Apa yang dimaksud dengan pemasaran sosial (social marketing)?

Pemasaran Sosial (Social Marketing) adalah penggunaan prinsip dan teknik pemasaran, yang dirancang untuk mempengaruhi khalayak sasaran agar secara sukarela mengubah perilaku, demi kebaikan dan kepentingan individu serta masyarakat.

Social Marketing is the use of marketing principles and techniques to influence a target audience to voluntarily accept, reject or modify a behavior for the benefit of individualsm groups or society as a whole. Kotler, Roberto and Lee, Social Marketing : Improving the Quality of Life (2002)

Pada dasarnya, pemasaran sosial atau social marketing merupakan sebuah strategi yang digunakan oleh suatu kelompok/institusi, khususnya pemerintah, dengan tujuan untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan dari kelompok sosial tertentu.

Pemasaran sosial biasanya dilakukan oleh kelompok-kelompok sosial yang ada dalam masyarakat. Misalnya, LSM Internasional - Green Peace, yang sangat aktif mengampanyekan gerakan peduli terhadap lingkungan hidup atau LSM-LSM yang ada di Indonesia pada saat ini yang aktif mengampanyekan isu demokratisasi dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

Sementara itu, orang yang dijadikan sasaran dari kegiatan pemasaran sosial disebut sebagai target adopter.

Pemasaran sosial terdiri atas :

  1. elemen-elemen pendekatan sosial terbaik untuk perubahan sosial yang berbentuk kerangka tindakan dan perencanaan yang terintegrasi serta

  2. menggunakan kemajuan teknologi komunikasi dan keahlian pemasaran. Kerangka tindakan umumnya berupa konsep dan perencanaan.

Pemasaran atau Marketing adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga promosi dan distribusi ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran untuk memuaskan tujuan organisasi dan individu.

Definisi ini berbeda dengan definisi sebelumnya yang tidak menyertakan unsur ide di dalamnya. Sebelum waktu itu, pengertian marketing adalah kegiatan pemasaran yang bertujuan menjual produk saja. Perubahan ini menandai tonggak perubahan dalam evolusi marketing yang mencerminkan penekanan dalam penyebaran dan pertukaran ide.

Dengan kata lain, social marketing adalah suatu kegiatan yang bisa menganut asas-asas marketing pada umumnya.

Istilah pemasaran sosial sendiri pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1971 untuk menguraikan penggunaan prinsip dan teknik pemasaran dalam menjelaskan suatu penyebab gejala sosial, ide, atau kebiasaan.

Sejak saat itu, istilah ini menjadi pengertian dalam teknologi manajemen perubahan sosial yang meliputi desain, implementasi, dan kontrol program yang diarahkan untuk meningkatkan akseptabilitas terhadap ide atau praktik sosial dalam satu atau lebih kelompok target adopter.

Pemasaran sosial menggunakan segmentasi pasar, riset konsumen, pengembangan dan tes produk, komunikasi terarah, fasilitas, insentif, dan teori pertukaran untuk memaksimalkan respons dari target adopter.

Contohnya adalah kampanye mengenai “wajib belajar” yang dimaksudkan untuk meningkatkan kecerdasan bangsa Indonesia. Target adopternya terdiri atas dua kelompok, yakni kelompok orang tua dan kelompok anak-anak usia

Terdapat 3 unsur utama yang mendukung pemasaran sosial, yaitu :

1. Produk Sosial: Ide/gagasan dan Praktik

Perubahan dari sebuah ide atau kebiasaan yang kurang baik menjadi lebih baik atau adopsi ide dan kebiasaan-kebiasaan baru adalah tujuan dari pemasaran sosial (social marketing).

Bentuk pertama produk sosial dapat berupa Ide dan kebiasaan. Produk sosial berupa ide bisa berbentuk belief (kepercayaan), attitude (sikap), atau value (nilai).

  • Kepercayaan adalah sebuah persepsi yang didasarkan kepada fakta dan umumnya tanpa evaluasi. Misalnya, “merokok dapat merusak kesehatan”, sedangkan sikap adalah evaluasi atau penilaian baik buruk tentang orang, objek, ide, atau kejadian dari seseorang.

  • Anda tentunya sering kali menemukan bahwa belief dan Sikap (attitude) tidak selalu berjalan selaras. Mungkin saja ada seorang kawan kita yang berkeyakinan bahwa merokok itu dapat menyebabkan berbagai penyakit, tetapi sikapnya bisa saja selaras, dapat pula berkebalikan dari keyakinannya tersebut.

    Contoh yang selaras adalah teman tersebut mengingatkan Anda mengenai bahaya merokok ketika Anda mengeluarkan sebungkus rokok. Sedangkan yang berlawanan bisa dilihat dari sikapnya yang mempersilakan Anda merokok ketika Anda meminta izin kepadanya.

  • Ide sosial bisa pula berbentuk sebuah nilai (value) yang diartikan sebagai keseluruhan gagasan mengenai apa yang benar dan apa yang tidak.

    Misalnya, poster dan spanduk-spanduk yang dipajang di markas, barak atau kantor TNI AD serta di jalan raya yang berbunyi “Ternyata Damai itu Indah” Maksudnya adalah agar masyarakat tidak bertengkar yang berujung pada kerusuhan.

Bentuk kedua produk sosial berupa praktik sosial. Praktik sosial ini bisa berupa sebuah tindakan yang terlihat pada pelaksanaan vaksinasi atau pengambilan suara pada pemilihan umum. Bisa juga berupa penetapan perubahan sebuah pola tingkah laku, seperti upaya penghentian kebiasaan merokok atau penggunaan suatu jenis kontrasepsi dalam program keluarga berencana.

Bentuk ketiga produk sosial merupakan objek terukur (tangible object) yang berbentuk fisik, seperti pil kontrasepsi yang dimaksudkan untuk menekan angka kelahiran bayi atau seperti sabuk keselamatan dengan tujuan untuk meningkatkan disiplin pengemudi di jalan raya serta dalam rangka mengikuti standar internasional.

Objek terukur tersebut mengacu pada produk-produk (benda) yang secara fisik menyertai kampanye. Khususnya untuk penggunaan sabuk keselamatan bagi pengendara mobil dan penumpang yang ada di depan sangat terkait dengan ada atau tidaknya serta berfungsi atau tidaknya sabuk keselamatan.

Meski demikian, tidak ada pendapat yang menyebutkan pembedaan dalam penekanan pada salah satu bentuk, baik ide maupun praktik sosial secara teoretis. Aspek-aspek mana yang akan ditonjolkan adalah tergantung dari tujuan, sifat, dan karakter dari pemasaran sosial tersebut.

Umumnya para pelaku pemasaran sosial mempromosikan ide sama baiknya dengan praktik sosial karena tujuan akhir mereka adalah mengubah kebiasaan dari yang selama ini dilakukan menjadi suatu perilaku yang sesuai dengan apa yang diharapkan.

Misalnya, ketika presiden Soeharto memopulerkan untuk mengonsumsi makanan secara lebih variatif dan bukan hanya padi maka pemasaran ide ini kemudian diikuti oleh perilaku pejabat yang mulai menggemari makanan kentang dan roti.

Social marketing (pemasaran sosial) dinilai oleh banyak pihak memiliki beberapa keunggulan dibandingkan strategi perubahan sosial secara tradisional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pemasaran sosial dibangun atas pengetahuan yang diperoleh dari praktik bisnis yang mempertimbangkan objek terukur, riset tentang kebutuhan manusia, mengarahkan produk kepada kelompok konsumen tertentu, memanfaatkan teknologi untuk menunjang aktivitas (seperti pemanfaatan komputer untuk desain grafis), mengomunikasikan keuntungan/manfaat yang mereka peroleh secara efektif, kewaspadaan yang tetap untuk mengubah lingkungan, dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan.

Artinya, kegiatan pemasaran sosial memiliki perencanaan dan strategi yang dapat dievaluasi dan diukur efektivitasnya secara ilmiah. Uraian ini akan kita bahas pada modulmodul selanjutnya.


Gambar produk sosial. Sumber: Kotler, P and Edvardo Roberto, Social Marketing-Strategis for Changing Public Behavior, USA: The Free Press,

2. Target Adopter (Audience)

Target adopter atau sasaran dalam pemasaran sosial terdiri dari satu atau lebih kelompok yang dapat dibagi berdasarkan usia, status sosial, letak geografis. Sama halnya dengan target market dalam pemasaran komersial, ketidakakuratan dalam mendefinisikan target adopter akan mengurangi tingkat keberhasilan dari aktivitas pemasaran yang kita lakukan.

Oleh karena masing-masing kelompok tersebut memiliki perangkat kepercayaan, sikap dan nilai yang tidak sama. Oleh karena itu, perlu diperhatikan perbedaan karakter dari target adopter sebagai berikut (Kotler, 1989: 26–28).

  • Karakteristik Sosio-Demografis (kelas sosial, pendapatan, pendidikan, usia)
    Anda masih ingat iklan Pemilu pada Tahun 1999? Ada berapa versi iklan yang ditayangkan di televisi? Mungkin Anda sudah lupa, tetapi sekadar untuk mengingatkan kembali, ada jenis iklan “inga-inga” yang menampilkan orang Manado untuk berpartisipasi dalam pemilu, ada iklan yang menampilkan anak-anak muda yang sedang main band, dan ada pula mpok Ati (sebagai orang Betawi) yang mengingatkan kita untuk ikut pemilu.

    Mengapa perlu ada pembedaan versi iklan?

    Ya, Agar masing-masing kelompok yang memiliki sifat dan budaya yang berbeda menjadi tertarik untuk memperhatikan iklan sehingga sikap dan perilakunya terhadap ide yang disampaikan bisa berubah.

  • Profil Psikologis (atribut internal, seperti sikap, nilai, motivasi, dan kepribadian)
    Sama halnya dengan karakteristik sosio-demografis, profil psikologis pun menjadi pertimbangan dalam kampanye pemasaran sosial.

  • Karakteristik perilaku (pola perilaku, kebiasaan beli, dan karakteristik pengambilan keputusan)
    Dalam pelaksanaannya pelaku social marketing kita seyogianya mampu mengidentifikasi kelompok berpengaruh yang dapat mempengaruhi keberhasilan program.

    Sebagaimana yang telah Anda ketahui, keberhasilan program Keluarga Berencana dikarenakan pemerintah selaku aktor dalam kegiatan pemasaran sosial berhasil mendekati dan meyakinkan kelompok yang berpengaruh dalam masyarakat, ulama, pemuka adat dan pemimpin informal lainnya.

    Adapun kelompok-kelompok berpengaruh ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

    1. Kelompok Pemberi Izin, seperti badan-badan pengatur di mana izin atau peraturan mungkin dibutuhkan dalam memulai penyebaran program.

    2. Kelompok Pendukung, seperti dokter atau staf medis lainnya yang mendukung atau berpartisipasi dalam pelaksanaan program. Dalam pemasaran program keluarga berencana dukungan dari dokter sangatlah penting. Oleh karena cukup banyaknya pro dan kontra di kalangan masyarakat termasuk dari pihak medis (dokter) maka KB dengan vasektomi dan tubektomi tidak bisa berkembang di Indonesia saat ini. Dengan kata lain, program ini tidak berhasil karena tidak didukung oleh kelompok pendukung.

    3. Kelompok Oposisi. Contoh klasik yang sering ditampilkan adalah para ulama yang menentang Keluarga Berencana pada awal disosialisasikan (tahun 1970-an). Upaya yang paling tepat untuk menaklukkan kelompok ini adalah dengan memberikan keyakinan yang masuk akal bahwa program yang dilaksanakan adalah benar dan tidak bertentangan dengan ajaran agama.

    4. Kelompok Evaluasi, seperti komite legislatif yang memberikan evaluasi yang dapat menilai apakah program tersebut menguntungkan atau merugikan.

    Contohnya program pemerintah Kanada untuk mengurangi konsumsi rokok, seperti disinggung di atas akan berjalan sangat efektif karena didukung oleh parlemen.

3. Teknologi Manajemen Perubahan Sosial

Sebuah teknologi manajemen perubahan sosial haruslah dapat menjawab pertanyaan berikut secara efektif.

  • Apa ide dan praktik sosial yang cocok dan apa yang dicari kelompok sasaran (target adopter)?
  • Bagaimana membuatnya cocok?
  • Bagaimana membawanya kepada target sasaran?
  • Bagaimana menjaga atau mengubahnya untuk mempertahankannya dari kematian yang prematur?

Dari pertanyaan tersebut ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menjawabnya, yaitu mendefinisikan, mendesain, mengirimkan, dan mempertahankan produk yang cocok dengan apa yang dicari oleh kelompok sasaran (Kotler, 1989: 28–36).

a. Mendefinisikan produk yang cocok

Hal pertama yang dibutuhkan dalam menyukseskan pemasaran sosial adalah menciptakan produk sosial baru untuk memenuhi keinginan target sasaran atau produk yang lebih baik dari yang sudah ada.

Tentu saja hal ini membutuhkan penjelasan tentang apa yang dibutuhkan dan bagaimana memenuhinya, dengan kata lain harus dibuat apa yang disebut konsep pemasaran (the marketing concept).

Konsep pemasaran ini memegang kunci menuju keberhasilan tujuan organisasional yang di dalamnya mengandung penentuan kebutuhan target sasaran dan mengirimkan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dibanding dengan kompetitor/pesaing lain.

b. Mendesain produk yang cocok

Desain atau rancangan produk yang cocok dilakukan dengan menerjemahkan sesuatu yang cocok ke dalam posisi yang sesuai dengan ide sosial dan praktik, kemudian memakainya untuk menguatkan posisinya, lalu mengembangkan gambaran sebagai penyebab yang konsisten dengan sumber penyebab tersebut.

Misalnya, kampanye untuk menolong atau meringankan penderitaan korban AIDS/HIV adalah dengan mendesain program yang memiliki tema “Jangan Singkirkan Mereka”.

c. Mengirimkan produk yang cocok

Kegiatan ini dilakukan dengan memperhatikan apakah ada sumber produk terukur (benda yang digunakan dalam kampanye) dan apakah diperlukan pelayanan dalam pelaksanaannya.

Ada empat kemungkinan situasi pengiriman, (Kotler, 1980: 34) sebagai berikut.

  1. Kampanye menggunakan produk terukur yang membutuhkan presentasi dan demonstrasi. Misalnya, peningkatan kesehatan bayi, di mana di samping diberikan PIN di Posyandu, ibu-ibu juga diberikan pelatihan bagaimana merawat bayi, bagaimana memasak dan memberikan makanan bayi secara lebih baik.

  2. Kampanye menggunakan produk terukur tanpa perlu presentasi atau pelatihan. Contohnya penggunaan sabuk pengaman pada kendaraan.

  3. Kampanye tanpa produk terukur, tetapi memerlukan presentasi dan demonstrasi. Contohnya, program pemberantasan buta huruf (Kejar Paket A).

  4. Kampanye tanpa produk terukur yang tidak memerlukan presentasi dan demonstrasi. Misalnya, pada kampanye mengenai penegakan hak asasi manusia atau himbauan untuk tidak membuat kerusuhan.

    Contoh dari kampanye tanpa produk terukur adalah iklan berikut ini.

image

d. Mempertahankan produk yang cocok

Tugas terakhir untuk meneruskan atau mengubah produk sebagai respon terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat dapat dilakukan melalui beberapa tahap (Kotler, 1989: 36).

  1. Tahap pertama dilakukan dengan melakukan riset dan pengawasan terhadap kondisi masyarakat (target sasaran).

    Contoh kasusnya adalah ketika kementrian kesehatan Amerika Tengah melaksanakan program peningkatan gizi bagi anak-anak warga miskin. Kampanye dilakukan dengan penyebaran biskuit kaya gizi dengan harga murah. Biskuit ini diposisikan sebagai makanan utama untuk makan siang dan makan malam, bukan sebagai camilan (snack). Setelah empat bulan, terjadi penurunan penjualan. Berdasarkan hasil evaluasi melalui survei, didapat bahwa sebagian besar kaum ibu menjadikan biskuit tersebut sebagai camilan walaupun tertulis jelas bahwa biskuit tersebut adalah makanan utama. Dengan posisinya sebagai camilan maka banyak produk lain yang menjadi pesaing sehingga menurunkan penggunaan biskuit tersebut. Hasil survei juga mengungkapkan bahwa bentuk, ukuran, pengemasan, dan rasa dari biskuit tersebut lebih kuat kesannya sebagai camilan dibanding dengan apa yang tertera dalam kemasan biskuit itu, yaitu bahwa bahan biskuit ini adalah makanan utama.

  2. Tahap kedua adalah memanfaatkan hasil riset yang telah di lakukan.

    Dalam kasus ini ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan oleh kementrian kesehatan, sebagai berikut.

    • Tidak melakukan perubahan apa pun pada produk, melainkan melaksanakan komunikasi persuasif yang lebih intensif lagi agar kaum ibu menyajikannya sebagai makanan utama.
    • Tidak melakukan perubahan pada bentuk, tetapi melakukan penambahan pada kandungan gizinya.
    • Memodifikasi bentuk dan pengemasannya menyerupai roti dengan harapan para ibu menyajikannya untuk makan siang dan makan malam.
    • Mengubah produk dari bentuk padat menjadi cair, seperti sup kalengan atau menjadi bubuk, seperti makanan instan.
  3. Tahap ketiga pelaksanaan pemasaran sosial/social marketing adalah melakukan penyesuaian dan perubahan dalam rencana pemasaran dan pelaksanaannya.

    Oleh karena setiap program tidak ada yang benarbenar sempurna, maka berbagai kelemahan dan kekurangan seyogianya diperbaiki agar program tersebut menjadi lebih baik.

SUmber : Dr. Ricardi S. Adnan, M.Si, “Pemasaran Sosial: Suatu Pengantar”

Berikut adalah definisi pemasaran sosial menurut beberapa ahli :

  • Pemasaran sosial adalah penerapan konsep pemasaran komersial dan alat untuk mempengaruhi perilaku secara sukarela terhadap khalayak untuk memperbaiki kehidupan mereka atau bagian dari masyarakat tersebut.(Alan Andreasen, 2011)

  • Pemasaran sosial adalah penerapan prinsip-prinsip pemasaran untuk membentuk pasar yang lebih efektif, efisien, berkelanjutan, dan hanya dalam memajukan kesejahteraan masyarakat dan kesejahteraan Sosial. (Craig Lefebvre, 2011) .

  • Pemasaran sosial adalah cara untuk mengurangi hambatan dan meningkatkan kualitas hidup bagi perilaku individu dan masyarakat. Menggunakan konsep dan proses perencanaan dari pemasaran komersial untuk menciptakan perilaku “menyenangkan, mudah, dan populer.” tidak melampaui komunikasi, iklan layanan masyarakat, dan pendidikan untuk memberikan persepsi 360-derajat penyebab potensial dan solusi untuk masalah kesehatan dan pelayanan manusia. (Mike Newton-Ward, 2011).

  • Pemasaran sosial adalah aktivitas dan proses untuk memahami, menciptakan, berkomunikasi, dan memberikan penawaran yang unik dan inovatif untuk mengatasi masalah sosial.(Sharyn Rundle-Thiele 2011)

Philip Kotler dan Nancy Lee dalam bukunya SOCIAL MARKETING : changing Behaviors for Good mengungkapkan pandanganya dan beberapa orang ahli dalam bidang pemasaran. Menurutnya pemasaran sosial adalah tentang :

  1. mempengaruhi perilaku,
  2. memanfaatkan proses perencanaan sistematis yang berlaku pada prinsip-prinsip pemasaran dan teknik,
  3. fokus pada prioritas target yaitu masyarakat dan
  4. memberikan manfaat positif bagi masyarakat.

Menurut Kotler dan Roberto (1989) pemasaran sosial memiliki tiga unsur yakni ide atau praktek sosial, satu atau lebih target adopsi dan manajemen teknologi perubahan sosial.

Kotler dan Roberto (1989) juga mengatakan bahwa ide dan kebiasaan adalah produk yang akan dipasarkan. Produk didefinisikan sebagai segala sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan kebutuhan atau keinginan. Produk bisa berupa barang, jasa, orang, tempat, organisasi, ide.

Adapun defenisi dari produk-produk sosial adalah produk yang akan dipasarkan kepada masyarakat untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat tersebut. Membuat sebuah produk di pemasaran sosial lebih sulit dibandingkan dengan komersial, oleh karena:

  • Inflexibility.
    Pemasar komersial lebih mudah mendesain ulang produknya dibandingkan pemasar sosial. Mereka bisa dengan mudah merubah warna, bentuk, desain, atau fitur yang lain. Pemasar sosial lebih sulit dalam merubah produknya.

  • Intangibility.
    Produk di pemasaran komersial bentuknya lebih jelas dan mudah diamati. Produk di pemasaran sosial lebih sulit diamati keluarannya (output) karena sering memberikan pemahaman di dalam kesadaran manusia.

  • Complexity.
    Produk sosial lebih kompleks dibandingan produk komersial oleh karena produk komersial dapat fokus pada satu manfaat. Produk sosial mempunyai manfaat lebih banyak, tetapi tidak nampak jelas dan harus tetap dijelaskan efek negatifnya pada masyarakat.

  • Controversial.
    Produk sosial sering kontradiksi dengan nilai atau norma yang ada di masyarakat.

  • Weak personal benefit.
    Pada produk sosial, manfaat yang didapatkan seringkali untuk masyarakat, dan jarang untuk pribadi.

  • Negative frame.
    Produk sosial, terutama yang merubah perilaku, sering terdengar negatif dan tidak nyaman dilakukan.

Untuk membedakan sebuah produk dengan produk dari kompetitor lain, dibutuhkan sebuah nama, simbol, terminologi, desain, atau kombinasi dari itu semua yang disebut brand. Simbol ini haruslah mudah diingat, mudah dikenali, mudah diucapkan, unik, dan memberikan manfaat. Branding ini tidak sekedar memberikan nama sebuah produk, tapi juga membangun semua atribut yang melekat di seluruh elemen bauran pemasaran. Ide dan perilaku merupakan produk yang jual pada pemasaran sosial.

Menurut kotler dan Roberto (1989) produk sosial marketing terbagi atas 3 yaitu ide, praktek dan objek berwujud.

  1. Ide sosial adalah sebuah gagasan yang muncul karena adanya permasalahan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Produk yang berbentuk ide akan membentuk tiga hal yakni kepercayaan (belief), sikap (attitude) dan nilai (value).

    • Kepercayaan (belief) adalah sebuah persepsi yang diambil sekitar hal-hal faktual, suatu hal yang tidak membutuhkan evaluasi secara kritis. Bentuk produk yang menghasilkan kepercayaan adalah kampanye “merokok merusak kesehatan” dimana akan terbentuk kepercayaan masyarakat tentang kesehatan.

      Untuk ide yang membentuk sikap dapat berupa kampanye program perencanaan keluarga, dari hasil kampanye tersebut dapat menghasilkan sebuah sikap dari keluarga yang merencanakan kehidupan keluargannya.

      Sedangkan untuk yang membentuk nilai dapat berupa kampanye hak asasi manusia dimana nilai kemanusiaan diangkat sehingga terbentuk sebuah opini yang menyatakan tentang kebenaran. Nilai merupakan keseluruhan ide yang menyatakan benar atau salah.

    • Sikap (attitude) adalah evaluasi positif atau negatif terhadap orang, objek, ide atau peristiwa. Misalnya, iklan layanan masyarakat yang dibuat oleh PLN. Dalam iklan tersebut masyarakat dianjurkan untuk mematikan lampu pada pukul 17.00-22.00. Iklan tersebut menghimbau masyarakat untuk menentukan sikap dalam rangka penghematan Bahan Bakar Minyak.

    • Nilai (value) adalah keseluruhan ide mengenai suatu hal yang baik atau salah. Masalah nilai biasanya menyangkut masalah hak asasi manusia. Misalnya, konflik ras yang terjadi di Amerika. Ras kulit hitam dipandang lebih rendah dari ras kulit putih. Oleh karena itu, dibuatlah kampanye anti rasialisme dimana semua ras dipandang sama tanpa membeda-bedakan satu sama lain. Selain itu, banyak artis-artis mancanegara menuangkan ide anti rasialisme di dalam lirik lagunya untuk mengubah nilai-nilai yang selama ini dianut oleh masyarakat.

  2. Praktek Sosial atau pelatihan sosial pada dasarnya bukanlah produk sosial, melainkan cara untuk mempromosikan ide sosial.

    • Act : Act atau aksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menyampaikan kampanye sosial tersebut kepada publik.

      • Single Act atau aksi perorangan adalah tindakan yang dilakukan individu secara perseorangan. Misalnya, dalam sosialisasi Pemilihan Umum diharapkan keikutsertaan individu untuk memberikan hak pilihnya kepada salah satu kandidat calon legislatif dan calon presiden. Hal ini tentu dapat mengajak orang lain untuk ikut memberikan suara pada pemilu.

      • Sustain Act cenderung kepada tindakan tambahan untuk menyokong suatu kampanye sosial yang dilakukan terus menerus atau berkelanjutan. Misalnya, seminar- seminar atau kampanye mengenai pelaksanaan Keluarga Berencana terus digalakkan untuk menekan angka kelahiran bayi di Indonesia.

    • Behavior; behavior mengacu pada perilkau seseorang atau masyarakat terhadap suatu permasalahan sosial. Misalnya, tindakan orang yang memberhentikan dirinya dari merokok dan tidak akan mengulangi perilakunya tersebut.

  3. Objek berwujud (tangible object) adalah produk fisik yang menyertai kampanye sosial. Tangible object ini merupakan alat yang dilibatkan untuk mencapai suatu tujuan perubahan sosial. Jenis ini mengharapkan masyarakat dapat menggunakan produk tersebut sehingga terjadinya keselamatan atau terhindar dari hal yang dapat merugikan baik langsung maupun tidak langsung terhadap dirinya. Pada jenis ini dapat dicontohkan untuk penggunaan sabuk pengaman sebuah produk berwujud yang seharusnya digunakan oleh masyarakat ketika sedang berkendaraan. Produk publik merupakan produk bersama dimana dalam pemenuhan konsumsinya tidak dapat dilakukan oleh pribadi masyarakat saja sehingga produk ini dikelola oleh pemerintah.

Dalam pemasaran sosial produk yang dijual (dipasarkan) adalah produk sosial atau produk yang secara sosial bermanfaat, yakni :‟prilaku baru‟.

Produk sosial berbeda dengan produk komersial dalam.arti.:

  • produk sosial lebih rumit penggunaannya dibanding dengan produk komersial
  • produk sosial sering lebih kontroversial
  • keuntungan produk sosial tidak cepat dirasakan
  • saluran distribusi produk sosial lebih sukar digunakan dan di kontrol
  • pasar produk sosial sukar dianalisis
  • ukuran keberhasilan “penjualan” atau adopsi produk sosial lebih berat dari produk komersial

Dalam social marketing (pemasaran sosial) yang dimaksud dengan produk adalah sesuatu yang ditawarkan untuk dibeli, yang berbentuk perilaku yang diharapkan dan manfaat perilaku tersebut. Hal yang ditawarkan tersebut bisa termasuk juga sebuah barang dan layanan untuk mendukung perubahan perilaku dari sasaran. Dalam pemasaran komersial hal tersebut sering dikatakan sebagai paket manfaat yang ditawarkan.pada.pasar.untuk.memenuhi.kebutuhan.pasar

Pada prinsipnya, pemasaran sosial adalah penerapan teknik dan langkah pemasaran komersial untuk tujuan sosial. Tetapi ada beberapa hal yang berbeda pada keduanya, yaitu:

Tabel Perbedaan Pemasaran Sosial dan komersil
image
image

Pemasaran sosial ini merupakan bagian dari pemasaran secara keseluruhan. Hanya saja, di dalam pemasaran sosial para pemasar (marketers) dan praktisi perubah kondisi sosial menerapkan teknik pemasaran untuk mempromosikan program atau kegiatan sosial. Seringkali promosi kegiatan sosial ini gagal ketika menerapkan teknik pemasaran, bukan karena teknik pemasaran tidak tepat digunakan untuk kegiatan ini tetapi karena interpretasi dan penerapan tekniknya yang salah. Jadi berdasarkan definisi menurut Kotler dan Zaltman, Pemasaran Sosial adalah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi teknik pemasaran yang digunakan untuk mempengaruhi orang agar menerima sebuah ide dan terlibat dalam sebuah program.

Sedangkan menurut Andreasen, definisi pemasaran sosial adalah penerapan teknik pemasaran komersial mulai dari analisis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program untuk mempengaruhi perilaku yang disadari oleh target audiens agar status kesehatan dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Tetapi definisi ini terlalu sempit, karena hanya fokus pada perilaku yang disadari (voluntary behaviour) sedangkan perilaku yang tidak disadari (unvoluntary behaviour) tidak dipertimbangkan.

Domain pemasaran sosial ini tidak hanya merubah perilaku yang disadari dan lingkungannya, tetapi juga merubah struktur sosial dan meningkatkan potensi individu. Artinya, pemasaran sosial bahkan sampai mendorong individu agar dapat mengakses pelayanan kesehatan, memperbaiki kondisi rumah, mendapatkan pendidikan yang baik, menjangkau transportasi, dan kebutuhan lain yang dapat meningkatkan status kesehatan.

Di dalam pemasaran sosial, ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan, yaitu pendidikan (memberikan informasi), motivasi (persuasi), dan advokasi (melakukan aksi sosial politik). Edukasi dan persuasi ditujukan untuk merubah perilaku, sedangkan advokasi bertujuan untuk melakukan perubahan struktural pada level sosial, fisik dan legislatif.

Edukasi sangat bermanfaat di dalam promosi kesehatan jika hambatan utama dalam pemasaran sosial adalah ketidaktahuan masyarakat. Persuasi digunakan jika tujuan pemasaran sosial adalah menginginkan masyarakat mengadopsi ide yang diberikan. Sedangkan jika tujuan pemasaran sosial menginginkan dampak yang lebih luas dan lebih terintegrasi maka advokasi adalah pilihan metodenya.

Dalam merubah kondisi sosial, selain pemasaran sosial dikenal pula istilah promosi kesehatan. Promosi kesehatan tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga „membujuk‟ (melakukan persuasi) kepada masyarakat untuk menghindari perilaku yang tidak sehat dan berubah melakukan perilaku sehat. Jika pendidikan kesehatan fokus pada informasi biomedik, faktor resiko, dan penyakit yang ada di masyarakat, promosi kesehatan lebih mengajak masyarakat untuk merubah perilaku kesehatannya dari kurang baik menuju ke perilaku sehat. Di dalam pelaksanaannya, perilaku kesehatan ini melibatkan beberapa disiplin ilmu antara lain psikologi, sosiologi, riset sosial dan komunikasi.

Kotler dan Roberto (1989) menyatakan pemasaran sosial adalah strategi untuk mengubah perilaku yang mengkombinasikan elemen-elemen terbaik pendekatan tradisonal dan perubahan sosial dalam sebuah kerangka karya perencanaan dan pelaksanaan teringresai serta memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan keterampilan pemasaran.