Apa yang dimaksud dengan Pantun?

Pantun

Pantun adalah jenis puisi lama yang tiap baitnya terdiri atas empat baris serta memiliki sampiran dan isi. Apa yang dimaksud dengan Pantun ?

Apa yang dimaksud dengan Pantun?

Pantun merupakan suatu jenis puisi lama yang terdiri atas 4 larik dengan rima akhir a/b/a/b. Setiap larik biasanya terdiri atas 4 kata, larik 1-2 merupakan sampiran, larik 3-4 merupakan isi. Berdasarkan ada tidaknya hubungan antara sampiran dan isi ini, pantun dapat dipilah-pilah menjadi 2 genre/jenis, yakni pantun mulia dan pantun tak mulia.

  • pantun mulia, jika sampiran pada larik 1-2 berfungsi sebagai persiapan isi secara fonetis dan sekaligus juga berfungsi sebagai isyarat isi.

  • pantun tak mulia adalah pantun yang sampirannya (larik 1-2) berfungsi sebagai persiapan isi secara fonetis saja, tidak ada hubungan semantik apa-apa dengan isi pantun di larik 3-4.

Rani (1996) mendefinsikan pantun sebagai jenis puisi lama yang terdiri atas 4 baris dalam satu baitnya. Baris 1-2 adalah sampiran, sedang baris 3-4 adalah isi. Baris 1-3 dan 2-4 saling bersajak akhir vertikal dengan pola a/b/a/b.

Hampir semua suku bangsa di tanah air kita memiliki khasan pantunnya masing- masing. Menurut Sunarti, orang Jawa menyebutnya parikan, orang Sunda menyebutnya sisindiran atau susualan, orang Mandailing menyebutnya ende-ende, orang Aceh menyebutnya rejong atau boligoni, sementara orang Melayu, Minang, dan Banjar, menyebutnya pantun. Dibandingkan dengan genre/jenis puisi rakyat lainnya, pantun merupakan puisi rakyat yang murni berasal dari kecerdasan linguistik lokal genius bangsa Indonesia sendiri.

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun, dalam bahasa Minangkabau berarti “petuntun”.

Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, ber sajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.

Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.

Ciri-Ciri Pantun

Terdapat beberapa ciri khusus yang dimiliki pantun antara lain:

  • Nama penciptanya tidak diketahui ( anonim )
  • Bersifat prologis, mempunyai logika tersendiri yang tidak sesuai dengan logika umum
  • Berkembang secara statis dan mempunyai rumus yang baku.
  • Cerita berkisar kehidupan kerajaan atau kaum bangsawan.
  • Berbahasa Klise.

Ciri-ciri lain yang ada dalam sebuah pantun ialah pembayangnya mempunyai hubungan yang rapat dengan alam dan persekitaran yang rapat dengan pengucapnya seperti yang terdapat dalam contoh pantun dua kerat berikut:

Sebab pulut santan terasa,
Sebab mulut badan binasa

Selain pembayang, maksud dan rima, pantun juga terikat dengan hukum suku katanya. Bagi pantun Melayu, suku kata untuk setiap baris antara delapan hingga dua belas suku kata saja. Melalui bentuknya yang hemat dan padat, pantun menjadi alat yang penting untuk menghibur, memberi nasihat dan mengungkapkan perasaan

Peran Pantun


Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain.

Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata. Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.

Pantun dapat digunakan sebagai alat komunikasi, untuk menyelusupkan nasihat atau wejangan, atau bahkan untuk melakukan kritik sosial, tanpa mencederai perasaan siapa pun. Itulah kelebihan pantun. “Pantun bukan saja digunakan sebagai alat hiburan, kelakar, sindiran, melampiaskan rasa rindu dendam, tetapi yang lebih menarik ialah peranannya sebagai media dalam menyampaikan tunjuk ajar.”

Pantun turut berfungsi sebagai media untuk menyampaikan hasrat seni atau rahasia yang tersembunyi melalui penyampaian yang berkias. Orang melayu mencipta pantun untuk melahirkan perasaan mereka secara berkesan tetapi ringkas, kemas, tepat dan menggunakan bahasa yang indah-indah.

Struktur Pantun


Setidak-tidaknya ada 6 kriteria konvensional yang harus dirujuk dalam hal bentuk fisik dan bentuk mental pantun, yakni :

  • Setiap barisnya dibentuk dengan jumlah kata minimal 4 buah.

  • Jumlah baris dalam satu baitnya minimal 2 baris (pantun kilat) dan 4 baris (pantun biasa dan pantun berkait).

  • Pola formulaik persajakannya merujuk kepada sajak akhir vertikal dengan pola a/a (pantun kilat), a/a/a/a, a/a/b/b, dan a/b/a/b (pantun biasa dan pantun berkait).

  • Khusus untuk pantun kilat, baris 1 berstatus sampiran dan baris 2 berstatus isi.

  • Khusus untuk pantun biasa dan pantun berkait, baris 1-2 berstatus sampiran dan baris 3-4 berstatus isi.

  • Lebih khusus lagi, pantun berkait ada juga yang semua barisnya berstatus isi, tidak ada yang berstatus sampiran.

Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun merupakan sastra lisan.

Meskipun pada umumnya sampiran tak berhubungan dengan isi kadang- kadang bentuk sampiran membayangkan isi. Sebagai contoh dalam pantun di bawah ini:

Air dalam bertambah dalam Hujan di hulu belum lagi teduh Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh

Beberapa sarjana Eropa berusaha mencari aturan dalam pantun maupun puisi lama lainnya. Misalnya satu larik pantun biasanya terdiri atas 4-6 kata dan 8-12 suku kata. Namun aturan ini tak selalu berlaku.

Jenis Pantun


Pantun Adat

Menanam kelapa di pulau Bukum Tinggi sedepa sudah berbuah Adat bermula dengan hukum Hukum bersandar di Kitabullah

Pantun Agama

Banyak bulan perkara bulan Tidak semulia bulan puasa Banyak tuhan perkara tuhan Tidak semulia Tuhan Yang Esa

Pantun Budi

Apa guna berkain batik Kalau tidak dengan sujinya Apa guna beristeri cantik Kalau tidak dengan budinya

Pantun Jenaka

Pantun Jenaka adalah pantun yang bertujuan untuk menghibur orang yang mendengar, terkadang dijadikan sebagai media untuk saling menyindir dalam suasana yang penuh keakraban, sehingga tidak menimbulkan rasa tersinggung, dan dengan pantun jenaka diharapkan suasana akan menjadi semakin riang. Contoh:

Jalan-jalan ke rawa-rawa
Jika capai duduk di pohon palm Geli hati menahan tawa Melihat katak memakai helm

Pantun Kepahlawanan

Pantun kepahlawanan adalah pantun yang isinya berhubungan dengan semangat kepahlawanan

Kalau orang menjaring ungka Rebung seiris akan pengukusnya Kalau arang tercorong kemuka Ujung keris akan penghapusnya

Pantun Kias

Kayu tempinis dari kuala Dibawa orang pergi Melaka Berapa manis bernama nira Simpan lama menjadi cuka

Pantun Nasihat

Kemuning di tengah balai Bertumbuh terus semakin tinggi Berunding dengan orang tak pandai Bagaikan alu pencungkil duri

Pantun Percintaan

Coba-coba menanam mumbang Moga-moga tumbuh kelapa Coba-coba bertanam sayang Moga-moga menjadi cinta

Pantun Peribahasa

Ke hulu memotong pagar Jangan terpotong batang durian Cari guru tempat belajar

Jangan jadi sesal kemudian

Pantun Teka-teki

Kalau tuan bawa keladi Bawakan juga si pucuk rebung Kalau tuan bijak bestari Binatang apa tanduk dihidung ?

Pantun Perpisahan

Pucuk pauh delima batu
Anak sembilang ditapak tangan Biar jauh dinegeri satu
Hilang dimata dihati jangan

Sejarah Pantun


Sejarah Pantun adalah genre kesusasteraan tradisional Melayu yang berkembang di seluruh dunia khususnya di Nusantara sejak ratusan tahun lampau. Pantun adalah simbol artistik masyarakat Nusantara dan ia adalah lambang kebijaksanaan berfikir. Pantun sering dijadikan sebagai alat komunikasi. Pantun bersifat ringkas, romantik dan mampu mengetengahkan aspirasi masyarakat dengan lebih jelas. Pantun begitu sinonim dengan pemikiran dan kebudayaan masyarakat nusantara dan Malaysia.

Di Nusantara, pantun terwujud dalam 39 dialek Melayu dan 25 bukan dialek. Pantun juga didapati turut berkembang di selatan Burma, Kepulauan Cocos, Sri Lanka, Kemboja, Vietnam serta Afrika Selatan (Karena pengaruh imigran dari Indonesia dan Malaysia).

Pantun di Malaysia dan Indonesia telah ditulis sekitar empat abad lalu. Malah, ia mungkin berusia lebih tua daripada itu seperti tertulis dalam Hikayat Raja-Raja Pasai dan Sejarah Melayu. Menyedari kepentingan pantun dalam memartabatkan budaya Melayu, kerjasama kebudayaan, kesenian dan warisan negara di Kementerian.

Ada pendapat mengatakan bahwa pantun berasal dari bahasa Minangkabau yaitu pantun yang bermaksud pembimbing atau penasihat yang berasaskan sastra lisan dalam pengucapan pepatah yang popular dalam masyarakat tersebut. Sehingga hari ini, pantun sering digunakan dalam upacara peminangan dan perkawinan atau sebagai pembuka atau penutup bicara dalam majelis-majelis resmi.

Umumnya terdapat dua jenis utama pantun yaitu pantun berkait dan pantun tidak berkait. Bilangan baris dalam setiap rangkap pantun dikenali sebagai kerat. Lima bentuk utama pantun ialah pantun dua kerat, pantun empat kerat, pantun enam kerat, pantun lapan kerat dan pantun dua belas kerat.

Pantun yang popular digunakan ialah pantun dua kerat dan empat kerat. Setiap pantun mempunyai pembayang dan maksud pantun. Pembayang dalam setiap rangkap adalah separuh pertama daripada keseluruhan jumlah baris dalam rangkap berkenaan. Separuh kedua dalam setiap rangkap pantun pula ialah maksud atau isi pantun.

Sumber : Dinni Eka Maulina Keanekaragaman pantun di Indonesia, STKIP Siliwangi Bandung

Pantun adalah jenis puisi lama yang paling digemari masyarakat pada massa lampau, terutama masyarakat Melayu, dan pantun termasuk salah satu jenis puisi lama Indonesia, selain itu pantun juga terdapat dalam beberapa daerah di indonesia tidak hanya di Melayu, seperti di Jawa pantu disebut “parikan”.

Pantun bermanfaat tidak hanya untuk orang yang membuatnya, baik itu lewat tuturan atau tulisan, tetapi juga untuk orang yang mendengar atau membacanya, misalnya untuk menyampaikan nasehat atau petuah, menyatakan perasaan hati, untuk menyindir ataupun untuk hal- hal yang lucu dan menghibur.

Ciri-Ciri Pantun


Beberapa ciri-ciri pantun antara lain

  1. Pantu terdiri dari 2 sampai 4 baris atau lebih

  2. Baris pertama dan baris kedua atu baris awalan merupakan sampiran

  3. Baris ketiga dan keempat atau baris akhir merupakan isi/maksud yang hendk disampaikan

  4. Jumlah suku kata dalam tiap baitnya rata-rata berkisar 8 sampai 12 dan lebih suku kata

  5. Bunyi akhir pantun atau ritmanya ab-ab sekalipun ada yang beritma aa-aa

Untuk dapat menulis pantun, seseorang dapat membuat atau menentukan isinya terlebih dahulu, misalkan ingin membuat pantun yang isinya untuk memberi nasehat anak-anak agar mau belajar, baru kemudian membuat sampiran yang sesuai dengan isi, dan pantun yang termasuk pantun terbaik ialah, pantun yang isinya dapat dijadikan sampiran dan sebaliknya sampiran bisa dijadikan isi, seperti halnya pendapat Rizal (2009) pantun adalah puisi yang paling mudah di tangkap maksud dan artinya.

Membaca dan mencerna pantun tidak sesulit membaca dan mencerna puisi-puisi lain (puisi bebas), dan pantun dikatakan kurang baik jika dalam pantun tersebut tidak terpenuhi syarat-syaratnya ,seperti tidak mengunakaan sajak ab-ab, tidak adanya pembayang atau isi, tidak terdapat sampiran yang sesuai dengan isi pantun, dan lain sebagainya.

Pantun dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu: Pantun nasihat, pantun cinta atau remaja, pantun anak, pantun berdagang, pantun perkenalan, pantun sanjungan atau pujian, pantun teka-teki, pantun jenaka, pantu kilat dan lain-lain.

Van (2008) berpendapat bahwasanya pantun itu bermacam-macam jenisnya, sampai sekarang belum adalagi pembagiannya atas jenisnya yang sudah umum, artinya yang dipakai segala orang.