Apa yang dimaksud dengan pencemaran udara dalam ruang?

Dalam Jurnal Kedokteran Yarsi tahun 2004 disebutkan bahwa penyakit akibat lingkungan semakin hari semakin menimbulkan problem kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang dibawah standar (Anies, 2002; Black et al ., 1990).

Pencemaran Udara dalam Ruang


Pencemaran udara dalam ruang adalah problema kesehatan yang serius dalam berbagai lingkungan non industri. Penelitian masalah kesehatan manusia dalam ruang telah berkembang, baik penelitian untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari informasi ilmiah dan teknis maupun untuk meningkatkan kemampuan dalam menginterpretasikan kesehatan masyarakat berdasarkan informasi yang telah ada.

Faktor utama yang mendorong kepedulian pada kualitas udara di dalam ruang adalah adanya keluhan tentang kualitas udara dan kenyamanan ruangan. Berbagai gejala atau keluhan mengenai kesehatan muncul seperti hidung mengeluarkan air bila berada dalam ruangan, pusing-pusing atau mual, dan sebagainya.

Menurut Samet dan Spengler, penemuan sejumlah zat pencemar dalam ruang yang diketahui dan diperkirakan (pada batas yang cukup) dapat meningkatkan ketidaknyamanan, ketidakberfungsian, timbulnya penyakit bahkan kematian. Bukti yang nyata pada kesehatan menunjukkan terjadinya penyakit pernafasan, alergi, iritasi membran mucus, kanker paru, dapat disebabkan oleh pencemar di dalam ruang (Pudjiastuti, 1998).

Berjangkitnya penyakit yang berhubungan dengan bangunan, timbul di berbagai tempat termasuk perkantoran, pabrik-pabrik, fasilitas-fasilitas perawatan kesehatan dan tempat-tempat tinggal. Keluhan-keluhan yang ada sering tidak spesifik dan hasil-hasil penelitiannya pun banyak yang tidak bisa disimpulkan. Bagaimanapun juga, terdapat keadaan-keadaan dimana gejala tertentu merujuk pada suatu diagnosa yang mempunyai implikasi mendalam bagi individu yang terjangkit dan bagi mereka yang berada dalam lingkungan yang terjangkit.

Kategori gejala-gejala yang paling penting adalah gejala-gejala yang menggambarkan reaksi sistem pernafasan terhadap keadaan terbuka. Sistem pernafasan adalah rute masuk yang penting dan juga organ utama bagi aspek penghirupan udara didalam ruangan. Identifikasi gejala-gejala pernafasan yang berhubungan dengan bangunan ( building-related respiratory ) harus menggunakan investigasi/ penelitian yang hati-hati, dengan memperhatikan sebab yang relevan (Pudjiastuti, 1998).

Kualitas Udara Dalam Ruang

Menurut Idham dalam Oktora (2008), Indoor air quality adalah salah satu aspek keilmuan yang memfokuskan pada kualitas atau mutu udara dalam suatu ruang yang akan dimasukkan ke dalam ruang atau gedung yang ditempati oleh manusia.

Kualitas udara dalam ruang yang baik didefinisikan sebagai udara yang bebas pencemar penyebab iritasi, ketidaknyamanan atau terganggunya kesehatan penghuni. Suhu udara ambien dan kelembaban relatif juga mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan.

Menurut Environmental Protection Agenc y (1991), ada 4 elemen yang mempengaruhi indoor air quality , yaitu:

  1. Sumber: merupakan asal dari kontaminan baik berasal dari dalam, luar, atau dari sistem/ operasional mesin yang berada dalam ruangan.
  2. Heating Ventilation and Air Conditioning System (HVAC)
  3. Media yaitu berupa udara
  4. Pekerja yang berada dalam ruangan tersebut apakah mempunyai riwayat penyakit pernapasan atau alergi.

Kualitas udara didalam ruangan merupakan gambaran dari kondisi udara di dalam ruangan yang memadai untuk dihuni oleh manusia. Definisi dan standar mengenai kualitas udara dalam ruangan yang memadai yang umum digunakan adalah berdasarkan standar ASHRAE 62-2001 mengenai ventilasi untuk kualitas udara yang memadai ( ventilation for acceptable indoor air quality ). Pengertian kualitas udara dalam ruang yang memadai menurut standar tersebut adalah udara dimana tidak ada kontaminan pada konsentrasi yang membahayakan yang sudah ditetapkan oleh para ahli dimana sebesar 80% atau lebih para penghuni suatu gedung merasakan ketidakpuasan dan ketidaknyamanan.

Hasil pemeriksaan The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH), menyebutkan ada 5 sumber pencemar di dalam ruangan (Aditama dalam Mukono, 2005) yaitu :

  1. Pencemaran dari alat-alat di dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan-bahan pembersih ruangan.

  2. Pencemaran di luar gedung meliputi masuknya gas buangan kendaraan bermotor, gas dari cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat gedung, dimana kesemuanya dapat terjadi akibat penempatan lokasi lubang udara yang tidak tepat.

  3. Pencemaran akibat bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehid, lem, asbes, fiberglass dan bahan-bahan lain yang merupakan komponen pembentuk gedung tersebut.

  4. Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa dan produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin beserta seluruh sistemnya.

  5. Gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk, serta buruknya distribusi udara dan kurangnya perawatan sistem ventilasi udara.

Pencemar yang terdapat di udara ada yang berasal dari benda mati seperti : debu,

  • gas
  • Asap
  • Uap.

Ada pula yang berasal dari mikroorganisme seperti ; bakteri, virus, jamur, dan mahluk hidup seperti: tepung sari atau debu-debu yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Pencemar yang berasal dari benda mati, yang dalam jumlah relatif sedikit berbahaya bagi kesehatan dan jiwa manusia, disebut racun (toksin).

Sifat dan derajat racun dari pencemar tersebut tergantung dari sifat-sifat fisik dan kimianya, serta sifat-sifat lain seperti cara masuknya pencemar ke dalam tubuh dan kondisi manusianya.

Menurut Suma’mur (Pudjiastuti, 1998), dikatakan bahwa sifat-sifat fisik pencemar dibagi dalam 4 bagian sebagai berikut:

  1. Gas, yaitu bentuk wujud yang tidak mempunyai bangun sendiri, melainkan mengisi ruang tertutup pada keadaan suhu dan tekanan normal. Tingkat wujudnya bisa diubah menjadi cair atau padat hanya dengan kombinasi meninggikan tekanan dan menurunkan suhu. Sifat-sifat gas pada umumnya tidak terlihat, dalam konsentrasi rendah tidak berbau, tidak berwarna, dan berdifusi mengisi seluruh ruangan.

  2. Uap, yaitu hasil penguapan gas dari zat-zat, yang dalam keadaan biasa berbentuk zat padat atau zat cair yang dapat dikembalikan kepada tingkat wujud semula, baik hanya dengan meninggikan tekanan, maupun hanya dengan menurunkan suhu saja. Sifat-sifat uap pada umumnya tak kelihatan dan berdifusi mengisi seluruh ruang.

  3. Debu, yaitu partikel-partikel zat padat, yang berasal dari bahan-bahan organik maupun anorganik. Contoh: debu batu, debu kapas, debu asbes, dan lain-lain. Sifat-sifat debu ini tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak berdifusi dan turun oleh tarikan gaya tarik bumi. Debu yang dapat terhisap oleh manusia (Respirable Particulate Matter = RPM) berukuran sampai dengan 10µm sedangkan debu yang berukuran lebih besar 10µm tidak dapat terhisap oleh manusia (non RPM).

  4. Asap, biasanya dianggap partikel-partikel zat karbon yang ukurannya kurang dari 0,5µm, sebagai akibat dari pembakaran tak sempurna bahan- bahan mengandung karbon.

Keberadaan pencemar udara dalam ruang ada yang dapat dihindari atau dikendalikan keberadaannya dan ada pula yang keberadaannya tidak dapat dihindari atau dikendalikan. Tipe pencemar yang tidak dapat dihindarkan keberadaannnya berasal dari hasil proses metabolisme seperti karbondioksida, bau, dan aktivitas pokok penghuni rumah. Tipe pencemar yang dapat dihindarkan keberadaannya berasal dari emisi senyawa organik dari bangunan dan isinya (Pudjiastuti, 1998).

Pencemaran Udara dalam Ruang


Udara dapat dikelompokkan menjadi: udara luar ruangan (outdoor air) dan udara dalam ruangan (indoor air). Kualitas udara dalam ruang sangat mempengaruhi kesehatan manusia, karena hampir 90% hidup manusia berada dalam ruangan (Susanna, D. et al. 1998). Sebanyak 400 sampai 500 juta orang khususnya di negara yang sedang berkembang sedang berhadapan dengan masalah polusi udara dalam ruangan (Yoga, Chandra:1992).

Menurut National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) 1997 yang dikutip oleh Depkes RI (2005), penyebab timbulnya masalah kualitas udara dalam ruangan pada umumnya disebabkan oleh beberapa hal yaitu kurangnya ventilasi udara (52%), adanya sumber kontaminan di dalam ruangan (16%), kontaminan dari luar ruangan (10%), mikroba (5%), bahan material bangunan (4%), lain-lain (13%).
Kualitas udara dalam ruangan adalah udara di dalam suatu bangunan yang dihuni atau ditempati untuk suatu periode sekurang-kurangnya 1 jam oleh orang dengan berbagai status kesehatan yang berlainan (Suharyo, 2009).

Kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) sebenarnya ditentukan secara sengaja ataupun tidak sengaja oleh penghuni ruangan itu sendiri (Keman, 2005). Kualitas udara yang buruk akan membawa dampak negatif terhadap pekerja/karyawan berupa keluhan gangguan kesehatan (Corie, D. et al. 2005).
Dampak pencemaran udara dalam ruangan terhadap tubuh terutama pada daerah tubuh atau organ tubuh yang kontak langsung dengan udara seperti :

  1. Iritasi selaput lendir, Iritasi mata, mata pedih, mata merah, mata berair,
  2. Iritasi hidung, bersin, gatal: iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, batuk kering,
  3. Gangguan neurotoksik: sakit kepala, lemah/capai, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi,
  4. Gangguan paru dan pernafasan: batuk, nafas berbunyi/mengi, sesak nafas, rasa berat di dada,
  5. Gangguan kulit: kulit kering, kulit gatal,
  6. Gangguan saluran cerna: diare/mencret,
  7. Gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, sulit belajar (Corie, D. et al. 2005).

Di negara maju diperkirakan angka kematian pertahun karena pencemaran udara dalam ruang rumah sebesar 67% di perdesaan dan sebesar 23% di perkotaan, sedangkan di negara berkembang angka kematian terkait dengan pencemaran udara dalam ruang rumah daerah perkotaan sebesar 9% dan di daerah pedesaan sebesar 1%, dari total kematian (Buletin WHO 2000).

Mikroorganisme yang berasal dari dalam ruangan misalnya serangga, bakteri, kutu binatang peliharaan, jamur. Mikroorganisme yang tersebar di dalam ruangan dikenal dengan istilah bioaerosol. Bioaerosol di dalam ruangan dapat berasal dari lingkungan luar dan kontaminasi dari dalam ruangan. Dari lingkungan luar dapat berupa jamur yang berasal dari organisme yang membusuk, tumbuh-tumbuhan yang mati dan bangkai binatang, bakteri Legionella yang berasal dari soil-borne yang menembus ke dalam ruang, alga yang tumbuh dekat kolam/danau masuk ke dalam ruangan melalui hembusan angin dan jentik-jentik serangga di luar ruang dapat menembus bangunan tertutup. Kontaminasi yang berasal dari dalam ruang yaitu kelembaban antara 25-75%: spora jamur akan meningkat dan terjadi kemungkinan peningkatan pertumbuhan jamur, dan sumber kelembaban: tandon air, bak air di kamar mandi (Laila Fitria, 2008).

Referensi :
  • Wulandari, E. (2013). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN STREPTOCOCCUSDI UDARAPADA RUMAH SUSUN KELURAHAN BANDARHARJO KOTA SEMARANG TAHUN 2013 (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang).
  • Susanna, D. et al. 1998. Kesehatan dan Lingkungan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia, Depok.
  • Suharyo Widagdo, 2009. Kualitas Udara dalam Ruang Kerja, dalam Sigma Epsilon Vol.13, No.3, Agustus 2009,
  • Laila Fitria, dkk., 2008. Kualitas Udara dalam Ruang Perpustakaan Universitas X ditinjau dari Kualitas Biologi, Fisik dan Kimiawi, dalam Makara Kesehatan Vol. 12, No.2, Desember 2008,
  • Depkes RI, 2005. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya terhadap Kesehatan. www.depkes.go.id/download/Udara.PDF. diaksestanggal 19 September 2012.
  • National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH), 1997. Indoor Environmental Quality. Indoor Environmental Quality | NIOSH | CDC. Diakses tanggal 18 Agustus 2012.
2 Likes