Apa yang dimaksud dengan Namimah atau mengadu domba manusia?

QS. Al-Hujurat [49] : 12

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

QS. Al-Qalam [68] : 10 -11

Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah,

Apa yang dimaksud dengan namimah itu ?

Menurut Imam Abu Zakaria Yahya bin Syarifin Nawawi definisi namimah adalah merekayasa omongan, menghasut, memprovokasi untuk menghancurkan manusia.

Al-Baghawi rahimahullah mengatakan bahwa namimah adalah mengutip suatu perkataan dengan tujuan untuk mengadu domba antara seseorang dengan si pembicara.

Adapun Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaani rahimahullah menjelaskan bahwa namimah adalah membeberkan sesuatu yang tidak suka untuk dibeberkan. Baik yang tidak suka adalah pihak yang dibicarakan atau pihak yang menerima berita, maupun pihak yang lainnya. Baik yang disebarkan itu berupa lugas (perkataan) maupun perbuatan. Baik berupa aib maupun bukan.

Ciri-Ciri Namimah

Menurut Imam Ghazali dalam bukunya yang berjudul Bahaya Lisan dan Cara Mengatasinya, menjabarkan bahwa yang termasuk ke dalam perbuatan namimah adalah sebagai berikut:

  1. Mengadukan atau mengatakan suatu berita atau aib yang terjadi kepada seseorang kepada orang lain sehingga orang tersebut timbul syak prasangka atau bisa jadi menimbulkan kebencian terhadap orang yang dibicarakan.

  2. Memprovokasi maupun menghasut pihak tertentu sehingga muncul konflik antara pihak yang dibicarakan dengan pihak yang diajak berbicara

  3. Berita tersebut merupakan berita yang diada-adakan bisa juga benar terjadi akan tetapi dibumbui dengan kata-kata orang yang mengadukan.

  4. Berita yang disebarkan atau diadukan tersebut dapat menimbulkan konflik antara orang satu dengan lainnya.

Bentuk-bentuk Namimah

Namimah atau mengadu domba berdasarkan cara melakukannya dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk:

1. Namimah atau adu domba dengan lugas

Dalam bentuk ini, namimah dilakukan dengan mengadukan suatu berita atau aib yang terjadi pada sesorang kepada orang lain sehingga orang tersebut timbul syak prasangka terhadap orang yang dibicarakan atau bisa jadi menimbulkan kebencian terhadap orang yang dibicarakan. Hal ini seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunya. Abu Dzar berkata : “Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa menyebarkan orang muslim dengan suatu perkataan untuk memburukannya dengan tanpa hak, niscaya Allah pada hari kiyamat akan memburukannya dengan perkataan itu dalam neraka.” (HR Ibnu Abid Dunya).

Namimah dengan lugas juga diriwayatkan dalam kisah Sulaiman bin Abdul Malik. Diriwayatkan bahwa Sulaiman bin Abdul Malik duduk-duduk bersama Az-Zuhri, tiba-tiba ada seorang laki-laki mendekatinya. Maka Sulaiman berkata: “Telah sampai kepadaku bahwa kamu telah mencaci diriku dan berkata demikian-demikian.” Laki-laki itu berkata: “Saya tidak berbuat dan tidak mengatakan.” Sulaiman berkata: “Sungguh orang yang menceritakan kepadaku adalah orang yang benar.”Maka az Zuhri berkata kepada Sulaiman: “Pengadu domba itu bukan orang benar.” Lalu Sulaiman berkata kepada laki-laki itu: “Pergilah dengan selamat.”

2. Namimah atau adu domba dengan isyarat

Namimah atau mengadu domba tidak hanya dilakukan dengan menggunakan bahasa tutur saja, namun juga dapat dilakukan dengan bahasa tubuh atau gerakan anggota badan (tangan, jari, bibir, mata, alis, dan lain sebagainya) tanpa menggunakan bahasa verbal dan mengisyaratkan sebuah pesan. Gerakan anggota tubuh mengisyaratkan sebuah pesan tentang seseorang yang mengacu pada sesuatu tanpa diketahui oleh seseorang tersebut. Namimah dengan isyarat dikisahkan oleh Abu Laits Assamarqandi.

Dari Abu Laits Assamarqandi sanadnya dari Abu Said Alkhudri bahwa Rasulullah SAW pada malam Israa’ ke langit, aku melalui suatu kaum yang dipotongkan daging pinggangnya, kemudian dimakankan kepadanya dengan kalimat makanlah apa yang dahulu kamu makan dari daging saudaramu, maka saya bertanya,“Yaa Jibril siapakah mereka itu?” jawabnya, “Mereka dari umatmu yang suka mengumpat Hammaz lammaz mengejek dengan isyarat atau lidah atau dengan tangan.”

Kisah tersebut menceritakan tentang perjalanan Rasulullah SAW ke langit pada saat Isra. Terjadi percakapan antara Jibril dengan Rasulullah SAW, Jibril mengatakan kepada Rasul bahwa ada dari umatnya yang mengumpat dengan isyarat atau lidah atau dengan tangan. Seorang pengumpat juga telah disinggung dalam surat AlHumazah ayat 1. Allah berfirman

“Kecelakaanlah bagi pengumpat lagi pencela.”

Ada yang berpendapat bahwa pengumpat atau hummazah adalah pengadu domba karena dari pengumpatlah keburukan-keburukan disebar sehingga timbul perselisihan antara kedua belah pihak.

Definisi dari namimah adalah suatu perilaku mengadu domba atau menyebar fitnah antara seseorang dengan orang lain dengan tujuan agar agar saling bermusuhan/tidak suka. Definisi menurut Imam Abu Zakaria Yahya bin Syarfin Nawawi dalam kitab Riyadul Salihin adalah :

Namimah adalah merekayasa omongan untuk menghancurkan manusia
Perilaku namimah merupakan suatu dosa karena dapat menyebabkan suatu perpecahan atau permusuhan kedua belah pihak, lebih lanjut lagi akan dapat menyebabkan kontak fisik seperti berkelahi, tawuran dll yang tentunya dapat menyebabkan terjadinya kematian yang tidak diinginkan.

Untuk itu kita harus berusaha untuk menjauhi perilaku namimah. Kemudian agar kita tidak di adu domba, maka kita harus menjadi pribadi yang lebih hati-hati, tidak mudah percaya kepada perkataan orang lain, harus diselidiki dan dibuktikan terlebih dahulu, dll.

Contoh perilaku namimah :

  • Mempunyai maksud yang tidak baik terhadap orang lain yang sedang diadu
  • Suka menjadi provokator
  • Suka membicarakan orang lain dan menfitnah
  • Menjadi orang munafik atau bermuka dua
  • Menfitnah orang lain dan berbohong kepada orang lain agar terjadi permusuhan di antara keduanya

Bahaya perilaku namimah

  • Dapat menyebabkan permusuhan dan kebencian
  • Dapat memutuskan tali persaudaraan
  • Jika yang di adu domba adalah suatu kelompok tertentu, maka dapat menyebabkan suatu pertempuran/perkelahian/tawuran antar kelompok yang dapat menyebabkan kerugian baik kehilangan nyawa atau sarana dan prasarana publik yang rusak akibat terjadinya kerusakan
  • Mendapatkan dosa apabila disertai dengan fitnah dan kebohongan.
  • Ditinggalkan teman apabila kedua belah pihak yang di adu domba sudah mengetahui bahwa mereka telah di adu domba

Cara menghindari perilaku namimah

  • Menyadari bahwa perilaku namimah merupakan suatu perbuatan dosa yang harus kita jauhi.
  • Menyadari bahwa perilaku namimah memiliki bahaya yang sangat serius
  • Menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan berbuat namimah
  • Bersilaturahmi dengan baik
  • Selalu berusaha untuk menjaga diri dari perbuatan dari fitnah dan dusta
  • Meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah swt

Al-Baghawi rahimahullah menjelaskan bahwa namimah adalah mengutip suatu perkataan dengan tujuan untuk mengadu domba antara seseorang dengan si pembicara. Adapun Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaani rahimahullah mengatakan bahwa namimah tidak khusus itu saja. Namun intinya adalah membeberkan sesuatu yang tidak suka untuk dibeberkan. Baik yang tidak suka adalah pihak yang dibicarakan atau pihak yang menerima berita, maupun pihak lainnya. Baik yang disebarkan itu berupa perkataan maupun perbuatan. Baik berupa aib ataupun bukan.

Hukum dan Ancaman Syariat Terhadap Pelaku Namimah

Namimah hukumnya haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Banyak sekali dalil-dalil yang menerangkan haramnya namimah dari Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya,

“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.” (QS. Al Qalam: 10-11)

Dalam sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu disebutkan,

“Tidak akan masuk surga bagi Al Qattat (tukang adu domba).” (HR. Al Bukhari)

Ibnu Katsir menjelaskan, “Al qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan) tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba.”

Perkataan “Tidak akan masuk surga…” sebagaimana disebutkan dalam hadist di atas bukan berarti bahwa pelaku namimah itu kekal di neraka. Maksudnya adalah ia tidak bisa langsung masuk surga. Inilah madzhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah untuk tidak mengkafirkan seorang muslim karena dosa besar yang dilakukannya selama ia tidak menghalalkannya (kecuali jika dosa tersebut berstatus kufur akbar semisal mempraktekkan sihir -ed).

Pelaku namimah juga diancam dengan adzab di alam kubur. Ibnu Abbas meriwayatkan, “(suatu hari) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan lalu berkata, lalu bersabda,

“Sesungguhnya penghuni kedua kubur ini sedang diadzab. Dan keduanya bukanlah diadzab karena perkara yang berat untuk ditinggalkan. Yang pertama, tidak membersihkan diri dari air kencingnya. Sedang yang kedua, berjalan kesana kemari menyebarkan namimah.” (HR. Al-Bukhari)

Sikap Terhadap Pelaku Namimah

Imam An-Nawawi berkata, “Dan setiap orang yang disampaikan kepadanya perkataan namimah, dikatakan kepadanya: “Fulan telah berkata tentangmu begini begini. Atau melakukan ini dan ini terhadapmu,” maka hendaklah ia melakukan enam perkara berikut:

  • Tidak membenarkan perkataannya. Karena tukang namimah adalah orang fasik.

  • Mencegahnya dari perbuatan tersebut, menasehatinya dan mencela perbuatannya.

  • Membencinya karena Allah, karena ia adalah orang yang dibenci di sisi Allah. Maka wajib membenci orang yang dibenci oleh Allah.

  • Tidak berprasangka buruk kepada saudaranya yang dikomentari negatif oleh pelaku namimah.

  • Tidak memata-matai atau mencari-cari aib saudaranya dikarenakan namimah yang didengarnya.

  • Tidak membiarkan dirinya ikut melakukan namimah tersebut, sedangkan dirinya sendiri melarangnya. Janganlah ia menyebarkan perkataan namimah itu dengan mengatakan, “Fulan telah menyampaikan padaku begini dan begini.” Dengan begitu ia telah menjadi tukang namimah karena ia telah melakukan perkara yang dilarang tersebut.”.

Bukan Termasuk Namimah

Apakah semua bentuk berita tentang perkataan/perbuatan orang dikatakan namimah? Jawabannya, tidak. Bukan termasuk namimah seseorang yang mengabari orang lain tentang apa yang dikatakan tentang dirinya apabila ada unsur maslahat di dalamnya. Hukumnya bisa sunnat atau bahkan wajib bergantung pada situasi dan kondisi. Misalnya, melaporkan pada pemerintah tentang orang yang mau berbuat kerusakan, orang yang mau berbuat aniaya terhadap orang lain, dan lain-lain. An-Nawawi rahimahullah berkata,

“Jika ada kepentingan menyampaikan namimah, maka tidak ada halangan menyampaikannya. Misalnya jika ia menyampaikan kepada seseorang bahwa ada orang yang ingin mencelakakannya, atau keluarga atau hartanya.”

Pada kondisi seperti apa menyebarkan berita menjadi tercela? Yaitu ketika ia bertujuan untuk merusak. Adapun bila tujuannya adalah untuk memberi nasehat, mencari kebenaran dan menjauhi/mencegah gangguan maka tidak mengapa. Akan tetapi terkadang sangat sulit untuk membedakan keduanya. Bahkan, meskipun sudah berhati-hati, ada kala niat dalam hati berubah ketika kita melakukannya. Sehingga, bagi yang khawatir adalah lebih baik untuk menahan diri dari menyebarkan berita.

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

“Seseorang selayaknya memikirkan apa yang hendak diucapkannya. Dan hendaklah dia membayangkan akibatnya. Jika tampak baginya bahwa ucapannya akan benar-benar mendatangkan kebaikan tanpa menimbulkan unsur kerusakan serta tidak menjerumuskan ke dalam larangan, maka dia boleh mengucapkannya. Jika sebaliknya, maka lebih baik dia diam.”