melengkapi pemerintah baru dengan otoritasnya di lingkungan internasional.

  • Teori Deklarator atau evidenter

    Menurut pendukung teori ini, status kenegaraan atau otoritas pemerintah baru telah ada sebelum adanya pengakuan dan status ini tidak bergantung pada pengakuan. Tindakan pengakuan semata-mata hanya pengumuman resmi terhadap situasi fakta yang ada.

Sebagaimana diketahui bahwa pengakuan sebagai perbuatan bebas dari suatu negara. Oleh karena itu, setiap negara, organisasi internasional dan pihak lainnya dapat bebas memberikan pengakuan yang didasarkan kepada kepentingan politik dan ekonominya atau dari pengakuan itu dapat menguntungkan dirinya. Dengan demikian pengakuan dapat diberikan dengan beberapa cara, yaitu pengakuan secara tegas (eksplisit) dan pengakuan secara diam-diam (implisit).

Pengakuan secara tegas dapat dilakukan dengan mengirimkan pernyataan pengakuan terhadap pemerintah atau negara baru, atau pernyataan dilakukan dengan hanya mengirimkan nota diplomatik kepada pihak lain. Pengakuan secara tegas (eksplisit) dilakukan apabila dikirimkan sebuah nota resmi atau dikeluarkannya suatu penyataan resmi yang mengumumkan niat pengakuan itu oleh negara yang bersangkutan. Nota tersebut dialamatkan kepada pemerintah negara yang meminta pengakuan. Disamping itu, dapat juga dilakukan dengan cara mengirimkan telegram atau telepon kepada pihak yang diakuinya. Sedangkan pengakuan secara diam-diam (implisit) yaitu pengakuan yang terjadi apabila suatu negara mengadakan hubungan dengan pemerintah atau negara baru dengan mengirimkan seorang wakil diplomatik, mengadakan pembicaraan dengan pejabat-pejabat resmi ataupun kepala negara setempat atau membuat persetujuan dengan negara tersebut.

Negara baru dapat terbentuk karena terjadinya suksesi negara melalui berbagai cara, seperti pendudukan (occupation) , pemisahan diri (succession) atau pemberontakan dalam suatu negara yang bertujuan untuk mendirikan negara baru. Terbentuknya suatu negara baru juga dihadapkan kepada adanya pengakuan dari negara-negara lain atau pihak lain. Dalam rangka mengakui suatu negara baru pada umumnya negara-negara memakai kriteria, antara lain yaitu:

  • Keyakinan adanya stabilitas di negara tersebut.
  • Dukungan umum dari penduduk.
  • Kesanggupan dan kemauan untuk melaksanakan kewajiban internasional.

Pengakuan pemerintah ialah suatu pernyataan dari suatu negara bahwa negara tersebut telah siap dan bersedia berhubungan dengan pemerintahan yang baru diakui sebagai organ yang bertindak untuk dan atas nama negaranya. Adapun perbedaan antara pengakuan negara dan pemerintah antara lain:

  • Pengakuan negara ialah pengakuan terhadap suatu entitas baru yang telah mempunyai semua unsur konstitutif negara dan yang telah menunjukkan kemauannya untuk melaksanakan hak-hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat internasional.

  • Pengakuan negara mengakibatkan pula pengakuan terhadap pemerintah negara yang diakui dan berisikan kesediaan negara yang mengakui untuk mengadakan hubungan dengan pemerintah yang baru.

  • Pengakuan terhadap suatu negara sekali diberikan tidak dapat ditarik kembali, sedangkan pengakuan terhadap suatu pemerintah dapat dicabut sewaktu- waktu.125

Bila disuatu negara terjadi pemberontakkan dan pemberontakkan tersebut telah memecah belah kesatuan nasional dan efektifitas pemerintahan maka keadaan ini menempatkan negara-negara ketiga dalam keadaan yang sulit terutama dalam melindungi berbagai kepentingannya di negara tersebut. Dalam keadaan ini lahilah sistem pengakuan pemberontak (belligerency) . Negara-negara ketiga dalam sikapnya membatasi diri hanya sekedar mencatat bahwa para pemberontak tidak kalah dan telah menguasai sebagian wilayah nasional dan mempunyai kekuasaan secara fakta.

Suatu perkembangan baru dalam hukum internasional adalah diberikannya pengakuan terbatas kepada gerakan-gerakan pembebasan nasional yang memungkinkannya untuk ikut dalam PBB atau organisasi-organisasi internasional tertentu. Namun, pengakuan semacam ini belum bersifat universal dan masih ditolak terutama oleh negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Inggris dengan alasan Piagam PBB tidak berisi ketentuan mengenai peninjau dan gerakan-gerakan pembebasan adalah kelompok bukan negara.

Sebagaimana dikatakan oleh pakar Hukum Internasional Amerika Serikat, MOORE, maka pengakuan berguna untuk menjamin bahwa mengadakan berbagai hubungan dengan negara-negara lain secara aman dan sempurna, tanpa khawatir kedudukanya sebagai kesatuan politik itu akan diganggu oleh negara-negara yang telah ada.

Sementara itu pengakuan ialah perbuatan politik dimana suatu Negara menunjukan kesediaannya untuk mengakui suatu situasi fakta dan menerima akibat hukum dari pengakuan tersebut. Kemudian dalam praktek negara modern pengakuan bukan sekedar mengetahui (cognition), atau lebih daripada suatu pernyataan mengetahui bahwa suatu negara atau pemerintah memenuhi syarat untuk diakui.

Hal ini dibuktikan dengan fakta, antara lain bahwa mungkin saja terjadi penundaan sebelum suatu Negara atau pemerintah diakui, meskipun status Negara atau pemerintah itu tidak diperlukan lagi. Tujuan praktis pengakuan ialah diawalinya hubungan resmi dengan Negara-negara lain yang mengakui. Sekali pengakuan itu diberikan, maka tindakan itu berarti menghilangkan kemungkinan negara yang mengakui untuk mempersoalkan kembali syarat- syarat untuk diakuinya negara atau pemerintah terkait.

Sebagai tambahan tentang bentuk pengakuan tadi, masih terdapat pengakuan terhadap suatu
negara seperti, pemberontak, organisasi pembebasan bangsa, suatu Negara baru dapat menduduki tempatnya yang wajar sebagai suatu organisme politik yang merdeka dan berdaulat ditengah keluarga bangsa-bangsa sehingga ia dapat pengakuan atas wilayah, traktat baru dan lain-lain. ada juga pengakuan yang diberikan secara terang-erangan dan secara diam-diam8, dan terakhir adalah pengakuan secara de jure dan de facto.

Teori-Teori tentang Pengakuan


Dalam literatur-literatur hukum internasional maupun hukum tata negara, secara garis besar dapat ditemukan dua teori terkenal mengenai pengakuan yaitu teori konstitutif dan teori deklaratif.

1. Teori Konstitutif

Menurut pendukung teori konstitutif berpandangan bahwa suatu negara dianggap lahir sebagai negara baru jika telah diakui oleh negara lain, artinya sebuah negara belum dianggap ada sebagai Negara baru sebelum adanya pengakuan dari Negara lain. Dengan demikian pengakuan semacam itu memiliki kekuatan konstitutif. Brownlie mengatakan “Constitutivist doctrine creates a great many difficulties”.

Dalam artian bahwa apa yang dikatakan oleh pendukung teori konstitutif hanya menciptakan banyak kesulitan, jika teori tersebut diterapkan. Bahkan teori tersebut semakin tidak populer ketika pasal 3 Deklarasi Montevideo tahun 1933 tentang Hak-Hak dan Kewajiban Negara menyebutkan bahwa keberadan politik suatu Negara bebas dari pengakuan oleh Negara-negara lain.

Pendukung utama teori ini ialah Prof. Lauterpacht yang menyatakan bahwa “a state is, and becomes, an international person through recognition only and exclusively”, selanjutnya ditegaskan pula bahwa “Statehood alone does not imply membership of the family of nations”, untuk menguatkan sifat hukum dari perbuatan pengakuan, ia juga menegaskan bahwa “recognition is a quasi judicial duty and not an act of arbitrary discreation or a political concession”.

2. Teori Deklaratif

Pengakuan tidak menciptakan suatu Negara karena lahirnya suatu Negara semata-mata merupakan suatu fakta murni dan dalam hal ini pengakuan hanya penerimaan fakta tersebut. Mereka menegaskan bahwa suatu Negara begitu lahir langsung menjadi anggota masyarakat internasional dan pengakuan hanya merupakan pengukuhan dari kelahiran tersebut, jadi pengakuan tidak menciptakan suatu Negara. Pengakuan bukan merupakan syarat bagi kelahiran suatu Negara.

Menurut teori deklaratif ini pengakuan hanya merupakan pernyataan atau pengesahan saja (to declare) dari Negara yang memberikan pengakuan bahwa suatu Negara baru tersebut telah ada dalam pergaulan masyarakat internasional, asalkan secara objektif sudah memenuhi kualifikasi internasional dengan sendirinya sudah dapat diterima sebagai pribadi internasional (international personality) terlepas dari ada atau tidaknya negara yang mengakui. Dengan demikian, Negara baru tersebut sudah dapat menikmati hak-hak dan melaksanakan kewajiban- kewajibannya menurut hukum internasional, seperti Negara-negara lainya.

Teori deklaratif menetralisisasi eksistensi suatu Negara dari masalah pengakuan yang nyata-nyata sangat subjektif itu. Teori deklaratif ini dapat dikatakan lebih objektif dan netral daripada teori konstitusif yang dalam prakteknya sudah ditinggalkan karena eksistensi suatu negara tidak ditentukan oleh ada atau tidak adanya pengakuan negara-negara lain.

Ada beberapa kasus yang mencerminkan teori declaratory ini, salah satunya yang terdapat dalam Arbitrase Tinocco 1923.

Sebagaimana diketahui salah satu ciri pokok hubungan internasional sesudah tahun 1945 adalah menjamurnya Negara-negara baru setelah membebaskan diri dari kekuasaan colonial. Sehubungan dengan itu, hukum internasional tidak melarang gerakan-gerakan pembebasan nasional untuk menentang kekuasaan penjajah dan bahkan mendorongnya seperti terdapat dalam dokumen PBB terutama Resolusi 1514 (XV).

Era bagian kedua abad ke-20 adalah era dekolonisasi yang merombak komposisi masyarakat bangsa- bangsa sebelumnya dan yang sekaligus merombak persyaratan untuk menjadi anggota masyarakat Internasional.

Uraian tersebut menegaskan bahwa kelahiran suatu Negara adalah suatu peristiwa yang tidak berkaitan langsung dengan hukum internasional, sedangkan pengakuan yang diberikan kepada Negara yang baru lahir hanya bersifat politik, semacam pengukuhan terhadap statusnya sebagai anggota masyarakat internasional yang baru dengan segala hak dan kewajiban yang dimilikinya sesuai dengan hukum internasional.

Berdasarkan kedua teori diatas ada beberapa pendapat para ahli hukum internasional yang memaparkan beberapa bentuk- bentuk pengakuan yang dilakukan oleh negara-negara terhadap lahirnya negara baru:

  • Pengakuan de facto dan de jure
  • Pengakuan secara diam-diam (Implied Recognition)
  • Pengakuan Kolektif
  • Pengakuan Prematur
  • Pengakuan terhadap Pemberontak (Insurgency and Belligerency)
  • Pengakuan Bersyarat
  • Pengakuan terhadap Pemerintahan dan Demokrasi

Beberapa bentuk pengakuan diatas adalah realisasi dari kedua teori mengenai pengakuan terhadap lahirnya negara baru.