Orientasi dominasi sosial (Social Dominance Orientation, disingkat SDO) merupakan faktor kepribadian yang merujuk kepada sejauh mana seseorang menginginkan agar kelompok di mana dirinya bernaung menjadi lebih superior daripada kelompok-kelompok lainnya (Pratto et al, 1994).
Teori yang menjelaskan tentang SDO disebut sebagai Social Dominance Theory (SDT), merupakan teori yang didesain untuk menjelaskan asal muasal dan konsekuensi dari hirarki sosial dan berbagai bentuk penindasan yang terjadi dalam lingkungan sosial (Pratto, Sidanius, & Levin 2006).
Teori tersebut berdalil bahwa lingkungan sosial meminimalkan konflik antar kelompok dengan menciptakan permufakatan dari ideologi-ideologi yang mendukung superioritas satu kelompok atas kelompok lain (Sidanius, Pratto, Martin, & Stallworth, 1991).
Ideologi-ideologi tersebut yang mempromosikan atau menjaga ketidak-setaraan pada tiap-tiap kelompok merupakan alat untuk mengesahkan berlangsungnya diskriminasi. Untuk dapat bekerja secara halus, ideologi ini harus dapat diterima secara luas oleh lingkungan sosial, terlihat seperti suatu kebenaran yang dianggap nyata, oleh karena itu Sidanius dan Pratto menyebut hal ini mitos pengesahan-hirarki (hierarchy-legitimizing myths).
Ada dua jenis mitos pengesahan ini, yaitu :
-
Pertama mitos pengesahan hal-hal yang meningkatkan hirarki, yang mempromosikan ketidak-setaraan yang lebih jelas antara satu kelompok dengan kelompok lain ;
-
Kedua mitos pengesahan hal-hal yang memperkecil hirarki, yang mempromosikan kesetaraan di antara setiap kelompok (Pratto, Sidanius, Stallworth, & Malle, 1994).
Menurut teori social dominance, terdapat 3 struktur dari hirarki berbasis kekelompokan yang dibuat oleh lingkungan sosial, yaitu:
-
sistem usia (age system), di mana orang yang lebih tua mempunyai dominasi terhadap yang lebih muda;
-
sistem jenis kelamin (gender system), di mana laki-laki mempunyai porsi dominasi yang lebih dibanding perempuan;
-
sistem kesewenangan (arbitrary set system), di mana kelompok yang mendominasi memiliki akses yang lebih terhadap sumber daya yang bernilai daripada kelompok yang didominasi (Pratto, Sidanius, & Levin, 2006).
Aspek-Aspek yang Mempengaruhi SDO
SDO diusulkan dipengaruhi oleh paling tidak 4 buah faktor yang sifatnya luas (Pratto, Sidanius, & Levin, 2006):
1. Posisi kelompok
Berdasarkan teori social dominance, anggota dari kelompok yang dominan berdasarkan kewenangannya (arbitrary-set) diprediksi memiliki level SDO yang lebih tinggi dari anggota kelompok subordinat karena mereka ingin mempertahankan akses hak istimewa terhadap sumber ekonomi dan sosial yang dihasilkan oleh posisi mereka yang lebih dominan tersebut.
2. Konteks Sosial
Berdasarkan teori social dominance, ketika kesenjangan status antara kelompok dominan dan subordinat bervariasi, perbedaan SDO yang terdapat di dalam kelompok juga akan bervariasi, yakni kelompok berstatus lebih tinggi akan mempunyai keinginan yang lebih tinggi untuk mempertahankan hirarki sistem sosial dimana kelompok ingroup akan lebih diuntungkan, dan kelompok berstatus lebih rendah akan mempunyai keinginan lebih tinggi utuk menentang sistem tersebut.
3. Perbedaan tempramen dan kepribadian
Selain dipengaruhi oleh identitas sosial yang secara situasional bersifat kontingen, skor SDO juga dipengaruhi oleh tempramen dan kepribadian yang individu miliki. Sebagai contoh, SDO telah ditemukan mempunyai hubungan yang negatif dengan empati terhadap orang lain dan faktor kepribadian dari Openness dan Agreeableness (2 dari dimensi kepribadian Big Five), dan berasosiasi positif dengan agresifitas, perilaku mendendam (vindictiveness), kedinginan (coldness), dan keras kepala (tough-mindedness).
4. Gender dan Sosialisasi
Sesuai dengan peran sosial mereka yang berbeda secara fundamental dalam hirarki sosial, rata-rata laki-laki dan perempuan juga memiliki attitude yang berbeda terhadap sosial dan politik (Lihat Pratto, Stallworth, & Sidanius, 1997a). Secara umum, wanita mendukung kesetaraan sosial, tradisi inklusif, dan kebijakan yang melindungi dan peduli kepada yang tertindas, lebih memilih kebijakan yang bersifat progresif, rasa takut yang lebih rendah kepada orang asing (less xenophobic), dan lebih menentang perang jika dibandingkan dengan laki-laki. Sedangkan laki-laki lebih tegas mendukung ketidaksetaraan (Pratto, Sidanius, & Levin, 2006).
Hal ini konsisten dengan hipotesis yang tak berubah-ubah dari teori social dominance, laki-laki selalu mempunyai level SDO yang lebih tinggi dari perempuan (Levin, 2004; Sidanius, et al., 2000; Sidanius & Pratto, 1999). Sementara itu pengalaman sosialisasi dapat mempengaruhi SDO. Duckitt (2001) mengajukan bahwa sosialisasi dari lingkungan yang kurang kasih sayang secara tidak langsung berpengaruh kepada skor yang tinggi dari SDO (Pratto, Sidanius, & Levin, 2006).