Apa yang dimaksud dengan Nomophobia atau Kecanduan Gadget (Smartphone addictions)?

image

Kecanduan Gadget atau Smartphone addictions adalah sebagai perilaku keterikatan atau kecanduan terhadap smartphone yang memungkinkan menjadi masalah sosial seperti halnya menarik diri, dan kesulitan dalam performa aktivitas sehari-hari atau sebagai gangguan kontrol impuls terhadap diri seseorang. Kwon, dkk. (2013)

Apa yang dimaksud dengan Kecanduan Gadget atau Smartphone addictions ?

Survei IDC (2012), menyatakan bahwa 4 dari 5 orang memeriksa smartphone sebelum memulai aktivitas dan hampir 80% pengguna memeriksa smartphone pada 15 menit pertama setelah bangun tidur, serta 70% responden berusia 18-24 tahun banyak menghabiskan waktu dengan menggunakan smartphone baik untuk sekedar main games, dan mengecek jejaring sosial agar selalu terhubung dengan pengguna lainnya. Hal ini memicu fenomena terjadinya kecanduan smartphone.

Kecanduan smartphone merupakan gangguan kontrol pada hasrat atau keinginan untuk menggunakan smartphone dan ketidakmampuan individu untuk mengontrol waktu penggunaan smartphone itu sendiri sehingga menimbulkan perasaan cemas dan gangguan hubungan sosial (Freeman, 2008).

Smartphone addiction adalah perilaku penggunaan ponsel secara berlebihan yang dapat dianggap sebagai gangguan kontrol impulsif yang tidak memabukkan dan mirip dengan judi patologis. Park & Lee (2011)

Pendapat dari Chiu (2014) juga menyebutkan bahwa smartphone addiction adalah salah satu kecanduan yang memiliki resiko lebih ringan dari pada kecanduan alkohol ataupun kecanduan obat-obatan. Perilaku dapat dikatakan sebagai perilaku kecanduan apabila seseorang tidak dapat mengontrol keinginanya dan menyebabkan dampak negatif pada diri individu yang bersangkutan.

Penelitian Envoy (2012) menemukan bahwa dua dari tiga pengguna ponsel di Inggris menderita Nomophobia (no mobile phone phobia), yakni merasa cemas dan takut jika tidak bisa menggunakan ponsel, baik karena kehabisan baterai, kehabisan pulsa, atau tidak ada sinyal.

Penelitian tentang kecanduan internet dan ponsel pintar yang berfokus pada generasi muda pernah dilakukan oleh Universitas Maryland (2012) dengan melibatkan 1.000 pelajar di seluruh penjuru dunia. Para peserta diminta untuk tidak mengakses media selama 24 jam. Hasil dari penelitian tersebut didapatkan bahwa 50% peserta tidak dapat melalui 24 jam pertama karena merasa cemas dan terkucilkan hidup tanpa smartphone.

Studi Rutgers University pada 2006 juga menjelaskan bahwa kecanduan smartphone mengakibatkan aktivitas seseorang terganggu karena tidak dapat mengontrol penggunaan smartphone bahkan hingga larut malam. Rosenberg (2011) dalam jajak pendapat tentang sleep in America menyatakan penggunaan ponsel, komputer dan video game sebelum waktu tidur dan tengah malam dapat menyita waktu untuk beristirahat.

Data riset Facebook (2012) memperkuat fakta bahwa lebih dari 80% orang menggunakan smartphone sepanjang waktu termasuk di tempat tidur. Banyak orang yang memainkan ponsel pada tengah malam untuk mengecek e-mail, membaca berita atau chatting, bahkan untuk memainkan games tertentu sehingga waktu tidur menjadi berkurang dan berisiko tinggi mengalami gangguan tidur (Idzikowski, 2012).

Nomophobia merupakan singkatan dari no mobile phone phobia, dimana terdapat dua istilah yaitu nomophobe dan nomophobic.

  • Nomophobe diartikan sebagai kata benda dan menunjukkan individu yang mengalami nomophobia.

  • Nomophobic merupakan kata sifat, yang mana kata sifat ini menggambarkan karakteristik dari kata benda atau nomophobe. Nomophobic juga merupakan perilaku yang berkaitan dengan nomophobia (Yildirim, 2014).

Nomophobia atau “No Mobile Phone Phobia” adalah salah satu fobia yang apabila individu kehilangan ponselnya ia akan merasakan sangat takut kehilangan. Intensitas dalam menggunakan maupun kebiasaan penggunaan smartphone yang menjadi penyebab individu mengalami nomophobia (Kalaskar, 2015). Phobia spesifik yang terdapat dalam DSM-5 disebabkan “ketakutan atau kecemasan yang spesifik pada situasi atau objek tertentu atau disebut dengan stimulus phobia” (American Psychological Association, 2014).

Menurut Yildirim (2014) nomophobia adalah penggunaan mobile phone secara berlebih oleh penggunanya. Nomophobia juga diartikan sebagai istilah yang mengacu pada kebiasaan individu yang berhubungan dengan penggunaan pada smartphone (King, dkk, 2014).

Lee, Cho, Kim, dan Noh (2015) menjelaskan bahwa kecanduan menggunakan smartphone pada individu dikarenakan adanya kecenderungan dalam menggunakan aplikasi dan mengikuti perkembangan yang semakin canggih pada smartphone secara berlebihan.

Pavitra et al (2015) menyatakan bahwa nomophobia mengacu pada ketidaknyamanan, kegelisahan serta kekhawatiran pada individu apabila tidak berhubungan dengan smartphone. Dalam hal ini diartikan individu berada pada batas wajar yang mengarah pada perilaku addiction atau ketergantungan.

Individu yang mengalami kecenderungan nomophobia ketika berada dalam suatu area yang tidak memiliki jaringan maupun jangkauan, kehabisan baterai, individu akan merasakan efek kecemasan. Dalam menangani stress yang muncul ketika smartphone yang dimiliki tidak berfungsi, individu akan membawa charger setiap saat bahkan ia bias memiliki lebih dari satu smartphone. Individu yang mengalami kecenderungan nomophobia juga akan sangat sering memeriksa smartphone yang dimilikinya sebanyak tiga puluh empat dalam sehari bahkan hingga membawanya saat pergi ke toilet (Mayasari, 2012).

Kecenderungan nomophobia merupakan perasaan kecemasan dan kehilangan yang dialami oleh individu saat berada jauh dari smartphone yang dimiliki. Individu yang mengalami kecenderungan nomophobia akan meletakkan smartphone disampingnya ketika tidur, charger akan dibawa kemana-mana, dan selalu mengecek smartphone untuk mengetahui notifikasi di smartphone.

Karakteristik Kecenderungan Nomophobia*


Menurut Harkin (2003) ciri yang paling utama mengalami gangguan smartphone ialah smartphone merupakan sumber dari segala kenyamanan. Artinya, smartphone telah menjadi pusat komunikasi agar dengan mudah bisa menghubungi seseorang . Hal ini menyebabkan inidvidu menggunakan smartphone secara kompulsif dan bisa dikatakan sebagai kecanduan perilaku.

Menurut Pradana (2016) berikut merupakan ciri-ciri individu yang mengalami kecenderungan nomophobia ;

  • Menghabiskan banyak waktu dalam penggunaan smartphone, memiliki tidak hanya satu smartphone bahkan sampai dua smartphone, charger tidak akan ketinggalan untuk dibawa kemana-mana.

  • Merasakan kecemasan saat smartphone berada jauh dari penggunanya, individu juga akan merasakan kecemasan yang berlebih ketika smartphone tidak terdapat jangkauan maupun ketika baterai lemah.

  • Sering melihat smartphone untuk melihat apakah ada pesan atau panggilan yang masuk atau biasa disebut dengan ringxiety. Ringxiety adalah perasaan seseorang yang beranggapan bahwa smartphone yang dimilikinya berbunyi.

  • Selalu mengaktifkan smartphone dalam 24 jam.

  • Merasakan kenyamanan dalam berkomunikasi melalui smartphone daripada berkomunikasi dengan bertatap muka.

  • Membeli smartphone dengan harga tinggi.

Berikut merupakan kecenderungan nomophobia menurut Pavithra et, al (2015) sebagai berikut;

  • Sering menggunakan serta menghabiskan waktu dalam penggunaan smartphone.

  • Charger tidak akan pernah tertinggal saat kemanapun ia pergi, merasakan kecemasan saat tidak terdapat jangkauan.

  • Selalu memberikan perhatian terhadap smartphone untuk mengecek pesan atau panggilan yang masuk, bahkan ketika tidur smartphone selalu diletakkan disebelahnya.

Aspek-aspek Kecenderungan Nomophobia*


Yildirim (2014) menjelaskan individu yang mengalami kecenderungan nomophobia memilki empat aspek, yaitu;

  • Perasaan tidak bisa berkomunikasi
    Pada aspek ini dijelaskan bahwa individu cenderung merasakan kecemasan dan kekhawatiran ketidak tidak bisa berkomunikasi baik dengan keluarga maupun kerabat dalam hal bisa menghubungi atau dihibungi. Indvidu akan terus menerus dalam memantau komunikasi yang muncul pada smartphone. Hal inilah menjadikan kebiasaan individu mempunyai cek kompulsif dan tekanan stress menjadi meningkat (Oulasvirta, Rattenbury, Ma, & Raita, 2012).

  • Kehilangan konektivitas
    Pada aspek ini, kecenderungan kecemasan pada individu saat kehilangan jangkauan. Hal ini merupakan masalah besar ketika tiba-tiba tidak ada jaringan pada smartphone mereka (Yildirim & Correia, 2015).

  • Tidak mampu mengakses informasi
    Pada aspek ini, kecemasan akan muncul ketika individu tidak dapat melihat dan memperoleh informasi melalui smartphone- nya. Individu juga akan menghabiskan banyak waktu untuk mengoperasikan smartphone. Smartphone juga telah menjadi alat akses informasi yang mudah untuk dibawa kemana-mana sehingga individu akan merasa bergantung pada smartphone (Park, dkk,. 2013).

  • Menyerah pada kenyamanan
    Pada aspek ini dijelaskan bahwa perasaan kecemasan yang muncul apabila individu meninggalkan smartphone dengan jangka waktu yang lama. Individu juga akan terus-menerus memeriksa smartphone terkait ada atau tidaknya jaringan, ada atau tidaknya pesan masuk, habis atau tidaknya baterai, dan ada atau tidaknya pulsa pada smartphone. Individu akan memiliki kekhwatirang yang irasional saat tidak bisa berhubungan dengan smartphone (Yildirim & Correia, 2015).

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kecenderungan Nomophobia


Terdapat suatu penyebab yang menjadikan individu mengalam kecenderungan nomophobia menurut Kalaskar (2015) yaitu intensitas penggunaan, kebiasaan, dan ketergantungan yang memunculkan kecemasan pada pengguna smartphone. Choliz menyatakan yang menjadi penyebab nomophobia adalah toleransi, penarikan diri, kesulitan dalam mengontrol impuls, lari dari masalah, atau kebiasaan negative pada setiap harinya.

Menurut Bianchi dan Philip, faktor-faktor yang memengaruhi kecenderungan nomophobia, diantaranya:

  • Gender (Jenis Kelamin)
    Seperti penelitian sebelumnya bahwa laki-laki lebih rentan terhadap penggunaan teknologi. Perbedaan gender juga merupakan fungsi sosialisasi dan akses terhadap perkembangan teknologi.

  • Harga diri
    Merupakan evaluasi yang relatif stabil sehingga membuat individu mampu mempertahankan dan mampu dalam mengontrol dirinya. Self esteem juga berkaitan dengan pandangan dan indentitas diri. Individu yang mempunyai pandangan yang buruk mempunyai kecenderungan yang tinggi dalam mencari kepastian. Dari sinilah smartphone berfungsi untuk memberikan kesempatan pada setiap individu untuk bisa menghubungi kapanpun. Hal ini yang menjadi penyebab smartphone secara berlebih.

  • Usia
    Sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa orang muda lebih rentan dalam menggunakan smartphone dibandingkan orang dewasa. Hal ini juga disebabkan orang yang lebih muda lebih tertarik dengan produk teknologi terbaru.

  • Extraversi
    Merupakan suatu kepribadian pada invidu yang berkaitan dengan fenomena sosial. Ekstraversi lebih rentan mengenai masalah penggunaan smartphone dengan alas an untuk mencari situasi sosial. Ekstraversi juga lebih rentan dipengaruhi oleh teman sebaya.

  • Neurotisme
    Yaitu bagaimana indvidu dalam mengatasi suatu tekanan stress, misalnya kecemasan. Individu pada neurotisme lebih rentan emosional yang bereaksi kuat terhadap berbagai macam rangsangan.

Terdapat juga peneitian yang dilakukan oleh YouGov (2010) menyatakan bahwa dua faktor utama yang menjadi penyebab dari kecenderungan nomophobia yaitu:

  • Game addicted yang artinya ketergantungan individu terhadap games. Menurut Lee (2011) mengemukakan bahwa game addicted dapat dilihat dari komponen kecanduan yakni excessive use yang mana individu akan melupakan seluruh aktivitasnya yang mendominasi pikiran, perasaan dan tingkah laku. Price (2011) juga menyatakan ketergantungan game menyebabkan individu tidak bisa mengembangkan kemampuan berinteraksi sosial dengan yang lainnya.

  • Sindrom FOMO (fear of missing out) yang artinya ketergantungan pada media sosial. Sindrom FOMO yang telah masuk dalam kehidupan individu menjadi penyebab kecanduan smartphone dan menghabiskan waktu untuk bermedia sosial karena ketakutan tidak mampu mengikuti perkembangan media sosial sehingga individu selalu online di media sosial (Dossey, 2014). Dalam penelitian terbaru Sindrom FOMO menjadi prediktor kecanduan smartphone (Chotpitayasunondh & Douglas, 2016).

Hal ini disimpulkan bahwa tingkat kepuasan kebutuhan untuk menghubungi orang lain terutama yang bisa terakses dengan smartphone (Casale & Fioravanti, 2015). Remaja akan mengalami kecemasan yang lebih tinggi saat tidak terhubung dengan teman sebaya mereka (Desjarlais & Willoughby, 2010). Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas maka disimpulkan terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab individu berprilaku kecenderungan nomophobia, yaitu gender, harga diri, usia, ekstraversi, dan neurotisme.

Dampak-dampak Kecenderungan Nomophobia


Pada zaman modern ini smartphone bisa disebut sebagai ekstensi bagi individu yang menumbuhkan rasa ketergantungan terhadap smartphone dalam setiap harinya. Ada banyak dari para pengguna smartphone yang berlebihan tidak beranggapan terhadap dampak yang akan mengenai pada individu tersebut, diantara dampak tersebut menurut Dwi K (2017), yaitu;

  • Stress
    Individu yang mengalami nomophobia akan mengalami tekanan stress yang cukup tinggi. Begitu pula dengan jetergantungan emosi individu yang mengalami nomophobia tergolong cukup rentan apabila terjadi hal buruk pada smartphone yang dimiliki yang bisa menimbulkan emosi menjadi tidak stabil.

  • Kurang Fokus
    Rasa ketertarikan yang sangat kuat terhadap smartphone akan dialami oleh penderita nomophobia. Hal ini, akan menimbulkan indvidu hanya terfokus pada smartphone saja yang menyebabkan fokus tehadap lingkungan sekitar menjadi berkurang.

  • Kurang Bersosialisasi
    Individu penderita nomophobia akan menghabiskan waktu hanya untuk smartphone mereka dan merasa asyik sendiri. Hal tersebut akan membuat penderita nomophobia tidak mempunyai rasa simpati terhadap orang di sekitarnya sehingga membuat mereka untuk mementingkan diri sendiri daripada untuk bersosialisasi.

  • Susah tidur atau Insomnia
    Penderita nomophobia akan merasa sangat kehilangan smartphone saat hendak tidur. Mereka akan mengoperasikan smartphone hingga mengubah pola tidur dan jam biologisnya yang berakibat insomnia.

  • Produktivitas Menurun
    Dengan inividu hanya terfokus pada smartphone mengakibatkan fokus yang terpecah, manajemen waktu dan juga kualitas pekerjaan akan menjadi berantakan.

Dr. Jimmy EBH, Sp.S neurolog RSUP dr. Kariadi Semarang mengungkapkan dampak negatif yang dialami individu pada kesehatan ketika ketergantungan pada smartphone, yang mana smartphone sendiri menghasilkan gelombang elektromagnet yang menjadi penyebab penyakit fisiologis, seperti sakit kepala, mudah lelah, dan iritasi pada mata. Intensitas yang memebahayakan kesehatan bahwa smartphone dapat menyebabkan penyakit kronis, seperti Alzheimer, tumor otak, kanker dan sebagainya (Manggia, 2014).

Nomophobia pertama kali diperkenalkan dalam sebuah studi di tahun 2008 oleh The UK Post Office untuk menginvestigasi kecemasan yang dialami pengguna mobile phone (Secur Envoy dalam Yildirim, 2014). Mobile phone menjadi salah satu teknologi yang berkembang pesat. Hal tersebut bisa dilihat dari peningkatan pengguna mobile phone setiap tahunnya. Ericsson dalam risetnya berjudul Ericsson Mobility Report menyampaikan bahwa pada tahun 2015, jumlah total pengguna mobile phone akan melampaui jumlah penduduk dunia.

Perilaku tentang pengguna smartphone yang sering merasa cemas, takut kehabisan baterai, sering memeriksa smartphone setiap waktu, serta penggunaan smartphone yang berlebihan ini mulai diperkenalkan dengan nama Nomophobia ( no-mobilephone-phobia ) atau lebih dikenal dengan istilah smartphone addiction (Kalaskar, 2015; Kwon, Kim, Cho, & Yang, 2013). Lebih parahnya lagi, kecanduan smartphone juga menyebabkan stres, gangguan tidur, terganggunya perkembangan otak, dan juga radiasi yang dipancarkan oleh smartphone dapat merusak DNA manusia (Kania, 2015; Kinanti, 2013).

Nomophobia memiliki pengertian yang sama dengan smartphone addiction . Smartphone addiction adalah kecanduan smartphone . Kecanduan atau addiction didefinisikan sebagai kelainan secara fungsional anggota tubuh yang disebabkan oleh makanan atau keracunan obat, bisa juga kondisi patologis tidak bisa berhenti dan terus-menerus menggunakan alkohol dan obat-obatan, dan kondisi dimana tidak mampu menilai atau membedakan sesuatu hal secara rasional. Kecanduan itu sendiri pernah digunakan untuk kasus perjudian, internet, game, penggunaan ponsel, ataupun perilaku lainnya. Sedangkan smartphone sendiri adalah telepon genggam modern yang mempunyai kemampuan tingkat tinggi yang menyerupai fungsi komputer. Smartphone biasanya memiliki beberapa fitur modern, seperti e-mail, media player, dapat berfungsi sebagai kamera, memiliki unit navigasi GPS, dan dapat digunakan untuk browser web, baik memakai data selular maupun jaringan Wi-Fi. (Kwon dkk, 2013).

Smartphone Addiction Disorder (SPAD) adalah penggunaan smartphone yang kompulsif dimana seseorang menggunakannya secara berlebihan dan menyebabkan gangguan fungsi sosial, fisik, dan kognitif yang signifikan. Kehilangan atau terpisah dengan smartphone (baik secara fisik atau kehabisan daya baterai) menyebabkan setidaknya lima gejala yang sebelumnya dikenal sebagai Nomophobia seperti ketakutan, atau kecemasan, depresi, gemetar, berkeringat, tekanan darah meningkat, perasaan kesepian dan serangan panik. Gejala tersebut akan berhenti ketika kembali menerima smartphone (Tran, 2016).

Nomophobia adalah gangguan dari abad ke-21 yang cenderung menunjukkan ketidaknyamanan atau kecemasan ketika berada jauh dari ponsel atau komputer. Ini adalah perasaan takut seseorang yang berlebihan apabila tidak dapat terhubung dengan internet dan atau berjauhan dari smartphone miliknya (King, Valenca, Nardi, 2010). Kata Nomophobia muncul dan diciptakan di Inggris dari kata “phobia tidak adanya mobile phone”. Penelitian yang dilakukan pada inovasi teknologi mengungkapkan bahwa komputer dan web menjadi bagian dari kehidupan kita, mereka mulai menghasilkan transformasi perilaku psikologis yang cukup serius. Dampak psikologis dari hubungan seseorang dengan mobile phone, antara teknologi baru lainnya cukup banyak dan terus menerus yang menyebabkan adanya perubahan akibat teknologi baru pada perilaku manusia (Park & Lee, 2014).

Kecanduan smartphone atau Nomophobia merupakan fenomena baru dan dicina disebut dengan “Keichu” dan lebih banyak mempengaruhi mahasiswa (Monaco, dalam Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, 2016). Sebanyak 18 negara telah menemukan bahwa 70% mengatakan smartphone lebih penting dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian sebanyak 60% merasa wajib untuk terus memeriksa smartphone untuk update kegiatan terbaru, dan mereka merasa cemas ketika berjauhan dan tidak dapat memeriksa smartphone . Bahkan 90% mengatakan bahwa mereka memeriksa smartphone terlebih dahulu sebelum menggosok gigi, berpakaian, dan sarapan pagi (Cisco, 2012).

Dimensi Nomophobia


Dimensi Nomophobia dirangkum melalui self-report dalam kuesioner yang terdiri dari empat aspek (Yidirim, 2014) yaitu;

  • Not being able to communicate (tidak bisa berkomunikasi). Dimensi Nomophobia pertama adalah tidak bisa berkomunikasi. Ini mengacu pada perasaan kehilangan jaringan komunikasi yang mudah dan instan yang biasanya dapat digunakan untuk menghubungi orang-orang terdekat. Serta ketidakmampuan menggunakan layanan yang memungkinkan untuk melakukan komunikasi baik itu untuk menghubungi atau dihubungi.
  • Losing connectedness (kehilangan sinyal atau jaringan Wi-Fi) Dimensi kedua adalah kehilangan koneksi atau keterhubungan dengan internet. Item yang dikelompokkan dalam dimensi ini adalah terkait dengan perasaan kehilangan konektivitas atau sinyal internet di smartphone ataupun kehilangan jaringan Wi-Fi, semisal untuk update status di media sosial.
  • Not being able to access information (tidak dapat mengakses informasi) Dimensi ketiga adalah tidak dapat mengakses informasi jika tidak ada smartphone . Item dalam dimensi ini mencerminkan ketidaknyamanan kehilangan akses informasi secara online melalui smartphone , tidak dapat menerima dan melihat informasi di smartphone dalam beberapa waktu.
  • Giving up convenience (ketakutan dan merasa kurang nyaman)
  • Dimensi keempat adalah perasaan takut dan merasa kurang nyaman jika jauh dari smartphone .

Dimensi Nomophobia memiliki delapan ciri khas atau tanda. Tanda-tanda yang muncul hampir sama dengan kecanduan internet, oleh karena itu kecanduan smartphone merupakan pengembangan dari kecanduan internet yang terlebih dahulu muncul. Menurut Young dalam (Putra, 2016) delapan tanda tersebut yaitu :

  1. Selalu memikirkan untuk segera melakukan online. Tidak sabar jika selama beberapa menit saja meninggalkan smartphone untuk update status dan berbagi kegiatan dengan teman online.

  2. Berkeinginan menggunakan internet dengan waktu lama untuk mendapatkan kepuasan. Merasa senang jika berlama-lama dengan smartphone -nya untuk melakukan online dengan menggunakan internet.

  3. Kurangnya kontrol diri dalam mengontrol, mengurangi, maupun menghentikan penggunaan internet. Perasaan ingin terus menggunakan smartphone sepanjang waktu tanpa dapat membatasi penggunaannya.

  4. Sering merasa murung dan gelisah. Pengguna smartphone sering merasa murung dan gelisah apabila kehilangan atau bahkan berada jauh dari smartphone kesayangannya.

  5. Online lebih lama dari waktu yang telah diharapkan. Kegiatan online memang sangat mengasyikkan, sehingga membuat pengguna smartphone pun sering kehilangan kendali dengan smartphone -nya.

  6. Berani mengambil resiko kehilangan hubungan untuk berinternet. Pengguna smartphone yang kehabisan paket data atau kehilangan smartphone -nya memiliki kemampuan untuk sejenak merasakan kehilangan koneksi dalam berinteraksi dengan rekannya melalui internet.

  7. Rela berbohong untuk menutupi tingkat penggunaan dengan internet. Rela berbohong dan menyatakan bahwa ia adalah pengguna pasif demi menutupi tingkat penggunaan internet aktif dengan nilai yang tinggi pada dirinya.

  8. Menggunakan internet sebagai media untuk melarikan diri dari masalah dan gangguan mood (seperti tidak berdaya, perasaan bersalah, dan depresi). Biasanya akan sering update atau berbagi hal-hal yang menggambarkan keadaan dirinya yang tak berdaya, merasa bersalah, dan bahkan mengalami depresi.

Faktor yang mempengaruhi Nomophobia


Yuwanto (2010) dalam penelitiannya mengenai mobile phone addict mengemukakan beberapa faktor penyebab kecanduan telepon genggam yaitu :

  1. Faktor internal
    Faktor ini terdiri atas faktor-faktor yang menggambarkan karakteristik individu. Pertama, tingkat sensation seeking yang tinggi, individu yang memiliki tingkat sensation seeking yang tinggi cenderung lebih mudah mengalami kebosanan dalam aktivitas yang sifatnya rutin. Kedua, self-esteem yang rendah, individu dengan self- esteem rendah menilai negatif dirinya dan cenderung merasa tidak aman saat berinteraksi secara langsung dengan orang lain. Menggunakan telepon genggam akan membuat merasa nyaman saat berinteraksi dengan orang lain. Ketiga, kepribadian ekstraversi/ ekstrovert yang tinggi. Keempat, kontrol diri yang rendah, kebiasaan menggunakan telepon genggam yang tinggi, dan kesenangan pribadi yang tinggi dapat menjadi prediksi kerentanan individu mengalami kecanduan telepon genggam.

  2. Faktor situasional
    Faktor ini terdiri atas faktor-faktor penyebab yang mengarah pada penggunaan telepon genggam sebagai sarana membuat individu merasa nyaman secara psikologis ketika menghadapi situasi yang tidak nyaman, seperti pada saat stres, mengalami kesedihan, merasa kesepian, mengalami kecemasan, mengalami kejenuhan belajar, dan leisure boredom (tidak adanya kegiatan saat waktu luang) dapat menjadi penyebab kecanduan telepon genggam.

  3. Faktor sosial

    Terdiri atas faktor penyebab kecanduan telepon genggam sebagai sarana berinteraksi dan menjaga kontak dengan orang lain. Faktor ini terdiri atas mandatory behavior dan connected presence yang tinggi. Mandatory behavior mengarah pada perilaku yang harus dilakukan untuk memuaskan kebutuhan berinteraksi yang distimulasi atau didorong dari orang lain. Connected presence lebih didasarkan pada perilaku berinteraksi dengan orang lain yang berasal dari dalam diri.

  4. Faktor eksternal

    Disebut faktor eksternal dikarenakan faktor ini berasal dari luar diri individu.

Faktor ini terkait dengan tingginya paparan media tentang telepon genggam dan berbagai fasilitasnya. Mark, Murray, Evans, & Willig (dalam Trisilia 2012), mengemukakan kecanduan disebabkan karena:

  1. Adanya keinginan yang kuat untuk selalu terlibat dalam perilaku tertentu, terutama ketika kesempatan untuk perilaku tertentu tidak dapat dilakukan.

  2. Adanya kegagalan dalam melakukan kontrol terhadap perilaku, individu merasakan ketidaknyamanan dan stress ketika perilaku ditunda atau dihentikan.

  3. Terjadinya perilaku terus menerus walaupun telah ada fakta yang jelas bahwa perilaku mengarah kepada permasalahan.

Nomophobia

Menurut American Psychiatric Association (2013) dalam buku DSM-V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders: 5th edition), fobia spesifik adalah gangguan kecemasan yang mewakili ketakutan yang tidak masuk akal dan irasional yang didorong oleh stimulus spesifik (objek atau situasi).

Istilah Nomophobia merupakan kependekan dari no-mobile-phone phobia . Istilah ini pertama kali diciptakan pada tahun 2008 dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh UK Post Office yang menugaskan YouGov, sebuah organisasi riset berbasis di Inggris yang mengambil sampel 2163 orang untuk melihat kecemasan yang diderita oleh pengguna ponsel. Studi tersebut menemukan bahwa hampir 53% pengguna ponsel di Inggris cenderung cemas saat mereka kehilangan ponsel mereka, kehabisan baterai atau kredit, atau tidak memiliki jangkauan jaringan (SecurEnvoy, 2012).

Menurut SecurEnvoy (2012), rasa takut yang berlebihan saat kehilangan handphone disebut dengan nomophobia. Nomophobia adalah jenis fobia yang ditandai dengan kecemasan dan ketakutan yang berlebihan jika seseorang kehilangan atau jauh dari ponselnya. Orang-orang, yang menderita nomophobia selalu hidup dalam kekhawatiran dan selalu was-was atau cemas dalam meletakkan poselnya, kehabisan baterai atau pulsa, atau karena tidak memiliki jaringan. Ketergantungan tersebut dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Salah satu bentuk tersebut adalah seseorang tidak mau hidup dalam kekhawatiran dan selalu was-was atau cemas dalam meletakkan poselnya, kehabisan baterai atau pulsa, atau karena tidak memiliki jaringan.

Nomophobia telah dianggap sebagai gangguan dunia modern dan baru belakangan ini digunakan untuk menggambarkan ketidaknyamanan atau kecemasan yang disebabkan oleh tidak adanya smartphone, komputer atau perangkat komunikasi maya lainnya pada individu yang sering menggunakannya. Gejala-gejala nomophobia juga menunjukkan adanya gangguan mental yang mungkin ada sebelumnya yang harus diselidiki, didiagnosis dan diobati.

Gejala nomophobic dapat muncul pada individu yang memiliki gangguan kecemasan. Gejala nomophobia tidak tercantum dalam gangguan kecemasan meski individu tersebut merasa cemas saat tidak dapat terhubung dengan internet. Jadi, nomophobia belum sempat masuk secara manual dalam diagnostik manual dan statistik gangguan mental (DSM) (King, 2013). Sesuai dengan Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-IV) (2000), gangguan fobia sosial (SPD) digambarkan sebagai gangguan kecemasan terhadap evolusi kronis. Hal ini ditandai dengan kecemasan yang kuat dalam situasi sosial yang melibatkan kontak interpersonal, kinerja atau keduanya, yang dapat menyebabkan kecemasan ekstrim atau gangguan akut dalam kehidupan sehari-hari seseorang. DSMIV (2000) menekankan bahwa agar diagnosis resmi dibuat; gangguan tersebut harus menyebabkan gangguan yang signifikan pada area penting kehidupan individu (yaitu, pekerjaan, kehidupan sosial, kegiatan akademik atau waktu luang).

Menurut Pavithra, Madhukumar & Murthy, nomophobia adalah rasa takut berada diluar kontak ponsel yang mengacu pada ketidaknyamanan, kegelisahan, gugup atau kesedihan yang disebabkan karena tidak terhubungan dengan smartphone (dalam Lestari, 2017).

Karakteristik Nomophobia


Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Gezgin, dkk (2016) menjelaskan bahwa karakteristik nomophobia yaitu sebagai berikut:

  • Merasa hampa tanpa ponsel.

  • Memeriksa telepon genggamnya seperti orang yang obsesif.

  • Merasa putus asa saat kehabisan baterai. d. Takut lupa meletakkan ponselnya disuatu tempat dan tidak bisa digunakan.

Bragazzi dan Del Puente (2014) menjelaskan beberapa ciri-ciri orang yang mengidap nomophobia, yaitu adalah sebagai berikut:

  • Menghabiskan waktu menggunakan telepon genggam, mempunyai satu atau lebih gadget dan selalu membawa charger.

  • Merasa cemas dan gugup ketika telepon genggam tidak tersedia dekat atau tidak pada tempatnya. Selain itu juga merasa tidak nyaman ketika gangguan atau tidak ada jaringan serta saat baterai lemah.

  • Selalu melihat dan mengecek layar telepon genggam untuk mencari tahu pesan atau panggilan masuk. Oleh David Laramie ini disebut ringxiety. Ringxiety merupakan perasaan menganggap telepon genggam bergetar atau berbunyi.

  • Tidak mematikan telepon genggam dan selalu sedia 24 jam, selain itu saat tidur telepon genggam diletakkan di kasur.

  • Kurang nyaman berkomunikasi secara tatap muka dan lebih memilih berkomunikasi menggunakan teknologi baru.

  • Biaya yang dikeluarkan untuk telepon genggam besar.

Aspek-Aspek Nomophobia


Adapun aspek dari nomophobia menurut Yildirim (2014) adalah sebagai berikut:

  • Tidak dapat berkomunikasi (not being able to communicate)
    Aspek pertama merujuk kepada adanya perasaan kehilangan ketika secara tiba-tiba terputus komunikasi dengan orang lain dan atau tidak dapat menggunakan pelayanan disaat tiba-tiba membutuhkan komunikasi.

  • Kehilangan konektivitas (Losing Connectedness)
    Aspek kedua merujuk pada perasaan kehilangan ketika tidak dapat terhubung dengan layanan pada smartphone dan tidak dapat terhubung pada identitas sosialnya terkhusus di media sosial.

  • Tidak dapat mengakses informasi (not being able to access information)
    Aspek ketiga menggambarkan perasaan ketidaknyamanan ketika tidak dapat mengambil atau mencari informasi melalui smartphone.

  • Menyerah pada kenyamanan (giving up convenience)
    Aspek keempat mencerminkan keinginan untuk memanfaatkan kenyamanan memiliki smartphone.

Faktor – Faktor Nomophobia


Bianchi dan Phillips (2005) telah menemukan bahwa prediktor psikologis dari masalah nomophobia, yaitu adalah:

  • Usia muda
  • Pandangan negatif pada diri sendiri
  • Harga diri rendah
  • Efikasi diri rendah
  • Gairah yang tidak teratur (seperti dalam ekstroversi tinggi atau dalam introversi)
  • Impulsif
  • Urgensi
  • Pencarian sensasi

Nomophobia pertama kali diteliti pada tahun 2008 oleh post office di United Kingdom yang menyelidiki tentang kecemasan penderita pengguna smartphone (Secure envoy, 2012). Smartphone merupakan telepon genggam yang mempunyai kemampuan tingkat tinggi dan memiliki fungsi yang menyerupai komputer (Sari 2016). Merujuk pada orang-orang yang mengalami nomophobia ada dua istilah sehari-hari yang dapat digunakan yaitu nomophobe dan nomophobic. Nomophobe merupakan kata benda dan mengacu pada seseorang yang menderita nomophobia. Sedangkan nomophobic adalah kata sifat yang mengambarkan karakteristik nomophobe atau perilaku yang berhubungan dengan nomophobia (Yildirim, 2014).

Beberapa ahli mendefinisikan nomophobia, diantaranya adalah Yildirim (2014) yang berpendapat bahwa nomophobia merupakan rasa takut berada diluar kontak ponsel dan dianggap sebagai fobia modern sebagai efek samping dari interaksi antara manusia, teknologi informasi dan komunikasi khususnya smartphone (Yildirim, 2014). Nomophobia secara harafiah adalah “no mobile phone” yang merupakan ketakutan berada jauh dari smartphone. Jika seseorang berada dalam suatu area yang tidak ada jaringan, kekurangan saldo atau bahkan lebih buruknya kehabisan baterai, orang tersebut akan merasa cemas, yang memberikan efek merugikan sehingga memengaruhi tingkat konsentrasi seseorang.

Penggunaan smartphone yang terusmenerus dapat menyebabkan perubahan dari smartphone yang hanya sekedar simbol menjadi sebuah kebutuhan dimana smartphone menyediakan berbagai fitur seperti diari pribadi, email, kalkulator, video game player, kamera, dan pemutar musik (Yildirim 2014). King (2013) menjelaskan bahwa nomophobia bukan hanya mencakup ponsel tapi juga komputer, dalam penelitiannya nomophobia didefinisikan sebagai ketakutan dunia modern yang digunakan untuk menguraikan ketidaknyamanan atau kecemasan yang diakibatkan oleh tidak tersedianya smartphone, komputer atau perangkat komunikasi maya lainnya.

Berbagai kemampuan smartphone memfasilitasi komunikasi instan, membantu orang tetap terhubung disetiap saat dan menyediakan akses langsung ke informasi sehingga orang-orang menjadi lebih tergantung terhadap smartphonedan semakin menambah perasaan cemas ketika berada jauh dari smartphone (Part dalam Yildirim, 2014). King (2014) mendefinisikan nomophobia sebagai ketakutan zaman modern yang membuat seseorang cemas karena tidak bisa berkomunikasi melalui smartphone.

Kata nomophobia berasal dari Inggris dan merupakan singkatan dari “No Mobile Phone”, yang menunjukan fobia atau ketakutan berada jauh dari smartphone. Nomophobia adalah sebuahistilah yang mengacu pada kebiasaan atau gejala yang berhubungan dengan penggunasmartphone. Menurut Pavithra, Madhukumar &Murthy (2015) nomophobia adalah rasa takut berada diluar kontak ponsel yang mengacu pada ketidaknyamanan, kegelisahan, gugup atau kesedihan yang disebabkan karena tidak terhubungan dengan smartphone.

Hardianti (2016) menjelaskahn bahwa nomophobia merupakan suatu penyakit yang dialami individu terhadap smartphone, sehingga bisa mendatangkan kekhawatiran yang berlebihan jika smartphone tidak ada didekatnya. Menurut Wardanai (2016) nomophobia adalah jenis fobia yang ditandai ketakutan berlebihan jika seseorang kehilangan smartphone. Orang yang menderita nomophobia hidup dalam kekhawatiran dan selalu was-was dalam meletakkan smartphone, sehingga selalu membawanya kemanapun pergi.

Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah peneliti paparkan dari beberapa ahli diatas maka, disimpulkan bahwa nomophobia adalah sebagai rasa takut berada diluar kontak ponsel dan dianggap sebagai fobia modern sebagai efek samping dari interaksi antara manusia, teknologi informasi dan komunikasi khususnya smartphone (Yildirim, 2014).

Aspek-aspek Nomophobia


Yildirim (2014) menjelaskan nomophobia memilki empat aspek, yakni:

  1. Perasaan tidak bisa berkomunikasi
    Aspek ini berhubungan dengan adanya perasaan kehilangan ketika secara tibatiba terputus komunikasi dengan orang lain atau tidak dapat menggunakan layanan pada smartphone disaat tiba-tiba membutuhkan komunikasi.

  2. Kehilangan konektivitas
    Aspek kedua ini, berhubungan dengan perasaan kehilangan konektivitas ketika tidak dapat terhubung dengan layanan pada smartphone dan tidak dapat terhubung pada identitas sosial khususnya di media sosial.

  3. Tidak mampu mengakses informasi
    Aspek ini mengambarkan perasaan ketidaknyamanan ketika tidak dapat mengambil atau mencari informasi melalui smartphone. Hal tersebut dikarenakan, smartphone menyediakan kemudahan dalam mengakses informasi. Seseorang juga merasakan dampaknya, semua informasi disebar melalui media sosial. Ketika smartphone tidak dapat digunakan maka aliran informasi yang diterima orang tersebut juga terganggu. Hal tersebut dapat membuat sebagian orang menjadi panik atau cemas.

  4. Menyerah pada kenyamanan
    Aspek terakhir berhubungan dengan perasaan nyamaan saat menggunakan smartphone dan keinginan untuk memanfaatkan kenyamanan dalam smartphone tersebut. Ketika semua bisa dilakukan hanya dengan menatap layar ponsel, maka hal tersebut membuat hidup terasa lebih.

Pradana, Muqtadiroh, dan Nisafani (2016) menyebutkan enam ciri-ciri dan karakteristik orang mengidap nomophobia yaitu:

  1. Menghabiskan waktu menggunakan telepon genggam, mempunyai satu atau lebih smartphone dan selalu membawa charger.

  2. Merasa cemas dan gugup ketika telepon genggam tidak tersedia dekat atau tidak pada tempatnya. Selain itu juga merasa tidak nyaman ketika gangguan atau tidak ada jaringan serta saat baterai lemah.

  3. Selalu melihat dan mengecek layar telepon genggam untuk mencari tahu pesan atau panggilan masuk. Oleh David Laramie ini disebut ringxiety. Ringxiety merupakan perasaan menganggap telepon genggam bergetar atau berbunyi.

  4. Tidak mematikan telepon genggam dan selalu sedia 24 jam, selain itu saat tidur telepon genggam diletakkan di kasur.

  5. Kurang nyaman berkomunikasi secara tatap muka dan lebih memilih berkomunikasi menggunakan teknologi baru.

  6. Biaya yang dikeluarkan untuk telepon genggam besar.

Gezgin, dkk (2016) menyebutkan gejala-gejala dari nomophobia yaitu :

  1. Merasa tidak cukup atau hampa tanpa ponsel
  2. Memeriksa telepon genggamnya seperti obsesif
  3. Merasa putus asa saatkehabisan baterai
  4. Takut lupa meletakkanponselnya disuatu tempat dan tidak bisa digunakan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nomophobia


Menurut Bianchi dan Philip (dalam Yildirim, 2014) faktor-faktor yang mempengaruhi nomophobia sebagai berikut:

  1. Jenis kelamin
    Secara historis tampaknya ada perbedaan jenis kelamin dalam kaitannya dengan serapan teknologi baru. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh bianchi & Philip (2005) telah menemukan bahwa laki-laki lebih mungkin dibandingkan wanita untuk memiliki sikap positif terhadap computer. Secara logis ini menunjukkan bahwa laki-laki akan lebih banyak dari perempuan yang bermasalah dalam penggunaan teknologi. Perbedaan gender adalah fungsi sosialisasi dan akses terhadap teknologi.

  2. Harga diri
    Harga diri adalah evaluasi yang relatif stabil yang membuat seseorang mempertahankan dirinya sendiri, dan cenderung menjadi penilai diri. Harga diri berkaitan dengan pandangan diri dan identitas diri. Orang-orang dengan panadangan diri buruk atau negative memiliki kecenderungan yang besar untuk mencari kepastian, telepon genggam memberikan kesempatan setiap orang untuk bisa dihubungi kapan saja dari sinilah tidak mengherankan jika orang-orang dalam mengunakan telepon genngam secara tidak tepat atau berlebihan (Bianchi & Philip, 2005).

  3. Usia
    Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orang tua kurang memungkinkan dibanding orang muda untuk dalam pengunaan teknologi baru. Brickfield telah menemukan bahwa sebagian alasannyaorang tua kurang positif terhadap berbagai teknologi dari pada orang muda yang berarti mereka juga kurang cenderung menggunakan produk teknologi baru.

  4. Extraversi
    Ekstraversi umumnya suka mengambil risiko, impulsif, dan sangat membutuhkan kegembiraan.Ekstraversilebih rentan terhadap masalah penggunaan telepon genggam dengan alasan bahwa mereka lebihcenderung mencari situasi sosial. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa ekstraversi lebih rentan terhadap pengaruh teman sebaya.

  5. Neurotisme
    Neurotisme tinggi ditandai dengan kecemasan, mengkhawatirkan, kemurungan, dan sering depresi. Individu neurotisme terlalu emosional, bereaksi kuat terhadap banyak rangsangan.