Apa yang dimaksud dengan nociceptor?

Nociceptor

Nociceptor adalah reseptor Sensoris untuk Nyeri.

Nosiseptor adalah reseptor yang terletak secara perifer, yang dimana sensitif terhadap rangsang nyeri atau rangsangan yang semakin lama akan menyebabkan nyeri.

Nosiseptor adalah reseptor sensorik akhir pada organ kulit, otot, sendi dan visera.

Nosiseptor memiliki kemampuan untuk menilai tingkatan nyeri, dari yang tidak nyeri hingga sangat nyeri, tetapi respon yang diberikan nosiseptor mencapai puncaknya pada skala nyeri. Reseptor ini juga salah satu reseptor yang tidak setiap saat aktif, tetapi berespon cepat pada rangsangan suhu tinggi ataupun mekanis dengan stimulus yang berkepanjangan. Nosiseptor ini yang nantinya akan mengubah rangsangan nyeri menjadi impuls saraf yang akhirnya akan dibawa ke korteks melalui dorsum ganglion melalui traktur spinothalamikus.

Cara kerja sistem nosiseptor secara seluler dan molekuler baik pada manusia maupun hewan, sudah memberikan pandangan yang signifikan. Berbeda dengan persepsi nyeri secara seluler yang masih perlu penelitian lebih lanjut. Dari penelitian-penelitian, dapat disimpulkan bahwa nosiseptor merupakan kelompok neuron yang heterogen, yang terletak perifer di bagian sensorik dari ganglia pada sistem saraf pusat yang nantinya akan mentranduksi rangsangan eksternal nyeri pada kulit. Pada penelitian yang menggunakan elektroda intraseluler, yang diimplankan pada badan sel neuron sensorik dari dorsal ganglion, ditemukan adanya perbedaan kelas atau reseptor berdasarkan rangsangan nyerinya.

Selain itu, ditemukan juga adanya perbedaan kecepatan konduksi pada setiap rangsangan. Berdasarkan dari penelitian ini, didapatkan bahwa saraf aferen terisolasi atau memberikan respon minimal saat dilakukan rangsangan mekanis dan stimulasi suhu yang dimana menurut pemeriksa tidak merasa nyeri.

Sebaliknya, saat dilakukan rangsangan mekanis dan stimulasi suhu dengan intensitas nyeri yang tinggi hingga berpotensi merusak jaringan, terdapat aktifitias yang tinggi pada saraf aferen tersebut. Aferen neuron yang terstimulus oleh rangsangan mekanis, suhu, maupun kimiawi ini, disebut dengan aferen nosiseptor primer.

Anatomi Nosiseptor


Secara struktural, karena nosiseptor adalah suatu neuron, maka nosiseptor terdiri dari akson, badan sel, dan sentral terminal yang berhubungan kepada organ. Ujung nosiseptor yang menempel pada jaringan umumnya tidak berkapsul oleh myelin atau disebut dengan fiber-C atau terlindungi myelin yang disebut dengan fiber-A. nantinya fiber-C dan fiber-A akan memasuki ganglion dorsalis akson dengan posisi akhirnya di medulla spinalis. Di medulla spinalis, akson akan memasukin melalui lamia I, II, dan V pada dorsal horn. Pada fiber-C akan memasuki lamina I dan II. Sedangkan fiber-A akan memasuki lamina I dan V. Cabang fiber-C lokasinya lebih tergeneralisir dan akurasi lokasi rangsang lebih akurat.

Anatomi jalur fiber-C
Gambar Anatomi jalur fiber-C

Kecepatan konduksi atau transmisi impuls antar saraf hingga sistem saraf pusat maupun efektor, dipengaruhi oleh diameter dari saraf tersebut. Pada fiber dengan myelin yang besar, akan meningkatkan kecepatan konduksi enam kali lipat. Pada nosiseptor, kecepatan konduksi fiber-C lebih lambat karena memiliki diameter yang kecil dibandingkan dengan fiber-A. Fiber-A terbagi menjadi Aδ, Aβ, dan Aα. Namun, pada umumnya cabang fiber yang membawa impuls aferen nyeri dari nosiseptor adalah fiber-C dan A(δ-β). Namun kebalikannya belum tentu terjadi, yang artinya tidak semua fiber-C dan Aδ adalah nosiseptor. Fiber-C dan A(δ-β) juga membawa rangsangan aferen primer, namun tidak melalui batas persepsi nyeri.

Anatomi jalur fiber-A (bawah)
Gambar Anatomi jalur fiber-A (bawah).

Karena perbedaan konduski antara fiber-C dan A(δ-β), sinyal dari A(δ-β) ke medulla spinalis akan diterima lebih dulu dibandingkan dari fiber-C. Fiber-A dideskripsikan sebagai sensasi tajam atau menusuk dan menyakitkan sedangkan fiber-C dideskripsikan sebagai sensasi tumpul atau sensai nyeri terbakar. Pada rangsangan yang sangat nyeri, terjadi respons bifasik, yang artinya terdapat rasa tajam yang diikuti oleh sensasi terbakar dengan kualitas nyeri yang tidak bisa ditahan.

Klasifikasi Nosiseptor


Klasifikasi nosiseptor dibagi berdasarkan kecepatan konduksi dan sensitfitas terhadap rangsang. Rangsangan yang dimaksud adalah rangsang mekanis (M), suhu tinggi (H), suhu rendah (C). Sehingga, klasifikasi nosiseptor dapat dibagi menjadi lima, yakni mekanik, thermal, mekano-thermal, polimodal, dan silent.

  • Mekanik nosiseptor berespon pada tekanan atau rangsang mekanis.

  • Nosiseptor suhu berespon pada suhu tinggi diatas 45oC dan suhu rendah dibawah 5oC.

  • Nosiseptor mekano-thermal berespon pada kedua rangsangan. Ketiga nosiseptor ini dikonduksikan oleh fiber-A dengan kecepatan 3-40 m/s. sehingga ketiga nosiseptor ini dapat disebut dengan A(δ-β) nosiseptor. A(δ-β) nosiseptor terdiri dari A-MH, A-H, dan A-M.

  • Polimodal nosiseptor berespon pada rangsang mekanis, suhu, dan kimia yang dikonduksikan oleh fiber-C dengan kecepatan konduksi kurang dari 3 m/s. Yang termasuk dalam polimodal nosiseptor adalah C-MH, C-MC, dan C-MHC.

  • Silent nosiseptor harus teraktifasi oleh rangsangan kimiawi berupa agen inflamasi. Setelah teraktifasi, silent nosiseptor baru akan berespon pada rangsang mekanis dan suhu. Nosiseptor ini di konduksi oleh fiber-C dengan kecepatan konduksi kurang dari 3 m/s. Silent nosiseptor biasanya disebut dengan C-MiHi.

Terdapat dua tipe fiber-A yang sensitif dengan suhu tinggi (A-H), yakni tipe
I (A-MH I) dan tipe II (A-MH II). Tipe I berespon pada rangsang mekanik dan kimia tetapi memiliki kompensasi nyeri dengan suhu tinggi saat durasi yang singkat. Hal ini disebut juga dengan high-treshold mechanoreceptors (HTMs). Namun, kebanyakan dari tipe I ini berespon pada suhu tinggi dengan durasi yang lama, sehingga toleransi pada rangsangan suhu tinggi dengan durasi yang lama lebih rendah. Tipe I ini umumnya ditemukan pada rambut atau glabrous skin.

Tipe II nosiseptor dideskripsikan sebagai nosiseptor yang berespon cepat terhadap rangsang panas dan cepat untuk beradaptasi. Batas toleransi suhu dengan durasi yang singkat lebih rendah dibandingkan dengan yang tipe I. Kebanyakan tipe II memiliki toleransi rangsang mekanis yang tinggi atau tidak berespon dengan rangsang mekanis dan biasa disebut dengan mechanical insensitive afferents (MIAs).

Tabel Karakteristik fiber-C nosiseptor

Keterangan C-MH C-M C-H C-MiHi
KK (m/s) 0,8-10 0,84 0,81 0,8
Korelasi suhu tinggi terhadap SN Ya DTT Tidak tahu DTT
Toleransi suhu 39oC-51oC DTT 42oC-48oC DTT
Korelasi respon “ditusuk” dengan SN Statis: tidak Akselerasi: ya Akselerasi: Ya DTT DTT
Toleransi mekanis 30 mN 30mN Tinggi Tinggi
Korelasi respon “pinch” dengan SN Ya; nyeri di awal; teradaptasi Ya; nyeri di awal; teradaptasi Ya: terakselerasi Ya: terakselerasi
Senyawa aktifator TRPV1; TRPA1 TRPA1 TRPV1; histamine, BK, PGE2 TRPV1; TRPA1; histamine, BK, PGE2

Tabel Karakteristik fiber-A nosiseptor

Keterangan A-MH II A-MH I A-M
Korelasi suhu tinggi terhadap SN Ya. Sifat: sementara. Berulang: lemah Ya; respon lama DTT
Toleransi suhu 43oC-47oC >53oC DTT
Korelasi respon “ditusuk” dengan SN Ya, diluar toleransi Ya Ya
Senyawa aktifator TRPV1 DTT DTT

Tabel Perbedaan tipe I dan tipe II fiber-A nosiseptor

Perbedaan Tipe I Tipe II
Toleransi suhu dengan durasi singkat Tinggi Rendah
Toleransi suhu dengan durasi lama Rendah Rendah
Respon terhadap suhu Onset lama, akselerasi Onset cepat, adaptasi
Toleransi mekanis Rendah (MSAs) Tinggi (MIAs)
KK (m/s) A(δ-β)
Lokasi Rambut dan glabrous skin Kulit berambut

Fisiologi Nosiseptor


Aktifasi nosiseptor memerlukan rangsangan yang cukup untuk memproduksi potensial reseptor melalui depolarisasi perifer terminalis dengan syarat amplitudo dan durasi yang dihasilkan cukup. Sehingga, aferen primer tersebut dapat diubah menjadi impus listrik yang nantinya akan dibawa ke sistem saraf pusat menjadi aksi potensial. Aksi potensial ini dapat dihasilkan dalam perbedaan jarak dari terminal ending berdasarkan kekuatan depolarisasi fiber yang nantinya akan meng-inaktifasi voltage gated channel saat konduksi.

Secara teori, reseptor potensial akan terdepolarisasi melalui multipel membran konduksi dan aktifitas pompa elektron. Karena bahan aktifitas elektron adalah sodium (Na+), kalsium (Ca+2) dan klorida (Cl-) bersifat lebih positif dibandingkan kondisi potensial membrane pada saraf sensorik saat istirahat, maka saat terjadi aktifitas elektron, membran potensial akan depolarisasi. Sedangkan potasium (K+) bersifat negatif dari pada potensial membran saat istirahat, penutupan dari kanal potassium akan membuat membran potensial depolarisasi dan menguatkan voltase pada impuls sehingga adanya resistensi membran. Konduksi K+ ini berlawanan dengan permeabilitas membrane untuk depolarisasi Na+ dan Ca2+. Adanya depolarisasi menunjukkan transduksi berhubungan dengan penutupan kanal ion K+. Saat kondisi depolarisasi, juga dihasilkan oleh kondisi membran potensial saat istirahat di nosiseptor. Beberapa transduktor membutuhkan perbedaan voltase, maka potensial membrane saat istirahat itu akan berpengaruh pada transduksi dan inisiasi. Hal ini menunjukkan obat yang bersifat state dependent, seperti lokal anestesi yang bersifat memblok kanal yang terbuka, lebih cocok untuk memblok nosiseptor secara selektif.

Tabel Karakteristik transduktor6

Rangsang nyeri Transduktor Peran pada nosiseptor
Suhu tinggi ≥ 43oC TRPV1 ≥43oC Diaktifasi oleh capcaisin. Mengaktifasi fiber C-H.
TRPV2 ≥52oC Bekerja Bersama TRPV1
Suhu rendah TRPM8, 10oC-28oC Teraktifasi langsung terhadap stimulus. Kontribusi dalam mencegah kerusakan jaringan pada suhu rendah-sedang.
TRPA1 Teraktifasi langsung terhadap stimulus. Kontribusi dalam berespon pada suhu 0oC - 10oC
NaV1,8 Resisten terhadap inaktivasi yang terinduksi oleh suhu dingin.Berespon indirek terhadap suhu terhadap proses transduksi.

1. Transduksi nosiseptor terhadap rangsang suhu tinggi

Setidaknya ada tiga nosiseptor yang akan teraktifasi saat diberikan rangsang suhu tinggi diatas batas toleransi yakni sekitar 40oC-45oC. Dalam kondisi normal, nosiseptor yang teraktifasi adalah C-MH, A-MH I, A-MH II. Fiber-A akan berespon dengan suhu yang sedikit lebih rendah dari persepsi nyeri untuk memediasi sensasi nyeri awal. Fiber ini akan beraktifasi dengan cepat, beradaptasi terhadap situmulasi suhu tinggi yang berkepanjangan, semakin lama akan melemah, dan sensitif terhadap capcaisin. Capcaisin adalah selektif agonis dari nonselectivication (NSC) yang teraktifasi oleh panas, yang menghubungkan transient receptor potential VI (TRPV1). Persepi nyeri selanjutnya akan diaktifasi oleh fiber-C dan A-MH I, yang dimana membutuhkan paparan panas yang lebih lama dengan suhu yang lebih tinggi. Aktifitas C-MH yang terinduksi oleh panas berkolerasi terhadap persepi nyeri walaupun tidak disertai dengan cedera.

TRPV1 adalah kontributor utama dalam nyeri yang terinduksi oleh panas. Hasil ekspresi TRPV1 mencapai 50% dari neuron dan 75% pada neuron berdiameter kecil hingga sedang. Selain TRPV1, TRPV2 dikatakan mampu untuk memediasi potensial reseptor di A-MH I, yang dimana diaktivasi dengan suhu yang lebih tinggi dari 52oC.

2. Transduksi nosiseptor terhadap rangsang suhu rendah

Menurunkan suhu kulit menjadi 4oC akan mengaktifasi fiber-A dan fiber-C yang sensitif terhadap suhu rendah. NSC yang teraktivasi oleh menthol, TRPM8, bertanggung jawab dalam mendeteksi terjadinya penurunan suhu. Efektifitas deteksi TRPM8 yakni dari penurunan suhu dibawah suhu kulit hingga 10oC - 15oC. Kerja TRPM8 juga dipengaruhi oleh aktifitas pompa ion K+. Penurunan aktifitas kanal K+ mengakibatkan peningkatan fraksi neuron yang berespon pada suhu dingin. Sehingga, kanal ion Na+ (NaV) akan ter-inaktifasi oleh suhu dingin. Hal ini berkontradiksi dengan aktifitas NaV1,8, suatu kanal yang berlokasi di nosiseptor terminal, resisten terhadap inaktifasi yang disebabkan oleh penurunan suhu. Sehingga, NaV1,8 memiliki peran penting dalam transduksi rangsang suhu rendah. Selain penurunan aktifitas K+, dan fungsi Na+/K±ATPase pada umumnya, terjadi aktifasi NSC dan influks kalsium. Influks kalsium dipengaruhi oleh kerjai TRPA1.

Kemampuan TRPA1 dalam berkontribusi dalam penurunan suhu, harus diikuti dengan adanya kerusakan jaringan. TRPA1, yang memiliki batar toleransi pada suhu 17oC, diekspresikan bersama dengan TRPV1 di nosiseptor. TRPA1 akan berespon pada suhu dingin secara indirek melalui kalsium influks dari intraseluler yang diinduksi oleh penurunan suhu. Kemajuan dalam mengidentifikasi mekanisme transduksi terhadap rangsangan dingin, sangat terhambat dibandingkan dengan rangsangan suhu tinggi. Yang dimaksud suhu dingin hingga mencapai nyeri adalah diantara 0oC. -20oC, dengan mayoritas berada pada 15oC.

Salah satu hal yang membuat identifikasi terhambat, adalah resiko kerusakan jaringan yang terjadi pada suhu sub-beku yang memungkinkan adanya reaksi indirek dari luar sel yang akan mempengaruhi respon nosiseptor sehingga respon nosiseptor terhadap suhu tidak secara direk terpantau.

3. Transduksi nosiseptor terhadap rangsang mekanis

Respon terhadap rangsangan suhu tinggi dan kimiawi pada nosiseptor berkorelasi dengan persepsi nyeri. Tetapi belum berlaku bagi C-MH dan A-HTM yang berespon pada rangsang mekanis. Persepsi nyeri oleh karena “dicubit” teraktifasi oleh capcaisin-insensitive fiber-A nosiseptor. Belum ditemukan juga adanya bukti yang kuat yang dapat menjelaskan transduksi neuron pada rangsangan mekanis.

Kemajuan didapatkan dengan ditemukannya pengaruh protein seperti stomatin, yang berespon pada rangsangan sentuhan yang tidak menyebabkan nyeri. Kanal TRP juga menjadi kandidat kuat dalam menjelaskan respon mekanik, tetapi mekanisme yang tepat apakah mempengaruhi pada kondisi molekuler atau fungsi dalam menerima rangsang masih belum jelas.

Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit, otot, persendian, viseral dan vaskular. Nosiseptor-nosiseptor ini bertanggung jawab terhadap kehadiran stimulus noksius yang berasal dari kimia, suhu (panas, dingin), atau perubahan mekanikal. Pada jaringan normal, nosiseptor tidak aktif sampai adanya stimulus yang memiliki energi yang cukup untuk melampaui ambang batas stimulus (resting).

Nosiseptor mencegah perambatan sinyal acak (skrining fungsi) ke SSP untuk interpretasi nyeri. Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord dengan lokal interneuron dan saraf projeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat yang lebih tinggi pada batang otak dan thalamus. Berbeda dengan reseptor sensorik lainnya, reseptor nyeri tidak bisa beradaptasi. Kegagalan reseptor nyeri beradaptasi adalah untuk proteksi karena hal tersebut bisa menyebabkan individu untuk tetap awas pada kerusakan jaringan yang berkelanjutan. Setelah kerusakan terjadi, nyeri biasanya minimal. Mula datang nyeri pada jaringan karena iskemi akut berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Sebagai contoh, nyeri terjadi pada saat beraktifitas kerena iskemia otot skeletal pada 15 sampai 20 detik tapi pada iskemia kulit bisa terjadai pada 20 sampai 30 menit.

Tipe nosiseptor spesifik bereaksi pada tipe stimulus yang berbeda. Nosiseptor C tertentu dan nosiseptor A-delta bereaksi hanya pada stimulus panas atau dingin, dimana yang lainnya bereaksi pada stimulus yang banyak (kimia, panas, dingin). Beberapa reseptor A-beta mempunyai aktivitas nociceptor-like. 14 Serat –serat sensorik mekanoreseptor bisa diikutkan untuk transmisi sinyal yang akan menginterpretasi nyeri ketika daerah sekitar terjadi inflamasi dan produkproduknya. Allodynia mekanikal (nyeri atau sensasi terbakar karena sentuhan ringan) dihasilkan mekanoreseptor A-beta.

Nosiseptor viseral, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak didesain hanya sebagai reseptor nyeri karena organ dalam jarang terpapar pada keadaan yang potensial merusak. Banyak stimulus yang sifatnya merusak (memotong, membakar, kepitan) tidak menghasilkan nyeri bila dilakukan pada struktur viseralis. Selain itu inflamasi, iskemia, regangan mesenterik, dilatasi, atau spasme viseralis bisa menyebabkan spasme berat. Stimulus ini biasanya dihubungkan dengan proses patologis, dan nyeri yang dicetuskan untuk mempertahankan fungsi.