Apa yang dimaksud dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau Layoff?

image

Apa yang dimaksud dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?

Menurut Manullang dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia (2001) mengatakan: “Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dengan pengusaha”.

Menurut Susilo Martoyo dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia (2000) mengatakan: “Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian berarti lepasnya hubungan kerja secara resmi dari satu kesatuan atau organisasi di mana mereka bekerja”.

Lebih lanjut Susilo Martoyo dalam buku Manajemen Sumber daya Manusia (2000) mengelompokan pengertian pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai berikut:

  1. Pengertian pemutusan hubungan kerja (PHK) bersifat positif apabila pemberhentian tersebut dilaksanakan pada masa atau jangka pemberhentian dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku secara wajar.

  2. Pengertian pemutusan hubungan kerja (PHK) bersifat negatif apabila proses dan pelaksanaan pemberhentian tersebut menyimpang dari ketentuan-ketentuan tersebut atau secara tidak wajar, seperti: pemecatan, diberhentikan secara tidak hormat dan sebagainya.

Sedangkan menurut Siswanto Sastrohadiwiryo dalam buku Manajemen Tenaga Kerja Indonesia (2001) mengatakan: “Pemutusan hubungan kerja adalah suatu proses pelepasan keterikatan kerja sama antara perusahaan dengan tenaga kerja, baik atas permintaan tenaga kerja yang bersangkutan maupun atas kebijakan perusahaan yang karenanya tenaga kerja tersebut dipandang sudah tidak mampu lagi atau karena perusahaan yang tidak memungkinkan”.

Persyaratan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


Menurut Manullang dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia (2001) syarat-syarat PHK dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Tenggang Waktu Pemberhentian

Seorang karyawan tidak boleh diputuskan begitu saja hubungan kerjanya dengan cara mendadak. Pemberhentian harus diberitahukan paling sedikit satu bulan sebelumnya, sebaliknya apabila pemberhentian atas keinginan karyawan sendiri, maka karyawan tersebut tidak boleh mengajukan secara mendadak, melainkan paling sedikit satu bulan sebelumnya harus diajukan kepada pimpinan perusahaan.

2. Izin dan Saat Pemberhentian

Mengingat pemutusan hubungan kerja tersebut apabila meluas dapat menimbulkan masalah ketenagakerjaan, maka pemutusan suatu hubungan kerja harus terlebih dahulu dimintakan izin kepada instansi pemerintah yang berwenang.

3. Alasan Pemberhentian

  1. Karena keinginan Perusahaan

    • Tidak cakap dalam masa percobaan
    • Kemangkiran dan ketidakcakapan
    • Penahanan karyawan oleh alat negara
    • Sakit yang berkepanjangan
    • Usia lanjut dan pengurangan tenaga kerja
  2. Karena keinginan karyawan

    • Ketidaktepatan pemberian tugas
    • Menolak pimpinan baru
    • Sebab-sebab lainnya

Sifat Pemutusan Hubungan Kerja


Dalam pemutusan hubungan kerja antara perusahaan dengan tenaga kerja, tidaklah mutlak berada pada tangan manajer perusahaan. Tetapi harus mengikuti dan berpedoman pada kebijakan pemerintah yang berwenang.

Sebenarnya proses pemutusan hubungan kerja sangat bergantung pada sifat pemutusan hubungan kerja. Menurut Siswanto Sastrohadiwiryo dalam buku Manajemen Tenaga Kerja Indonesia (2003) berdasarkan sifatnya pemutusan hubungan kerja dapat dibedakan menjadi:

  1. Pemutusan Hubungan Kerja secara Hormat
    Pemutusan hubungan kerja antara perusahaan dengan tenaga kerja terjadi karena hal berikut:

    • Keinginan tenaga kerja yang bersangkutan
    • Telah mencapai batas waktu kontrak kerja
    • Terjadi perekrutan tenaga kerja baru
    • Tenaga kerja yang bersangkutan meninggal dunia
  2. Pemutusan Hubungan Kerja Sementara
    Pemutusan hubungan kerja sementara antara perusahaan dengan tenaga kerja terjadi manakala tenaga kerja yang bersangkutan dikenakan tahanan sementara oleh yang berwenang karena diduga melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan.

  3. Pemutusan Hubungan Kerja dengan Tidak Hormat
    Pemutusan hubungan kerja dengan tidak hormat dikatakan pemutusan hubungan kerja tanpa kompromi. Pemutusan hubungan kerja dengan tidak hormat secara terpaksa harus dilakukan oleh manajemen, karena hal-hal berikut:

    • Tenaga kerja yang bersangkutan melanggar kerja serta janji yang telah disepakati pada saat mengadakan ikatan kerja bersama.
    • Bertindak dan berperilaku yang merugikan perusahaan baik dalam kuantum besar maupun kecil.
    • Tenaga kerja yang bersangkutan dinyatakan melakukan tindak pidana.
    • Kemangkiran yang terus dilakukan dan telah diperingatkan beberapa kali oleh manajemen.

Macam-macam Pemutusan Hubungan Kerja


Baik pengusaha maupun pekerja mempunyai hak yang sama untuk melakukan PHK. Tetapi PHK yang dilakukan oleh pekerja umumnya tidak terlalu banyak dipersoalkan, yang paling banyak disorot adalah PHK yang dilakukan oleh pengusaha. Berdasarkan hal tersebut maka menurut Libertur Jehani dalam buku Hak-hak Pekerja Bila di PHK (2006) pemutusan hubungan kerja dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha

PHK yang dilakukan oleh pengusaha disebabkan olah banyak faktor, diantaranya:

  1. PHK karena Pelanggaran atau Kesalahan Berat
    Undang-undang membatasi pelanggaran atau kesalahan berat yang dapat dijadikan alasan PHK, yang termasuk dalam kesalahan berat adalah untuk kondisi berikut:

    • Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan barang atau uang milik perusahaan.
    • Mabuk, minum minuman keras yang memabukkan, memakai atau mengedarkan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja.
    • Menyerang atau menganiaya, mengancam atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja.
      Untuk membuktikan itu pengusaha wajib menunjukan bukti, yaitu:
    • Pekerja tertangkap tangan saat melakukan pelanggaran
    • Adanya laporan kejadian yang dibuat oleh pihak berwenang dalam perusahaan dan didukung oleh beberapa orang saksi.
  2. PHK Karena Pekerja Melakukan Pelanggaran Disiplin
    Pengusaha dapat pula melakukan PHK terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran disiplin. Namun pekerja bersangkutan berhak mendapat uang pesangon satu kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

  3. PHK Karena Perusahaan Jatuh Pailit
    Bila perusahaan pailit maka pengusaha dapat menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk mem-PHK pekerja dengan syarat setiap pekerja yang di-PHK diberikan uang pesangon satu kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja dan penggantian hak.

  4. PHK Karena Mangkir
    Alasan lain untuk mem-PHK pekerja adalah mangkirnya pekerja selama lima hari berturut-turut. Namun ada kewajiban pengusaha selama kurun waktu tersebut untuk memanggil pekerja tersebut.

  5. PHK Karena Perubahan Kepemilikan atau Perubahan Status
    Bila terjadi perubahan status perusahaan dengan alasan-alasan tersebut, maka pekerja berhak untuk mengakhiri hubungan kerja.

2. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pekerja

PHK oleh pekerja dapat memperoleh kompensasi apabila pengakhiran hubungan kerja tersebut sesuai dengan prosedur yang ditetapkan UU Ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja, atau Peraturan Perusahaan.

  1. PHK Karena Pengusaha Melakukan Kesalahan Kepada Pekerja
    Alasan-alasan yang dapat diajukan oleh pekerja untuk PHK tersebut adalah bila pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:

    • Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja
    • Tidak membayar upah tepat pada waktu sesuai yang disepakati selama tiga bulan berturut-turut.
    • Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja.
  2. PHK Karena Pekerja Mengundurkan Diri
    Kepada pekerja yang mengundurkan diri dapat memperoleh kompensasi PHK berupa uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Untuk mendapatkan hak tersebut maka pekerja bersangkutan wajib menyampaikan permohonan PHK secara tertulis kepada pengusaha satu bulan sebelum mengundurkan diri.

3. Pemutusan Hubungan Kerja Bukan Atas Kehendak Pengusaha dan Pekerja

Ada beberapa jenis PHK yang terjadi bukan atas kehendak pengusaha atau pekerja tetapi semata-mata karena keadaan, ketentuan perundang-undangan atau karena telah disepakati dalam perjanjian kerja.

  1. PHK Karena Pekerja Meninggal Dunia
    Jika seorang pekerja meninggal dunia, hubungan kerja putus dengan sendirinya dan ahli waris berhak mendapat uang kompensasi berupa uang pesangon dua kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja dan penggantian hak.

  2. PHK Karena Pekerja Memasuki Masa Pensiun
    PHK dapat terjadi juga karena pekerja memasuki masa pensiun. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya:

    • Apabila pekerja bersangkutan memasuki masa pensiun dan pengusaha telah mengikutsertakan pekerja tersebut pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja tidak berhak mendapatkan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja, tetapi tetap berhak mendapatkan uang penggantian hak sesuai ketentuan.
    • PHK terhadap pekerja karena mamasuki usia pensiun dan pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja yang mengalami PHK karena usia pensiun pada program pensiun, pengusaha wajib memberikan kepada pekerja uang pesangon sebesar dua kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan uang penggantian hak sesuai ketentuan.
  3. PHK Karena Berakhirnya Kontrak
    PHK yang terjadi karena berakhirnya kontrak kerja untuk perjanjian kerja waktu tertentu maka berhak mendapatkan kompensasi PHK sesuai ketentuan.

Menurut Mutiara S. Panggabean, PHK adalah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha yang dapat disebabkan oleh berbagai macam alasan, sehingga berakhir pula hak dan kewajiban antara mereka. Selain itu, Manulang mengemukakan bahwa istilah PHK dapat dimaknai oleh beberapa pengertian, antara lain:

  1. Termination, yaitu putusnya hubungan kerja karena telah selesainya atau berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati.

  2. Dismissal, yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan tindakan pelanggaran disiplin yang sebelumnya telah ditetapkan.

  3. Redundancy, yaitu pelaksanaan PHK karena perusahaan melakukan pengembangan dengan menggunakan mesin berteknologi baru.

  4. Retrenchment, yaitu pelaksanaan PHK yang terjadi dengan dikaitkan permasalahan ekonomi yang muncul.

Jenis-Jenis PHK

Berdasarkan jenisnya, PHK dapat dibagi menjadi beberapa jenis antara lain:

1. PHK oleh majikan atau pengusaha

Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja atau buruh apabila melakukan kesalahan berat sebagaimana yang tertulis di dalam Pasal 158 UU Ketenagakerjaan. Namun, Pasal tersebut sudah tidak berlaku lagi karena dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 012/PUU-1/2003 dinyatakan mencabut ketentuan yang ada di dalam Pasal 158 UU Ketenagakerjaan tersebut. Pencabutan pasal tersebut dilakukan karena melalui pertimbangannya Pasal tersebut telah bertentangan dengan UUD 1945 dalam Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa seluruh warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tanpa terkecuali.

2. PHK oleh pekerja atau buruh;

Terdapat beberapa pengaturan terkait PHK oleh pekerja atau buruh yang diatur di dalam UU Ketenagakerjaan. Berdasarkan Pasal 162 ayat (2), pekerja/buruh berhak mengajukan pengunduran diri atas kemauan sendiri selama tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung. Pasal 163 ayat (1) juga mengatur bahwa apabila pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja yang disebabkan adanya perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan.

3. PHK demi hukum;

PHK demi hukum terjadi karena alasan berakhirnya jangka waktu kerja yang telah disepakati habis atau apabila pekerja/buruh meninggal dunia.

Syarat sah pemutusan hubungan kerja

Berdasarkan Pasal 1 angka 25 UU Ketenagakerjaan, PHK adalah pengakhiran pengusaha untuk menolak pekerja/buruh seluruhnya sebagian untuk menjalankan pekerjaan. Pada faktanya, PHK itu sah ketika para pihak telah menerimanya secara sukarela. Namun jika salah satu pihak tidak menerima atau mempersoalkan PHK tersebut maka PHK dianggap sah ketika sudah ada penetapan atau putusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan pasal 151 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, sehingga sebelum adanya penetapan atau keputusan maka PHK yang dikeluarkan oleh pengusaha adalah batal demi hukum.