Apa yang dimaksud dengan Penerimaan Orang tua (Parental Acceptance)?

Penerimaan Orang tua atau Parental Acceptance

Apa yang dimaksud dengan Penerimaan Orang tua (Parental Acceptance)?

Penerimaan orang tua berawal dari terma penerimaan (acceptance) yang bermakna:

  1. menerima suatu hal sebagai sebuah penghargaan, penuh kepuasan, penuh tanggung jawab dan kewajiban;
  2. menyanggupi sesuatu;
  3. percaya dan meyakini, serta
  4. menerima dengan ketulusan.

Keempat pengertian tersebut merupakan makna dasar penerimaan yang pada akhirnya berkembang dalam disiplin ilmu Psikologi (Williams & Lynn, 2010). Williams dan Lynn (2010) mengemukakan, variabel penerimaan dapat ditemukan dalam cabang-cabang psikologi, seperti psikologi klinis, psikologi industri, serta psikologi sosial. Penerimaan orang tua (parental acceptance) merupakan pembahasan teori penerimaan interpersonal dari penerimaan sosial (Burchinal, dalam Williams & Lynn, 2010).

Penerimaan orang tua adalah dimensi kehangatan orang tua dalam mengasuh dan membesarkan anak yang berupa ikatan afeksi berkualitas antar orang tua dan anak (Rohner, Khaleque, & Cournoyer, 2012). Johnson dan Medinnus (dalam Ningrum, 2007) mendefinisikan penerimaan orang tua sebagai pemberian cinta tanpa syarat, yang tercermin melalui adanya perhatian yang kuat, cinta kasih terhadap anak, serta sikap penuh kebahagiaan mengasuh anak. Penerimaan orang tua adalah pemberian kehangatan atau afeksi kepada anak secara fisik dan verbal. Secara fisik dapat berupa pelukan, ciuman, rangkulan, dsb. Secara verbal dapat berupa pujian, penghargaan, dan menyatakan hal-hal yang menyenangkan.

Penerimaan orang tua mengarah pada taraf kehangatan dan afeksi yang dimunculkan orang tua terhadap anaknya (Arzeen, Hassan, & Riaz, 2012). Orang tua yang hangat atau menerima anaknya, sangat identik dengan ekspresi kepedulian yang aktif, pengasuhan, dan obrolan antar orang tua dan anak yang menghibur. Arzeen, Hassan, dan Riaz (2012) mengemukakan bahwa orang tua yang hangat akan membatasi kritik yang menyakitkan, hukuman, dan tidak adanya tanda-tanda penolakan dari orang tua. Ainworth, Blehar, Waters, dan Wall (Arzeen, Hassan, & Riaz, 2012) menekankan penerimaan orang tua sebagai komponen yang penting untuk perkembangan individual, sebab terdapat ikatan yang berkualitas, aman, dan kuat antara anak dan orang tua.

Penerimaan orang tua berasal dari Parental Acceptance-Rejection Theory (PARTheory) yang dikembangkan oleh Ronald P. Rohner, Abdul Khaleque, dan David E. Cournoyer di Universitas Connecticut sejak tahun 1980an. Penerimaan orang tua merupakan dimensi kehangatan yang diberikan kepada orang tua kepada anak yang dimunculkan dari kualitas ikatan afeksi antara orang tua dan anak. Afeksi tersebut diekspresikan dengan perilaku fisik dan verbal orang tua (Rohner, Khaleque, & Cournoyer, 2005).

Rohner, Khaleque, dan Cournoyer (2012) menjelaskan bahwa penerimaan orang tua berada pada garis kontinum. Pada awal kontinum, mengarah kepada kehangatan, afeksi, kepedulian, rasa nyaman, kepedulian, pengasuhan, dukungan, dan kasih sayang yang dapat dirasakan anak terhadap orang tuanya atau orang yang memberikan pengasuhan. Awal kontinum merupakan titik penerimaan orang tua. Pada akhir kontinum terdapat penolakan orang tua yang mengacu pada tendensi orang tua, yang secara fisik dan psikologis menyakitkan anak dalam perilaku maupun emosi (Rohner, Khaleque, & Cournoyer, 2005).

Berdasarkan berbagai pengertian yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan orang tua adalah pemberian kehangatan dan afeksi secara fisik dan verbal oleh orang tua kepada anak, tanpa memperhitungkan kekurangan dan kelebihan anak dalam aspek apapun. Penerimaan orang tua merupakan derajat kehangatan orang tua terhadap anak yang secara fisik berupa pelukan, ciuman, rangkulan, dsb. Secara verbal dapat berupa pujian, penghargaan, dan menyatakan hal-hal yang menyenangkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan orang tua


Rohner dan Khaleque (2008) mengemukakan bahwa orang tua yang melakukan penerimaan maupun penolakan terhadap anaknya, sebagian besar dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya. Faktor-faktor ini menjelaskan fenomena perilaku orang tua yang berbeda-beda dalam mengasuh anak dan membentuk perilaku orang tua terhadap anaknya. Beberapa orang tua berperilaku hangat dan menyayangi, disatu sisi terdapat orang tua yang berperilaku agresif kepada anaknya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Lingkungan sehari-hari, seperti lingkungan tempat tinggal, teman bergaul, rekan kerja, serta lingkungan yang menjalin interaksi dengan individu seharihari.

  2. Sistem peraturan dalam populasi, meliputi aturan-aturan yang berlaku sejak turun temurun dalam suatu populasi seperti struktur keluarga, organisasi ekonomi, organisasi politik, sistem pertahanan, dan institusi lain yang secara budaya telah terorganisir turun temurun mempengaruhi perilaku dan pola pikir individu.

  3. Pengalaman intim orang tua, yang meliputi segala bentuk pengalaman orang tua yang pernah dirasakan semasa kecil, seperti bentuk dukungan, hubungan emosional, kekerabatan, dsb.

  4. Karakteristik personal anak, misalnya bentuk disposisi perilaku, tempramen anak, dan kepribadian anak.

  5. Pengalaman perkembangan orang tua sejak kecil hingga dewasa, seperti interaksi dengan orang lain, teman bermain, rekan kerja, hingga peran dan aktivitas di lingkungan sosialnya.

  6. Kepribadian dan perilaku orang tua, meliputi seluruh aspek kepribadian individu seperti aspek kognisi, motorik, dan afeksi.

  7. Sistem ekspresif institusional lingkungan, seperti tradisi keagamaan, tradisi artistik dan literasi, folklore, keyakinan budaya, adat tradisional, religiusitas, agama bawaan, kepercayaan terhadap hal spiritual, serta keyakinan-keyakinan tradisional tertentu yang diyakini individu.

Manfaat penerimaan


Secara garis besar, penerimaan (acceptance) dalam bentuk apapun dapat mengarah pada kesehatan psikologis seseorang (Williams & Lynn, 2010). Williams dan Lynn (2010) mengemukakan manfaat penerimaan secara umum adalah sebagai berikut:

  1. Meluaskan sudut pandang dan pengalaman individu.
  2. Meningkatkan potensi dan produktifitas individu
  3. meningkatkan kasih sayang antar sesama dan menurunkan kecenderungan menyalahkan orang lain
  4. Meningkatkan penghargaan terhadap sesama, kerjasama, dan berpikir jernih.
  5. Meningkatkan perasaan tenang, damai, dan harmonis.
  6. Menurunkan emosi negatif dan kondisi depresif.
  7. Membantu menghasilkan kondisi terapeutik yang positif.

Dampak penerimaan orang tua


Perilaku orang tua terhadap individu akan sangat bermakna pada perilaku dan kondisi emosional individu, perilaku tersebut muncul dalam pengasuhan orang tua (Knafo, 2011). Rohner dan Khaleque (dalam Rohner dan Khaleque 2008) mencatat dari 43 penelitian dengan total responden 7.536 orang lintas negara, menunjukkan adanya pengaruh yang kuat dari penerimaan orang tua terhadap penyesuaian psikologis individu.

Vaz-Rebelo dan Franco-Borges (2011) menyatakan bahwa penerimaan orang tua sangat berpengaruh pada proses pendidikan anak. Penolakan orang tua dapat berdampak pada kegagalan akademis anak dan taraf intelektual anak. Sejalan dengan pendapat Kourkoutas dan Tsiampoura (2011) yang menyatakan bahwa penerimaan orang tua akan sangat berdampak pada pengasuhan yang optimal pada anak yang memiliki keterbatasan. Kontras dengan hal tersebut, penolakan orang tua akan menghambat tumbuh kembang anak disabilitas karena seluruh aspek kebutuhannya terbatas dari orang tua. Rohner dan Khaleque (2002) menambahkan, orang tua yang menerima akan memperhatikan perkembangan kemampuan anak, memenuhi kebutuhan, mengapresiasi kehadiran dan memperhitungkan minat anak, dengan demikian anak dapat tumbuh kembang dengan optimal disertai potensi-potensi unggul pada dirinya.

Dimensi penerimaan orang tua


Dimensi penerimaan orang tua dapat dijelaskan dengan dimensi kehangatan Parental Acception-Rejection (Rohner, Khaleque, & Cournoyer, 2012), yakni sebagai berikut:

  1. Kehangatan (warmth):

    • Fisik.
      Pada aspek fisik, penerimaan orang tua muncul secara konkrit dalam bentuk perilaku yang dapat diobservasi. Perilaku dalam dimensi fisik adalah memeluk, mencium, merangkul, membelai, mengelus, dll.

    • Verbal.
      Pada aspek verbal, penerimaan orang tua diekspresikan melalui ucapan dalam bentuk memberikan pujian, memberikan dukungan, mengucapkan kalimat yang menyenangkan dan membahagiakan, seperti memuji dan bersenda-gurau.

  2. Penolakan (rejection)
    Penolakan orang tua ditunjukkan dalam perilaku dan emosi yang berimbas pada keadaan menyakitkan anak secara fisik maupun psikologis. Penelitian lintas budaya menyimpulkan bahwa penolakan orang tua dapat dirasakan dengan kombinasi dari empat ekspresi dasar, yakni sebagai berikut:

    • Sikap dingin dan tanpa afeksi, yang merupakan kebalikan dari kehangatan dan afeksi.
    • Tidak ramah dan agresif.
    • Tidak menunjukkan ketertarikan atau simpati serta mengacuhkan.
    • Penolakan adiferensiasi, yakni perilaku orang tua yang tidak disadari orang tua akibat dari kegagalan orang tua untuk memenuhi kebutuhan sosial dan emosional anak.

Penerimaan orang tua terhadap anaknya adalah sikap penuh perhatian, pengertian, serta cinta dan kasih sayang dari orang tua terhadap anaknya yang ditunjukkan dengan sikap yang penuh bahagia dalam mengasuh anak. Coopersmith (1967) mengatakan bahwa penerimaan orang tua terungkap melalui perhatian pada anak, kepekaan terhadap kepentingan anak, ungkapan kasih sayang dan hubungan yang penuh kebahagiaan dengan anak.

Adapun menurut Hurlock (1978), konsep penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang anak. Orang tua yang menerima akan memperhatikan perkembangan kemampuan anak dan memperhitungkan minat. Anak yang diterima umumnya bersosialisasi dengan baik, kooperatif, ramah, loyal, secara emosional stabil, dan gembira.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Orang Tua

Hurlock (1978) menyatakan bahwa penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang pada anak. Banyak faktor yang turut mempengaruhi sikap orang tua terhadap anak. Hurlock menjelaskan faktor-faktor tersebut adalah :

  1. Konsep “anak idaman” yang terbentuk sebelum kelahiran anak yang sangat diwarnai romantisme, dan didasarkan gambaran anak ideal dari orang tua.

  2. Pengalaman awal dengan anak mewarnai sikap orang tua terhadap anaknya.

  3. Nilai budaya mengenai cara terbaik memperlakukan anak, secara otoriter, demokratis maupun permisif, akan mempengaruhi sikap orang tua dan cara memperlakukan anaknya.

  4. Orang tua yang menyukai peran, merasa bahagia, dan mempunyai penyesuaian yang baik terhadap perkawinan, akan mecerminkan penyesuaian yang baik pada anak.

  5. Apabila orang tua merasa mampu berperan sebagai orang tua, sikap mereka terhadap anak dan perilakunya lebih baik dibandingkan sikap mereka yang merasa kurang mampu dan ragu-ragu.

  6. Kemampuan dan kemauan untuk menyesuaikan diri dengan pola kehidupan yang berpusat pada keluarga.

  7. Alasan memiliki anak. Apabila alasan memiliki anak untuk mempertahankan perkawinan yang retak dan hal ini tidak berhasil maka sikap orang tua yang menginginkan anak berkurang dibandingkan dengan sikap orang tua yang menginginkan anak untuk memberikan kepuasan mereka dengan perkawinan mereka.

Aspek-Aspek Penerimaan Orang Tua

Orang tua yang menerima anaknya akan menempatkan anaknya pada posisi penting dalam keluarga dan mengembangkan hubungan emosional yang hangat dengan anak. Porter (dalam Johnson dan Medinnus 1967) mengungkap aspek-aspek penerimaan orang tua terhadap anak sebagai berikut :

  1. Menghargai anak sebagai individu dengan segenap perasaan, mengakui hak-hak anak dan memenuhi kebutuhan untuk mengekspresikan perasaan.

  2. Menilai anaknya sebagai diri yang unik sehingga orang tua dapat memelihara keunikan anaknya tanpa batas agar mampu menjadi pribadi yang sehat.

  3. Mengenal kebutuhan-kebutuhan anak untuk membedakan dan memisahkan diri dari orang tua dan mencintai individu yang mandiri.

  4. Mencintai anak tanpa syarat.

Tahapan Penerimaan Orang tua

Ross (dalam Sarasvati 2004), membahas reaksi-reaksi manusia dalam menghadapi “cobaan” dalam hidup ini. Tahapan dibagi menjadi lima tahap. Tahapan ini bisa dijabarkan sebagai berikut:

1. Tahap Denial (menolak menerima kenyataan)

Dimulai dari rasa tidak percaya saat menerima diagnosa dari seorang ahli, perasaan orang tua selanjutnya akan diliputi kebingungan. Bingung atas arti diagnosa, bingung akan apa yang harus dilakukan, sekaligus bingung mengapa hal ini dapat terjadi pada anak mereka. Kebingungan ini sangat manusiawi, karena umumnya, orang tua mengharapkan yang terbaik untuk keturunan mereka.

Tidak mudah bagi orang tua manapun untuk dapat menerima apa yang sebenarnya terjadi. Kadangkala, terselip rasa malu pada orang tua untuk mengakui bahwa hal tersebut dapat terjadi di keluarga mereka. Keadaan ini bisa menjadi bertambah buruk, jika keluarga tersebut mengalami tekanan sosial dari lingkungan untuk memberikan keturunan yang ”sempurna”.

2. Tahap Anger (marah)

Reaksi marah ini bisa dilampiaskan kepada beberapa pihak sekaligus. Bisa kepada dokter yang memberi diagnosa. Bisa kepada diri sendiri atau kepada pasangan hidup. Bisa juga, muncul dalam bentuk menolak untuk mengasuh anak tersebut.

3. Tahap Bargaining (menawar)

Pada tahap ini, orang tua berusaha untuk menghibur diri dengan pernyataan seperti “Mungkin kalau kami menunggu lebih lama lagi, keadaan akan membaik dengan sendirinya”.

4. Tahap Depression (depresi)

Muncul dalam bentuk putus asa, tertekan dan kehilangan harapan. Kadangkala depresi dapat juga menimbulkan rasa bersalah, terutama di pihak ibu, yang khawatir apakah keadaan anak mereka akibat dari kelalaian selama hamil, atau akibat dosa di masa lalu. Ayahpun sering dihinggapi rasa bersalah, karena merasa tidak dapat memberikan keturunan yang sempurna.

5. Tahap Acceptance (pasrah dan menerima kenyataan)

Pada tahap ini, orang tua sudah menjadi kenyataan baik secara emosi maupun intelektual. Sambil mengupayakan ”penyembuhan”, mereka mengubah persepsi dan harapan atas anak. Orang tua pada tahap ini cenderung mengharapkan yang terbaik sesuai dengan kapasitas dan kemampuan anak mereka.