Apa yang dimaksud dengan Pemalsuan Surat atau Dokumen?

BAB XII PEMALSUAN SURAT


Pasal 263

(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 264

(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:

  1. akta-akta otentik;

  2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;

  3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dan suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai;

  4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;

  5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.

(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 265

Ditiadakan berdasarkan Stbl. 1926. No. 359 jo. No. 429.

Pasal 266

(1) Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya ,sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun;

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 267

(1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan.

(3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Pasal 268

(1) Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu.

Pasal 269

(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsu surat keterangan tanda kelakuan baik, kecakapan, kemiskinan, kecacatan atau keadaan lain, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu supaya diterima dalam pekerjaan atau supaya menimbulkan kemurahan hati dan pertolongan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.

(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan yang palsu atau yang dipalsukan tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah surat itu sejati dan tidak dipalsukan.

Pasal 270

(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan pas jalan atau surat penggantinya, kartu keamanan, surat perintah jalan atau surat yang diberikan menurut ketentuan undang-undang tentang pemberian izin kepada orang asing untuk masuk dan menetap di Indonesia, ataupun barang siapa menyuruh beri surat serupa itu atas nama palsu atau nama kecil yang palsu atau dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah sejati dan tidak dipalsukan atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat yang tidak benar atau yang dipalsu tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah benar dan dipalsu atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Pasal 271

(1) Barang siapa membuat palsu atau memalsukan surat pengantar bagi kerbau atau sapi, atau menyuruh beri surat serupa itu atas nama palsu atau dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat yang palsu atau yang dipalsukan tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah sejati dan tidak dipalsu atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Pasal 272

Ditiadakan berdasarkan S. 1926 No. 359 jo. No. 429.

Pasal 273

Ditiadakan berdasarkan S. 1926 No. 359 jo. No. 429.

Pasal 274

(1) Barang siapa membuat palsu atau memalsukan surat keterangan seorang pejabat selaku penguasa yang sah, tentang hak milik atau hak lainnya atas sesuatu barang, dengan maksud untuk memudahkan penjualan atau penggadaiannya atau untuk menyesatkan pejabat kehakiman atau kepolisian tentang asalnya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud tersebut, memakai surat keterangan itu seolah-olah sejati dan tidak dipalsukan.

Pasal 275

(1) Barang siapa menyimpan bahan atau benda yang diketahuinya bahwa diperuntukkan untuk melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal 264 No. 2 - 5, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Bahan-bahan dan benda-benda itu dirampas.

Pasal 276

Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan dalam pasal 263 - 268, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 4.

Apa yang dimaksud dengan Pemalsuan Surat atau Dokumen?

Pemalsuan adalah proses pembuatan, beradaptasi, meniru atau benda, statistik, atau dokumen-dokumen, dengan maksud untuk menipu. Kejahatan yang serupa dengan penipuan adalah kejahatan memperdaya yang lain, termasuk melalui penggunaan benda yang diperoleh melalui pemalsuan.

Menyalin, studio pengganda, dan mereproduksi tidak dianggap sebagai pemalsuan, meski pun mungkin mereka nanti dapat menjadi pemalsuan selama mengetahui dan berkeinginan untuk tidak dipublikasikan.

Pemalsuan adalah perbuatan mengubah atau meniru dengan menggunakan tipu muslihat sehingga menyerupai aslinya.

Definisi Tindak Pidana Pemalsuan

Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yanng di dalamnya mengandung sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.

Menurut hukum romawi, yang dipandang sebagai de eigenlijke falsum atau sebagai tindak pidana pemalsuan yang sebenarnya ialah pemalsuan surat – surat berharga dan pemalsuan mata uang, dan baru kemudian telah ditambah dengan sejumlah tindak pidana yang sebenarnya tidak dapat dipandang sebagai pemalsuan, sehingga tindak pidana tersebut di dalam doktrin juga disebut quasti falsum atau pemalsuan yang sifatnya semu.

Menurut penerjemah Prof. Dr. M. David, sesuai dengan teks tulisan tersebut, yang dapat dianggap sebagi falsum itu hanyalah apabila orang telah meniru tulisan tangan orang lain atau telah menggunting atau menghapus sesuatu dari tulisan atau dari suatu buku kas ataupun telah membukukan dalam kolom kredit suatu jumlah uang pinjaman yang terdapat dalam kolom debet dari suatu buku kas, tetapi tidak termasuk dalam pengertiannya, yakni jika orang dengan sesuatu cara telanh membohong pada waktu melakukan perhitungan.

Pemalsuan Dalam Surat – Surat ( Valscheid in geshrift )

Demikianlah judul titel XII buku II KUHP, maka KUHP berturut – turut memuat empat titel, semua tentang kejshstsn terhadap kekuasaan umum., jadi jelaslah bahwa pemalsuan dalam surat – surat dianggap lebih bersifat mengenai kepentingan masyarakat dalam keseluruhannya, yaitu kepercayaan masyarakat kepada isi surat – surat daripada bersifat mengenai kepentingan dari individu – individu yang mungkin secara langsung dirugikan dengan pemalsuan surat ini.

A. Membuat surat palsu ( VALSCHELIJK OPMAKEN )

Hal ini terjadi misalnya apabila :

  1. Seseorang A membuat surat seolah – olah berasal dari B dan menandatanganinya dengan meniru tanda tangan B;

  2. Seorang membuat surat dengan menandatanganinya sendiri tetapi isinya tidak benar ( intellectueele valsheid );

  3. Seorang A mengisis kertas kosong yang ada tanda tangan dari B dengan tulisan yang tidak benar ( blancoseing ).

B. Pemalsuan Surat Berdasarkan KUHP pasal 263

Pemalsuan merupakan suatu bentuk kejahatan yang diatur dalam Bab XII Buku II KUH.Pidana, dimana pada buku tersebut dicantumkan bahwa yang termasuk pemalsuan hanyalah berupa tulisan-tulisan saja, termasuk didalamnya pemalsuan tanda tangan yang diatur dalam pasal 263 KUH.Pidana. s/d Pasal 276 KUHPidana.

Tindak Pidana yang sering terjadi adalah berkaitan dengan Pasal 263 KUH.Pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat; dan Pasal 264 memalsukan akta-akta otentik dan Pasal 266 KUHPidana (menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik.

Adapun Pasal 263 KUHPidana, berbunyi sebagai berikut:

  1. Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hu-tang atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menim-bulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun;

  2. Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Sedangkan Pasal 264 KUH-Pidana berbunyi sebagai berikut:

  1. Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:

    • Akta-akta otentik;

    • Surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya atau pun dari suatu lembaga umum;

    • Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari sesuatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai;

    • Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;

    • Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.

  2. Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Sedangkan Pasal 266, berbunyi sebagai berikut:

  1. Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun;

  2. Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
    (1) barang siapa membikin surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perutangan atau yang dapat membebaskkan daripada utang atau yang dapat menjadi bukti tentang sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu dapat mendatangkan kerugian, maka karena memalsukan surat, dipidana dengan dengan pidana penjara selama – lamanya enam tahun.
    (2) dipidana dengan pidana penjara semacam itu juga, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan seolah – olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian.

Penjelasan :

Yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang membikin surat palsu atau memalsukan surat :

  1. Yang dapat menerbitkan sesuatu hak ;

  2. Yang dapat menerbitkan suatu perutangan;

  3. Yang dapat membebaskan dari pada utang;

  4. Yang dapat menjadi bukti sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah – olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, jikalau pemakaian surat itu dapa mendatangkan kerugian
    .
    Selanjutnya ayat ( 2 ) mengancam hukuman kepada orang yang dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan, seolah – olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian.

  • Surat yang dapat menerbitkan sesuatu hak misalnya : surat izin mengemudi, ijazah, karcis tanda masuk, surat saham, dan lain sebagainya.

  • Surat yang dapat menerbitkan suatu perutangan misalnya surat kuasa untuk dapat membuat utang.

  • Surat yang dapat menjadi bukti tentang sesuatu hal , misalnya : akte kelahiran, akte kematian, akte pendirian sesuatu usaha, dan lain sebagainya.

  • “ surat palsu “ dapat diartikan surat yang disusun sedemikian rupa, sehingga isinya tidak pada mestinya ( tidak benar )

  • “ memalsukan surat “ berarti mengubah surat itu sedemikian rupa, sehingga isinya menjadi lain dari pada isi surat yang asli.

  • “ memalsukan tanda tangan yang berkuasa menanda tangani “ termasuk dalam pengertian “ memalsukan surat “. Demikian pula menempelkan pas foto orang lain dari pada yang berhak dalam ijazah sekolah, surat izin mengemudi, harus dapat dipandang sebagai suatu pemalsuan.

  • “ dapat mendatangkan kerugian “, tidak perlu dibuktikan bahwa kerugian itu sudah ada, tetapi cukup dengan adanya “ kemungkinan “ saja.

  • Yang diartikan “ kerugian “ tidak hanya kerugian materiil, tetapi juga kerugian – kerugian di lapangan kemasyarakatan, kesusilaan, kehormatan dan sebagainya.27

Definisi Dokumen, Surat, Akta, dan Tanda Tangan.

Dokumen adalah surat yang tertulis / tercetak yang dapat dipakai sebagai barang bukti atau keterangan ( seperti akta kelahiran, surat nikah, surat perjanjian ).

Surat adalah :

  • kertas ( kain, dan sebagainya ) yang bertulis ( berbagai – bagai isi maksudnya,
  • secarik kertas ( kain, dan sebagainya ) sebagai tanda / keterangan.

Akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pernyataan, keputusan, dan sebagainya ) resmi yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh notaris atau pejabat pemerintah yang berwenang.

Tanda tangan adalah nama yang dituliskan secara khas dengan tangan oleh orang itu sendiri.

Definisi Pertanggung Jawaban

Untuk memperjelas mengenai pengertian pertanggung jawaban pidana itu, baik kita lihat apa yang ditulis oleh Roeslan Saleh sebagai berikut:

Jadi perbuatan yang tercela oleh masyarakat itu di pertanggung jawabkan pada si pembuatanya. Artinya celaan yang obyektif terhadap perbuatn itu kemudian diteruskan kepada si terdakwa. Menjadi soal selanjutnya, apakah si terdakwa juga di cela dengan dilakukannya perbutan itu, kenapa perbuatan yang obyektif tercela, secara subyektif dipertanggungjawabkan kepadanya, oleh sebab itu perbuatan tersebut adalah pada diri si pembuat.

Pengertian Pertanggungjawaban

Seseorang yang melakukan tindak pidana baru boleh dihukum apabila sipelaku sanggup mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah diperbuatnya, masalah penanggungjawaban erat kaitannya dengan kesalahan, oleh karena adanya asas pertanggungjawaban yang menyatakan dengan tegas “Tidak dipidana tanpa ada kesalahan” untuk menentukan apakah seorang pelaku tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban dalam hukum pidana, akan dilihat apakah orang tersebut pada saat melakukan tindak pidana mempunyai kesalahan.

Secara doktriner kesalahan diartikan sebagai keadaan psikis yang tertentu pada orang yang melakukan perbuatan tindak pidana dan adanya hubungan antara kesalahan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan dengan sedemikian rupa, sehingga orang tersebut dapat dicela karena, melakukan perbuatan pidana.

Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah telah ditentukan oleh undang-undang. Dilihat dari terjadinya perbuatan yang terlarang, ia akan diminta pertanggungjawaban apabila perbutan tersebut melanggar hukum. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya orang yang mampu bertanggungjawab yang dapat diminta pertanggungjawaban.

Pada umumnya seseorang dikatakan mampu bertanggungjawab dapat dilihat dari beberapa hal yaitu:

a. Keadaan Jiwanya

  1. Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara.
  2. Tidak cacat dalam pertumbuhan (Gagu, Idiot, gila dan sebagainya)
  3. Tidak terganggu karena terkejut (Hipnotisme, amarah yang meluap dan sebagainya).

b. Kemampuan Jiwanya :

  1. Dapat menginsyafi hakekat dari perbuatannya.

  2. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah dilaksanakan atau tidak.

  3. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.

Adapun menurut Van Hamel, seseorang baru bisa diminta pertanggungjawabannya apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. Orang tersebut harus menginsafi bahwa perbuatannya itu menurut tata cara kemasyarakatan adalah dilarang.

  2. Orang tersebut harus dapat menentukan kehendaknya terhadap perbuatannya tersebut.

Selain itu menurut, doktriner untuk menentukan kemampuan bertanggungjawab harus ada dua hal yaitu Adanya kemampuan untuk membedakan perbuatan yang baik dan yang buruk, yang sesuai dengan hukum dan yang bertentangan dengan hak. Adanya kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsafannya tentang baik buruknya perbuatan yang dilakukan.

Sementara itu berkaitan dengan masalah kemampuan bertanggung jawab KUHP tidak memberikan batasan, KUHP hanya merumuskannya secara Negative yaitu mempersyaratkan kapan seseorang dianggap tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukan.

Menurut ketentuan Pasal 44 ayat (1) seseorang tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya atas suatu perbuatan karena dua alasan yaitu :

  1. Jiwanya cacat dalam pertumbuhannya.

  2. Jiwanya terganggu karena penyakit.

Kemampuan bertanggungjawab merupakan unsur kesalahan, oleh karena itu untuk membuktikan unsur kesalahan tersebut, maka unsur pertanggung jawaban harus juga dibuktikan, namun demikian untuk membuktikan adanya unsur kemampuan bertanggungjawab itu sangat sulit dan membutuhkan waktu dan biaya, maka dalam praktek dipakai yaitu bahwa setiap orang dianggap mampu bertanggungjawaban kecuali ada tanda-tanda yang menunjukkan lain.

Maka dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian pertanggung jawaban pidana yaitu kemampuan seseorang untuk menerima resiko dari perbuatan yang diperbuatnya sesuai dengan undang-undang.

Referensi :

  • Wirjono Prodjodikoro, Tindak – tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, 2010.
  • R. sugandhi, KUHP Kitab Undang – undang Hukum Pidana berikut Penjelasannya, Usaha Nasional, 1980.
  • Djoko Prakoso, Hukum Penitensier di Indonesia, Cetakan I, Liberty, Yogyakarta, 1988.