Apa yang dimaksud dengan ontologi?

Ontologi

Ontologi, secara sederhana mempunyai arti ilmu tentang keberadaan yang mempelajari sesuatu yang benar adanya. Kata ontologi sendiri berasal dari bahasa Yunani, on atau otos yang artinya ada atau keberadaan dan logos atau logi yang berarti ilmu.

Tokoh filsafat Yunani yang mempunyai pemahaman ontologi antara lain Thales, Plato, dan Aristoteles.

Secara etimologis, istilah ontologi, yang dalam bahasa Inggris disebut ontology, adalah bentukan dari dua kata, yakni “ontos” dan “logos”. Istilah “ontos” adalah bentuk genetif dari kata Yunani “on”, dan bentuk netral dari kata tersebut adalah “oon”.

Kata ini berasal dari bahasa Yunani “to on hei on” yang berarti “yang-ada sebagai yang-ada” (Siswanto, 2004). Kata Yunani “logos” sering diartikan sebagai “tuturan” atau “ilmu”. Berdasarkan arti dari dua kata tersebut, ontologi bisa diartikan sebagai ilmu atau kajian mengenai yang-ada sebagai yang ada (a being as being; being qua being).

Menurut Bakker, ontologi bisa diartikan sebagai kajian atau ilmu yang mempelajari tentang “yangada yang umum”, sesuai dengan makna kata “ontos” sebagai bentuk generatif dari “on” di atas (Bakker, 1992).

Secara historis, Christian Wolff (1679-1754) adalah tokoh yang memperkenalkan istilah “ontologi”. Wolff, di dalam bukunya Ontology, membagi filsafat ke dalam dua bagian, yakni filsafat praktis dan filsafat teoritis. Filsafat praktis dibagi ke dalam tiga bagian, yakni etika, ekonomi, dan politik; sedangkan filsafat teoritis, yang disebut dengan metafisika, dibagi ke dalam dua bagian, yakni metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum disebut dengan istilah “ontologi”, sedangkan metafisika khusus dibagi lagi ke dalam tiga bagian, yakni psikologi rasional (rational psychology), kosmologi (cosmology), dan teologi natural (natural theology) (Copleston, 1968).

Sesuai dengan klasifikasinya tersebut, ontologi merupakan ilmu yang menelaah “yang-ada sebagai yang-ada” dengan perspektif yang lebih luas, sesuai dengan nama yang ia gunakan, yakni metafisika umum (Siswanto, 2004).

Secara terminologis, istilah ontologi dipahami secara bermacam-macam oleh para tokoh. Bakker di dalam Ontologi atau Metafisika Umum (1992), mendefinisikan istilah ontologi sebagai cabang filsafat yang menyelidiki dan menggelar gambaran umum tentang struktur realitas yang berlaku mutlak dan umum. Definisi ini menyiratkan sekaligus dua fokus kajian ontologi, yaitu :

  • Pertama adalah kajiannya mengenai struktur realitas;
  • Kedua adalah mengenai “hukum-hukum” realitas yang dimaksudkan tersebut, yakni menyangkut keadaan dan dinamika yang dialaminya.

Sebanyak apapun definisi yang dikemukakan, ontologi tetap saja merupakan kajian atau ilmu yang dipahami secara berbeda-beda. Apabila ditarik pada tataran yang lebih umum, ada persamaan yang bisa diambil dari definisi yang berbeda-beda tersebut, yakni menyangkut objek material dan formal dari ontologi tersebut. Berkaitan dengan objek material, tentunya bisa disepakati bahwa objek kajian ontologi adalah “segala yang-ada”. Sedangkan berkaitan dengan objek formal ontologi, “segala yang-ada” tersebut dianalisis hingga ditemukan sisi-sisi terdalam atau hakikatnya.

Ontologi memiliki pengertian yang berbeda-beda, definisi ontologi berdasarkan bahasa berasal dari bahasa Yunani, yaitu On ( Ontos ) merupakan ada dan logos merupakan ilmu sehingga ontologi merupakan ilmu yang mengenai yang ada. Ontologi menurut istilah merupakan ilmu yang membahas hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality, baik berbentuk jasmani/konkret maupun rohani abstrak (Bakhtiar 2004). Ontologi dalam definisi Aristoteles merupakan pembahasan mengenai hal ada sebagai hal ada (hal ada sebagai demikian) mengalami perubahan yang dalam, sehubungan dengan objeknya (Gie 1997).

Ontologi dalam pandangan Liang Gie merupakan bagian dari filsafat dasar yang mengungkapkan makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan (Gie 1997):

  • Apakah artinya ada, hal ada?

  • Apakah golongan-golongan dari hal ada?

  • Apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada?

Apakah cara-cara yang berbeda dalam mana entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian universal, abstraksi, dan bilangan) dapat dikatakan ada?

Ontologi menurut Suriasumantri (1990) membahas mengenai apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan:

  • Apakah objek ilmu yang akan ditelaah?

  • Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut?

  • Bagaimana hubungan antara objek dan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindra) yang dapat menghasilkan pengetahuan?

Ontologi dalam Ensiklopedia Britannica yang diangkat dari konsepsi Aristoteles merupakan teori atau studi tentang wujud, misalnya karakteristik dasar dari seluruh realitas. Pembahasan tentang ontologi sebagi dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda (Romdon 1996). Ontologi memiliki arti sama dengan metafisika yang merupakan studi filosofi untuk menentukan sifat nyata yang asli ( real nature ) dari suatu benda untuk menentukan arti, struktur, dan prinsip benda tersebut (filosofi ini didefinisikan oleh Aristoteles abad ke-4 SM) (Ensiklopedia Bratannica dalam Wikipedia).

Ontologi dalam filsafat ilmu merupakan studi atau pengkajian mengenai sifat dasar ilmu yang memiliki arti, struktur, dan prinsip ilmu. Ontologi filsafat sebagai cabang filsafat adalah ilmu apa, dari jenis dan struktur dari objek, properti, peristiwa, proses, serta hubungan dalam setiap bidang realitas. Ontologi sering digunakan oleh para filsuf sebagai sinonim dari istilah yang digunakan oleh Aristoteles untuk merujuk pada apa yang Aristoteles sendiri sebut ‘filsafat pertama’. Kadang-kadang ‘ontologi’ digunakan dalam arti yang lebih luas untuk merujuk pada studi tentang apa yang mungkin ada; metafisika kemudian digunakan untuk penelitian dari berbagai alternatif yang mungkin ontologi sebenarnya sejati dari realitas (Ingarden 1964).

Istilah ‘ontologi’ (atau ontologia) diciptakan pada tahun 1613 secara mandiri oleh dua filsuf, Rudolf Gockel (Goclenius) di Philosophicumnya Lexicon dan Jacob Lorhard (Lorhardus) di fteatrumnyaphilosophicum. Kejadian pertama dalam bahasa Inggris sebagaimana dicatat oleh OED muncul di Kamus Bailey dari tahun 1721 yang mendefinisikan ontologi sebagai penjelasan di dalam Abstrak (Smith 2003).

Ontologi bertujuan memberikan klasifikasi yang definitif dan lengkap dari entitas di semua bidang. Klasifikasi harus definitif, dalam arti bahwa hal itu dapat berfungsi sebagai jawaban atas pertanyaan seperti apa kelas entitas yang diperlukan untuk penjelasan lengkap dan penjelasan dari semua kejadian- kejadian di alam semesta? Apa kelas entitas yang diperlukan untuk memberikan penjelasan mengenai apa yang membuat benar semua kebenaran? Hal ini harus menjadi lengkap, dalam arti bahwa semua jenis entitas harus dimasukkan ke dalam klasifikasi, termasuk juga jenis hubungan dengan entitas yang diikat bersama untuk membentuk keutuhan yang lebih besar.

Ontologi merupakan studi atau pengkajian mengenai sifat dasar ilmu yang menentukan arti, struktur, dan prinsip ilmu. Ontologi menempati posisi yang penting karena ontologi menempati posisi landasan yang terdasar dari segitiga ilmu dan teletak “undang-undang dasarnya” dunia ilmu.

Pembahasan para ahli sebelumnya mengatakan bahwa fenomena ilmu bagaikan fenomena gunung es di tengah lautan, sedangkan yang nampak oleh pancaindra kita hanyalah sebuah kerucut biasa yang tidak begitu besar. Namun jika kita selami ke dalamnya, akan nampak fenomena lain yang luar biasa di mana ternyata kerucut yang terlihat biasa tersebut merupakan puncak dari sebuah gunung yang dasarnya jauh berada di dalam lautan sehingga ilmu yang terlihat hanyalah permukaan (terapan) dari sebuah dunia yang begitu luas, yaitu dunia paradigma atau dunia landasan ilmu.