Apa yang dimaksud dengan otonomi daerah?

otonomi daerah

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.

Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.

Apa yang dimaksud dengan otonomi daerah ?

Sumber: wikipedia

Istilah otonomi daerah dan desentralisasi sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda. Istilah otonom lebih cenderung berada dalam aspek politik kekuasaan negara, sedangkan desentralisasi lebih cenderung berada dalam aspek administrasi negara. Sebaliknya jika dilihat dari sharing of powers (pembagian kekuasaan) kedua istilah tersebut mempunyai keterkaitan yang erat dan tidak dapat dipisahkan. Artinya jika berbicara mengenai otnomi daerah tentu akan menyangkut pula pada pembicaran seberapa besar wewenang untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang telah diberikan sebagai wewenang daerah, demikian juga sebaliknya.

Syafif Saleh mengatakan otonomi itu sebagai hak mengatur dan memerintah daerah sendiri, atas inisiatif dan kemauan sendiri, dimana hak tersebut diperoleh dari pemerintah pusat. Wayong mengemukakan bahwa otonomi daerah itu adalah kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus daerah, dengan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri dan berpemerintahan daerah sendiri. Sugeng Istanto menyatakan bahwa otonomi diartikan sebagai hak atau wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.

Berangkat dari hal tersebut maka inti pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya keleluasaan pemerintah daerah ( discretionary power ) untuk menyelengarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreatifitas dan peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya. Disini masyarakat tidak saja dapat menentukan nasibnya sendiri melalui pemberdayaan masyarakat, melainkan yang utama adalah berupaya untuk memperbaiki nasibnya sendiri.

Referensi :

Miriam Budiarjo, Dasar Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008).

Otonomi atau outonomy berasal dari Bahasa Yunani, auto yang berarti sendiri atau numous yang berarti hukum atau peraturan, jadi otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk membuat hukum atau peraturan sendiri. Otonomi lebih menitik beratkan aspirasi dari pada kondisi. Koesoemahatmadja (1979) berpendapat bahwa menurut perkembangan sejarah di Indonesia, otonomi selain mengandung arti perundangan ( regeling) , juga mengandung arti pemerintahan ( bestuur). Dalam literatur Belanda otonomi berati pemerintahan sendiri ( zelfregering) yang oleh Van Vollenhoven dibagi atas zelfwetgeving (membuat undang-undang sendiri), zelfuitvoering (melaksanakan sendiri), zelfrechtspraak (mengadili sendiri) dan zelfpolitie (menindaki sendiri)

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), otonomi adalah pola pemerintahan sendiri. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, definisi otonomi daerah sebagai berikut:

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan”.

Otonomi daerah adalah hak penduduk yang tinggal dalam suatu daerah untuk mengatur, mengurus, mengendalikan dan mengembangkan urusannya sendiri dengan menghormati peraturan perundangan yang berlaku (Hanif Nurcholis, 2007). Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut:

Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Contoh daerah otonom ( local self-government ) adalah kabupaten dan kota. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kabupaten dan kota berdasarkan asas desentralisasi. Dengan digunakannya asas desentralisasi pada kabupaten dan kota, maka kedua daerah tersebut menjadi daerah otonom penuh (Hanif Nurcholis, 2007).

Dalam perkembangannya, otonomi diberbagai Negara meliputi beberapa jenis sesuai dengan kondisi. Setidaknya terdapat lima macam otonomi yang pernah diterapkan diberbagai negara didunia, yakni :

  1. Otonomi Organik atau Rumah Tangga Organik

    Otonomi ini mengatakan bahwa rumah tangga adalah keseluruhan urusan-urusan yang menentukan mati hidupnya badan otonomi atau daerah otonom. Dengan kata lain, urusan-urusan yang menyangkut kepentingan daerah diibaratkan sebagai organ-organ kehidupan yang merupakan suatu sistem yang menentukan mati hidupnya manusia, misalnya: jantung, paru-paru, ginjal, dan sebagainya tanpa kewenangan untuk mengurus berbagai urusan vital, akan berakibat tidak berdayanya atau matinya daerah.

  2. Otonomi Formal atau Rumah Tangga Formal

    Adapun yang dimaksud dengan otonomi formal adalah apa yang menjadi urusan otonomi itu tidak dibatasi secara positif. Satu-satunya pembatasan ialah daerah otonom yang bersangkutan tidak boleh mengatur apa yang telah diatur oleh perundangan yang lebih tinggi tingkatannya. Dengan demikian daerah otonom lebih bebas mengatur urusan rumah tangganya, sepanjang tidak memasuki “area” urusan pemerintah pusat.

  3. Otonomi Materil atau Rumah Tangga Materil

    Dalam otonomi material, kewenangan daerah otonom itu dibatasi secara positif yaitu dengan menyebutkan secara limitatif dan terperinci atau secara tegas apa saja yang berhak diatur dan diurusnya. Dalam otonomi material ini ditegaskan bahwa untuk mengetahui apakah suatu urusan rumah tangga sendiri, harus dilihat pada substansinya. Jadi artinya apabila suatu urusan pada substansinya dinilai dapat menjadi urusan pemerintah pusat, maka pemerintah lokal yang mengurus rumah tangganya sendiri pada hakikatnya tidak akan mampu menyelenggarakan urusan tersebut.

  4. Otonomi Riil atau Rumah Tangga Riil

    Otonomi riil merupakan gabungan antara otonomi formal dengan otonomi material. Dalam undang-undang pembentukan otonomi ini, kepada pemerintah daerah diberikan wewenang sebagai wewenang pangkal dan kemudian dapat ditambah dengan wewenang lain secara bertahap dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Atau dengan kata lain, otonomi riil ini pada prinsipnya menyatakan bahwa penentuan tugas pengalihan atau penyerahan wewenang-wewenang urusan tersebut didasarkan pada kebutuhan dan keadaan serta kemampuan daerah yang menyelenggarakannya.

  5. Otonomi Nyata, Bertanggung Jawab dan Dinamis

    Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang nyata, bertanggung jawab dan dinamis dapat dijelaskan sebagai berikut :

    • Otonomi yang nyata

      Penyusunan dan pembentukan daerah serta pemberian urusan pemerintahan dibidang tertentu kepada pemerintah daerah memang harus disesuaikan dengan faktor-faktor yang hidup dan berkembang secara objektif di daerah. Secara nyata, akan ada suatu atau beberapa daerah yang diberi kepercayaan mengelola beberapa daerah yang diberi kepercayaan mengelola beberapa atau lebih urusan, tetapi ada juga daerah yang hanya mengelola sedikit urusan.

    • Otonomi yang bertanggung jawab

      Pada dasarnya, pemberian otonomi kepada pemerintah daerah senantiasa diupayakan supaya selaras atau sejalan dengan tujuannya yaitu melancarkan pembangunan yang terbesar diseluruh pelosok negara. Dalam konteks ini pemerintah memanfaatkan institusi daerah otonom seoptimal mungkin untuk memacu pembangunan daerah sekaligus menunjang pembagunan nasional. Dengan demikian, kebijakan pengembangan otonomi yang bertanggung jawab mengandung konsekuensi logis tertutupnya kemungkinan lahirnya paham primordialisme ras, suku, dan kedaerahan.

    • Otonomi yang dinamis

      Kebijaksanaan otonomi yang dinamis menghendaki agar pelaksanaan otonomi itu harus senantiasa menjadi sarana untuk dapat memberi dorongan lebih baik dan maju atas segala kegiatan pemerintahan dalam rangka memberikan pelayanan yang semakin meningkat mutunya dalam hal ini juga diupayakan agar pelaksanaan pembangunan yang semakin merata dengan pengembangan otonomi selanjutnya didasarkan pada kondisi sosial, ekonomi, politik, dan pertahanan serta keamanan nasional (Sarundajang, 1999).

Visi otonomi daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksi yang utama, yaitu politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Dibidang politik, karena otonomi daerah merupakan buah dari kebijakan desentralisasi dan demokratisasi, ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis. Hal ini memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsitif terhadap kepentingan masyarakat luas dan memelihara mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik. Demokratisasi pemerintah juga berarti transparansi kebijakan. Artinya, dari setiap kebijakan yang diambil, harus jelas siapa yang memprakarsai kebijakan, apa tujuannya, berapa ongkos yang dipakai, siapa yang akan bertanggung jawab jika kebijakan tersebut gagal. Otonomi daerah juga berarti kesempatan membangun struktur pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan daerah, membangun sistem dan pola karier politik dan administratif yang kompetitif, serta mengembangkan sistem manajemen pemerintahan yang efektif.

Di bidang ekonomi, otonomi daerah pada satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan pada pihak lain terbuka peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam konteks ini, otonomi daerah memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrasrtuktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian, otonomi daerah akan membawa masyarakat ketingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.

Dalam bidang sosial dan budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial. Pada saat yang sama, ekonomi daerah memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang bersifat kondusif terhadap kemampuan masyarakat merespons dinamika kehidupan disekitarnya (Utang Rosidin, 2010).

Ditinjau dari isi wewenang, pemerintahan daerah otonom menyelenggarakan dua aspek otonomi, pertama, otonomi penuh, yaitu semua urusan dan fungsi pemerintahan yang menyangkut isi subtansi ataupun tata cara penyelenggaraannya (otonomi). Kedua, otonomi tidak penuh, yaitu daerah hanya menguasai isi pemerintahannya, urusan ini sering disebut dengan tugas pembantuan (medebewind, atau dalam ungkapan lama disebut zelfbestuur) (Utang Rosidin, 2010).

Adapun tujuan dari pemberian otonomi daerah menurut kansil adalah sebagai berikut :

“Tujuan pemberian otonom kepada daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Untuk itu kepada daerah diberikan kewenangan untuk melaksanakan sebagai urusan rumah tangganya sendiri”.

Otonomi daerah merupakan bagian sistem politik yang diharapkan memberi peluang bagi warga negara untuk lebih mampu menyumbangkan daya kreatifitasnya. Dengan demikian, otonomi daerah merupakan kebutuhan dalam era globalisasi dan reformasi. Tanpa otonomi daerah, masyarakat akan mengalami kesulitan menempatkan diri sejajar dengan manusia-manusia lain di berbagai negara pada saat perdagangan bebas mulai berlaku, Soenyono dalam Malarangeng (2001, h.05).

Selanjutnya, menurut Widjaja (2002) menyebutkan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan daerah otonom, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan secara etimologi, kata otonomi berasal dari bahasa Yunani “autos” yang berarti sendiri dan “nomos” yang berarti aturan. Jadi, otonomi dapat diartikan mengatur sendiri. Selanjutnya penjelasan mengenai otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah yaitu:

“otonomi daerah berdasarkan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan”.

Oleh karena itu, Widjaja (2002) menjelaskan bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip
otonomi daerah.

Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di tetapkan oleh Pemerintahan Daerah.Pengertian yang memliki kaitan dan hubungan dengan otonomi daerah yang terdapat di dalam Undang-Undang,yaitu sebagai berikut:

  • Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.

  • Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas otonomi seluas-luasya dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang dimaksudkan di dalam UUD 1945

  • Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota,perangkat daerah seperti Lurah, Camat serta Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah tertinggi.

  • DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD duduk para wakil rakyat yang menjadi penyalur aspirasi rakyat.Selain itu DPRD adalah suatu unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

  • Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah otonom untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan mengurus berbagai kepentingan masyarakat yang berada dan menetap di dalam daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  • Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam batas-batas wilayah dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana prngaturan nya berdasarkan prakarsa sendiri namum sesuai dengan sistem NKRI

  • Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden Republik Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dasar Hukum dan Landasan Teori Otonomi Daerah


1 . Dasar hukum
Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:

  • Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
  • Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
  • Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.

2 . Landasan teori
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .

  • Asas Otonomi
    Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan di sini. Asas-asas tersebut sebagai berikut:
    • Asas tertib penyelenggara negara
    • Asas Kepentingan umum
    • Asas Kepastian Hukum
    • Asas keterbukaan
    • Asas Profesionalitas
    • Asas efisiensi
    • Asas proporsionalitas
    • Asas efektifitas
    • Asas akuntabilitas

Otonomi daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat baik pada negara kesatuan maupun pada negara federasi. Otonomi daerah merupakan konsekuensi logis dari penerapan desentralisasi. Dengan penyerahan sebagian kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintahan lokal akan berimplikasi terhadap pembagian tanggung jawab pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, optimalisasi potensi lokal, peningkatan responsivitas pemerintah daerah terhadap kebutuhan masyarakat setempat. Responsivitas terhadap permasalahan lokal akan semakin cepat terwujud jika pemerintah memiliki hak otonom dalam mengelola pemerintahannya. Persoalan-persoalan lokal yang dulunya seringkali diabaikan dengan alasan demi menjaga kepentingan nasional atau dianggap tradisional, kini justru menarik perhatian.

Desentralisasi dan otonomi daerah sangat menekankan signifikansi keberadaan dan kepentingan masyarakat daerah untuk menjadi beneficiaries setiap pengaturan dan pelayanan pemerintah.105 Dengan kata lain, otonomi daerah menuntut pemerintah lokal agar mengedepankan aspek kebutuhan masyarakat setempat. Aspek tersebut paling tidak mencakup tiga hal, yaitu

  1. harapan masyarakat,
  2. masalah yang dihadapi masyarakat, dan
  3. sumber daya yang dimiliki masyarakat

Adapun ciri-ciri daerah otonom menurut Hossein adalah

  1. berada di luar hierarki organisasi pusat,
  2. pengambilan keputusan berdasarkan aspirasi masyarakat,
  3. tidak berada di bawah pengawasan langsung pemerintah pusat,
  4. tidak diintervensi oleh pemerintah pusat,
  5. mengandung integritas sistem, memiliki batas-batas tertentu ( boundaries ) serta memiliki identitas

Adapun pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia telah diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 1 Ayat 6 UU No. 23 Tahun 2014 menyebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan regulasi tersebut, daerah-daerah otonom di Indonesia sejatinya memiliki kewenangan dan kebebasan untuk mengatur dan mengelola rumah tangganya sendiri berdasarkan kebutuhan dan kemampuan daerah tersebut.

Otonomi daerah berasal dari kata Yunani auotos dan Nomos. Kata pertama berarti sendiri dan kata kedua berarti pemerintah. Menurut Khusaini dalam Rusydi (2010) daerah otonomi praktis berbeda dengan daerah saja yang merupakan penerapan dari kebijakan dalam wacana administrasi publik disebut local state government.

Menurut UU No.32 Tahun 2004 Otonomi daerah merupakan sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tujuan otonomi daerah adalah meningkatkan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam rangka mewujudkan otonomi daerah.

Menurut Silalahi dalam Rusydi (2010) Sumber daya manusia yang dibutuhkan tersebut antara lain adalah :

  1. Mempunyai wadah, perilaku, kualitas, tujuan dan kegiatan yang dilandasi dengan keahlian dan ketrampilan tertentu.

  2. Kreatif dalam arti mempunyai jiwa inovatif, serta mampu mengantisipasi tantangan maupun perkembangan, termasuk di dalamnya mempunyai etos kerja yang tinggi.

  3. Mampu sebagai penggerak swadaya masyarakat yang mempunyai rasa solidaritas sosial yang tinggi, peka terhadap dinamika masyarakat, mampu kerja sama, dan mempunyai orientasi berpikir people centered orientation.

  4. Mempunyai disiplin yang tinggi dalam arti berpikir konsisten terhadap program, sehingga mampu menjabarkan kebijaksanaan nasional menjadi program operasional pemerintah daerah sesuai dengan rambu-rambu pengertian program urusan yang ditetapkan.

Menurut Tim Fisipol Universitas Gajah Mada dalam Rusydi (2010), terdapat 4 (empat) unsur otonomi daerah, yaitu :

  1. Memiliki perangkat pemerintah sendiri yang ditandai dengan adanya kepala daerah DPRD, dan pegawai daerah;

  2. Memiliki urusan rumah tangga sendiri yang ditandai dengan adanya dinasdinas daerah;

  3. Memiliki sumber keuangan sendiri yang ditandai dengan adanya pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan daerah dan pendapatan dinas-dinas daerah.

  4. Memiliki wewenang untuk melaksanakan inisiatif sendiri sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Otonomi daerah membawa dua implikasi khusus bagi pemerintah daerah, yaitu pertama adalah semakin meningkatnya biaya ekonomi (high cost economy) dan yang kedua adalah efisiensi efektivitas. Oleh karena itu desentralisasi membutuhkan dana yang memadai bagi pelaksanaan pembangunan di daerah (Emelia, 2006). Apabila suatu daerah tidak memiliki sumber-sumber pembiayaan yang memadai, akan mengakibatkan daerah bergantung terus terhadap pembiayaan pemerintah pusat.

Ketergantungan terhadap pembiayaan pemerintah pusat merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan asas otonomi daerah. Apabila suatu daerah tidak memiliki sumber-sumber pembiayaan yang memadai maka dari hal ini akan mengakibatkan daerah bergantung terus terhadap pembiayaan pemerintah pusat. Ketergantungan terhadap pembiayaan pemerintah pusat merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan asas otonomi daerah. Oleh karena itu perlu suatu upaya oleh pemerintah daerah dalam memutus ketergantungan tersebut dalam rangka meningkatkan kemampuan daerah.

Menurut Ibnu Syamsi dalam Emelia (2006) terdapat beberapa kriteria yang dapat dijadikan ukuran agar suatu daerah dikatakan mampu untuk mengurus rumah tangganya sendiri:

  1. Kemampuan struktur organisasinya struktur organisasi pemerintah daerah yang mampu menampung seluruh aktivitas dan tugas yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.

  2. Kemampuan aparatur pemerintah daerah aparatur pemerintah daerah mampu menjalankan tugas dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Oleh karena itu, dalam mencapai tujuan yang diinginkan daerah dibutuhkan keahlian, moral, disiplin dan kejujuran dari aparatur daerah.

  3. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat pemerintah daerah harus mampu mendorong masyarakat agar bersedia terlibat dalam kegiatan pembangunan nasional. Karena peran serta masyarakat sangat penting dalam menunjang kesuksesan pembangunan daerah.

  4. Kemampuan keuangan daerah suatu daerah dikatakan mampu mengurus rumah tangganya sendiri apabila pemerintah daerah tersebut mampu membiayai semua kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Sejarah Otonomi Daerah


Pengertian otonomi daerah mulai pada masa orde baru, otonomi daerah sendri pada asas orde baru lahir tengah gejolak tuntutan daerah terhadap berbagai kewenangan yang selama 20 tahun pemerintahan orde baru menjalankan mesin sentralistiknya.

Dalam UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian disusul dengan UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa menjadi tiang utama tegaknya sentralisasi kekuasaan orde baru Semua mesin partisipasi dan prakarsayang sebelumnya tumbuh sebelum orde baru, berkuasa secara perlahan dilumpuhkan di bawah kontrol keluasaan. Stabilitas politik demi kelangsungan pertumbuhan ekonomi menjadi alasan pertama bagi masa orde baru untuk mematahkan setiap gerak prakarsa yang tumbuh dari rakyat sendri.

Otonomi daerah muncul sebagai bentuk sentralisasi yang sangat kuat di masa orde baru, berpuluh tahun sentralisasi pada era orde baru tidak membawa perubahan dalam pengembangan kreativitas daerah, baik pemerintah maupun masyarakat daerah, ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintahan pusat sangat tinggi sehingga sama sekali tidak ada kemandirian perencanaan pemerintah daerah pada saat itu.

Otonomi sendiri mempunyai makna kebebasan dan kemandirian tetapi bukan kemerdekaan, kebebasan terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan secara implisit definisi otonomi tersebut mengandung dua unsur, yaitu adanya pemberian tugas dalam arti sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan serta kewenangan untuk melaksanakannya, dan adanya pemberian kepercayaan berupa kewenangan untuk memikirkan dan menetapkan sendiri berbagai penyelesaian tugas itu.

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kebijakan otonomi daerah yang demikian itu merupakan kebijakan Negara yang mendasari penyelenggaraan organisasi dan manajemen pemerintahan daerah. Artinya, seluruh kebijakan dan kegiatan pemerintahan serta kebijakan dan kegiatan pembangunan di daerah dilaksanakan menurut arah kebijakan yang ditetapkan dalam kebijakan Negara tersebut.

Pelaksanaan otonomi daerah itu tentu saja bukan sekedar membincangkan mekanisme bagaimana menterjemahkan tujuan-tujuan policy, policy menurut Oxford Dictionaries, policy adalah “a course or principle of action adopted or proposed by an organization or individual” yang maksudnya haluan atau prinsip tindakan yang ditetapkan atau diusulkan oleh organisasi atau individu. Policy atau kebijakan adalah suatu keputusan yang ditetapkan mengenai sebuah kesepakatan diantara individu atau organisasi.

Pada masa pemerintahan Presiden Habibie melalui kesepakatan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilu Tahun 1999, ditetpkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah untuk mengkoreksi UU No.5 Tahun 1974 yang diangap sudah tidak sesuai dengan prinsip penyelengaraan pemerintah dan perkembangan keadaan. Kedua undang-undang tersebut merupakan skema otonomi daerah yang diterapkan mulai Tahun 2001.

Undang-undang ini diciptakan untuk menciptakan pola hubungan yang demokratis antara pusat dan daerah. UndangUndang Pemerintahan Daerah bertujuan untuk memberdayakan daerah dan masyarakatnya serta mendorong daerah merealisasikan aspirasinya dengan memberikan kewenangan yang luas yang sebelumnya tidak diberikan ketika masa orde baru. Paling tidak ada dua faktor yang berperan kuat dalam mendorong lahirnya kebijakan otonomi daerah berupa UU No.22 Tahun 1999.

Referensi

Otonomi Daerah dalam Konteks Negara Kesatuan

Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia diselenggarakan dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan memperhatikan potensi dan kekhasan daerah masing-masing. Hal ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata, dan bertanggung jawab terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya.

Nilai, Dimensi, dan Prinsip Otonomi Daerah di Indonesia

Otonomi Daerah pada dasarnya adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia…

  1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara (eenheidstaat), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan.

  2. Nilai Dasar Desentralisasi Teritorial, yang bersumber dari isi dan jiwa Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan nilai ini pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.

Berkaitan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Dengan demikian, titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada daerah kabupaten/kota dengan beberapa dasar pertimbangan sebagai berikut.

  • Dimensi Politik, kabupaten/kota dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim.

  • Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif.

Kabupaten/kota adalah daerah “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan sehingga kabupaten/kota-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, prinsip otonomi daerah yang di-anut adalah nyata, bertanggung jawab dan dinamis.

  • Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi objektif di daerah.

  • Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air.

Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju.

Selain itu, terdapat lima prinsip dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Berikut uraiannya.

1. Prinsip Kesatuan
Pelaksanaan otonomi daerah harus menunjang aspirasi perjuangan rakyat guna memperkokoh negara kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakat lokal.

2. Prinsip Riil dan Tanggung Jawab
Pemberian otonomi kepada daerah harus merupakan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab bagi kepentingan seluruh warga daerah. Pemerintah daerah berperan mengatur proses dinamika pemerintahan dan pembangunan di daerah.

3. Prinsip Penyebaran
Asas desentralisasi perlu dilaksanakan dengan asas dekonsentrasi. Caranya dengan memberikan kemungkinan kepada masyarakat untuk kreatif dalam membangun daerahnya.

4. Prinsip Keserasian
Pemberian otonomi kepada daerah mengutamakan aspek keserasian dan tujuan di samping aspek pendemokrasian.

5. Prinsip Pemberdayaan
Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah di daerah, terutama dalam aspek pembangunann dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.

Secara etimologi, istilah “otonomi” berasal dari bahasa latin, autos yang berarti sendiri, dan nomos yang berarti aturan. Berdasarkan etimologi tersebut, otonomi diartikan sebagai mengatur atau memerintah sendiri.

Jadi otonomi daerah dapat diartikan pelimpahan kewenangan dan tanggungjawab dari pemerintahan pusat kepada pemerintah daerah.

Menurut Moh. Mahfud, otonomi merupakan pemberian kebebasan untuk mengurus rumah tangga sendiri, tanpa mengabaikan kedudukan pemerintah daerah sebagai aparat pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan-urusan yang ditugaskan kepadanya.

Hakikat dari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

  1. Hak mengurus rumah tangga sendiri sebagai suatu daerah otonom. Hak tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan pemerintah pusat yang diserahkan kepada daerah. Istilah sendiri dan hak dalam hak dan mengatur rumah tangga merupakan inti keotonomian suatu daerah; penetapan kebijakan sendiri, pelaksanaan sendiri, serta pembiayaan dan pertanggungjawaban daerah sendiri, maka hak itu dikembalikan kepada pihak yang memberi dan berubah kembali menjadi urusan pemerintah pusat.

  2. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonomi itu di luar batas wilayah daerahnya.

  3. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan menguirus rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya.

  4. Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri tidak merupakan subordinasi hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain.

Dengan demikian suatu daerah otonom adalah daerah yang self goverment, self sufficirnce, dan self regulation toits law dan affair, daerah lainnya baik secara vertikal maupun horizontal karena daerah otonom memiliki actual independence.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah adalah wewenang daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang diserahkan oleh pemerintah pusat dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Yang dimaksud daerah otonom (sebagai sebutan umum bagi Provinsi, Kabupaten dan Kota) adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat menururt prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Adapun tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk memberdayakan daerah dalam bentuk peningkatan pelayanan, perlindungan, kesejahteraan, prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat, menumbuhkembangkan demokrasi, pemerataan dan keadilan serta persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional dengan mengingati asal-usul suatu daerah yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Istilah otonomi secara etimologi berasal dari bahasa Latin yaitu “autos” yang berarti “sendiri”, dan “nomos” yang berarti “aturan”. Sehingga otonomi diartikan pengaturan sendiri, mengatur atau memerintah sendiri. Dalam Undang-Undang No32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Suparmoko mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Pengertian otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai mandiri, sedangkan dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai berdaya. Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandrian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.

Daerah otonomi adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu aspek penting otonomi daerah adalah pemberdayaan masyarakat, sehingga mereka dapat berpatisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, penggerakan, dan pengawasan dalam pengelolaan pemerintah daerah dalam penggunaan sumber daya pengelola dan memberikan pelayanan prima kepada publik. Pengertian otonomi daerah sendiri adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundanga Pasal 1 ayat 5 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Mengenai asas-asas yang ada di dalam otonomi daerah antara lain sentralisasi, dekonsentrasi, desentralisasi, dan tugas pembantuan atau medebewind. Sentralisasi sendiri berasal dari bahasa Inggris yang berakar dari kata Centre yang artinya adalah pusat atau tengah. Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Sentralisasi adalah seluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat. Interpretasinya bahwa sistem sentralisasi itu adalah bahwa seluruh decition keputusan atau kebijakan dikeluarkan oleh pusat, daerah tinggal menunggu instruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan menurut UU. Sentralisasi memusatkan semua wewenang kepada sejumlah kecil manager atau yang berada di suatu puncak pada sebuah struktur organisasi. sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah. Kelemahan sistem sentralisasi adalah dimana sebuah kebijakan dan keputusan pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat sehingga waktu untuk memutuskan suatu hal menjadi lebih lama.

Ajaran Otonomi Daerah dan Prinsip-Prinsip Otonomi

Untuk memahami ajaran luas dan isi otonomi daerah perlu ditelusuri dari ajaran yang menjadi pangkal lahirnya konsep desentralisasi. Terdapat 3 ajaran itu antara lain, ajaran rumah tangga materiil, ajaran rumah tangga formal, dan ajaran rumah tangga riil.

Ajaran rumah tangga materil, pengertian rumah tangga materiil atau ajaran rumah tangga materiil (materiele huishoudingsleer) adalah suatu sistem dalam penyerahan urusan rumah tangga daerah antara pemerintah pusat dan daerah terdapat undang-undang yang diperinci secara tegas di dalam undang-undang pembentukannya. Dalam ajaran ini ada yang disebut taak verdeling antara pusat dan daerah Jadi, apa yang tidak tercantum dalam rincian itu tidak termasuk kepada urusan rumah tangga daerah. Daerah tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur kegiatan di luar yang sudah diperinci atau yang telah ditetapkan. Rasio dari pembagian tugas ini di dasarkan kepada suatu keyakinan bahwa ada perbedaan tugas yang azasi dalam menjalankan pemerintahan dan memajukan kesejahteraan masyarakat antara negara dan daerah-daerah otonom yang lebih kecil. Daerah otonom sebagai masyarakat hukum yang lebih kecil mempunyai urusan-urusan sendiri yang secara prinsipil berbeda dari negara sebagai kesatuan masyarakat hukum yang lebih besar. Negara dan daerah-daerah otonom masing-masing mempunyai urusan-urusan sendiri yang spesifik. Karena itulah, ajaran ini disebut juga ajaran rumah tangga materiil. Bila ditinjau secara seksama, akan kelihatan bahwa isi dan luas otonomi itu akan sangat terbatas, daerah yang bersangkutan tidak dapat melakukan sesuatu yang tidak tersebut dalam undang-undang pembentukannya. Segala langkah kerja daerah itu tidak dapat keluar dari ketentuan-ketentuan yang telah tercantum dalam undang-undang daerah itu tidak dapat secara leluasa bergerak dan mengembangkan inisiatifnya kecuali rumah tangganya, menurut tingkatan dan ruang lingkup pemerintahannya. Di dalam literatur Belanda ada ajaran yang disebut sebagai de drie kringenleer yang menganjurkan ditetapkannya secara pasti mana soal-soal yang masuk lingkungan negara, lingkungan propinsi, dan lingkungan gemeente. Dengan demikian, ajaran ini tidak mendorong daerah untuk berprakarsa dan mengembangkan potensi wilayah di luar urusan yang tercantum dalam undang-undang pembentukannya. Padahal, kebebasan untuk berprakars, memilih alternatif dan mengambil keputusan justru merupakan prinsip dasar dalam mengembangkan otonomi daerah. Karena kelemahan yang terdapat dalam ajaran rumah tangga materiil ini, orang cenderung untuk memilih ajaran rumah tangga formal, Ajaran otonomi materiil, yang mana ajaran ini bertitik tolak pada adanya perbedaan hakekat yang prinsipil antara tugas yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah otonom.

Ajaran rumah tangga formal, di dalam pengertian rumah tangga formal yang sering disebut sebagai ajaran rumah tangga formal (formele huishoudingsleer), tidak ada perbedaan sifat antara urusan-urusan yang diselenggarakan pemerintah pusat dan oleh daerah-daerah otonom. Yang dapat dikerjakan oleh masyarakat hukum yang satu pada prinsipnya juga dapat dilakukan oleh masyarakat hukum yang lain. Bila dilakukan pembagian tugas, hal itu semata-mata didasarkan atas pertimbangan rasional dan praktis. Artinya, pembagian itu tidak karena materi yang diatur berbeda sifatnya, tetapi semata-mata karena keyakinan bahwa kepentingan-kepentingan daerah itu dapat lebih baik dan lebih berhasil diselenggarakan sendiri oleh setiap daerah daripada oleh pemerintah pusat. Jadi, pertimbangan efisiensilah yang menentukan pembagian tugas itu dan bukan disebabkan perbedaan sifat dari urusan-urusan yang menjadi tanggungan masing-masing. Di dalam ajaran ini tidak secara apriori ditetapkan hal yang termasuk rumah tangga daerah, tetapi sepenuhnya tergantung atas prakarasa atau inisiatif daerah yang bersangkutan. Urusan rumah tangga daerah ditentukan dalam suatu prinsipnya saja, sedangkan pengaturan lebih lanjut diserahkan kepada prakarsa daerah yang bersangkutan. Batas-batas pelaksanaan urusan juga tidak ditentukan, tergantung kepada keadaan, waktu, dan tempat. Dari batasan rumah tangga formal bisa dilihat bahwa pemerintah daerah dapat lebih leluasa untuk bergerak (vrife taak), untuk mengambil inisiatif, memilih alternatif, dan mengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan daerahnya. Walaupun keleluasaan (discretion) pemerintah daerah dalam sistem rumah tangga formal lebih besar, tetap ada pembatasan. Pertama, pemerintah daerah hanya boleh mengatur undang-undang atau peraturan daerah yang lebih tinggi tingkatannya. Kedua, bila negara atau daerah yang lebih tinggi tingkatannya kemudian mengatur sesuatu urusan yang semula diatur oleh daerah yang lebih rendah, peraturan daerah yang lebih rendah tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi. Secara positif sistem rumah tangga formal sudah memenuhi kriteria keleluasaan berprakarsa bagi daerah untuk mengembangkan otonomi daerahnya. Di lain pihak, sistem ini kurang memberi kesempatan kepada pemerintah pusat untuk mengambil inisiatif guna menyerasikan dan menyeimbangkan pertumbuhan dan kemajuan antara daerah yang kondisi dan potensinya tidak sama. Pemerintah pusat membiarkan setiap daerah berinisiatif sendiri, tanpa melihat kondisi dan potensi riil daerah masing-masing. Bagi daerah yang kondisi dan potensinya menguntungkan, keleluasaan dan inisiatif daerah akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang lebih cepat. sebaliknya, bagi daerah yang kondisi dan potensinya kurang menguntungkan (minus, miskin, terpencil, dan sebagainya), keleluasaan dan prakarsa dihadapinya. Oleh karena itu, intervensi pemerintah pusat untuk pemerataan dan memelihara keseimbangan laju pertumbuhan antar daerah dipandang perlu, Ajaran otonomi formil, didasarkan atas pandangan bahwa tidak ada perbedaan hakiki antara urusan yang dapat dilakukan oleh pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Ajaran Rumah Tangga Riil, sistem ini tampaknya mengambil jalan tengah antara ajaran rumah tangga materiil dan rumah tangga formal, dengan tidak melepaskan prinsip sistem rumah tangga formal. Konsep rumah tangga riil bertitik tolak dari pemikiran yang mendasarkan diri kepada keadaan dan faktor-faktor yang nyata mendasarkan diri kepada keadaan dan faktor-faktor yang nyata untuk mencapai keserasian antara tugas dengan kemampuan dan kekuatan, baik yang ada pada daerah sendiri maupun di pusat. Dengan demikian, pemerintah pusat memperlakukan pemerintah daerah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pusat, dikatakan bahwa sekalipun pemerintah pusat yang bertanggung jawab lebih cenderung memberikan kepercayaan teknis kepada masyarakat. Oleh karena itu, sampai sejauh mana petunjuk dan campur tangan pusat kepada daerah, sangat tergantung kepada sampai seberapa besar kemampuan pemerintah daerah itu sendiri dikatakan bahwa the degree of central prescrioption and control depends largely on the capability of the local authorities. Di dalam sistem rumah tangga riil dianut kebijakan bahwa setiap undang-undang pembentukan daerah mencantumkan beberapa urusan rumah tangga daerah yang dinyatakan sebagai modal pangkal dengan disertai segala atributnya, berupa kewenangan, personil, alat perlengkapan dan sumber pembiayaan.

http://repository.unpas.ac.id/29067/4/BAB%20II.pdf

Pengertian otonomi daerah menurut UU No. 32 tahun 2004 adalah hak, wewenang, serta kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri berbagai hal terkait pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelaksanaan otonomi daerah diterapkan di Indonesia guna mendorong ekonomi daerah dan meningkatkan peran masyarakat. Asas otonomi daerah meliputi desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Adanya otonomi daerah memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk mengurus sendiri pemerintahannya.

Adapun tujuan otonomi daerah antara lain adalah meningkatkan pelayanan masyarakat, mengembangkan kehidupan berdemokrasi, meningkatkan keadilan nasional, memeratakan wilayah daerah, memelihara hubungan antara pemerintah pusat dan daearah, mendorong pemberdayaan masyarakat serta menumbuhkan ekonomi daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia telah dijamin dan diatur dalam aturan undang-undang dan konstitusi. Dasar hukum otonomi daerah di Indonesia tertera pada UUD 1945 antara lain pada pasal 18 ayat 1-7, pasal 18A ayat 1-2 dan pasal 18B ayat 1-2.

Dasar hukum lain ada pada peraturan perundang-undangan. Misalnya tertera pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Pengertian otonomi daerah secara umum adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pengertian otonomi daerah menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Otonomi daerah terdiri dari dua kata yakni otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.

Sehingga otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri pada sebuah kesatuan masyarakat dalam sebuah wilayah atau daerah tertentu.

Pengertian Otonomi Daerah Menurut Para Ahli

Menurut Benyamin Hoesein
Pengertian otonomi daerah menurut Benyamin Hoesein merupakan pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional negara secara informal berada di luar pemerintah pusat.

Menurut Ateng Syarifuddin
Arti otonomi daerah menurut Ateng Syarifuddin adalah kebebasan atau kemandirian yang terbatas dimana kemandirian itu terwujud sebagai suatu pemberian kesempatan yang harus dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut F. Sugeng Istianto
Menurut Sugeng Istianto, definisi otonomi adalah suatu hak dan wewenang guna untuk mengatur serta mengurus sebuah rumah tangga daerah.

Menurut Vincent Lemius
Pengertian otonomi daerah secara umum adalah suatu kebebasan atau kewenangan dalam membuat suatu keputusan politik maupun administasi yang sesuai dengan yang ada didalam peraturan perundang-undangan.

Menurut Syarif Saleh
Otonomi daerah adalah suatu hak untuk mengatur serta memerintah daerah sendiri dimana hak tersebut ialah hak yang diperoleh dari suatu pemerintah pusat.

Menurut Philip Mahwood
Otonomi daerah adalah hak dari masyarakat sipil untuk mendapatkan kesempatan serta perlakuan yang sama, baik dalam hal mengekspresikan, berusaha mempertahankan kepentingan mereka masing-masing dan ikut serta dalam mengendalikan penyelenggaraan kinerja pemerintahan daerah.

Menurut Kansil
Arti otonomi daerah menurut Kansil adalah hak, wewenang, serta kewajiban daerah untuk mengatur serta mengurus daerahnya sendiri sesuai perundang-undangan yang masih berlaku.

Menurut Widjaja
Otonomi daerah merupakan salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan yang pada dasarnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa dan negara secara menyeluruh dengan upaya yang lebih baik dalam mendekatkan berbagai tujuan penyelenggaraan pemerintahan agar terwujudnya cita-cita masyarakat yang adil dan makmur.

Menurut Mariun
Definisi otonomi daerah merupakan kewenangan atau kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah agar memungkinkan mereka dalam membuat inisiatif sendiri untuk mengatur dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki daerahnya.

Menurut Sunarsip
Arti otonomi daerah merupakan suatu wewenang daerah untuk mengurus dan mengatur semua kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri yang berlandaskan pada aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut UU No. 32 Tahun 2004
Pengertian otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004 adalah hak, wewenang, serta kewajiban daerah otonom guna mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan serta kepentingan masyarakatnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Kamus Hukum dan Glosarium
Arti otonomi daerah menurut Kamus Hukum dan Glosarium merupakan kewenangan untuk mengatur serta mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dari masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Encyclopedia of Social Science
Arti otonomi daerah menurut Encyclopedia of Social Science merupakan hak sebuah organisasi sosial untuk mencukupi diri sendiri dan kebebasan aktualnya.