Apa yang dimaksud dengan obat Analgesik atau Analgesic?

Analgesik

Analgesik (Analgesic) adalah istilah yang digunakan untuk mewakili sekelompok obat yang digunakan sebagai penahan sakit. Obat analgesik termasuk obat antiradang non-steroid (NSAID) seperti salisilat, obat narkotika seperti morfin dan obat sintesis bersifat narkotik seperti tramadol.

NSAID seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan saja melegakan sakit, malah obat ini juga bisa mengurangi demam dan kepanasan. Analgesik bersifat narkotik seperti opioid dan opidium bisa menekan sistem saraf utama dan mengubah persepsi terhadap kesakitan (noisepsi). Obat jenis ini lebih berkesan mengurangi rasa sakit dibandingkan NSAID.

Analgesik seringkali digunakan secara gabungan serentak, misalnya bersama parasetamol dan kodein dijumpai di dalam obat penahan sakit (tanpa resep). Gabungan obat ini juga turut dijumpai bersama obat pemvasocerut seperti pseudoefedrin untuk obat sinus, atau obat antihistamin untuk alergi.

Jenis-jenis obat analgesik ialah:

  • Aspirin
  • Asetaminofen
  • Kodein

Apa yang dimaksud dengan obat Analgesik ?

Menurut kamus perobatan Oxford (2011), Analgesik atau obat anti nyeri bermaksud suatu obat yang meredakan rasa nyeri. Obat anti nyeri ringan (aspirin dan parasetamol) digunakan untuk meredakan nyeri kepala, nyeri gigi dan nyeri reumatik ringan manakala obat anti nyeri yang lebih poten (narkotika atau opioid) seperti morfin dan petidin hanya digunakan untuk meredakan nyeri berat memandangkan ia bisa menimbulkan gejala dependensi dan toleransi. Sesetengah analgesik termasuk aspirin, indometasin dan fenilbutazon bisa juga meredakan demam dan inflamasi serta digunakan dalam kondisi rematik.

Jenis-Jenis Analgesik

Jenis-Jenis Analgesik

Berdasarkan sifat farmakologisnya, obat anti nyeri (analgesika) dibagi kepada dua kelompok yaitu analgesika perifer dan analgesika narkotika. Analgesika perifer (non-narkotika) terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral manakala analgesika narkotika digunakan untuk meredakan rasa nyeri hebat misalnya pada pesakit kanker (Suleman, 2006).

Mekanisme Kerja Obat

1. Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINS)

Hampir semua obat AINS mempunyai tiga jenis efek yang penting yaitu :

  • Efek anti-inflamatori : memodifikasi reaksi inflamasi
  • Efek analgesik : meredakan suatu rasa nyeri
  • Efek antipiretik : menurunkan suhu badan yang meningkat.

Secara umumnya, semua efek-efek ini berhubungan dengan tindakan awal obat-obat tersebut yaitu penghambatan arakidonat siklooksigenase sekaligus menghambat sintesa prostaglandin dan tromboksan (Rang et al., 2007).

Terdapat dua tipe enzim siklooksigenase yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang dihasilkan oleh kebanyakan jaringan termasuklah platlet darah (Rang et al., 2007). Enzim ini memainkan peranan penting dalam menjaga homeostasis jaringan tubuh khususnya ginjal, saluran cerna dan trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif. COX-2 pula diinduksi dalam sel-sel inflamatori diaktivasi.

Dalam hal ini, stimulus inflamatoar seperti sitokin inflamatori primer yaitu interleukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis factor-α (TNF- α), endotoksin dan faktor pertumbuhan (growth factors) yang dilepaskan menjadi sangat penting dalam aktivasi enzim tersebut. Ternyata sekarang COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, jaringan vaskular dan pada proses pembaikan jaringan. Tromboksan A2, yang disentesis trombosit oleh COX-1, menyebabkan agregasi trombosit, vasokonstriksi dan proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin yang disintesis oleh COX-2 di endotel makrovaskular melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi dan efek anti-proliferatif (Fendrick et al., 2008).

Analgesik

2. Obat Anti Inflamasi Steroid

Morgan Jr GE, Michail MS, Murray MJ (2006), Menjelaskan bahwa opioid didefinisikan sebagai senyawa dengan efek yang diantagonis oleh nalokson.

  • Analgesik Opioid Kuat

    Analgesik ini khususnya digunakan pada terapi nyeri tumpul yang tidak terlokalisasi dengan baik (viseral). Nyeri somatik dapat ditentukan dengan jelas dan bisa diredakan dengan analgesik opioid lemah. Morfin parenteral banyak digunakan untuk mengobati nyeri hebat dan morfin oral merupakan obat terpilih pada perawatan terminal.

    Morfin dan analgesik opioid lainnya menghasilkan suatu kisaran efek sentral yang meliputi analgesia, euforia, sedasi, depresi napas, depresi pusat vasomotor (menyebabkan hipotensi postural), miosis akibat stimulasi nukleus saraf III (kecuali petidin yang mempunyai aktifitas menyerupai atropin yang lemah), mual, serta muntah yang disebabkan oleh stimulasi chemoreceptor trigger zone. Obat tersebut juga menyebabkan penekanan batuk, tetapin hal ini tidak berkaitan dengan aktivitas opioidnya. Efek perifer seperti konstipasi, spasme bilier, dan konstriksi sfingter Oddi bisa terjadi.

    Morfin bisa menyebabkan pelepasan histamin dengan vasodilatasi dan rasa gatal. Morfin mengalami metabolisme dalam hati dengan berkonjugasi dengan asam glukoronat untuk membentu morfin-3-glukoronid yang inaktif, dan morfin-6-glukuronid, yaitu analgesik yang lebih poten daripada morfin itu sendiri, terutama bila diberi intratekal.

    Diamorfin (heroin, diasetilmorfin) lebih larut dalam lemak daripada morfin sehingga mempunyai awitan kerja lebih cepat bila diberikan secara suntikan. Kadar puncak yang lebih tinggi menimbulkan sedasi yang lebih kuat daripada morfin. Dosis kecil diamorfin epidural semakin banyak digunakan untuk mengendalikan nyeri hebat.

    Dekstromoramid mempunyai durasi kerja singkat (2-4 jam) dan dapat diberikan secara oral maupun sublingual sesaat sebelum tindakan yang menyakitkan.

    Metadon mempunyai durasi kerja panjang dan kurang sedatif dibandingkan morfin. Metadon digunakan secara oral untuk terapi rumatan pecandu heroin atau morfin. Pada pecandu, metadon mencegah penggunaan obat intravena.

  • Analgesik Opioid Lemah

    Analgesik opioid lemah digunakan pada nyeri ringan sampai sedang. Analgesik ini bisa menyebabkan ketrgantungan dan cenderung disalahgunakan. Akan tetapi, ibuprofen kurang menarik untuk pencandu karena tidak memberikan efek yang hebat.

    Kodein (metilmorfin) diabsorpsi baik secara oral, tetapi mempunyai afinitas sangat rendah terhadap reseptor opioid. Sekitar 10% obat mengalami demetilasi dalam hati menjadi morfin, yang bertanggung jawab atas efek analgesik kodein. Efek samping (kostipasi, mudah, sedasi) membatasi dosis ke kadar yang menghasilkan analgesia yang jauh lebih ringan daripada morfin. Kodein juga digunakan sebagai obat antitusif dan antidiare.