Apa yang dimaksud dengan Pascamodernisme (Postmodernism)?

postmodernisme

Pascamodernisme (Postmodernism) berarti berkenaan dengan keadaan sesudah modernisme

Jean-Francois Lyotard adalah orang yang memperkenalkan postmodernisme dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan di tahun 1970-an dalam bukunya yang berjudul “The Postmodern Condition: A Report on Knowledge”. Dia mengartikan postmodernisme sebagai segala kritik atas pengetahuan universal, atas tradisi metafisik, fondasionalisme maupun atas modernisme (Maksum, 2014).

Menurut beberapa para ahli yang lainnya, seperti Louis Leahy, postmodernisme adalah suatu pergerakan ide yang menggantikan ide- ide zaman modern (Leahy, 1985). Menurut Emanuel, postmodernisme adalah keseluruhan usaha yang bermaksud merevisi kembali paradigma modern (Emanuel, 2006). Sedangkan menurut Ghazali dan Effendi, postmodernisme mengoreksi modernisme yang tidak terkendali yang telah muncul sebelumnya (Ghazali & Effendi, 2009).

Maka dapat disimpulkan bahwa postmodernisme merupakan suatu ide baru yang menolak atau pun yang termasuk dari pengembangan suatu ide yang telah ada tentang teori pemikiran masa sebelumnya yaitu paham modernisme yang mencoba untuk memberikan kritikan-kritikan terhadap modernisme yang dianggap telah gagal dan bertanggung jawab terhadap kehancuran martabat manusia; ia merupakan pergeseran ilmu pengetahuan dari ide-ide modern menuju pada suatu ide yang baru yang dibawa oleh postmodernisme itu sendiri.

Lahirnya Postmodernisme

Munculnya postmodernisme tidak dapat dilepaskan dari modernisme itu sendiri. Kata modernisme mengandung makna serba maju, gemerlap, dan progresif. Modernisme selalu menjanjikan pada kita untuk membawa pada perubahan ke dunia yang lebih mapan di mana semua kebutuhan akan dapat terpenuhi. Rasionalitas akan membantu kita menghadapi mitos-mitos dan keyakinan-keyakinan tradisional yang tak berdasar, yang membuat manusia tak berdaya dalam menghadapi dunia ini (Maksum, 2014).

Namun demikian, modernisme memiliki sisi gelap yang menyebabkan kehidupan manusia kehilangan diorientasi. Apa yang dikatakan oleh Max Horkheimer, Ardono, dan Herbert Marcuse bahwa pencerahan tersebut melahirkan sebuah penindasan dan dominasi disamping juga melahirkan kemajuan.

Modernisme, menurut Anthony Giddens, menimbulkan berkembangbiaknya petaka bagi umat manusia. Pertama, penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan sengketa. Kedua, penindasan oleh yang kuat atas yang lemah. Ketiga, ketimpangan sosial yang kian parah. Keempat, kerusakan hidup yang kian menghawatirkan (Maksum, 2014).

Tumbangnya modernisme dan munculnya postmodernisme dapat kita ketahui dari pemikiran filsafatnya Soren Kierkegaard (1813-1855), sebagaimana dikutip oleh Ali Maksum, yang menentang rekonstruksi-rekonstruksi rasional dan masuk akal yang menentukan keabsahan kebenaran ilmu.

Sesuatu itu dikatakan benar ketika sesuai dengan konsensus atau aturan yang berlaku di dunia modern, yaitu rasional dan objektif. Namun tidak dengan Kierkegaard, dia berpendapat bahwa kebenaran itu bersifat subjektif (Ghazali & Effendi, 2009). Truth is subjectivity, artinya bahwa pendapat tentang kebenaran subjektif itu menekankan pentingnya pengalaman yang dialami oleh seorang individu yang dianggapnya relatif.

Gejala Postmodernisme yang merambah ke berbagai bidang kehidupan tersebut yang didalamnya termasuk ilmu pengetahuan merupakan suatu reaksi terhadap gerakan modernisme yang dinilainya mengalami kegagalan. Modernisme yang berkembang dengan ditandai oleh adanya rasionalisme, materialisme, dan kapitalisme yang didukung dengan perkembangan teknologi serta sains menimbulkan disorientasi moral keagamaan dengan runtuhnya martabat manusia (Kalean, 2002).

Atas latar belakang itulah, para tokoh dan pemikir postmodernisme menghadirkan sebuah gagasan baru yang disebut dengan postmodernisme dalam rangka melakukan dekonstruksi paradigma terhadap berbagai bidang keilmuan, sebagai sebuah upaya untuk mengoreksi atau membuat dan bahkan menemukan paradigma yang baru. Postmodernisme seperti yang dikatakan oleh Derrida dan Lyotard, merupakan anti tesis dari modernisme. Hampir semua istilah yang diajukan oleh postmodernisme adalah antonimasi modernisme. Kelahiran postmodernisme membuat istilah baru dan mengakibatkan perbedaan dengan paham modernisme.

Berikut ini adalah ciri-ciri dari postmodernisme, adalah :

  1. Desentralisasi
  2. Pertarungan Etnis
  3. Dekonstruksi
  4. Sub-Kultur
  5. Nihilisme
  6. Budaya Rendah
  7. Anarki
  8. Pasca-Industri
  9. Paradigma
  10. Kekuatan Bersama
  11. Sekte-sekte
  12. Delegitimasi
  13. Dekonsensus
  14. Liberalisme
  15. Diskontinuitas

Kelebihan dan Kelemahan Postmodernisme


Kelebihan postmodernisme antara lain :

  1. Perspektif postmodernisme dapat membuat kita peka terhadap kemungkinan bahwa wacana besar positif, prinsip-prinsip etika positif, dapat diputar dan dipakai untuk menindas manusia.
  2. Martabat manusia harus dijunjung tinggi, seperti kebebasan adalah nilai tinggi, tetapi bisa saja terjadi bahwa nama kebebasan sekelompok orang mau ditiadakan.

Postmodernisme ikut membuat kita sadar, sebuah kesadaran bahwa semua cerita besar perlu dicurigai, perlu diwaspadai agar tidak menjelma rezim totalitarianisme yang hanya mau mendengarkan suara diri sendiri dan mengharuskan suara-suara yang berbeda dari luar. (Zaprulkhan, 2006)

Menurut Franz Dahler, postmodernisme memiliki segi positif, yaitu keterbukaan untuk kebhinekaan masyarakat, untuk toleransi, perlawanan terhadap monopoli, dominan agama, aliran dan ideologi tertentu, hingga menguntungkan demokrasi. (Jalaluddin, 2013)

Zaprulkhan menyatakan bahwa setidaknya ada kelemahan yang ada pada postmodernisme, yang penulis rangkum menjadi tiga poin utama, yaitu :

  1. Postmodernisme yang sangat semangat mempromosikan narasi-narasi kecil, ternyata buta terhadap kenyataan bahwa banyak juga narasi kecil yang mengandung banyak kebusukan.

    Katakanlah kaum komunitarian yang membela tradisi-tradisi komunitas dikemukakan bahwa banyak tradisi komunitas bertentangan tidak hanya dengan suatu ide abstrak martabat manusia postmodernisme akan menolak argumen itu, melainkan terhadap institusi-institusi moral mendalam manusia.

  2. Postmodernisme tidak membedakan antara ideologi, di satu pihak dan prinsip-prinsip universal etika terbuka, di pihak lain. Dengan istilah-istilah kabur seperti cerita besar mereka menutup perbedaan yang prinsipil itu. Yang mempermudah adalah pendekatan ideologis dan bukan nilai- nilai dan prinsip-prinsip dasar moralitas yang terbuka.

    Dalam arti ideologi tertutup, memang bertentangan dengan martabat manusia sebagai makluk yang bertindak berdasarkan kesadaran akan baik dan buruk, yang sanggup untuk bertanggung jawab, karena ideologi selalu menuntut ketaatan mutlak.

  3. Postmodernisme menuntut untuk menyingkirkan cerita-cerita besar demi cerita kecil atau lokal. Dengan kata lain tuntutan postmodernisme kontradiktif, memaklumkan kepada umat manusia bahwa maklumat-maklumat kepada umat manusia (cerita besar) harus ditolak sama artinya dengan memaklumatkan bahwa maklumat itu sendiri tidak perlu dihiraukan (Zaprulkhan, 2006).