Apa yang Dimaksud dengan Pancasila sebagai Sistem Filsafat?

image
Pancasila bukan merupakan sebuah istilah yang langsung saja muncul dan diterima di semua kalangan masyarakat. Butuh perjuangan dan pengorbanan yang besar untuk pada akhirnya bisa menjadika Pancasila sebagai prinsip atau ideologi bagsa kita saat ini. Banyak orang yang masih saja menentang Pancasila, dengan alasan bahwa Pancasila adalah sebuah aturan yang sudah tidak cocok lagi untuk saat ini. Pernyataan itu hanya akan keluar dari orang-orang yang menganggap bahwa Pancasila adalah sebuah aturan tertulis yang statis, padahal sebenarnya Pancasila merupakan prinsip yang bersifat dinamis dan terbuka terhadap semua perubahan selama masih sesuai dengan nilai-nilai pokok yang sudah tertanam yang merupakan hasil kristalisasi nilai-nilai leluhur Indonesia.

Pancasila dikatakan sebagai sistem filsafat karena di dalamnya terdapat ide tertentu atau prinsip yang mengandung muatan ajaran filsafat secara sistematis. Pancasila juga merupakan dasar fundamental untuk mengatur bangsa ini. Pancasila bukanlah hanya tentang tulisan, tetapi Pancasila bisa dilihat berkualitas jika nilai-nilai dari Pancasila itu sendiri dapat diterapkan secara nyata dalam kehidupan.

Apa yang dimaksud dengan Pancasila sebagai sistem filsafat?

2 Likes

DALIL-DALIL PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT

Notonagoro yang dikatakan sebagai tokoh lahirnya filsafat Pancasila sebagai disiplin ilmu akademis. Menurut Notonagoro Pancasila memiliki sistematika ide tertentu, dan mengandung muatan-muatan ajaran filsafat yang sistematis. Dalam pandagan Notonagoro Pancasila bisa dikatakan memiliki justifikasi logis (logical justification) sebagai sistem filsafat yang lahir dari bangsa Indonesia, dengan karakter spesifiknya, antara lain:

Kesatuan Sila-Sila Pancasila

1. Kesatuan secara kuantitatif

Sila-sila Pancasila memiliki urutan dari umum ke khusus, maksudnya sila pertama menaungi sila kedua dan begitu juga seterusnya dan pancasila hubungannya bertingkat menurut urutan-urutan luas dan kuantitas serta sifat dan kualitas.

Sila pertama, manusia ada sebagai akibat adanya tuhan. Manusia sendiri merupakan pokok pendukung negara, dan negara adalah sebagai persatuan manusia untuk hidup bersama, ini terkandung pada sila kedua pancasila. Jadi negara merupakan hasil dari persatuan manusia, ini terkandung pada sila ketiga. Persatuan manusia untuk hidup bersama disebut rakyat, ini terdapat pada sila keempat.

2. Kesatuan secara kualitatif

Sila-sila Pancasila juga saling behubungan dan mengkualifikasi (memberikan kualitas satu sama lain), membentuk struktur kesatuan yang menyeluruh. Karena Pancasila secara substantive mengandung pemikiran-pemikiran dasar tentang kehidupan, seperti tentang hubungan manusia dengan Tuhan manusia dengan manusia, manusia denga sesamanya , dan dengan masyarakat yang berpikir.
Pancasila dikatakan memenuhi syarat-syarat filsafati menurut cabang-cabang filsafat yang memenuhi alasan untuk disebut sebagai sitem filsafat:

  • Kualifikasi ontologi
  • Kualifikasi antropologi atau filsafat manusia
  • Kualifikasi aksiologi atau filsafat nilai
  • Kualifikasi filsafat sosial
  • Mengandung pola hubungan saling mengisi dan mengkualifikasi

Dalam rumusan kualifikasi Notonagoro, semua sila mengisi empat sila lainnya. Artinya setiap sila dapat merangkul penjabaran dari sila-sila yang lainnya. Pancasila secara kualitatif juga mengandung makna esensial dan muatan filosofis yang terkandung dalam sila-sila Pnacasila sebagai suatu kesatuan. Berikut akan dijelaskan secara lebih rinci:

3. Justifikasi Ontologis Pancasila

Ini membahas tentang filsafat yang berhubungan dengan hakikat keberadaan sesuatu. Dalam justifikasi ontology menyatakan bahwa Pancasila itu benar-benar ada dalam realitas sosial dengan identitas dan entitas yang jelas. Dalam bagian ini juga menjelaskan bahwa pada hakikatnya manusia dalam alam pikiran Pacasila memiliki hakikat “monopliralis”.

Menurut Notonagoro secara ontologis juga jika ditinjau dari sisi sejarah dan asal-usul pembetukannya, Pnacasila juga memenuhi syarat sebagai dasar filsafat negara. Ada empat macam sebab yang menurut Notonagoro dapat digunakan untuk menetapkan Pancasila sebagai dasar filsafat negara, yaitu sebab berupa materi (causa material), sabab berupa bentuk (causa formalis), sebab berupa tujuan (causa finalis), sebab berupa asal mula karya (causa efficient).

  • Justifikasi Epistemologis Pacasila: Cabang filsafat yang membahsa tentang pengetahuan kita terhadap sesuatu. Secara epistemologis Pancasila dapat dikatak sebagai sistem kayakinan masyarakat yang digunakan sebagai landasan dalam mejalani kehidupan yang bertujuan untuk mencapi cita-cita negara. Epistemology Pancasila juga mengakui kebenaran consensus. Hal ini karena secara kodrat manusia sebagai makhluk sosial dan juga individu yang implikasinya dalam kehidupan harus seimbang, artinya tidak boleh berat sebelah, karena kita dituntut agar bisa menempatkan diri sebagai makhluk sosial atau individu sesuai dengan keadaan yang mendukung.
  • Justifikasi Aksiologis Pancasila: Pancasila merupakan harapan, cita-cita, juga merupakan kenyataan bagi bangsa Indonesia. Pancasila mencerminkan nilai realitas (reality) dan idealitas (ideality). Selain itu Pancasila juga memiliki nilai intrinsic (intrinsic values) dan ekstrinsik atau instrumental (instrumental values). Kekhasan nilai instrinsik yang melekat pada Pancasila terletak pada diakuinya nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, keadilan sosial sebagai satu kesatuan. Pancasila sebagai nilai instrumental mengandung imperative (perintah) dan menjadi arah dalam proses mewujudkan cita-cita bangsa.

PANCASILA ANTARA DOKTRIN DAN FILSAFAT

Pancasila as a system of philosophy, yang artinya Pancasila merupakan hasil dari pemikiran awal dan fundamental. Pancasil yang merupakan hasil dari kumpulan ilai-nilai yang bersumber dari Indonesia sendiri tidak akan kalah jika dibandingkan dengan ideolodi-ideologi dunia yang lain.

Pada zaman Orde Baru, Pancasila mulai ditinggalkan karena adanya doktrin dari masa itu sendiri. Adanya budaya baru, gerakan baru, dan juga hokum-hukum baru menjadikan Pancasila tidak diperhatikan lagi. Namun ada kalangan masyarakat yang masih melirik Pancasila pada zaman itu, namun yang menjadi kesalahannya adalah mereka mengganggap bahwa Pancasila adalah dasar doktrin dari zaman Orde Baru. Padahal Pancasila sendiri bukanlah doktrin yang tertutup, Pancasila ada filsafat yang terbuka dan responsif dengan masalah-masalah yang baru muncul.

Yang perlu ditekankan juga, Pancasila sebagai filsafat disini bukan berarti kita meninggalkan doktri dari Orde Baru, tapi juga membangun pemahaman baru dari Pancasila dan doktri Orde Baru yang saling berhubungan, karena tadi sudah dijelaskan juga jika Pancasila sebagai filsafat bersifat terbuka dan bisa respon terhadap masalah-masalah di sekitar.

Nilai dari Pancasila tidak bisa kita kataka baik dan berkualitas jika hanya bersifat sebagai filosofisnya saja, tetapi juga harus dilihat bagaimana respon dari nilai Pancasila itu sendiri terhadap relita sosial. Yang bisa kita ambil disini adalah Pacasila tidak bersifat statis, tetapi bersifat dinamis dan harus bisa menyesuaikan dengan kehidupa sosial di zaman sekarang. Pesan dari Bung Karno “Pancasila bukan saja menjadi meja statis, tetapi juga leidstar dinamis.”

1. Komparabilitas Filsafat Pancasila

Pancasila bisa kita lihat secara komparatif, artinya sistem filsafat Pancasila perlu diperbandingkan dengan beberapa sistem filsafat yang lain. Pancasila merupakan sistem filsafat, yang mengacu kepada kecakapan cipta untuk mencapai kenyataan, sistem berpikir mengenai kenyataan, dan lebih konkrit lagi, Pancasila menjadi pegangan untuk menentukan sikap kita dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Joko Siswanto Pancasila menolak ajaran atau pandangan materialism yang menekankan segi-segi material total, menolak individualisme yang menghargai kebebasan individu yang berlebih-lebihan, di sisi lain tidak setuju dengan paham kolektivisme yang terlalu menjunjung tinggi sosial, bahkan Pancasila tidak setuju dengan paham negara-agama. Pancasila lebih mendekati paham vitalisme, karena sistem nilai di dalamnya bersifat terbuka dan dinamis. Menurut Zusihadi juga filsafat Pancasila memiliki nilai kefilsafatan yang lengkap dan lebih sempurna jika dibandingkan dengan sistem kefilsafatan yang lainnya.

2. Kritisme Filsafat Pancasila

Filsafat digunakan untuk mengembangkan keilmuan melalui prespektif dan pendekatan filsafat. Peradaban manusia sangat berhutang besar pada kemajuan ilmu da teknologi. Pekerjaan manusia sudah banyak terbantu dengan adanya teknologi dan ilmu yang maju. Namun, di samping itu juga terjadi suatu masalah sosial dehumanisasi (penghilangan harkat manusia) yang semakin tampak.
Mohamad Anas berpendapat jika hal itu disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, pada level ontologism, terjadi reduksi besar-besaran atas bangunan realitas. Realitas yang dianggap rill adalah realitas yang hanya bisa diserap secara inderawi. Kedua, pada tingkat epistemology, persoalan ini disebabkan oleh dua hal:

  • Terjadi ruang pemisahan yang begitu lebar antar disiplin kelimuwan yang satu dengan yang lain.
  • Secara aksiologis, ilmu-ilmu modern yang mengacu kepada paradigma positivisme yang menganggap ilmu itu bebas nilai tidak hanya merambah pada kawasan ilmu-ilmu alam, akan tetapi juga merasuk pada ranah ilmu-ilmu manusia.

Kritisme Pancasila lebih menekankan pada gerakan radikalisasi Pancasila yang mencoba untuk mengembalikan Pancasila sesuai jati dirinya yang menjadi ideologi bangsa, dimana semua sumber hokum harus sesuai dengan nilai Pancasila. Namun selain itu juga berusaha untuk keluar dari zona ideologi menuju pandangan ilmiah yang menjadikan Pancasila sebagai ilmu. Pancasila yang respon terhadap realita sosial dan bersifat terbuka serta dinamis dalam kehidupan. Jadi Pancasila berfungsi tidak untuk kepentingan kenegaraan saja, tetapi juga harus seimbang untuk kepentingan masyarakat luas yang bersifat tidak diskriminatif.

1 Like