Apa yang dimaksud dengan Penadahan Penerbitan Dan Percetakan itu?

BAB XXX PENADAHAN PENERBITAN DAN PERCETAKAN


Pasal 480

Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah:

  1. barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan;

  2. barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.

Pasal 481

(1) Barang siapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan, atau menyembunyikan barang yang diperoleh dan kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(2) Yang bersalah dapat dicabut haknya berdasarkan pasal 35 no. 1 - 4 dan haknya untuk melakukan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

Pasal 482

Perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam pasal 480, diancam karena penadahan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah, jika kejahatan dan mana benda tersebut diperoleh adalah salah satu kejahatan yang dirumuskan dalam pasal 364, 373, dan 379.

Pasal 483

Barang siapa menerbitkan sesuatu tulisan atau sesuatu gambar yang karena sifatnya dapat diancam dengan pidana, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika:

  1. si pelaku tidak diketahui namanya dan juga tidak diberitahukan namanya oleh penerbit pada peringatan pertama sesudah penuntutan berjalan terhadapnya;

  2. penerbit sudah mengetahui atau patut menduga bahwa pada waktu tulisan atau gambar itu diterbitkan, si pelaku itu tak dapat dituntut atau akan menetap di luar Indonesia.

Pasal 484

Barang siapa mencetak tulisan atau gambar yang merupakan perbuatan pidana, diancam dengan pidana paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika:

  1. orang yang menyuruh mencetak barang tidak diketahui, dan setelah ditentukan penuntutan, pada teguran pertama tidak diberitahukan olehnya;

  2. pencetak mengetahui atau seharusnya menduga bahwa orang yang menyuruh mencetak pada saat penerbitan, tidak dapat dituntut atau menetap di luar Indonesia.

Pasal 485

Jika sifat tulisan atau gambar merupakan kejahatan yang hanya dapat dituntut atas pengaduan, maka penerbit atau pencetak dalam kedua pasal di atas hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena kejahatan itu.

Apa yang dimaksud dengan Penadahan Penerbitan Dan Percetakan itu?

Tinjauan hukum pidana terhadap tindak pidana penadahan meliputi bagaimana peran hukum pidana dalam meninjau dan menyelesaikan serta menerapkan sanksi pidana sesuai dengan perbuatan yang dilakukan sebagaimana sifat hukum pidana yang memaksa dan dapat dipaksakan, maka setiap perbuatan yang melawan hukum itu dapat dikenakan penderitaan yang berupa hukuman. Hukuman tersebut disesuaikan dengan perbuatan yang telah dilakukannya.

Pengertian Tindak Pidana Penadahan adalah diatur dalam Pasal 480 KUHP, yaitu:

Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya enam puluh rupiah:

  1. karena melakukan “penadahan” (heling) barang siapa membeli, menyewa, menukari, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau, dengan maksud mendapat untung, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan, atau menyembunyikan suatu barang, yang diketahuinya atau pantas harus disangkanya, bahwa barang itu diperoleh dengan jalan kejahatan,

  2. barang siapa mengambil untung dari hasil suatu barang yang diketahuinya atau pantas harus disangkanya bahwa barang itu diperoleh dengan jalan kejahatan.

Jadi yang dinamakan “penadahan atau heling itu hanya tindak pidana yang tersebut pada nomor satu. Pendahan adalah tindakan mengambil keuntungan dari suatu barang yang berasal dari kejahatan atau yang sepatutnya diduga berasal dari kejahatan.

Jenis-jenis Tindak Pidana Penadahan

Pengaturan tentang pidana penadahan diatur di dalam KUHP sebagai berikut:

  1. Penadahan ringan
    Penadahan ringan diancam hukuman lebih ringan daripada penadahan biasa, dan penadahan sebagai kebiasaan, karena dalam penadahan xxxvii ringan yang ditahan adalah barang yang diperoleh dari hasil kejahatan ringan. Jika kejahatan mana benda itu telah diperoleh adalah salah satu kejahatan yang diatur dalam Pasal 364,dan 373 dan 379 KUHP. Karena bersalah telah melakukan penadahan ringan dengan ancaman hukuman penjara selama lamanya tiga bulan atau denda sebanyakbanyaknya enam puluh rupiah ,sesuai dalam ketentuan Pasal 482 KUHP.

  2. Penadahan biasa.
    Penadah biasa,tidak ada hal yang istimewa atau hal-hal yang memberatkan dalam ancaman pidana.Perbuatan penadah biasa itu hanya perbuatan penadah biasa itu hanya perbuatan yang diterapkan dalam Pasal 480 KUHP.

  3. Penadahan sebagai kebiasaan.
    Penadahan sebagai kebiasaan diancam pidana lebih berat daripada penadahan biasa dan penadahan ringan karena dalam penadahan ini tidak hanya dilakukan sekali saja tetapi berulang-ulang atau telah merupakan mata pencahariannya walaupun dia sudah mengetahui bahwa perbuatannya tersebut dilarang dan diancam dengan pidana yang diatur dalam Pasal 481 KUHP. Dalam Pasal ini,diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, apabila seseorang telah terbukti membiasakan dalam melakukan tindak tindak pidana penadahan.

    Dalam hal ini yang bersalah dapat dicabut haknya tersebut dalam Pasal 35 no. 1 dan haknya untuk melakukan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan. Dengan kebiasaan ini kejahatan-kejahatan yang bersangkutan betul-betul dapat dikatakan dipermudah atau ditolong karena para pencuri sebelumnya sudah tahu kepada siapa mereka dapat menyalurkan barang-barang hasil kejahatan.

Barang yang diperoleh dari kejahatan juga dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

  1. barang sebagai hasil kejahatan terhadap kekayaan, yaitu pencurian, pemerasan, pengancaman, penggelapan, penipuan, dan penadahan.

  2. barang sebagai hasil kejahatan pemalsuan seperti uang palsu, cap palsu, atau surat palsu. Perbedaan antara barang ke-1 dan barang ke-2 ialah, barang ke-2 akan tetap merupakan barang yang diperoleh dengan kejahatan, sedangkan barang ke-1 ada kemungkinan berhenti dapat dinamakan barang yang diperoleh dengan kejahatan, yaitu apabila, misalnya, barang yang dicuri atau digelapkan dengan pertolongan polisi sudah kembali ke tangan si korban pencurian atau penggelapan ( Bambang Poemono, 1985).

Sifat tidak legal pada barang yang diperoleh karena kejahatan itu tidak selamanya tetap. Apabila itu berpindah tangan kepada seseorang dengan itikad baik maka sifat tidak legal itu hilang dengan sendirinya. Dalam praktek, yang biasanya dapat dianggap terbukti ialah unsur culpa, yaitu bahwa si pelaku penadahan dapat dianggap patut harus dapat menyangka asalnya barang dari kejahatan. Jarang dapat dibuktikan bahwa si penadah tahu benar hal ini (Bambang Poemono, 1985).

Menurut Wirjono Prodjodikoro unsur kesengajaan atau dolus ini secara alternatif disebutkan terhadap unsur lain, yaitu bahwa barangnya diperoleh dengan kejahatan, tidak perlu si pelaku harus dapat menyangka dengan kejahatan apa barangnya diperoleh, yaitu apakah dengan pencurian atau dengan penggelapan atau pemerasan atau pengancaman atau penipuan. Ini merupakan unsur yang bersifat subyektif atau perorangan yaitu mengenai jalan pikiran atau jalan perasaan seorang pelaku. Selain itu ada unsur obyektif yang tidak tergantung dari jalan pikiran atau perasaan si pelaku, yaitu bahwa barang itu harus benar-benar merupakan hasil dari kejahatan tertentu, maka harus terbukti adanya pencurian tertentu dan ada barang xxxix tertentu yang diperoleh dengan pencurian itu (Wirjono Prodjodikoro,1986).

Hasil barang yang diperoleh dengsn kejahatan termuat dalam Pasal 480 ayat ( 2 ) yang mengenai hal bahwa suatu barang, yang secara langsung diperoleh dengan pencurian atau penggelapan dan sebagainya, sudah dijual atau sudah ditukarkan dengan lain barang, atau uang curian yang sudah dipergunakan untuk membeli barang. Maka barang siapa mengambil untung dari uang atau barang yang menggantikan barang-barang yang langsung diperoleh dengan kejahatan itu, melakukan tindak pidana dari Pasal 480 ke2 tersebut.

Sebagai contoh seorang yang mendapat bagian dari uang hasil penjualan barang yang dicuri atau digelapkan dan sebagainya (Bambang Poemono, 1985). Tentang perbuatan si penadah digolongkan menjadi dua jenis:

  1. yang bernada menerima dalam tangannya, yaitu membeli menyewa, menukari, menerima gadai, menerima sebagai hadiah;

  2. yang bernada melepaskan barang dari tangannya, yaitu menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, memberikan sebagai hadiah, ditambah dengan mengangkut, menyimpan, dan menyembunyikan.

Tindak Pidana Penadahan


Salah satu bentuk tindak pidana terhadap harta kekayaan orang yang sangat sulit untuk dilakukan pengusutan dalam tindakannya adalah tindak pidana penadahan. Bentuk kejahatan ini sebenarnya banyak yang sering terjadi di lingkungan masyarakat, tetapi karena rapihnya si pelaku dalam menutup-nutupi dan karena kurangnya kepedulian dari masyarakat sekitar, maka sering kali tindak pidana ini hanya dipandang sebagai perbuatan yang biasa atau wajar saja dan bukan merupakan suatu bentuk kejahatan. Penadahan dibagi kedalam beberapa jenis berdasarkan pada bentuk dan berat ringannya penadahan, yaitu sebagai berikut:

  • Penadahan Biasa
    Tindak pidana penadahan atau tindak pidana pemudahan ini merupakan tindak pidana yang erat kaitannya dengan tindak pidana terhadap harta kekayaan orang lain. Tindak pidana penadahan atau tindak pidana pemudahan ini diatur didalam titel XXX, Buku II dalam Pasal 480 KUHP

“Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah:

  • Barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau
    menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya. Harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan.
  • Barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.”

Terhadap ketentuan Pasal 480 KUHP diatas, terdapat rumusan penadahan dalam ayat (1) yang mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

  • Unsur-unsur obyektif

    • Perbuatan kelompok 1 (satu) yaitu: Membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah atau kelompok 2 (dua). Untuk menarik keuntungan dari menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkat, menyimpan dan menyembunyikan.

    • Objeknya adalah suatu benda.

    • Yang diperoleh dari suatu kejadian.

  • Unsur-unsur subyektif

    • Yang diketahuinya.

    • Yang sepatutnya dapat diduga bahwa benda tersebut didapat dari sebuah kejahatan.

Dari rumusan diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan dari kedua unsur tersebut yaitu pada unsur kedua perbuatannya di dorong oleh suatu motif untuk menarik keuntungan, dan motif ini harus dibuktikan. Sedangkan bentuk pertama tidak diperlukan motif apapun juga. Sedangkan dalam ayat (2) dirumuskan penadahan terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

  • Unsur-Unsur Obyektif

    • Perbuatan yang bertujuan menarik keuntungan dari
    • Objeknya adalah hasil dari suatu benda
    • Yang diperolehnya dari suatu kejahatan
  • Unsur-Unsur Subyektif

    • Yang diketahuinya, atau
    • Patut menduga benda itu hasil dari kejahatan

Penadahan yang dijadikan kebiasaan dimuat dalam Pasal 481 KUHP yang rumusannya adalah sebagai berikut:

  • “Barang siapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan barang yang diperoleh dari kejahatan diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

  • Yang salah dapat dicabut haknya tersebut dalam Pasal 35 Nomor 1-4 dan haknya untuk melakukan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan”.

Unsur-unsur kejahatan yang dirumuskan dalam pasal tersebut adalah:

  • Unsur-Unsur Obyektif

    • Perbuatan, yaitu: membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan, dan menyembunyikan.
    • Objeknya adalah suatu benda.
    • Yang diterima dari suatu kejahatan
    • Menjadikan suatu kebiasaan

Jenis peandahan yang ketiga adalah penadahan ringan, yang diatur dalam Pasal 482 KUHP, yaitu:

“Perbuatan diterangkan dalam Pasal 480 KUHP, diancam karena penadahan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah, jika kejahatan darimana diperoleh adalah salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 364, 373 dan 379”.

Ada dua macam perbuatan si penadah:

  • Yang menerima dalam tangannya, yaitu menerima gadai, menerima hadiah, membeli, menyewa, atau menukar.
  • Yang melepaskan barang dari tangannya, yaitu menjual, menukar, menyewakan, menggadaikan, memberi hadiah, menyimpan, menyembunyikan, mengangkut

Hal yang paling penting dikemukakan berkaitan dengan penerapan Pasal 481 KUHP ini adalah bahwa perbuatan penadahan tersebut haruslah menjadi kebiasaan. Artinya harus paling tidak telah dilakukan lebih dari satu kali atau minimal dua kali. Sebab, apabila perbuatan tersebut hanya dilakukan sekali, maka perbuatan tersebut tidak dikenai dengan Pasal 481 KUHP tetapi dikenai dengan Pasal 480 KUHP sebagai tindak pidana penadahan biasa.

Aspek Hukum Yang Mengatur Tindak Pidana Penadahan Di Indonesia

Tindak pidana yang terjadi pada masyarakat, merupakan sebuah masalah serius yang mendapatkan perhatian dan diatur secara khusus dalam undang-undang. Pengertian terhadap tindak pidana, diatur pembentuk undang-undang dengan menggunakan perkataan “strafbaar feit” untuk menyebutkan apa yang dikenal sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Perkataan “feit” itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau “een gedeelte van de werkelijkheid” 5sedangkan “strafbaar” berarti “dapat dihukum”, sehingga secara harfiah perkataan perkataan “strafbaar feit” itu dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan diketahui bahwa yang yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan.

Hazewinkel-Suringa, telah membuat suatu rumusan yang bersifat umum dari “strafbaar feit” sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat didalamnya.

S.R. Sianturi menyatakan tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat melawan hukum serta dengan kesalahan, dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Maka selanjutnya unsur-unsur tindak pidananya adalah terdiri dari : subjek, kesalahan, bersifat melawan hukum, tindakan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang serta waktu dan tempat serta keadaan tertentu.

Tindak pidana pencurian merupakan bagian dari tindakan penadahan sehingga sebelum mengetahui apa itu pencurian, maka sebaiknya mengetahui asal kata pencurian yang dalam bahasa Indonesia berasal dari kata “curi” yang mengalami imbuhan “pe” dan berakhiran “an” sehingga kata “pencurian mengandung arti proses, perbatan cara mencuri dilaksanakan.

Didalam kamus Bahasa Indonesia juga disebutkan bahwa mencuri ialah perbuatan yang mengambil hak milik orang lain dengan jalan tidak sah.10 Pencurian adalah pelanggaran terhadap harta milik dan merupakan delik formil (formeel delict), yaitu delik yang dianggap telah sepenuhnya terlaksana dengan dilakukannya suatu perbuatan yang dilarang, dan merupakan norma yang dibentuk larangan atau verbod, seperti pada Pasal 362 Kitab Undang-undang Pidana yang mencantumkan larangan untuk mencuri.

Demikian juga disebutkan pencurian adalah perbuatan yang telah memenuhi perumusan Pasal 362 KUHP yaitu mengambil sesuatu barang baik berwujud maupun tidak berwujud yang sama sekali atau sebahagian termasuk kepunyaan orang lain, yang dilakukan dengan sengaja dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak yang sanksinya telah ditetapkan yaitu hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya atau Rp. 900.12.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur secara juridis pasal-pasal yang menyangkut kejahatan atau tindak pidana pencurian sebagaimana yang terurai dalam Pasal 362 KUHP :

Berdasarkan perumusan tersebut di atas, jika diuraikan dari sudut unsur unsurnya, agar dapat disebut melakukan tindak pidana pencurian adalah :

  • Unsur subjek adalah barang siapa.

  • Unsur kesalahan adalah sengaja, yang tersirat pada kata “mengambil” dan kemudian dipertegas lagi oleh kata-kata “dengan maksud untuk memilikinya”.

  • Unsur bersifat melawan hukum yang ditentukan pada Pasal 362 KUHP dan dua macam yaitu bersifat melawan hukum materil dan bersifat melawan hukum formil. Unsur bersifat melawan hukum materil dalam pasal tersebut adalah tindakan mengambil sesuatu barang, sedangkan mengenai pemilikan ditentukan sebagai bersifat melawan hukum formil. Tindakan mengambil sesuatu barang harus dapat dibuktikan bersifat melawan hukum, sedangkan mengenai pemilikan barang tersebut wajib dibuktikan bersifat melawan hukum, baik di dalam surat dakwaan maupun dalam putusan hakim.

  • Unsur tindakannya adalah melakukan perbuatan mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum.

  • Unsur waktu, tempat dan keadaan adalah ditentukan oleh hukum pidana formil (hukum acara pidana).

Unsur subjek dalam perumusan tindak pidana adalah terletak pada kata “barang siapa” dan memang pada prinsipnya dalam hukum pidana umum (KUHP) yang menjadi subjek hukum pidana atau biasa juga disebut pelaku atau pembuat (dader), hanya orang atau manusi (natuurlijke persoon). Pada tindak pidana pencurian seperti yang diatur pada Pasal 362 KUHP secara umum subjek hukumnya adalah seseorang atau sekelompok orang. Unsur kedua dari tindak pidana adalah kesalahan (schuld). Kesalahan dibagi dua bagian, yaitu sengaja (dolus) dan lalai (culpa).

Sengaja mempunyai hubungan kejiwaan yang lebih erat dalam diri pelaku terhadap suatu tindakan, dibandingkan dengan kelalaian. Dan untuk membuktikan adanya sifat kesengajaan dalam tindakan sipelaku bukanlah hal yang mudah. Sengaja disini adalah “menghendaki atau menginsafi”. Dan kesengajaan yang digunakan dalam KUHP adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana tertentu (misalnya pencurian) dan orang itu menghendaki tindakannya tersebut, artinya ada hubungan kejiwaan yang erat antara sipelaku dengan tindakannya.

Pada Pasal 362 KUHP unsur kesalahan yang berbentuk sengaja seperti yang tersirat
pada kata-kata “mengambil sesuatu barang dengan maksud untuk memiliki” menunjukkan bahwa pelaku mempunyai kehendak dan tujuan untuk melakukan sesuatu itu (memiliki) Mempunyai kehendak berarti ada kesengajaan. Dan kata-kata “dengan maksud” pada pasal ini tidak berarti kehendak dan tujuan yang ada pada diri pelaku sudah terlaksana atau terpenuhi sepenuhnya.

Mengenai perumusan unsur “bersifat melawan hukum”, pada sistem hukum pidana Indonesia adalah mengikuti pada ajaran bersifat melawan hukum material, yakni semua delik harus senantiasa dianggap mempunyai unsur bersifat melawan hukum, walaupun tidak dengan tegas dirumuskan. Dan bersifat melawan hukumnya tindakan itu harus selalu dapat dibuktikan apabila dipersoalkan dipersidangan, serta harus ternyata dalam surat dakwaan sampai pada putusan hakim. Sementara dari sudut ajaran bersifat melawan hukum yang formil, apabila unsur melawan hukum tidak dirumuskan dalam perundang-undangan, maka tidak ada keharusan untuk membuktikannya.

Unsur tindakan yang dilarang dalam Pasal 362 KUHP adalah tindakan mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan yang dilarang tersebut (pencurian) adalah delik formil, yang berarti delik dianggap sempurna (voltooid) jika tindakannya sudah memenuhi rumusan delik tanpa mempersoalkan akibatnya.

Tindak pidana penadahan, merupakan tindakan yang dilarang oleh hukum, karena pendahan diperoleh dengan cara kejahatan, dapat dikatakan menolong atau memudahkan tindakan kejahatan si pelaku, karena dapat mempersukar pengusutan kejahatan yang bersangkutan, dalam mengadili terdakwa yang melakukan tindak pidana penadahan karena harus membuktikan terlebih dahulu apakah terdakwa tersebut benar-benar melakukan kejahatan di karenakan barang kejahatan tersebut di dapat dari hasil kejahatan juga dan penadah disni menjadi pelaku kedua dalam hal pelaksanaannya, maka pihak yang berwajib harus membuktikan terlebih dahulu apakah seseorang itu mampu untuk dipertanggungjawabkan, dengan kata lain adanya unsur kesalahan dan kesengajaan .

Perbuatan “penadahan” itu sangat erat hubungannya dengan kejahatan-kejahatan seperti pencurian, penggelapan, atau penipuan. Justru karena adanya orang yang mau melakukan “penadahan” itulah, orang seolah-olah dipermudah maksudnya untuk melakukan pencurian, penggelapan, atau penipuan. Hal ini menunjukan bahwa tindak pidana penadahan sekarang ini sesuatu yang tidak pernah diharapkan dan tidak akan dibiarkan begitu saja oleh masyarakat dimanapun juga. Masyarakat bersama-sama pemerintah melalui aparat penegak hukumnya akan selalu berusaha menanggulangi kejahatan atau minimal mengurangi angka kejahatan, sedangkan naik turunnya angka kejahatan tersebut tergantung pada keadaan masyarakat, keadaan politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Salah satu fenomena kehidupan masyarakat yang sering terjadi dalam masyarakat adalah tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan kekerasan.

Kendaraan bermotor merupakan sarana transportasi yang mempunyai mobilitas tinggi, maka pelaku kejahatan ini merupakan kejahatan yang memiliki mobilitas tinggi juga dampak negatifnya terhadap masyarakat.17 Selain itu kejahatan pencurian kendaraan bermotor sudah merupakan kejahatan terorganisir, bersindikat, dimana ada pihak-pihak yang di lapangan (pencuri) dan ada pihak-pihak yang menampung barang-barang curian (penadah).

Penadah juga dapat dikatakan sama dengan pencuri, namun dalam hal ini penadah merupakan tindak kejahatan yang berdiri sendiri. Perbuatan “penadahan” itu sangat erat hubungannya dengan kejahatan-kejahatan seperti pencurian, penggelapan, atau penipuan. Justru karena adanya orang yang mau melakukan “penadahan” itulah, orang seolah-olah dipermudah maksudnya untuk melakukan pencurian, penggelapan, atau penipuan. Tindak pidana penadahan bisa ditinjau dari berbagai pendekatan dari berbagai ilmu, antara lain ilmu sosiologi atau pisikologi, dengan maksud untuk mngetahui sebab-sebab terjadinya suatu tindak kejahatan.

Penadahan sebagai sebuah bentuk kejahatan merupakan gejala sosial. Mengenai kejahatan tersebut dapat dirumuskan di dalam peraturan-peraturan pidana yang diatur dalam KUHP yang merupakan tindak pidana penadahan, dengan pengertian yang sama yaitu, membuat kebiasaan dengan sengaja membeli, menerima gadai, menyimpan, atau menyembunyikan benda yang diperoleh karena kejahatanya berisi tentang menjadikan kebiasaan membeli dan menyimpan benda yang diperoleh dari kejahatan. Selain Pasal 480 KUHP tindak pidana penadahan juga diatur didalam Pasal 481 dan 482 KUHP.