Apa yang dimaksud dengan Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas?

BAB X PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS


Pasal 244

Barang siapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 245

Barang siapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri, atau waktu diterima diketahuinya bahwa tidak asli atau dipalsu, ataupun barang siapa menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 246

Barang siapa mengurangi nilai mata uang dengan maksud untuk mengeluarkan atau menyuruh mengedarkan uang yang dikurangi nilainya itu, diancam karena merusak uang dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Pasal 247

Barang siapa dengan sengaja mengedarkan mata uang yang dikurangi nilai olehnya sendiri atau yang merusaknya waktu diterima diketahui sebagai uang yang tidak rusak, ataupun barang siapa menyimpan atau memasukkan ke Indonesia uang yang demikian itu dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkannya sebagai uang yang tidak rusak, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Pasal 248

Ditiadakan berdasarkan Stbl. 1938 No. 593.

Pasal 249

Barang siapa dengan sengaja mengedarkan mata uang yang tidak asli, dipalsu atau dirusak atau uang kertas Negara atau Bank yang palsu atau dipalsu, diancam, kecuali berdasarkan pasal 245 dan 247, dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 250

Barang siapa membuat atau mempunyai persediaan bahan atau benda yang diketahuinya bahwa itu digunakan untuk meniru, memalsu atau mengurangi nilai mata uang, atau untuk meniru atau memalsu uang kertas negara atau bank, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 250 bis

Pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini: maka mata uang palsu, dipalsu atau dirusak, uang kertas Negara atau Bank yang palsu atau dipalsukan, bahan-bahan atau benda-benda yang menilik sifatnya digunakan untuk memalsu atau mengurangi nilai mata uang atau uang kertas, sepanjang dipakai untuk atau menjadi obyek dalam melakukan kejahatan, dirampas, juga apabila barang-barang itu bukan kepunyaan terpidana.

Pasal 251

Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak sepuluh ribu rupiah, barang siapa dengan sengaja dan tanpa izin Pemerintah, menyimpan atau memasukkan ke Indonesia kepingkeping atau lembar-lembaran perak, baik yang ada maupun yang tidak ada capnya atau dikerjakan sedikit, mungkin dianggap sebagai mata uang, padahal tidak nyata-nyata akan digunakan sebagai perhiasan atau tanda peringatan.

Pasal 252

Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 244 - 247, maka hakhak sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 No. 1 - 4 dapat dicabut.

Apa yang dimaksud dengan Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas?

Kejahatan terhadap mata uang, dalam sejarah peradaban manusia dianggap sebagai kejahatan yang sangat merugikan kepentingan negara. Oleh karena itu negara dilindungi dari hal-hal tersebut, sehingga dicantumkan dalam asas perlindungan yang di dalam KUHPidana tercantum dalam Pasal 4.

Dalam Pasal 4 KUHPidana, yang berbunyi:

Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:

  1. Salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107,108,dan 131.

  2. Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia.

Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi kepentingan Negara Republik Indonesia terhadap setiap orang di luar Indonesia yang melakukan kejahatan terhadap mata uang RI. Dalam teori hukum pidana, ketentuan di atas disebut sebagai asas perlindungan. Asas perlindungan mengandung arti bahwa “setiap negara dianggap mempunyai wewenang untuk memutuskan tindakan mana yang membahayakan keamanannya atau keuangannya”.

Menurut Wirjono Prodjodikoro pemalsuan adalah suatu perbuatan yang disengaja meniru suatu karya orang lain untuk tujuan tertentu tanpa ijin yang bersangkutan (illegal)/ melanggar hak cipta orang lain.

Kejahatan pemalsuan mata uang yang berkaitan dengan judul diatas adalah kejahatan pemalsuan mata uang sebagaimana diatur dalam Pasal 245 KUHP.

Pasal 244 KUHP “Barangsiapa meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank, dengan maksud untuk menjalankan atau menyuruh menjalankan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank itu sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun”.

Pasal 245 KUHP “Barangsiapa dengan sengaja mengeluarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang ditirunya atau dipalsukannya sendiri atau yang pada waktu diterimanya diketahui akan palsu atau dipalsukan itu, sebagai mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank asli dan yang tidak dipalsukan ataupun yang menyimpan atau memasukkan ke daerah Republik Indonesia mata uang dan uang kertas negara atau uang kertas bank yang demikian, dengan maksud untuk mengeluarkan atau menyuruh mengeluarkan sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun”.

Perbuatan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan uang palsu telah terwujud. Perihal mengedarkan atau menyuruh mengedarkan adalah berupa apa yang dituju oleh maksud pelaku, berupa unsur subjektif. Selesainya kejahatan ditentukan oleh perbuatan meniru atau memalsu, bukan pada telah terjadinya perbuatan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan.

Uang palsu yang telah diedarkan tidak termasuk kejahatan Pasal 244 KUHP tetapi masuk dalam kejahatan Pasal 245 KUHP. Dalam rumusan Pasal 245 tersebut di atas, menurut adami chazawi ada 4 (empat) bentuk kejahatan mengedarkan uang palsu, yaitu:

  1. Melarang orang yang dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank palsu sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu, uang palsu mana ditiru atau dipalsu olehnya sendiri.

  2. Melarang orang yang waktu menerima mata uang atau uang kertas Negara atau uang kertas bank diketahuinya sebagai palsu, dengan sengaja mengedarkannya sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu.

  3. Melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank palsu, yang mana uang palsu itu ditiru atau dipalsu oleh dirinya 4 Ibid hal 42 sendiri dengan maksud untuk mengedakan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu.

  4. Melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang pada waktu diterimanya diketahuinya sebagai uang palsu, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan seperti uang asli dan tidak dipalsu.

Unsur kesengajaan kini berarti bahwa si pelaku harus tahu bahwa barang-barang tersebut adalah uang palsu. Ia juga tidak perlu mengetahui bahwa, berhubung dengan barang-barang itu, telah dilakukan tindak pidana pembuatan uang palsu atau memalsukan uang asli. Secara khusus tidak perlu diketahui bahwa yang membuat atau memalsukan uang itu memiliki tujuan untuk mengedarkan barang-barang itu sebagai uang asli (Wirjono; 2003).

Tindak pidana pemalsuan uang merupakan delik formil yaitu delik yang dianggap telah terlaksana apabila telah dilakukan suatu tindakan yang terlarang. Dalam delik formil hubungan kausal mungkin juga diperlukan tetapi berbeda dengan yang diperlukan dalam delik materiil.

Dalam delik materiil, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam perundang-undangan tetapi apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Dengan demikian dikatakan bahwa delik materiil tidak dirumuskan secara jelas, lain dengan formil yang dilarang dengan tegas adalah perbuatannya. Delik materiil perumusannnya dititikbertkan kepada akibat yang tidak dikehendaki (dilarang).

Delik ini dikatakan selesai apabila akibat yang tidak dikendaki itu telah terjadi. Dalam delik formil yaitu apabila perbuatan dan akibatnya terpisah menurut waktu, jadi timbulnya akibat yang tertentu itu baru kemudian terjadi. Pengaturan ancaman terhadap tindak pidana pemalsuan uang secara spesifik diatur dalam KUHP pada Pasal 244 dan Pasal 245.

Perbedaan kedua pasal tersebut adalah hanya perbedaan unsur saja, jika pada Pasal 245 mengancam pelaku yang dengan sengaja mengedarkan atau menyimpan uang palsu. Sedangkan pada Pasal 244 dijelaskan terhadap ancaman pidana terhadap orang yang dengan sengaja meniru atau membuat uang palsu.

Khusus untuk kejahatan pemalsuan mata uang, yang beberapa waktu terakhir sering terjadi, sangat merisaukan, baik Bank Indonesia sebagai otorisator, maupun masyarakat sebagai penerima uang palsu. Direktur Direktorat Pengedaran Uang Bank Indonesia (BI), sebetulnya pasal itu tidak bisa menjangkau kasus pemalsuan valuta asing termasuk dollar AS.

Pasal tersebut hanya bisa untuk menjerat kasus pemalsuan rupiah. Kondisi ini mengakibatkan Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia. Kepolisian juga secara teknis akan mengalami kesulitan. Sebab, untuk mengatasi pemalsuan dollar AS, polisi harus memiliki specimen atau uang contoh dollar AS. Masalah lain yang juga muncul adalah siapakan yang nanti berwenang menentukan keaslian uang dollar AS. Bank Indonesia dalam hal ini jelas tidak punya kewenangan untuk mengatakan, apakah uang dollar AS itu palsu atau tidak.

Keberadaan uang palsu merupakan suatu hal yang sulit untuk dihindari karena uang memiliki fungsi yang strategis di dalam kelangsungan suatu pemerintahan atau negara. Sifat strategis tersebut disebabkan karena uang dapat menjadikan sebagai alat transaksi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat dan juga dijadikan sebagai alat politik untuk menjatuhkan perekonomian suatu negara. Agar keberadaan uang di suatu negara tetap selalu dalam fungsinya sesuai dengan tujuannya, maka pencegahan uang palsu perlu diupayakan baik secara preventif maupun represif. Pemalsuan uang dilatarbelakangi oleh situasi perekonomian yang terpuruk, menyebabkan banyak masyarakat yang ingin mendapatkan uang banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara yang mudah.

Salah satu motivasi yang kuat bagi para pemalsu dalam melakukan perbuatannya, di samping motivasi lainnya seperti motivasi politis untuk mengacaukan perekonomian negara. Kejahatan Pemalsuan Uang sebagian besar adalah:

  • Kejahatan yang sifatnya tidak berdiri sendiri namun merupakan kejahatan yang terorganisir dengan baik, bahkan sangat mungkin merupakan kejahatan yang bersifat transnasional;
  • Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah pada umumnya para residivis. Hal ini kemungkinan disebabkan hukuman yang dijatuhkan terhadap para pelaku masih ringan;
  • Pemalsuan terhadap mata uang memerlukan suatu proses yang cukup rumit, oleh karena itu biasanya pelaku Tindak Pidana merupakan orang-orang yang memiliki keahlian khusus.

Pengertian uang palsu dalam kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP) tidak diatur secara tegas, tapi berdasarkan penjelasan dari pasal- pasal yang ada dalam KUHP, bahwa hal-hal yang berkaitan dengan uang palsu adalah:

  • Uang hasil pemalsuan
  • Uang hasil peniruan
  • Mata uang yang dikurangkan nilai atau harganya
  • Benda-benda semacam mata uang atau semacamnya yang oleh pemerintah tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah.
    Hal-hal diatas harus dikaitkan dengan niat atau maksud si pembuat atau pemalsu yaitu sengaja untuk memalsu dan mengedarkan atau menyuruh orang lain mengedarkan serupa uang asli atau tidak dipalsukan.Bank Indonesia mendefinisikan uang palsu adalah hasil dari perbuatan tindak pidana melawan hukum berupa meniru dan atau memalsukan uang yang dikeluarkan sebagai satuan mata uang yang sah.

Dalam rumusan pasal 20 Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dijelaskan bahwa :

‘‘Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang yang dimaksud dari peredaran”.

Berdasarkan bunyi pasal tersebut berarti siapapun selain Bank Indonesia tidak berhak untuk mengeluarkan, mengedarkan,mencabut , menarik dan memusnahkan uang rupiah, Karenanya, apabila ada pihak yang memalsu atau meniru dan mengedarkan uang yang tidak diakui oleh pemerintah sebagai alat pembayaran yang sah, seolah-olah uang itu adalah sebagai alat pembayaran yang sah, maka pihak tersebut diperlakukan sama sebagai pembuat atau pemalsu dan pengedar uang palsu (Irawan, 2001).

Tidak Pidana Pemalsuan dan Pengedaran Uang Palsu


Uang merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari denyut kehidupan ekonomi masyarakat. Stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan oleh sejauh mana peranan uang dalam perekonomian oleh masyarakat dan otoritas moneter. Definisi uang bisa dibagi dalam dua pengertian, yaitu definisi uang menurut hukum ( law ) dan definisi uang menurut fungsi.

Yuliadi (2004) mengemukakan definisi uang menurut hukum yaitu:

“Sesuatu yang ditetapkan oleh undang-undang sebagai uang dan sah untuk alat transaksi perdagangan. Sedangkan definisi uang menurut fungsi, yaitu sesuatu yang secara umum dapat diterima dalam transaksi perdagangan serta untuk pembayaran hutang-piutang.”

Unsur kesengajaan kini berarti bahwa pelaku mengerti bahwa barang- barang tersebut adalah palsu, pelaku juga tidak perlu mengetahui bahwa berhubungan dengan barang-barang itu, telah dilakukan tindak pidana pembuat uang palsu atau memalsukan uang asli. Secara khusus tidak perlu diketahui bahwa yang membuat atau memalsukan uang itu memiliki tujuan untuk mengedarkan barang-barang itu sebagai uang asli.

Meniru atau memalsukan mata uang atau mata uang kertas terdapat pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi: ‘‘Barang siapa meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas Negara atau bank dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau mata uang kertas tersebut seolah- olah asli dan tidak dipaslu, diancam pidana penjara maksimum lima belas tahun” (Putra, 2011).

Maksud pelaku dalam pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah siapa saja. Kesengajaan tersirat pada perbuatan meniru atau memalsukan.Artinya, ada kehendak dari pelaku untuk meniru, yaitu membuat sesuatu yang menyerupai uang yang berlaku, atau ada kehendak pelaku untuk memalsukan uang yang sudah ada.

Kesengajaan ini harus terkait dengan maksud si pelaku, yaitu untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkannya seolah-olah asli dan tidak dipalsukan.‘‘Dengan maksud untuk mengedarkannya, berarti masih dalam pikiran (in mind) dari pelaku, belum berarti sudah beredar”. Dengan demikian pengertian dengan maksud disini selain memperkuat kesengajaannya untuk meniru atau memalsu adalah juga tujuannya yang terdekat.

Konsep penegakan hukum aktual (actual enforcement concept) yang muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan dengan saranaprasarana, kualitas sumber daya manusianya, kualitas perundang-undangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat.

Pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan tegas melarang seseorang untuk meniru atau memalsukan uang, yang dengan demikian tidak hak bagi seseorang itu, namun bukan hal yang mustahil apabila ada seseorang yang karena kemahirannya mampu untuk meniru atau memalsu uang, asal saja tidak dimaksudkan untuk diedarkan sebagai yang asli misal saja untuk dipertontonkan kepada umum bentuk-bentuk uang yang dipalsukan atau dalam rangka pendidikan.Hal ini perlu diperhatikan karena kita menganut hukum yang material.

Uang yang di maksud dalam pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah alat pembayaran yang sah pada saat pengedarannya, ada uang yang dibuat dari logam (emas, perak, suasa, nikel, tembaga, alumunium dan sebagainya), ada pula yang dibuat dari kertas khususnya. Uang ini dibuat oleh pemerintah atau dipercayakan kepada suatu bank. Di Indonesia pembuatan uang di percayakan kepada Bank pemerintahan, yaitu Bank Indonesia. Perbuatan melapisi uang logam dengan cat atau uang logam lainnya, misalnya uang perak dengan uang emas, atau uang logam dengan uang perak/emas tidak dicakup oleh pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Selain KUHP pengaturan pemalsuan dan pengedaran uang palsu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang, yang berbunyi setiap orang yang memalsu Rupiah sebagaimana dimaksut dalam pasal 26 atar (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Kejahatan pemalsuan menurut Teguh Prasetyo (2011) adalah:

“Kejahatan yang di dalamnya mengandung sistem ketidakbenaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu nampak dari luar seolah- olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya itulah yang di namakan dengan tindak pidana pemalsuan dalam bentuk (kejahatan dan pelanggaran).”

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa kejahatan pemalsuan adalah suatu tindak pidana dengan melakukan ketidakbenaran tau memalsukan suatu objek agar terlihat asli yang dapat merugikan masyarakat.Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/7/PBI/2012 tentang Pengelolaan Uang Rupiah pada Pasal 1 ayat (13) dan ayat (14) menjelaskan bahwa:

“Uang Rupiah Tiruan adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan/atau desainnya menyerupai Uang Rupiah yang dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, atau diedarkan, tidak digunakan sebagai alat pembayaran dengan merendahkan kehormatan Uang Rupiah sebagai simbol Negara”.

“Uang Rupiah Palsu adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan/atau desainnya menyerupai Uang Rupiah yang dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, diedarkan, atau digunakan sebagai alat pembayaran secara melawan hukum”.

Pengertian mata uang palsu itu sendiri adalah mata uang yang di cetak atau di buat oleh perseorangan maupun perkumpulan/sindikat tertentu dengan tujuan. Mata uang palsu hasil cetakannya dapat berlaku sesuai nilainya dengan sebagaimana mestinya, Eddi Wibowo lebih jauh menjelaskan:

‘‘Pemalsuan uang kertas di lakukan dengan cara peniruan (conterfeiting). Tindakan meniru uang dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkannnya seolah-olah uang tersebut asli merupakan suatu tindak kejahatan berat yang dapat dikenai hukuman pidana’’

Pemalsuan jenis peniruan yang dapat menjadi jenis-jenis ‘‘kurang berbahaya’’ dan ‘‘berbahaya’’, yaitu:

1. Jenis yang kurang berbahaya, yaitu jenis pemalsuan uang dengan kualitas relatif kurang baik, masyarakat mudah membedakan nya dengan yang asli, pembuatannya dilakukan satu-persatu (kuantitas produksinya rendah).

  • Lukisan Tangan
    Peniru dilakukan dengan cara melukis dengan bahan antara lain cat air,hasil lukisan tampak buruk, tidak sempurna, tidak rapi dan mudah terdeteksi.

  • Fotokopi hitam putih
    Pemalsuan dengan alat fotolopi hitam putih memberikan penampakan pada hasil cetakan antara lain garis-garis relief dan garis halus terputus-putus atau tidak jelas. Penyempurnaan warna gambar dilakukan dengan menggunakan cat air;

  • Cetakan kasa/sablon
    Proses ini memerlukan alat fotografi untuk memisahkan warna- warna yang ada pada gambar aslinya. Sebagai acuan cetak digunakan kasa(screen) misal nilon, sebanyak jumlah warna yang diperlukan;

2. Jenis berbahaya, yaitu jenis pemalsuan dengan kualitas baik, mendeteksi sempurna dan sulit dibedakan dengan yang asli jika dideteksi tanpa menggunakan alat deteksi serta kuantitas produksinya tinggi.

  • Proses photo mechanic (fotografi)
    Reproduksi dengan cara pemisahan setiap komponen warna. Komponen-komponen warna tersebut kemudian dikombinasikan sesuai dengan urutan pencetakannya;

  • Proses colour separation
    Pemisahan warna dilakukan dengan filter pada kamera bagi masing-masing warna proses ( cyan, magenta,yellow dan black). Penomoran dilakukan dengan mengunakan teknik cetak offset yang banyak digunakan percetakan non-sekuritas;

  • Proses multi-colour
    Pemisahan warna secara selektif dan pencentakannya sesuai dengan jumlah warna secara berurutan. Unsur pengamanan yang ada pada uang kertas antara lain warna kertas, tanda air, benang pengaman, dan serat-serat berwarna dapat juga ditiru dengan proses ini. Reproduksi dengan proses multi-colour relatif memerlukan keahlian dan ketelitian dengan waktu persiapan yang lebih lama dibandingkan dengan colour separation. Uang kertas rupiah palsu hasil repoduksi dengan proses multi-colour secara teknis merupakan ancaman potensial menuju kualitas sangat berbahaya;

  • Fotokopi berwarna
    Kemajuan teknologi fotokopi berwarna berkembang pesat. Dewasa ini mesin fotokopi berwarna mampu mereproduksi semua warna yang tampak. Yaitu empat warna dasar yang dikenal sebagai warna cyan, magenta, yellow dan black.

Tindak Piana Pemalsuan Uang

Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan membuat dan menyimpan uang rupiah palsu, seolah-olah uang tersebut benar atau asli adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya. Jadi secara umum Tindak Pidana pemalsuan uang adalah kegiatan menirukan keaslian dari suatu nilai mata uang yang di dalamnya mengandung ketidakbenaran untuk diedarkan luas di masyarakat.

Pada dasarnya pemalsuan Uang Rupiah (pemalsuan dan pengedaran uang palsu) lebih didasarkan pada kepentingan mendasar yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup pelakunya, karena sebagian besar pelaku dihimpit kesulitan ekonomi dan kasus-kasus yang terjadi di negara Indonesia adalah mempunyai tipikal yang sama yaitu pelaku terdorong untuk melakukan kejahatan uang palsu karena jeratan segi finansialnya. Begitu pula untuk kasus yang terjadi di luar negeri kebanyakan kasus uang palsu terjadi juga mempunyai kemiripan yang sama dengan kejahatan uang palsu yang terjadi di wilayah negara Indonesia.

Terdapat beberapa kasus yang tidak didasari oleh kesulitan ekonomi. Kejahatan uang palsu yang demikian biasanya dipengaruhi oleh kepentingan politik. Namun sangat jarang kasus demikian terjadi karena untuk membuat uang palsu demi kepentingan politik sangat banyak faktor yang mempengaruhinya seperti misalnya negara dalam keadaan genting karena perang, ataupun untuk kepentingan pemilihan seorang pemimpin negara ataupun untuk kepentingan yang sama dengan itu.

Uang palsu adalah hasil perbuatan Tindak Pidana Melawan Hukum berupa meniru dan/atau memalsukan uang yang dikeluarkan sebagai satuan mata uang yang sah. Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah merupakan kejahatan yang serius karena selain bertujuan untuk memperkaya diri sendiri secara ekonomis, juga bertujuan untuk menghancurkan perekonomian negara secara politis. Kejahatan tersebut juga semakin canggih karena kemajuan teknologi. Tanggung jawab terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah tentu saja bukan tugas dari Bank Indonesia dan pihak Kepolisiansemata, melainkan tugas dari seluruh lapisan masyarakat untuk bersama memerangi kejahatan tersebut.

Upaya untuk menanggulangi tindak pidana pemalsuan mata Uang Rupiah, memerlukan peran serta masyarakat secara aktif, mengingat semua kegiatan transaksi ekonomi di suatu negara, keberadaan uang palsu merupakan suatu hal yang sulit untuk dihindari, karena uang memiliki fungsi yang strategis dalam kelangsungan suatu pemerintahan atau negara. Sifat strategis tersebut disebabkan karena selain uang dapat dijadikan sebagai alat transaksi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat, uang juga dapat dijadikan sebagai alat politik untuk menjatuhkan perekonomian suatu negara.Agar keberadaan uang di suatu negara tetap selalu dalam fungsinya sesuai dengan tujuannya, maka pencegahan uang palsu perlu diupayakan baik secara preventif maupun represif.

Pemalsuan uang dilatarbelakangi oleh situasi perekonomian yang terpuruk, menyebabkan banyak masyarakat yang ingin mendapatkan uang banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara yang mudah. Hal itu menjadi salah satu motivasi yang kuat bagi para pemalsu dalam melakukan perbuatannya, di samping motivasi lainnya seperti motivasi politis untuk mengacaukan perekonomian negara.

Kejahatan Pemalsuan Uang sebagian besar adalah:

  • Kejahatan yang sifatnya tidak berdiri sendiri namun merupakan kejahatan yang terorganisir dengan baik, bahkan sangat mungkin merupakan kejahatan yang bersifat transnasional;

  • Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah pada umumnya para residivis. Hal ini kemungkinan disebabkan hukuman yang dijatuhkan terhadap para pelaku masih ringan;

  • Pemalsuan terhadap mata uang memerlukan suatu proses yang cukup rumit, oleh karena itu biasanya pelaku Tindak Pidana merupakan orang-orang yang memiliki keahlian khusus.

Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah perlu diberikan hukuman yang berat (setimpal), antara lain dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap perekonomian negara. Hukuman terhadap pemalsu uang perlu pula dikaitkan dengan jangka waktu edar suatu emisi uang agar para pemalsu tersebut setelah menjalani hukuman tersebut tidak dapat melakukan pemalsuan lagi terhadap Uang Rupiah dengan emisi yang sama.

Selain itu, pidana penjara saja tidak cukup untuk menimbulkan efek jera, oleh karena itu terhadap para pemalsu uang perlu ditambahkan hukuman lain yaitu berupa penggantian kerugian materil yang diakibatkan oleh kejahatan tersebut. Hal ini mengisyaratkan bahwa kejahatan pemalsuan uang yang sangat merugikan perekonomian negara.

Untuk menanggulangi pemalsuan Uang Rupiah, dari segi hukum material yang berlaku saat ini sebenarnya sudah cukup mengantisipasi pemalsuan Uang Rupiah baik yang terdapat dalam KUHP maupun dalam Undang-Undang tentang Mata Uang. Akan tetapi dari segi hukum formal perlu memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan profesionalisme aparat, sarana dan prasarana. Dalam rangka penanggulangan preventif pemalsuan Uang Rupiah, khususnya yang berkaitan dengan pemalsuan dan pengedarannya. Bank Indonesia adalah institusi yang berperan penting, sebab yang berhak dan mempunyai kewenangan penuh untuk menentukan rupiah palsu atau tidaknya uang yang beredar adalah Bank Indonesia.

Upaya penanggulangan secara represif, tidak hanya menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum semata, tetapi juga perlu campur tangan institusi lain tanpa mengecilkan arti institusi penegak hukum yang ada. Hal ini berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu:

  • Pemalsuan Uang Rupiah acap kali dilakukan sebagai kejahatan terorganisir bahkan melibatkan orang-orang yang punya kedudukan dan status dalam masyarakat.

  • Pemalsuan Uang Rupiah adalah transnational crime yang melewati lintas batas negara.

  • Pemalsuan Uang Rupiah adalah kejahatan yang sangat kompleks dalam pengertian tidak menyangkut motivasi ekonomi semata tetapi juga motivasi politik yang bertujuan terhadap instabilitas ekonomi suatu negara. Perihal kedua dan ketiga ini, banyak modus operandi pengedaran uang palsu yang bersumber dari luar negeri.

  • Pemalsuan Uang Rupiah, sangat bersifat teknis sehingga untuk menentukan apakah uang tersebut palsu atau tidak, dibutuhkan keahlian tersendiri.

  • Pembuktian pemalsuan Uang Rupiah yang berkaitan dengan pemalsuan tidaklah mudah karena si tersangka selalu mengatakan ketidaktahuannya bahwa uang yang dibawanya adalah palsu.

Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah merupakan kejahatan yang serius karena selain bertujuan untuk memperkaya diri sendiri secara ekonomis, juga dapat menghancurkan perekonomian negara secara politis. Kejahatan tersebut juga semakin canggih karena kemajuan dan kebaruan teknologi. Tanggung jawab terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah tentu saja bukan tugas dari Bank Indonesia dan pihak Kepolisian semata, melainkan tugas dari seluruh lapisan masyarakat untuk secara bersama-sama memerangi kejahatan tersebut.

Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah seharusnya tidak hanya dipandang sebagai kejahatan pemalsuan sebagaimana pemalsuan dokumen, sebab pemalsuan Uang Rupiah merupakan kejahatan yang berdampak luas, karena:

  • Kekayaan korban dan kemampuannya untuk menggunakan uang menjadi hilang, sebab yang bersangkutan menjadi pemegang uang palsu yang tidak ada nilainya (kejahatan terhadap mata uang memiliki akibat langsung terhadap menurunnya kemampuan ekonomi korban);

  • Menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Uang Rupiah baik domestik maupun internasional;

  • Mengganggu kestabilan ekonomi nasional.

  • Menurunkan wibawa negara

Menurunnya kepercayaan terhadap rupiah akan menimbulkan biaya ekonomi yang lebih besar yang harus ditanggung oleh negara, karena Bank Indonesia, memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah.

Bank Indonesia perlu melakukan intervensi pasar dalam rangka memelihara kestabilan nilai rupiah dan hal tersebut membutuhkan biaya besar. Selain itu, Indonesia sebagai negara berkembang, yang pada saat ini daya beli sebagian besar masyarakatnya sangat lemah, penurunan kemampuan ekonomi masyarakat akibat Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah akan semakin memperburuk kondisi ekonomi masyarakat. Dampak ikutannya adalah menurunnya kredibilitas pemerintah di mata masyarakat karena pemerintah dapat dianggap tidak mampu melindungi kepentingan masyarakat.

Penurunan kemampuan ekonomi masyarakat perlu mendapat perhatian yang serius, apalagi pada umumnya korban Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah adalah masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang rendah, misalnya pedagang kecil (warung/asongan). Apabila kelompok masyarakat tersebut mendapat uang palsu dari pembeli, hal tesebut tidak hanya menimbulkan kerugian sebesar jumlah uang palsu tersebut, tetapi dapat mengancam kelangsungan usahanya karena pedagang kecil/asongan pada umumnya tidak memiliki simpanan uang yang cukup untuk menutupi kerugian dimaksud.

Perumusan KUHP

Perumusan Tindak Pidana terhadap mata uang dalam KUHP diatur dalam Pasal 244 – 252 KUHP, sebagai berikut:

  • Perbuatan memalsukan mata uang;

  • Perbuatan mengedarkan mata uang palsu;

  • Perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang palsu;

  • Perbuatan merusak mata uang berupa perbuatan mengurangi nilai mata uang dengan maksud untuk diedarkan;

  • Mengedarkan mata uang yang dirusak;

  • Perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang yang dikurangi nilainya;

  • Perbuatan mengedarkan mata uang palsu atau dirusak;

  • Membuat atau mempunyai persediaan bahan untuk pemalsuan uang;

  • Perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia keping-keping atau lembaran-lembaran perak tanpa ijin.

Pengaturan Sanksi Pidana terhadap jenis-jenis Tindak Pidana tersebut dirumuskan dalam dua bentuk, yaitu perumusan sanksi secara tunggal (hanya satu jenis pidana saja, yaitu pidana penjara) dan secara alternatif, yaitu pidana penjara atau denda. Jenis sanksi pidana yang diancamkan selain pidana penjara dan denda juga ada sanksi perampasan uang palsu atau dirusak atau bahan-bahan yang digunakan untuk memalsukan uang dan pencabutan hak-hak terdakwa.

Perumusan sanksi pidana secara tunggal diancamkan kepada pelaku pemalsuanan perusakan mata uang (butir a – f), sedangkan Sanksi Pidana Alternatif diancamkan kepada pelaku yang mengedarkan dan menyimpan atau memasukkan bahan-bahan untuk pemalsuan Uang Rupiah (butir g – i). Mengingat pengaturan Tindak Pidana Terhadap Mata Uang mempunyai fungsi perlindungan terhadap

kepentingan publik dalam hal ini kepentingan ekonomi masyarakat dan negara maka disamping pidana penjara penjatuhan pidana denda kepada pelaku Tindak Pidana mata uang sangat penting sebagai kompensasi dari kerugian yang ditimbulkan oleh Tindak Pidana tersebut. Sanksi pidana penjara dalam KUHP menganut sanksi penjara minimum umum dan maksimum umum, yaitu minimum 1 hari dan maksimum 15 tahun.