Apa yang dimaksud dengan Orde Baru ?

Orde Baru

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998.

Apa yang dimaksud dengan Orde Baru ?

Orde Baru adalah tatanan seluruh peri kehidupan rakyat, bangsa dan negara Indonesia, yang diletakkan kembali kepada kemurinan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945.

Dengan rumus ini tampak dengan jelas bahwa apa yang disebut Orde Baru merupakan orde yang ingin mengoreksi dan mengadakan intropesi secara mendasar dan menyeluruh atas praktek pelaksaan Pancasila dan UUD 1945 yang telah disalah arahkan oleh Orde Lama. Selain itu, terdapat pendapat ahli tentang pengertian Orde Baru

Menurut Khan, Orde Baru adalah sebuah perubahan pokok dalam sebuah sistem birokrasi yang bertujuan untuk merubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan dan kebiasaanyang telah lama. Dan dengan orde baru ini akan menjadikan sebuah hal yang ada menjadi sebuah harapan yang lebih baik dari sebelumnya.

Tujuan Orde Baru adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, Orde Baru ikut mewujudkan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilam sosial. secara lebih nyata Orde baru ingin mencapai dua sasaran pokok, yaitu pemilihan umum yang akan memilih wakil-wakil rakyat serta memilih presiden dan pemerintahan baru secara konstitusional. Selanjutnya, menyediakan bahan-bahan pokok yang dibutuhkan oleh rakyat dalam volume yang cukup dan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli rakyat.

Orde Baru adalah sebuah rezim dibawah pimpinan Soeharto, yang tampil setelah keruntuhan Demokrasi Terpimpin. Pada umumnya diterima kesepakatan bahwa, awal kelahiran Orde Baru adalah pada saat diterimanya Supersemar dari Soekarni oleh Soeharto yang kemudian si penerima dalam waktu sangan cepat membubarkan PKI.

Orde Baru sendiri secara resmi didefinisikan sebagai “tatanan kehidupan negara dan bangsa yang diletakkan kembali pada pelaksanaan kemurnian Pancasila dan UUD 1945. Masyarakat Orde Baru adalah masyarakat Indonesia yang bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Ada baiknya dikemukakan disini cuplikan pengertian Orde Baru sebagaimana dirumuskan dalam seminar II angkatan darat:

  1. Musuh utama Orde Baru adalah PKI/pengikut-pengikutnya yaitu Orde Lama.

  2. Orde Baru adalah suatu sikap mental

  3. Tujuan Orde Baru adalah menciptakan kehidupan politik, ekonomi, dan kultural yang dijiwai oleh moral Pancasila, khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

  4. Orde Baru menghendaki Pemikiran yang lebih realitis dan pragmatis, walaupun tidak meninggalkan idealisme perjuangan.

  5. Orde Baru menghendaki diutamakannya kepentingan nasional, walaupun tidak meninggalkan komitmen ideologi perjuangan anti imperalisme dan kolonialisme.

  6. Orde Baru menginginkan suatu tata susunan yang lebih stabil, berdasarkan lembaga-lembaga, misalnya MPRS, DPR, kabinet dan yang tidak dipengaruhi oleh oknum-oknum yang dapat menimbulkan kultus individu, akan tetapi Orde Baru tidak menolak pimpinan yang kuat dan pemerintah yang kuat, malahan menghendaki ciri-ciri yang demikian dalam masa pembangunan.

  7. Orde Baru menghendaki pengutamaan konsolidasi ekonomi dan sosial dalam negeri.

  8. Orde Baru menghendaki pelaksanaan yang sungguh-sungguh dari cita-cita demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.

  9. Orde Baru menghendaki suatu tata politik dan ekonomi yang berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan yang mempunyau prinsip idiil, operasional dalam ketetapan MPRS IV/1966.

  10. Orde Baru adalah suatu tata politik dan ekonomi yang belum mempunyai kenyataan, yang baru suatu iklim yang cukup menguntungkan bagi pertumbuhan Orde Baru ini.

  11. Orde Baru adalah suatu proses peralihan dari orde kama kesuatu susunan baru.

  12. Orde Baru masih menunggu pelaksanaan dari segala Ketetapan MPRS IV/1966.

  13. Orde baru harus didukung oleh tokoh pimpinan yang berjiwa Orde Baru yang menduduki tempat-tempat yang strategis.

  14. Orde Baru harus didukung oleh suatu imbangan kekuatan yang dimenangkan oleh barisan Orde Baru.


Refrensi:

Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde yang mempunyai sikap dan tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila serta UUD 1945.

Latar Belakang Lahirnya Masa Pemerintahan Orde Baru

  1. Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.

  2. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30 September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung lama.

  3. Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.

  4. Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.

  5. Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat bergabung membentuk Kesatuan Aksi berupa “Front Pancasila” yang selanjutnya lebih dikenal dengan “Angkatan 66” untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965.

  6. Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR mengajukan tuntutan”TRITURA”(Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi :

    • Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya
    • Pembersihan Kabinet Dwikora
    • Penurunan Harga-harga barang.
  7. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.

  8. Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa(Mahmilub).

  9. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.

Kehidupan Politik Pada Masa Orde Baru

1. Pembentukan Kabinet Pembangunan

Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Ampera yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA yang disebut

Catur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai berikut:

  1. Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.

  2. Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.

  3. Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.

  4. Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
    Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru dengan nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut dengan Pancakrida, yang meliputi :

    • Penciptaan stabilitas politik dan ekonomi
    • Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap pertama
    • Pelaksanaan Pemilihan Umum
    • Pengikisan habis sisa-sisa Gerakan 3o September
    • Pembersihan aparatur negara di pusat pemerintahan dan daerah dari pengaruh PKI.

2. Pembubaran PKI dan Organisasi masanya

Suharto sebagai pengemban Supersemar guna menjamin keamanan, ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan maka melakukan :

  • Pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan dikukuhkannya Ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966…
  • Dikeluarkan pula keputusan yang menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia.
  • Pada tanggal 8 Maret 1966 dilakukan pengamanan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965. Hal ini disebabkan muncul keraguan bahwa mereka tidak hendak membantu presiden untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.

3. Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik

Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu :

  1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai politik Islam)

2.Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat nasionalis).

3.Golongan Karya (Golkar)

4. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.

Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan Suharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode pemilihan. Selain itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.

5. Peran Ganda ABRI

Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran ABRI dikenal dengan Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan pengangkatan. Pertimbangan pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator.

6. Pemasyarakatan P4

Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau biasa dikenal sebagai P4.

Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.

Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.

Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.

7. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.