Apa yang dimaksud dengan Pembiayaan Murabahah?

Pembiayaan Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu, di mana penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual belikan, termasuk harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan atasnya laba/keuntungan dalam jumlah tertentu, begaimana dikutip dari buku Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syari’ah. Murabahah pada dasarnya menggunakan prinsip bai’ atau jual beli. Bai’ al - Murabahah adalah prinsip bai’ (jual-beli) dimana harga jualnya terdiri dari harga pokok barang ditambah nilai keuntungan ( ribhun ) yang disepakati.

Apa yang dimaksud dengan Pembiayaan Murabahah ?

Konsep Dasar Pembiayaan


Dalam Islam, manusia diwajibkan untuk berusaha agar ia mendapatkan rezeki guna memenuhi kebutuhan kehidupannya. Islam juga mengajarkan kepada manusia bahwa Allah Maha Pemurah sehingga rezekiNya sangat luas. Bahkan, Allah tidak hanya memberikan rezeki itu pada kaum muslimin saja, tetapi kepada siapa saja yang sudah bekerja keras. pada kaum muslimin saja, tetapi kepada siapa saja yang sudah bekerja keras.

Dalam al-Qur’an juga dijelaskan tentang perintah agar manusia harus bekerja keras dan berusaha. Dalam firman Allah sebagaimana dalam Surat Hud ayat 61, usaha dalam memakmurkan bumi, usaha dan bekerja dibidang pertanian, perkebunan dan lain-lain.

“Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).”

Dalam memulai usaha seperti di bidang pertanian sebagaimana firman Allah di atas, diperlukan modal, seberapapun kecilnya. Adakalanya orang mendapatkan modal dari simpanannya dan adakalanya orang dapat modal dari orang lain melalui pinjaman modal. Dalam Islam pinjam meminjam tidak dilarang, bahkan dianjurkan agar dapat mempererat tali persaudaraan dan menguntungkan satu sama lain.

Adapun fungsi pembiayaan bagi masyarakat sebagaimana dikutip dalam buku yang ditulis oleh Nawawi, antara lain sebagai berikut:

  • Menjadi motivator dan dinamisator peningkatan kegiatan perdagangan dan perekonomian.
  • Memperluas kegiatan kerja bagi masyarakat.
  • Memperlancar arus barang dan arus uang.
  • Meningkatkan hubungan internasional L/C, L/G, dan lain-lain.
  • Meningkatkan produktivitas yang ada.
  • Meningkatkan daya guna ( utility ) barang.
  • Meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat.
  • Memperbesar modal kerja perusahaan.
  • Meningkatkan incame per capita (IPC) masyarakat.
  • Mengubah cara berfikir/ tindak masyarakat untuk lebih ekonomis.

Sedangkan tujuan penyaluran dana atau pembiayaan bank kepada masyarakat adalah untuk:

  • Pendapatan bank dari kerjasama bagi hasil.
  • Memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada.
  • Melaksanakan kegiatan operasional bank.
  • Memenuhi permintaan dana dari masyarakat.
  • Memperlancar lalu lintas pembayaran.
  • Menambah modal kerja perusahaan.
  • Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Macam-Macam Pembiayaan Perbankan Syari’ah


Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihakpihak yang merupakan defisit unit. Menurut Syafi’i Antonio berdasarkan sifat penggunaanya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal sebagai berikut:

  • Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luar, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
  • Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

Definisi Murabahah


Murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu, di mana penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual belikan, termasuk harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan atasnya laba/keuntungan dalam jumlah tertentu, begaimana dikutip dari buku Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syari’ah. Murabahah pada dasarnya menggunakan prinsip bai’ atau jual beli. Bai’ al - Murabahah adalah prinsip bai’ (jual-beli) dimana harga jualnya terdiri dari harga pokok barang ditambah nilai keuntungan ( ribhun ) yang disepakati.

Dalam salah satu skim fiqih yang popular digunakan oleh perbankan syari’ah adalah skim jual beli Murabahah . Transaksi Murabahah ini lazim dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat-sahabatnya secara sederhana, Murabahah merupakan suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati.

Murabahah didefinisikan oleh para ulama’ kontemporer sebagai penjualan barang seharga biaya atau harga pokok ( cost ) barang tersebut ditambah mark-up atau margin keuntungan yang disepakati. Karakteristik Murabahah adalah bahwa penjual harus memberi tahu pembeli mengenai harga pembelian produksi dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambah pada biaya ( cost ) tersebut.

Di dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/V/2000 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Murabahah , adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.

Sementara itu, menurut undang-undang No 10 tahun 1998 bahwa Murabahah atau pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang di persamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang tersebut, setelah jangka tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Sedangkan dalam Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) NO.102 tentang Akuntansi Murabahah dijelaskan bahwa Murabahah adalah menjual barang dengan harga jual sebesar perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengucapkan harga perolehan tersebut kepada nasabah. Jadi singkatnya, Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual (bank) dan pembeli (nasabah).

Landasan Hukum Murabahah


Harus diakui bahwa tidak satupun ayat dalam al-Quran yang secara eksplisit menjelaskan tentang Murabahah . Namun demikian, konsep Murabahah pada dasarnya sama dengan konsep bai’ yaitu jual beli. Oleh karena itu dasar hokum Murabahah sama dengan hukum bai’ (jual beli). Jual beli telah disahkan dalam Al-Qur’an, Hadith dan Ijma’.

  • Al-Qur’an Adapun beberapa ayat yang menganjurkan jual beli yakni dalam surat al-Baqarah ayat 275 Dan Surat An-Nisa’ ayat 29

  • Al-Hadith, Diceritakan dari Sahih bin Suhaib, dari Bapaknya, dia berkata: Rasulullah Saw bersaba: “Ada tiga perkara yang mengandung keberkahan: jual beli tidak secara tunai, Muqaradah (memberi pinjaman modal kerja kepada orang lain), dan mencampur gandum dan beras untuk keluarga, bukan untuk dijuabnu Majah).

  • Ijma’, Ulama’ sepakat bahwa jual beli Murabahah sudah berlaku dan dibenarkan sejak zaman Rasulullah saw. Sampai saat ini dan pada dasarnya, sama bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkanya

Karakteristik Murabahah


  • Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan ribh (keuntungan/ margin) yang disepakti oleh penjual dan pembeli.

  • Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam Murabahah berdasarkan pesanan, LKS melakukan pembelian barang setelah ada pesanan dari nasabah. Baru setelah itu, LKS mengadakan akad Murabahah bersama pemesan.

  • Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasahah dalam membeli barang yang dipesannya. Dalam Murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya, dan si pemesan harus membayar di muka. Dalam Murabahah pesanan mengikat, apabila aktiva Murabahah yang telah dibeli oleh LKS mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli, maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (LKS). Namun, apabila penurunan tersebut terjadi ketika akad, maka pihak penjual harus mengurangi nilai aktiva tersebut.

  • Pembayatan Murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu, dalam Murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang atau pembayaran yang berbeda.

  • LKS dapat memberikan potongan harga apabila Nasabah mempercepat pembayaran cicilan, dan/atau Melunasi piutang Murabahah sebelum jatuh tempo.

  • Harga yang disepakati dalam Murabahah adalah harga jual, sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika LKS mendapat potongan dari pemasok, maka potongan tersebut merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad, maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.

  • LKS dapat meminta nasabah memberikan agunan (jaminan) atas piutang Murabahah yang telah dibeli dari LKS.

  • LKS dapat meminta arabun kepada nasabah sebagai uang muka pembelian pada saat akad, apabila ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Arabun menjadi bagian pelunasan piutang Murabahah apabila jadi dilaksanakan. Tetapi apabila Murabahah batal, arabun dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka lebih kecil dari kerugian LKS, maka LKS dapat meminta tambahan dari nasabah.

Murabahah dalam perspektif fiqh merupakan salah satu dari bentuk jual beli1 yang bersifat amanah (bai’ al-amanah). Jual beli ini berbeda dengan jual beli musawwamah / tawar menawar. Murabahah terlaksana antara penjual dan pembeli berdasarkan harga barang, harga asli pembelian penjual yang diketahui oleh pembeli dan keuntungan yang diambil oleh penjual pun diberitahukan kepada pembeli, sedangkan musawwamah adalah transaksi yang terlaksana antara penjual dan pembeli dengan suatu harga tanpa melihat harga asli barang.

Jual beli yang juga termasuk dalam jual beli bersifat amanah adalah jual beli wadhi’ah, yaitu menjual kembali dengan harga rendah (lebih kecil dari harga asli pembelian), dan jual beli tauliyah, yaitu menjual dengan harga yang sama dengan harga pembelian.

Secara etimologis, murabahah berasal berasal dari kata al-ribh atau al- rabh yang memiliki arti kelebihan atau pertambahan dalam perdagangan. Dengan kata lain, al-ribh tersebut dapat diartikan sebagai keuntungan ”keuntungan, laba, faedah”.
Secara istilah, pada dasarnya terdapat kesepakatan ulama dalam substansi pengertian murabahah. Hanya saja terdapat beberapa variasi bahasa yang mereka gunakan dalam mengungkapkan definisi tersebut. Secara umum, variasi pengertian tersebut dapat disebutkan di sini.

Menurut ulama Hanafiyyaħ, yang dimaksud dengan murabahah ialah ”Mengalihhkan kepemilikan sesuatu yang dimiliki melalui akad pertama dengan harga pertama disertai tambahan sebagai keuntungan”.

Ulama Malikiyah mengemukakan rumusan definisi sebagai berikut: ”Jual beli barang dagangan sebesar harga pembelian disertai dengan tambahan sebagai keuntungan yang sama diketahui kedua pihak yang berakad”. Sementara itu, ulama Syâfi’iyyaħ mendefinisikan murabahah itu dengan: ”Jual beli dengan seumpama harga (awal), atau yang senilai dengannya, disertai dengan keuntungan yang didasarkan pada tiap bagiannya”.

Lebih lanjut, Imam Syafi’i berpendapat, jika seseorang menujukkan suatu barang kepada orang lain dan berkata : ”belikan barang seperti ini untukku dan aku akan memberi mu keuntungan sekian”. Kemudian orang itu pun membelinya, maka jual beli ini adalah sah. Imam Syafi’i menamai transaksi sejenis ini (murabahah yang dilakukan untuk pembelian secara pemesanan) dengan istilah al-murabahah li al-amir bi asy-syira’.

Menurut Ibnu Rusyd, sebagaimana dikutip oleh Syafi’i Antonio, mengatakan bahwa murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam jual beli jenis ini, penjual harus memberitahu harga barang yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Sedangkan menurut Zuhaily, transaksi murabahah adalah jual beli dengan harga awal ditambah dengan keuntungan tertentu.

Murabahah dalam konsep perbankan syariah merupakan jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam jual beli murabahah penjual atau bank harus memberitahukan bahwa harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Aplikasi pembiayaan murabahah pada bank syariah maupun Baitul Mal Wa Tamwil dapat digunakan untuk pembelian barang konsumsi maupun barang dagangan (pembiayaan tambah modal) yang pembayarannya dapat dilakukan secara tangguh (jatuh tempo/angsuran).

Jadi singkatnya, murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Dalam teknis perbankan syariah, akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan require rate of profitnya (keuntungan yang ingin diperoleh).

Rukun Murabahah


Sebagai bagian dari jual beli, maka pada dasarnya rukun dan syarat jual beli murabahah juga sama dengan rukun dan syarat jual beli secara umum. Rukun jual beli menurut mazhab Hanafi adalah ijab dan qabul yang menunjukkan adanya pertukaran atau kegiatan saling memberi yang menempati kedudukan ijab dan qobul itu.

Sedangkan menurut jumhur ulama ada 4 rukun dalam jual beli itu, yaitu penjual, pembeli, sighat, serta barang atau sesuatu yang diakadkan. Adapun untuk rukun jual beli murabahah itu sendiri antara lain :

  1. Penjual (Ba’i)
    Adalah pihak bank atau BMT yang membiayai pembelian barang yang diperlukan oleh nasabah pemohon pembiayaan dengan sistem pembayaran yang ditangguhkan. Biasanya di dalam teknis aplikasinya bank atau BMT membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank atau BMT itu sendiri.21Walaupun terkadang bank atau BMT menggunakan media akad wakalah dalam pembelian barang, dimana si nasabah sendiri yang mebeli barang yang diinginkan atas nama bank.

  2. Pembeli (Musytari)
    Pembeli dalam pembiayaan murabahah adalah nasabah yang mengajukan permohonan pembiayaan ke bank atau BMT.

  3. Objek jual beli (Mabi’)
    Yang sering dilakukan dalam permohonan pembiayaan murabahah oleh sebagian besar nasabah adalah terhadap barang-barang yang bersifat konsumtif untuk pemenuhan kebutuhan produksi, seperti rumah, tanah, mobil, motor dan sebagainya. Walaupun demikian, ada rambu-rambu yang harus diperhatikan juga, bahwa benda atau barang yeng menjadi obyek akad mempunyai syaratsyarat yang harus dipenuhi menurut hukum Islam, antara lain :

  • Suci, maka tidak sah penjualan terhadap benda-benda najis seperti anjing, babi, dan sebagainya yang termasuk dalam kategori najis.
  • Manfaat menurut syara’, dari ketentuan ini, maka tidak boleh jualbeli yang tidak diambil manfaatnya menurut syara’.
  • Jangan ditaklikan, dalam hal apabila dikaitkan atau digantungkan kepada hal-hal lain, seperti : ”jika Bapakku pergi, Ku jual kendaraan ini kepadamu”.
  • Tidak dibatasi waktu, dalam hal perkataan, ”saya jual kendaraan ini kepada Tuan selama satu tahun”. Maka penjualan tersebut tidak sah, sebab jual beli adalah salah satu sebab pemilikan secara penuh yang tidak dibatasi ketentuan syara’.
  • Dapat dipindahtangankan/diserahkan, karena memang dalam jualbeli, barang yang menjadi obyek akad harus beralih kepemilikannya dari penjual ke pembeli. Cepat atau pun lambatnya penyerahan, itu tergantung pada jarak atau tempat diserahkannya barang tersebut.
  • Milik sendiri, tidak dihalalkan menjual barang milik orang lain dengan tidak seizin dari pemilik barang tersebut. Sama halnya juga terhadap barang-barang yang baru akan menjadi miliknya.
  • Diketahui (dilihat), barang yang menjadi obyek jual beli harus diketahui spesifikasinya seperti banyaknya (kuantitas), ukurannya, modelnya, warnanya dan hal-hal lain yang terkait. Maka tidak sah jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu pihak.
  1. Harga (Tsaman)
    Harga dalam pembiayaan murabahah dianalogikan dengan pricing atau plafond pembiayaan.

  2. Ijab qobul
    Dalam perbankan syariah ataupun Lembaga Keuangan Syariah (BMT), dimana segala operasionalnya mengacu pada hukum Islam, maka akad yang dilakukannya juga memilki konsekuensi duniawi dan ukhrawi. Dalam akad biasanya memuat tentang spesifikasi barang yang diinginkan nasabah, kesediaan pihak bank syariah atau BMT dalam pengadaan barang, juga pihak bank syariah atau BMT harus memberitahukan harga pokok pembelian dan jumlah keuntungan yang ditawarkan kepada nasabah (terjadi penawaran), kemudian penentuan lama angsuran apabila terdapat kesepakatan murabahah.

Syarat Murabahah


Selain ada rukun dalam pembiayaan murabahah, juga terdapat syarat-syarat yang sekiranya menjadi pedoman dalam pembiayaan sekaligus sebagai identitas suatu produk dalam bank syariah atau BMT dengan perbankan konvensional. Syarat dari jual beli murabahah tersebut antara lain :

  1. Penjual memberi tahu harga pokok kepada calon pembeli. Hal ini adalah logis, karena harga yang akan dibayar pembeli kedua atau nasabah didasarkan pada modal si pembeli awal / Bank atau BMT.
  2. Akad pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
  3. Akad harus bebas dari riba.
  4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
  5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya pembelian dilakukan secara hutang.