Apa yang dimaksud dengan Neokolonialisme?

neokolonialisme

Neokolonialisme adalah praktik Kapitalisme, Globalisasi, dan pasukan kultural untuk mengontrol sebuah negara (biasanya jajahan Eropa terdahulu di Afrika atau Asia) sebagai pengganti dari kontrol politik atau militer secara langsung.

1 Like

Neo-kolonialisme adalah bentuk tipikal dan yang utama dari politik kolonial imperialis dalam syarat-syarat historis pada zaman peralihan dari kapitalisme ke sosialisme. Khususnya pada periode keruntuhan dan kehancuran sistem kolonialisme langsung.

Konferensi Dewan Setia-Kawan Asia-Afrika di Bandung, Jawa Barat, tahun 1961, merumuskan beberapa bentuk manifestasi neokolonialisme, yaitu:

  • Pembentukan pemerintahan boneka di negara bekas jajahan. Pembentukan pemerintahan boneka ini dilakukan dengan memanfaatkan elemen-elemen reaksioner, khususnya borjuis komprador dan tuan feudal.

  • Peng-grup-an kembali negara-negara bekas jajahan ke dalam federasi-federasi atau komunitas yang dihubungkan dengan kekuasaan imperium. Contohnya: Negara-Negara Persemakmuran, yang merupakan negara-negara bekas jajahan Inggris raya.

  • Balkanisasi atau pemecah-belahan negara-negara yang sedang berjuang menuju kemerdekaan nasional. Inilah yang diderita oleh negara seperti Korea, dimana mereka dibagi menjadi Korea Utara dan Korea Selatan.

  • Melancarkan aksi-aksi subversif terhadap pemerintahan nasional progressif. Inilah yang dilakukan negeri-negeri imperialis terhadap pemerintahan progressif di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

  • Menghasut perpecahan nasional untuk melemahkan negara nasional.

  • Pendirian basis militer di negara-negara bekas jajahan. Biasanya, pendirian basis militer ini disertai dengan pembangunan sekolah dan pusat-pusat penelitian militer.

  • Intervensi ekonomi terhadap negara bekas jajahan melalui pinjaman modal asing, tenaga ahli, dan berbagai bentuk konsesi ekonomi lainnya.

Agen-Agen Neokolonialisme

Konferensi Dewan Setia-Kawan Asia-Afrika di Bandung, Jawa Barat, tahun 1961, merumuskan siapa-siapa yang bertindak sebagai agen neo-kolonialisme itu, yaitu :

  • Kedutaan-kedutaan kolonial dan misi-misi terselubung. Biasanya, lembaga ini menjalankan kegiatan spionase untuk melemahkan negara nasional.

  • Bantuan asing melalui lembaga-lembaga imperialis (PBB, Bank Dunia, IMF, dan lain-lain). Bantuan itu akan menjerumuskan negara bekas jajahan dalam ketergantungan ekonomi, politik, dan sosial-budaya.

  • Personil militer di dalam angkatan bersenjata dan kepolisian. Biasanya, mereka ini dibina melalui pengiriman perwira militer untuk belajar di negeri-negeri imperialis.

  • Wakil-wakil negeri imperialis yang menyusup dengan menggunakan kedok agama ataupun kemanusiaan. Bahkan, tak sedikit diantara mereka yang menyusup melalui serikat buruh, organ kebudayaan, lembaga filantropis, dan korps-korps perdamaian.

  • Propaganda berbau fitnah (disinformasi) melalui siaran radio, televisi, pers, dan literature yang dikendalikan oleh negeri-negeri imperialis.

  • Pemanfaatan pemerintahan boneka, termasuk di Asia-Afrika, untuk mendestabilisasi situasi kawasan dan melemahkan negara nasional yang berioentasi mandiri.

Neokolonialisme tidak akan membiarkan negara jajahan berkembang. Seperti dikatakan Bung Karno,

“selama rakyat belum mencapai kekuasaan politik atas negeri sendiri, maka sebagian atau semua syarat-syarat hidupnya, baik ekonomi, sosial, maupun politik, diperuntukkan bagi kepentingan-kepentingan yang bukan kepentingannya, bahkan berlawanan dengan kepentingannya.”

Neokolonialisme merupakan suatu model atau praktik penjajahan gaya baru, dimana penjajahan tanpa perlu dilakukan menggunakan militer dan angkat senjata melainkan lewat kebudayaan, cara pandang dan life style.

Definisi dari neokolonialisme ini kemudian di jelaskan oleh Prasetyo, yaitu praktik neokolonialisme hanya mengedepankan sikap hidup yang hedonistik, liberalis dan anti sosial. Hal ini terlihat pada bentuk persaingan bebas (liberal) yang tidak sehat dengan hilangnya kontrol pemerintah dalam mengendalikan persaingan. Persaingan ini akan menghasilkan pihak yang menang dan yang kalah. Pihak yang menang akan terus berjaya, bersenang- senang (hedonisme) tanpa peduli kepada kesengsaraan pihak yang kalah (anti sosial). Dan sektor publik hanya terkonsentrasi pada pihak yang menang. Sedangkan pihak yang kalah tidak lagi berada dalam tanggung jawab pemerintah.

Terlepasnya pendidikan dari realitas sosial yang hanya mementingkan sifat hedonis manusia yang ada dalam lingkup pendidikan merupakan hal yang perlu diwaspadai dari neokolonialisme, dikarenakan pendidikan bukan meja untuk bersenang-senang memburu uang dan perkasas yang mereduksi kepekaan kita terhadap masalah yang menimpa saudara yang termarjinalkan.

Jean paul sartre menulis buku dalam bahasa prancis dengan judul colonialism and neocolonialism, Pembedaan penggunaan istilah colonialsm dan neocolonialism tersebut menunjuk keduanya berbeda pemaknaan. Sartre menegaskan bahwa neokolonialisme merupakan skema baru penjajahan yang disuntikan secara halus kepada negara bekas jajahan ataupun negara dunia ketiga.

Beberapa penulis modern juga berusaha membubuhkan penggunaan istilah “baru” didepan kata colonialism menjadi neocolonialism untuk menunjuk kepada hal yang terkait dengan penguasaan dan pendudukan pengetahuan, kebijakan dan capital negara tertentu atas negara lain. Sebagian lain juga menggunakan post kolonialisme untuk keadaan negara yang dulu mengalami kolonialisme.

Pendidikan sendiri tidak akan pernah lepas dengan ekonomi dan politik, selama ekonomi politik masih pada kondisi labil untuk dimasuki faham neo kolonialisme maka disitu pula pendidikan akan akan menjadi hidangan bagi para agen imperial.

Penting juga kita perlu ketahui genealogi neokolonialisme dengan neoliberalisme dan kapitalisme sehingga kita bisa memetakan hegemoni yang mendera bangsa melalui skema yang dibuat oleh negara imperial, berikut penjelasannya :

  1. Pertama setelah Perang dunia ke II Negara-negara penjajah mengalami kolaps dalam perekonomian karena dulunya mereka secara gampang untuk menanamkan modal asingnya mengeruk kekayaan alam setelah PD II tidak bisa lagi, akhirnya negara-negara tersebut melakukan konsolidasi agar tidak terlepas begitu saja dengan negara bekas jajahan, maka para agen kapitalis memprakarsai berdirinya world bank, IMF, PBB masih dengan dalih kedamaian dunia dan kesejahteraan uamat manusia. Skema semacam ini menurt David Harvey menciptakan suatu ekonomi ruang (Space Ekonomy). Dengan penciptaan ruang baru ini merupakan lokus baru tempat mengguritanya kepentingan untuk memperoleh keuntungan dari negara bekas jajahan atau dalam kata lain negara yang masih berkembang seperti Indonesia.

  2. Kedua penerapan developmentalisme terhadap negara-negara berkembang dengan meminjamkan hutang luar negeri yang tentu dengan bunga bank nya,dengan ini perusahaan-perusahaan kapitalis dapat berkembang secara bebas, kita mengenal di Indonesia, Mc Donald isasi, Cocacola dan perusahaan asing yang menjamur di Indonesia.

  3. Ketiga diaspora paham globalisasi, Jame Petras merupakan seorang tokoh yang amat keras bersuara tentang globalisasi, menurutnya salah satu penipuan terbesar abad ini adalah “Globalisasi” atau “Internasionalisasi” sebagai alas an pembenaran untuk menghancurkan setiap bentuk solidaritas, masyarakat (komunitas) atau nilai-nilai kemasyarakatan. Ini artinya globalisasi merupakan peluang bagi negara maju untuk apa yang kita namakan neo kolonialisme dikarenakan kolonialisme sudah tidak relevan dalam mencokolnya imperialism yang menimbukan perlawanan begitu masif dari negara yang dijajah.