Apa yang dimaksud dengan nilai gizi protein?

Apa yang dimaksud dengan nilai gizi protein ?

Apa yang dimaksud dengan nilai gizi protein ?

1 Like

Protein merupakan senyawa kompleks yang terdiri dari asam-asam amino yang diikat satu sama lain dengan ikatan peptida. Asam amino terdiri dari rantai karbon (R= rantai cabang), atom hidrogen, gugus karboksilat (COOH), adang-kadang gugus hidroksil (OH), belerang (S), serta gugus amino (NH2).

Protein dapat digolongkan berdasarkan :

  • Stuktur molekulnya. Potein dapat digolongan menjadi dua bentuk yaitu protein fibrosa (fribrous, berserat, berserabut) dan protein globular (bulat seperti bola). Protein fibrosa tidak arut dalam pelarut encer, baik larutan garam, asam, basa, maupun alkohol. Protein fibrosa terutama berguna untuk membentuk struktur jaringan, misalnya kolagen pada tulang rawan, myosin, yaitu protein kontraktil utama pada otot, keratin, yaitu protein utama rambut dan kulit serta fibrin yaitu potein pada darah yang membeku.

    Protein globular larut dalam larutan garam dan asam encer, juga mudah berubah di bawah pengaruh konsentrasi garam, serta pelarut asam dan basa, dibandingkan dengan protein fibrosa. Selain itu, protein ini lebih mudah terdenaturasi, yaitu berubahnya susunan molekulnya yang diikuti dengan perubahan sifat fisik dan fisiologisnya.

  • Klasifikasi protein berdasarkan kelarutannya berkembang pada sekitar tahun 1907-1908, tetapui masih digunakan sampai sekarang walaupun garis batas antarkelasnya tidak jelas. Menurut kelarutannya, protein globular dapat digolongkan menjadi beberapa kelas yaitu albumin, globulin, glutelin, prolamin, histon, dan protamin.

  • Klasifikasi protein berdasarkan nilai gizinya. Nilai gizi protein berarti kemampuan suatu protein untuk dapat dimanfaatkan oleh tubuh sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein tubuh. Tedapat dua faktor yang menentukan nilai gizi suatu protein yaitu daya cerna dan kandungan asam amino esensial. Protein yang mudah dicerna (dihidrolisis) oleh enzim-enzim pencernaan, serta mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap serta dalam jumlah yang seimbang merupakan protein yang bernilai gizi tinggi.

    Umumnya protein hewani (daging, ikan, susu, telur) merupakan protein yang bernilai gizi tinggi, kecuali gelatin. Protein nabati umumnya daya cernanya lebih rendah dan kekurangan salah satu (sering juga kekurangan dua macam) asam amino esensial. Sebagai contoh, protein serealia (beras, terigu) kekurangan asam amino lisin, sedangkan protein kacang-kacangan (kedelai) kekurangan asam amino belerang (metionin).

    Pada umumnya proses pemasakan di rumah tangga dapat meningkatkan daya cerna suatu protein, akibat terjadinya denaturasi protein dan inaktivasi senyawa-senyawa anti-nutrisi (anti-protease, hemaglutinin, dan sebagainya). Akan tetapi pengolahan bahan pangan di suatu industri, apabila tidak terkontrol dengan baik, kadang-kadang dapat menurunkan nilai gizi protein akibat terjadinya reaksi-reaksi kimia, misalnya reaksi pencoklatan nonenzimatis.

    Terdapat bermacam-macam cara atau metode evaluasi nilai gizi protein, tetapi pada garis besarnya dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu metode in vitro (secara kimia, enzimatis atau mikrobiologis) dan in vivo (secara biologis menggunakan hewan percobaan, termasuk manusia). Beberapa metode in vitro mengevaluasi komposisi asam amino esensial suatu protein (metode skor kimia), ketersediaan (bio-availabilitas) asam amino (metode lisin tersedia), daya cerna suatu protein (metode enzimatis), serta nilai PER yang dihitung berdasarkan nilai cerna dan komposisi asam amino suatu protein (PER hitung, C-PER, calculated protein efficiency ratio).

    Metode biologis untuk evaluasi nilai gizi protein pada umumnya menggunakan tikus putih (albino rat) sebagai hewan percobaan, tetapi ada juga yang menggunakan mencit, ayam atau hewan lain (kera ekor panjang) dan bahkan manusia. Parameter yang ditetapkan dalam evaluasi nilai gizi suatu protein secara biologis, antara lain PER (protein efficiency ratio), nilai cerna atau daya cerna, nilai biologis, dan net protein utilization (NPU).

    Protein efficiency ratio (PER) pada dasarnya menghitung efisiensi suatu protein makanan yang digunakan untuk sintesis protein di dalam tubuh. Apabila didefinisikan maka PER adalah perbandingan antara pertambahan berat badan dengan jumlah protein yang dikonsumsi. Nilai cerna atau daya cerna suatu protein adalah perbandingan antara jumlah asam-asam amino yang dapat diserap oleh usus halus dengan jumlah protein yang dikonsumsi. Nilai biologis adalah perbandingan antara jumlah asam-asam amino yang dapat ditahan (retensi) oleh tubuh (untuk sintesis protein tubuh) dengan jumlah asam-asam amino yang dapat diserap oleh usus halus. Sedangkan net protein utilization (NPU) adalah perbandingan antara jumlah asam-asam amino yang dapat ditahan oleh tubuh dengan jumlah protein yang dikonsumsi.

    Jumlah protein yang dikonsumsi dapat dihitung berdasarkan pada jumlah makanan yang dikonsumsi dikalikan dengan kadar protein makanan tersebut. Jumlah asam-asam amino yang dapat diserap oleh usus halus dihitung berdasarkan pengurangan antara jumlah protein yang dikonsumsi dengan jumlah senyawa nitrogen yang terdapat dalam feses. Sedangkan jumlah asam-asam amino yang dapat ditahan oleh tubuh dihitung berdasarkan pengurangan antara jumlah asam-asam amino yang dapat diserap oleh usus halus dengan jumlah senyawa nitrogen (urea) yang terdapat dalam urine.

    Kebutuhan tubuh akan protein dan asam-asam amino dapat diestimasi menggunakan tiga cara. Untuk bayi, jumlah protein dan pola asam-asam amino esensial yang terdapat dalam air susu ibu (ASI) dianggap sesuai untuk pertumbuhan bayi yang optimal. Untuk anak-anak, biasanya digunakan metode faktorial, yang menyangkut estimasi jumlah semua nitrogen yang hilang melalui urine, feses, dan kulit, ditambah dengan kebutuhan untuk pertumbuhan.

    Untuk orang dewasa digunakan metode keseimbangan nitrogen yang diukur pada berbagai tingkat konsumsi protein. Keseimbangan nitrogen dinilai dari perbandingan antara jumlah nitrogen (protein) yang dikonsumsi dengan nitrogen yang hilang melalui urine, feses, kulit (keringat) dan jalur metabolisme lainnya. Jika nitrogen yang dikonsumsi lebih besar dari nitrogen yang diekskresikan, keseimbangan nitrogen disebut positif dan disebut negatif untuk keadaan sebaliknya. Keseimbangan nitrogen akan tercapai bila nitrogen yang dikonsumsi sama besar dengan nitrogen yang diekskresikan. Kecukupan protein minimal bagi orang dewasa ditentukan berdasarkan hasil penelitian dengan keseimbangan nitrogen yang tidak negatif.

    Nilai gizi protein akan menentukan jumlah yang harus dikonsumsi. Untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan protein, protein dengan nilai gizi rendah harus dikonsumsi dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dengan protein yang bernilai gizi tinggi.

Sumber:
http://repository.ut.ac.id/4616/1/PANG4311-M1.pdf

Nilai gizi protein dapat diartikan sebagai kemampuan suatu protein untuk dapat dimanfaatkan oleh tubuh sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein tubuh. Terdapat dua faktor yang menentukan nilai gizi suatu protein, yaitu (1) daya cerna dan (2) kandungan asam amino esensial. Protein yang mudah dicerna (dihidrolisis) oleh enzim-enzim pencernaan, serta mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap serta dalam jumlah yang seimbang merupakan protein yang bernilai gizi tinggi.

Umumnya protein hewani (daging, ikan, susu, telur) merupakan protein yang bernilai gizi tinggi, kecuali gelatin. Protein nabati umumnya daya cernanya lebih rendah dan kekurangan salah satu (sering juga kekurangan dua macam) asam amino esensial. Sebagai contoh, protein serealia (beras, terigu) kekurangan asam amino lisin, sedangkan protein kacang-kacangan (kedelai) kekurangan asam amino belerang (metionin).

Pada umumnya proses pemasakan di rumah tangga dapat meningkatkan daya cerna suatu protein, akibat terjadinya denaturasi protein dan inaktivasi senyawa-senyawa anti-nutrisi (anti-protease, hemaglutinin, dan sebagainya). Akan tetapi, pengolahan bahan pangan di suatu industri, apabila tidak terkontrol dengan baik, kadang-kadang dapat menurunkan nilai gizi protein akibat terjadinya reaksi-reaksi kimia, misalnya reaksi pencoklatan nonenzimatis.

Terdapat bermacam-macam cara atau metode evaluasi nilai gizi protein, tetapi pada garis besarnya dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu metode in vitro (secara kimia, enzimatis atau mikrobiologis) dan in vivo (secara biologis menggunakan hewan percobaan, termasuk manusia). Beberapa metode in vitro mengevaluasi komposisi asam amino esensial suatu protein (metode skor kimia), ketersediaan (bio-availabilitas) asam amino (metode lisin tersedia), daya cerna suatu protein (metode enzimatis), serta nilai PER yang dihitung berdasarkan nilai cerna dan komposisi asam amino suatu protein (PER hitung, C-PER, calculated protein efficiency ratio).

Referensi

http://repository.ut.ac.id/4616/1/PANG4311-M1.pdf