Definisi Partai Politik
Partai politik dalam dunia perpolitikan, khususnya dalam politik lokal akan mudah dipahami dengan mengerti terlebih dahulu definisi partai politik. Ada tiga teori yang mencoba menjelaskan asal usul partai politik. Pertama, teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan timbulnya partai politik, kedua, teori situasi historik yang melihat timbulnya partai politik sebagai upaya suatu sistem politik untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan dengan perubahan masyarakat secara luas. Ketiga, teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial ekonomi (Ramlan Surbakti, 1992).
Partai politik pertama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai- partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat dan pemerintah (Bambang Sunggono, 1992). Partai politik terlahir untuk mewujudkan suatu gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diikut sertakan dalam proses politik. Melalui partai politik inilah rakyat turut berpartisipasi dalam hal memperjuangkan dan menyalurkan aspirasi-aspirasinya atau kepentingan-kepentingannya. Dengan demikian, proses artikulasi kepentingan tersalurkan melalui partai politik.
Berangkat dari anggapan bahwa dengan membentuk wadah organisasi partai politik bisa menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran serupa sehingga pikiran dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan. Dengan begitu pengaruh mereka bisa lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan (Miriam Budiardjo, 2008: 403). Definisi partai politik telah dikemukakan oleh beberapa ahli politik, diantaranya menurut ahli politik Carl J. Friedrich yang dikutip (dalam Miriam Budiardjo, 2008) adalah sebagai berikut.
Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil serta materiil. (a political party is a group of human beings, stably organized with the objective of securing or maintaning for its leader the control of a goverment, with the futher objective of giving to member of the party, through such control ideal and material benefits and advantages) (Miriam Budiardjo, 2008).
Kemudian Sigmund Neumann (dalam Miriam Budiardjo, 2008) mengemukaan definisi partai politik sebagai berikut.
Partai politik adalah organisasi dari aktifitas-aktifitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda (a political party is the articulate organization of society’s active political agent; those who are concerned with the control of govermental policy power, and who complete for popular support with other group or groups holding divergent view) (Miriam Budiardjo 2008).
Menurut Ramlan Surbakti (1992:116) menyatakan bahwa “partai politik merupakan sekelompok orang yang terorganisir secara rapi yang dipersatukan oleh persamaan ideologi yang bertujuan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemilihan umum guna melaksanakan alternative kebijakan yang telah mereka susun”. Alternatif kebijakan umum yang disusun ini merupakan hasil pemanduan berbagai kepentingan yang hidup dalam masyarakat, sedangkan cara mencari dan mempertahankan kekuasaan guna melaksanakan kebijakan umum dapat melalui pemilihan umum dan cara-cara lain yang sah.
Dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2008 tentang partai politik pasal 1 ayat 1, partai politik didefinisikan sebagai organisasi yg bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentigan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta mempelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam perspektif kelembagaan, partai politik adalah mata rantai yang menghubungkan antara rakyat dan pemerintah. Atau dalam bahasa lain, partai politik menjadi jembatan antara masyarakat sipil dengan pemerintah (Timothy, 1998:11).
Peran Partai Politik
Peran partai politik dirumuskan berdasarkan definisi peran dan definisi partai politik, yang kemudian dipermudah penentuannya dalam fungsi-fungsi partai politik. Fungsi yang dilaksanakan partai politik menggambarkan peran yang sedang dilakukan partai politik. Adapun beberapa peran partai politik yang dapat dirumuskan berdasarkan fungsi- fungsi partai politik adalah sebagai berikut.
1. Komunikator Politik
Dalam komunikasi politik, komunikator politik merupakan salah satu faktor yang menentukan efektivitas komunikasi. Beberapa studi mengidentifikasi sejumlah karakteristik yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain. Komunikator politik disini adalah orang yang secara tetap dan berkesinambungan melakukan komunikasi politik.
Sosiolog J. D Halloran, seorang pengamat komunikasi massa, berpendapat bahwa Komunikator politik memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam proses pembentukan suatu opini publik. Salah satu teori opini publik yang seluruhnya dibangun di sekitar komunikator politik, yaitu teori pelopor mengenai opini publik. Dalam hal ini menegaskan bahwa pemimpin menciptakan opini publik karena mereka berhasil membuat beberapa gagasan yang mula-mula ditolak, kemudian dipertimbangkan, dan akhirnya diterima. Meskipun setiap orang boleh berkomunikasi tentang politik, namun yang melakukannya secara tetap dan berkesinambungan jumlahnya relatif sedikit. Walaupun sedikit, para komunikator politik ini memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam proses opini publik. Dan Nimmo (1989) mengklasifikasikan komunikator utama dalam politik sebagai berikut: politikus; professional; dan aktivis.
-
Politikus
Politikus adalah orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah, tidak peduli apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau pejabat karier, dan tidak mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, atau yudukatif. Daniel Katz (dalam Nimmo, 1989) membedakan politikus ke dalam dua hal yang berbeda berkenaan dengan sumber kejuangan kepentingan politikus pada proses politik. Yaitu: politikus ideolog (negarawan); serta politikus partisan. Politikus ideolog adalah orang-orang yang dalam proses politik lebih memperjuangkan kepentingan bersama/publik. Mereka tidak begitu terpusat perhatiannya kepada mendesakkan tuntutan seorang langganan atau kelompoknya. Mereka lebih menyibukkan dirinya untuk menetapkan tujuan kebijakan yang lebih luas, mengusahkan reformasi, bahkan mendukung perubahan revolusioner-jika hal ini mendatangkan kebaikan lebih bagi bangsa dan negara. Sedangkan politikus partisan adalah orang-orang yang dalam proses politik lebih memperjuangan kepentingan seorang langganan atau kelompoknya. Dengan demikian, politikus utama yang bertindak sebagai komunikator politik yang menentukan dalam pemerintah Indonesia adalah: para pejabat eksekutif (presiden, menteri, gubernur, dsb.); para pejabat eksekutif (ketua MPR, Ketua DPR/DPD, Ketua Fraksi, Anggota DPR/DPD, dsb.); para pejabat yudikatif (Ketua/anggota Mahkamah Agung, Ketua/anggota Mahkamah Konstitusi, Jaksa Agung, jaksa, dsb.).
-
Profesional
Komunikator profesional adalah peranan sosial yang relatif baru, suatu hasil sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya mempunyai dua dimensi utama: munculnya media massa; dan perkembangan serta merta media khusus (seperti majalah untuk khalayak khusus, stasiun radio, dsb.) yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan. Baik media massa maupun media khusus mengandalkan pembentukan dan pengelolaan lambang-lambang dan khalayak khusus.
-
Aktivis
Aktivis adalah komunikator politik utama yang bertindak sebagai saluran organisasional dan interpersonal. Pertama, terdapat jurubicara bagi kepentingan yang terorganisasi. Pada umumnya orang ini tidak memegang ataupun mencita-citakan jabatan pada pemerintah; dalam hal ini komunikator tersebut tidak seperti politikus yang membuat politik menjadi lapangan kerjanya. Jurubicara ini biasanya juga bukan profesional dalam komunikasi. namun, ia cukup terlibat baik dalam politik dan semiprofesional dalam komunikasi politik.
Richard E. Petty dan John T. Cacioppo dalam bukunya Attitudes and Persuasion: Classic and Contemporary Approaches, dikatakan bahwa ada empat komponen yang harus ada pada komunikator politik, yaitu communicator credibility, communicator attractiveness, communicator similarity dan communicator power (Petty, 1996).
-
Kredibilitas
Kredibilitas sumber mengacu pada sejauh mana sumber dipandang memiliki keahlian dan dipercaya. Semakin ahli dan dipercaya sumber informasi, semakin efektif pesan yang disampaikan. Kredibilitas mencakup keahlian sumber ( source expertise ) dan kepercayaan sumber ( source trustworthiness ).
-
Daya tarik
Daya tarik seorang komunikator bisa terjadi karena penampilan fisik, gaya bicara, sifat pribadi, keakraban, kinerja, keterampilan komunikasi dan perilakunya. Daya tarik fisik sumber ( source physical attractiveness ) merupakan syarat kepribadian. Daya tarik fisik komunikator yang menarik umumnya lebih sukses daripada yang tidak menarik dalam mengubah kepercayaan. Beberapa item yang menggambarkan daya tarik seseorang adalah tampan atau cantik, sensitif, hangat, rendah hati, gembira, dan lain-lain. Sebagaimana dikemukakan Petty (1996):
“Two communicators may be trusted experts on some issue, but one may be more liked or more physically attractive than the other… in part because of his physical appearance, style of speaking and mannerism, …the attractiveness is due to the performance, communication skills, self evaluation … by verbal and by the behavioral measure.”
-
Kesamaan
Sumber disukai oleh audience bisa jadi karena sumber tersebut mempunyai kesamaan dalam hal kebutuhan, harapan dan perasaan. Dari kacamata audience maka sumber tersebut adalah sumber yang menyenangkan ( source likability ), yang maksudnya adalah perasaan positif yang dimiliki konsumen ( audience ) terhadap sumber informasi.
-
Power
Power, menurut Petty (1996) adalah “ the extent to which the source can administer rewards or punishment.” Sumber yang mempunyai power, menurutnya, akan lebih efektif dalam penyampaian pesan dan penerimaannya daripada sumber yang kurang atau tidak mempunyai power. Pada dasarnya, orang akan mencari sebanyak mungkin penghargaan dan menghindari hukuman. Sebagaimana dikemukakan oleh Kelman (dalam Petty, 1996) bahwa, “ people simply report more agreement with the powerful source to maximize their rewards and minimize their punishment.”
Berdasarkan teori komunikator diatas, peran komunikator dalam partai politik sangat jelas kedudukannya yang jika diklasifikasikan dalam jenis komunikator, partai politik dapat muncul sebagai komunikator yg berasal dari politikus dengan kader partai yang menduduki badan eksekutif maupun legislatif dan berasal dari aktivis, sebagai organisasi yang memiliki massa.
2. Negosiasi Politik
Menurut Stephen Robbins dalam bukunya “Organizational Behavior”, negosiasi adalah proses pertukaran barang atau jasa antara dua pihak atau lebih, dan masing-masing pihak berupaya untuk menyepakati tingkat harga yang sesuai untuk proses pertukaran tersebut. Dalam buku Teach Yourself Negotiating, karangan Phil Baguley, dijelaskan juga tentang definisi negosiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Negosiasi adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan.
Beberapa pendapat menyebutkan bahwa negosiasi berkaitan dengan kemampuan komunikasi dari seseorang sehinggai menurut Wahab (1997) negosiasi adalah : alat dasar untuk memperoleh hal yang di kehendaki dari pihak lain. Sehingga dapat definisikan sebagai:
“Komunikasi timbal balik yang dirancang untuk mencapai persetujuan ketika terdapat dua pihak dengan kepentingan bersama, dan salah pihak ada unsur yang menentang”
Pramono (1997) mengacu pendapat dari Folwer menyebutkan bahwa Definisi negosiasi:
“adalah proses interaksi dengan mana kedua pihak atau yang lebih perlu terlibat secara bersama didalam hasil akhir kendati pada awalnya masing-masing pihak mempunyai sasaran yang berbeda beruasaha untuk menyelesaikan perbedaaan mereka dengan menggunakan argumen dan persuasi untuk mencapai jalan keluar yang dapat diterima bersama”
3. Lobby Politik
Lobi adalah aktivitas komunikasi yang dilakukan individu ataupun kelompok dengan tujuan mempengaruhi pimpinan organisasi lain maupun orang yang memiliki kedudukan penting dalam organisasi dan pemerintahan sehingga dapat memberikan keuntungan untuk diri sendiri ataupun organisasi dan perusahaan pelobi. Pengertian lobi menurut AB Susanto (dalam Redi Panuju, 2010) adalah :
“Melobi pada dasarnya merupakan usaha yang dilaksanakan untuk mempengaruhi pihak-pihak yang menjadi sasaran agar terbentuk sudut pandang positif terhadap topik pelobi, dengan demikian diharapkan memberikan dampak positif bagi pencapaian tujuan … Kegiatan melobi bisa jadi sama pentingnya dengan pemngembangan kompetensi profesional”
Menurut A.B Susanto, salah seorang konsultan manajemen, yang dikutip oleh Zainal Abidin Partao (2006), melobi pada dasarnya suatu usaha yang dilaksanakan untuk mempengaruhi pihak- pihak yang menjadi sasaran agar terbentuk sudut pandang positif terhadap topic lobi. Lobi merupakan bagian dari aktivitas komunikasi. Lingkup komunikasi yang luas menyebabkan aktivitas lobi juga sama luasnya. Lobi ditujukan untuk memperoleh sesuatu yang menjadi tujuan atau target seseorang atau organisasi, dan apa yang dimaksudkan tersebut berada di bawah kontrol atau pengaruh pihak lain (individu maupun lembaga). Pada esensinya lobbying dan negosiasi mempunyai tujuan yang sama yaitu menggunakan tehnik komunikasi untuk mencapat target tertentu. Dibandingkan dengan negosiasi yang merupakan suatu proses resmi atau formal, lobbying merupakan suatu pendekatan informal.
Menurut Anwar (1997) definisi yang lebih luas adalah suatu upaya informal dan persuasif yang dilakukan oleh satu pihak (perorangan, kelompok, Swasta, pemerintah) yang memiliki kepentingan tertentu untuk menarik dukungan dari pihak pihak yang dianggap memiliki pengaruh atau wewenang, sehingga target yang diinginkan tercapai.
Menurut Pramono (1997) lobi merupakan suatu pressure group yang mempraktekkan kiat-kiat untuk mempengaruhi orang-orang dan berupaya mendapatkan relasi yang bermanfaat. Pola ini lebih menekankan bahwa lobby untuk membangun koalisi dengan organisasi- organisasi lain dengan berbagai tujuan dan kepentingan untuk melakukan usaha bersama. Digunakan pula untuk membangun akses guna mengumpulkan informasi dalam isu-isu penting dan melakukan kontak dengan individu yang berpengaruh.