Apa yang dimaksud dengan Mual muntah pasca operasi atau Post Operative Nausea and Vomiting (PONV)?

Mual muntah pasca operasi

Mual muntah pasca operasi atau Post operative nausea and vomiting (PONV) adalah efek samping yang sering terjadi setelah tindakan anestesi, angka kejadiannya lebih kurang 1/3 dari seluruh pasien yang menjalani operasi atau terjadi pada 30% pasien rawat inap dan sampai 70% pada pasien rawat inap yang timbul dalam 24 jam pertama.

Apa yang dimaksud dengan Mual muntah pasca operasi atau Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) ?

Mual muntah pasca operasi atau Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) tidak mengenakkan bagi pasien dan potensial mengganggu penyembuhan paska operatif. Kapur mendeskripsikan PONV sebagai ‘the big little problem’ pada pembedahan ambulatori (Maddali MM, Mathew J, 2003).

Mual adalah suatu sensasi tidak enak yang bersifat subjektif yang berhubungan dengan keinginan untuk muntah. Muntah adalah ekspulsi dengan tenaga penuh dari isi gaster. Stimulus yang bisa mecetuskan mual dan muntah berasal dari olfaktori, visual, vestibular dan psikogenik. Kemoreseptor pada CTZ memonitor level substansi di darah dan cairan serebrospial dan dan faktor – faktor lainnya juga bisa mencetuskan terjadinya PONV.

Muntah diawali dengan bernafas yang dalam, penutupan glotis dan naiknya langit – langit lunak. Diafrahma lalu berkontraksi dengan kuat dan otot – otot abdominal berkontraksi untuk meningkatkan tekanan intra-gastrik. Hal ini menyebabkan isi lambung keluar dengan penuh tenaga ke esofagus dan keluar dari mulut (Honkavaara, P, 1995).

Patofisiologi


Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di medula oblongata, memperantarai refleks muntah. Bagian ini sangat dekat dengan nukleus tractus solitarius dan area postrema. Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) berlokasi di area postrema. Rangsangan perifer dan sentral dapat merangsang kedua pusat muntah dan CTZ. Afferent dari faring, GI tract, mediastinum,ginjal, peritoneum dan genital dapat merangsang pusat muntah. Sentral dirangsang dari korteks serebral, cortical atas dan pusat batang otak, nucleus tractus solitarius, CTZ, dan sistem vestibular di telinga dan pusat penglihatan dapat juga merangsang pusat muntah. Karena area postrema tidak efektif terhadap sawar darah otak, obat atau zat-zat kimia di darah atau di cairan otak dapat langsung merangsang CTZ (Ho KY, Chiu JW, 2005).

Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang berhubungan dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut yang tidak nyaman (Zainumi C M). Nukleus traktus solitaries dapat juga menimbulkan mual muntah dengan perangsangan simpatis dan parasimpatis melalui perangsangan jantung, saluran billiaris, saluran cerna dan saluran kemih (Morgan Jr GE, Mikhail MS, Murray Mj, 2006). Sistem vestibular dapat dirangsang melalui pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada vestibular telinga tengah (Rahman MH, Beattie J, 2004).

Reseptor sepeti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2), opioid dan neurokinin-1 (NK-1) dapat dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius mempunyai konsentrasi yang tinggi pada enkepalin, histaminergik, dan reseptor muskarinik kolinergik. Reseptor- reseptor ini mengirim pesan ke pusat muntah ketika di rangsang. Sebenarnya reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di pusat muntah. Pusat muntah mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf spinal, pernafasan dan otot- otot perut untuk melakukan refleks muntah (Ho KY, Chiu JW, 2005)

image
Gambar Skema patofisiologi mual dan muntah. Sumber: Rahman MH, Beattie J., 2004. Post Operative Nausea and Vomiting. The Pharmaceutical Journal, Vol. 273

image
Gambar Patofisiologi mual dan muntah. Sumber: Siregar, D., 2011. Perbandingan Kombinasi Ondansetron 2mg IV Dengan Deksametason 4mg IV Dan Ondansetron 4 mg IV Dengan Deksametason 4mg IV Sebagai Profilaksis Pada Pasien Resiko Tinggi Mual Muntah Setelah Operasi Yang Menjalani Tindakan Operasi Dengan Anestesi Umum Intubasi. Tesis akhir penelitian. Medan.

image
Gambar Fisiologi Post Operative Nausea and vomiting
Sumber: Siregar, D., 2011. Perbandingan Kombinasi Ondansetron 2mg IV Dengan Deksametason 4mg IV Dan Ondansetron 4 mg IV Dengan Deksametason 4mg IV Sebagai Profilaksis Pada Pasien Resiko Tinggi Mual Muntah Setelah Operasi Yang Menjalani Tindakan Operasi Dengan Anestesi Umum Intubasi. Tesis akhir penelitian. Medan.

Faktor Risiko


1. Faktor – faktor pasien

  • Umur : insidensi PONV 5% pada bayi, 25% pada usia dibawah 5 tahun, 42 – 51% pada umur 6 – 16 tahun dan 14 – 40% pada dewasa.

  • Gender : wanita dewasa akan mengalami PONV 2 – 4 kali lebih mungkin dibandingkan laki – laki, kemungkinan karena hormon perempuan.

  • Obesitas : dilaporkan bahwa pada pasien tersebut lebih mudah terjadi PONV baik karena adipos yang berlebihan sehingga penyimpanan obat – obat anestesi atau produksi estrogen yang berlebihan oleh jaringan adipos.

  • Motion sickness : pasien yang mengalami motion sickness lebih mungkin terkena PONV

  • Perpanjangan waktu pengosongan lambung : pasien dengan kondisi ini akan menambah resiko terjadinya PONV

  • Perokok : bukan perokok akan lebih cenderung mengalami PONV

2. Faktor – faktor preoperatif

  • Makanan : waktu puasa yang panjang atau baru saja makan akan meningkatkan insiden PONV

  • Ansietas : stess dan ansietas bisa menyebabkan muntah

  • Penyebab operasi : operasi dengan peningkatan tekanan intra kranial,obstruksi saluran pencernaan, kehamilan, aborsi atau pasien dengan kemoterapi.

  • Premedikasi : atropine memperpanjang pengosongan lambung dan mengurangi tonus esofageal, opioid meningkatkan sekresi gaster, dan menurunkan motilitas pencernaan. Hal ini menstimulasi CTZ dan menambah keluarnya 5-HT dari sel – sel chromaffin dan terlepasnya ADH.

3. Faktor – faktor intraoperatif

a. Faktor anestesi

  • Intubasi : stimulasi mekanoreseptor faringeal bisa menyebabkan muntah

  • Anestetik : kedalaman anestesi atau inflasi gaster pada saat ventilasi dengan masker bisa menyebabkan muntah

  • Anestesia : perubahan posisi kepala setelah bangun akan merangsang vestibular

  • Obat – obat anestesi : opioid adalah opat penting yang berhubungan dengan PONV. Etomidate dan methohexital juga berhubungan dengan kejadian PONV yang tinggi.

  • Agen anstesi inhalasi : eter dan cyclopropane menyebabkan insiden PONV yang tinggi karena katekolamin. Pada sevoflurane, enflurane, desflurane dan halothane dijumpai angka kejadian PONV yang lebih rendah. N2O mempunyai peranan yang dalam terjadinya PONV. Mekanisme terjadinya muntah karena N2O karena kerjanya pada reseptor opioid pusat, perubahan pada tekanan telinga tengah, stimulasi saraf simpatis dan distensi gaster.

b. Teknik anestesi

Insiden PONV diprediksi lebih rendah dengan spinal anestesi bila dibandingkan dengan general anestesi. Pada regional anestesi dijumpai insiden yang lebih rendah pada emesis intra dan postoperatif.

c. Faktor pembedahan :

  • Kejadian PONV juga berhubungan dengan tingginya insiden dan keparahan PONV. Seperti pada laparaskopi, bedah payudara, laparatomi, bedah plastik, bedah optalmik (stabismus), bedah THT, bedah ginekologi (Gan TJ, 2003).

  • Durasi operasi (setiap 30 menit penambahan waktu resiko PONV meningkat sampai 60%).

4. Faktor – faktor paska operatif

Nyeri, pusing, ambulasi, makan yang terlalu cepat (Saeeda I, Jain P, 2004) Terjadinya PONV sangat kompleks tapi faktor – faktor tertentu diketahui meningkatkan insiden. Faktor – faktor preoperatif yang berhubungan dengan pasien seperti umur, gender, keseimbangan hormonal, berat badan, isi lambung, riwayat sebelumnnya, kecemasan dan riwayat mual muntah.

Faktor – faktor post operatif adalah tekhnik atau obat yang berhubungan dengan hipotensi, nyeri, analgesia opioid, intake oral yang cepat dan pergerakan. Thomson juga menegaskan bahwa penggunaan opioid menstimulasi pusat muntah melalui CTZ tanpa pengaruh dari jalur maupun waktu pemberiannya. (Saeeda I, Jain P, 2004)

Walaupun begitu, intervensi untuk mencegah PONV tidaklah perlu untuk semua populasi pasien, bahkan tanpa profilaksis pasien belum tentu mengalami simptom tersebut. Terlebih lagi intervensi yang dilakukan kurang efikasinya, terutama yang monoterapi. Oleh karena itu, penting untuk memberikan intervensi pada pasien yang mungkin mengalami PONV.

Bagaimanapun, pengertian mengenai faktor resiko PONV belumlah lengkap, untuk mengerti tentang patofisiologi dan faktor resiko PONV dipersulit oleh banyaknya faktor karena banyaknya reseptor dan stimulus. Setidaknya ada 7 neurotransmiter yang diketahui, serotonin, dopamine, muscarine, acetylcholine, neurokinin – 1, histamine dan opioid (Gan TJ, 2006).

Penatalaksanaan


Mual muntah pasca operasi

Penatalaksanaan farmakologikal PONV menurut Morgan Jr GE, 2006) dan Wallenborn J, Gelbrich G, Bulst D, 2006 :

  1. Antagonist reseptor Serotonin: bahwa tidak ada perbedaan efek dan keamanannya diantara golongan –golongan Antagonist reseptor Serotonin tersebut, seperti Ondansetron , Dolasetron, Granisetron, dan Tropisetron untuk profilaksis PONV. Obat ini efektif bila diberikan pada saat akhir pembedahan. Banyak penelitian dari golongan obat ini seperti Ondansetron dimana mempunyai efek anti muntah yang lebih besar dari pada anti mual.

  2. Antagonist dopamin: reseptor dopamin ini mempunyai reseptor di CTZ, bila reseptor ini dirangsang akan terjadi muntah, antagonist Dopamin tersebut seperti:Benzamida (Metoklopramide dan Domperidon),Phenotiazine (Clorpromazine dan Proclorpromazine), dan Butirophenon (Haloperidol dan Droperidol).

  3. Antihistamin: Obat ini ( Prometazine dan Siklizine ) memblok H1 dan Reseptor muskarinik di pusat muntah. Obat ini mempunyai efek dalam penatalaksanaan PONV yang berhubungan dengan aktivasi sistem vestibular tetapi mempunyai efek yang kecil untuk muntah yang dirangsang langsung di CTZ .Obat Antikholinergik: Obat ini ( Hyoscine hydrobromide atau Scopolamin) mencegah rangsangan di pusat muntah dengan memblok kerja dari acetylcolin di pada reseptor muskarinik di sistem vestibular.

  4. Steroid : Dalam hal ini obat yang sering digunakan adalah deksametason. Deksametason berguna sebagai profilaksis PONV dengan cara menghambat pelepasan prostaglandin. Efek samping pemakaian berulang deksametason adalah peningkatan infeksi, supressi adrenal, tetapi tidak pernah dilaporkan efek samping timbul pada pemakaian dosis tunggal. Obat ini juga menurunkan motilitas lambung dan rangsangan aferen di pusat muntah, efek samping yang sering terjadi pada obat ini adalah pandangan kabur, retensi urine, mulut kering, drowsiness.

Jenis Operasi yang Menyebabakan PONV


Sistem vestibular bisa menstimulasi PONV sebagai akibat dari operasi yang berhubungan dengan telinga tengah, atau gerakan post operatif. Gerakan tiba – tiba dari kepala pasien setelah bangun menyebabkan gangguan vestibular telinga tengah, dan menambah insiden PONV. Acetilkoline dan histamin berhubungan dengan transmisi sinyal dari sistem vestibular ke pusat muntah. Pusat kortikal yang lebih tinggi (cth sistem limbik) juga berhubungan, terutama jika adanya riwayat PONV. Hal ini mencetuskan mual dan muntah yang berhubungan dengan rasa, penglihatan, bau, memori yang tidak enak dan rasa takut. Pusat muntah adalah medulla oblongata yang letaknya sangat dekat dengan pusat viseral lainnya seperti pusat pernafasan dan vasomotor (Chandra, 2012).

Mual dan muntah sering juga ditemukan pascabedah dan bisa sekunder terhadap ileus paralitikus, obstruksi usus halus mekanik, abses dan peradangan intraabdomen (terutama jika dalam epigastrium) serta pemebrian berbagai obat yang lazim diberikan pada pasien bedah. Anestesi umum dan analgesik opiat tersering dilibatkan dalam hal ini. Mual dan muntah yang disebabkan oleh ileus paralitikus dan obstruksi usus memerlukan pendekatan terapi yang lebih agresif. Disamping debilitasi psikolog yang menyertai masa muntah yang lama, juga timbul akibat fisiologi yang telah dikenal. Hipovolemia, hipokalemia dan alkalosis merupakan penyimpangan metabolik dini yang dominan, yang akhirnya bisa memerlukan koreksi jika muntah tetap (Sabiston, 2005).

Mual adalah rasa tidak nyaman di perut bagian atas. Muntah adalah dorongan dari dalam perut yang tidak disadari dan pengeluarannya melalui esofagus sampai ke mulut. Muntah biasanya disertai dengan mual tetapi mual tidak selalu menimbulkan muntah. Salah satu efek samping yang sering terjadi setelah tindakan anestesi adalah mual dan muntah.

Faktor Risiko PONV


PONV dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain : faktor pasien, faktor prosedur dan faktor anestesi. Aspirasi paru merupakan komplikasi utama mual dan muntah. Penundaan jadwal operasi disebabkan oleh keadaan pasien yang mengalami mual dan muntah dan harus menjalani rawat inap. Oleh karena itu, mual dan muntah sangat memprihatinkan sehingga merugikan bagi pasien.

Sebagai seorang dokter anestesi harus memahami pengetahuan tentang faktor risiko yang dapat menimbulkan mual dan muntah. Selain memahami juga harus dapat menangani kejadian PONV dengan memberikan terapi antiemetik.

1) Faktor pasien

  • Umur : infant (5%), anak di bawah 5 tahun (25%), anak 6-16 tahun (42- 51%) dan dewasa (14-40%)

  • Jenis kelamin : wanita dewasa 3 kali lebih berisiko dibanding laki-laki (kemungkinan disebabkan oleh hormon)

  • Obesitas : BMI > 30 menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal yang disebabkan karena adanya refluks esofagus yang dapat menyebabkan PONV

  • Merokok : kejadian PONV lebih berisiko pada pasien yang tidak merokok

  • Kelainan metabolik (diabetes militus) : akibat waktu penundaan pengosongan lambung dapat menyebabkan terjadinya PONV

  • Riwayat mual dan muntah sebelumnya : pasien dengan riwayat PONV sebelumnya memiliki potensi yang lebih baik terhadap kejadian mual dan muntah

  • Kecemasan : akibat pasien cemas tanpa disadari udara dapat masuk sehingga dapat menyebabkan distensi lambung yang dapat mengakibatkan PONV

2) Faktor prosedur

  • Operasi mata
  • Operasi tht
  • Operasi gigi
  • Operasi payudara
  • Operasi laparoskopi
  • Operasi strabismus

Durasi operasi yang lama dapat meningkatkan pemaparan obat-obatan anestesi dalam tubuh sehingga memiliki risiko yang tinggi terhadap kejadian mual dan muntah pasca operasi. Prosedur pembedahan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.

3) Faktor anestesi

  • Premedikasi
    Pemberian opioid pada pasien dapat meningkatkan kejadian PONV. Reseptor opioid terdapat di Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) yang dapat menimbulkan efek GABA meningkat. Akibat peningkatan GABA dapat menyebabkan aktifitas dopaminergik menurun sehingga terjadi pelepasan 5-HT3 di otak.

  • Obat anestesi inhalasi
    Kejadian PONV akibat pemberian obat anestesi inhalasi tetap didasarkan atas lamanya pasien terpapar obat-obat anestesi selama menjalani operasi. Tetapi biasanya terjadi dalam beberapa jam pasca operasi.

  • Obat anestesi intravena
    Pemberian propofol dapat menurunkan PONV. Walaupun cara kerja propofol belum di ketahui, tetapi sebagian besar menyebutkan bahwa propofol dapat menghambat antagonis dopamin D2 di area postrema.

  • Regional anestesi
    Tehnik regional anestesi lebih menguntungkan dibandingkan dengan tehnik general anestesi. Kejadian hipotensi dapat menyebabkan batang otak iskemik sehingga dapat meningkatkan kejadian PONV. Namun kejadian PONV pada tehnik regional anestesi ini dapat diturunkan dengan pemberian opioid yang bersifat lipofilik.

  • Nyeri pasca operasi
    Mual pasca operasi disebabkan akibat pengosongan lambung yang terjadi karena adanya nyeri. Selain itu perubahan posisi pasien pasca operasi dapat menimbulkan PONV.

Prognosis Mual dan Muntah


Mual dan muntah dapat berlangsung dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek mual dan muntah biasanya tidak membahayakan bagi pasien. Tetapi apabila sudah masuk dalam jangka panjang biasanya mual dan muntah dapat menyebabkan dehidrasi sehingga keseimbangan elektrolit terganggu. Hal ini dapat membahayakan bagi pasien. Pengeluaran muntah paling banyak adalah melalui mulut, sehingga asam lambung yang terkandung di dalam muntah dapat merusak enamel gigi. Efek negatif dari enzim pencernaan juga dapat merusak gusi.

Mekanisme PONV


PONV disebabkan oleh berbagai stimulasi pada pusat muntah di medulla oblongata. Pusat muntah menerima impuls afferen dari CTZ yang melalui stimulasi langsung maupun tidak langsung pada saluran pencernaan. Pada daerah pusat muntah tersebut banyak terdapat reseptor-reseptor yang berperan dalam proses mual dan muntah, dan antiemetik umumnya bekerja menghambat neurotransmiter pada reseptor tersebut. Impuls efferen melalui saraf kranialis V, VII, IX, X dan XII menuju ke saluran gastrointestinal dapat menimbulkan mual dan muntah.

  1. Stimulasi langsung saluran cerna misalnya pemakaian N2O. Akibat gangguan peristaltik dan pelintasan lambung akan menyebabkan terjadinya dispepsi dan mual. Apabila gangguan menghebat, melalui saraf vagus dapat merangsang terjadinya muntah.

  2. Stimulasi tidak langsung pada CTZ. Obat-obat anestesi inhalasi dan opioid merangsang pusat muntah secara tidak langsung melalui kemoreseptor ini.

  3. Stimulasi tidak langsung melalui korteks serebri yang lebih tinggi disebabkan oleh : perasaan cemas, takut, nyeri dan respon sensoris lain.

image
Gambar Mekanisme yang terjadi pada PONV

Pengelolaan PONV


Pemberian antiemetik tidak ada yang efektif sepenuhnya untuk mencegah PONV. Cara kerja antiemetik yaitu menghambat reseptor yang berkaitan dengan emesis. Oleh karena itu dilakukan pendekatan multimodal dengan cara pemberian anestesi regional dan menghindari pemberian obat emetogenik. Biaya dan efek samping obat harus diperhatikan dalam pemberian terapi farmakologis pencegahan mual dan muntah.

  1. Obat-obat antiemetik
    Berbagai obat antiemetik yang dapat digunakan untuk mengatasi mual muntah pasca operasi antara lain :

    • Antagonis reseptor 5-hydroxy tryptamine (5-HT3) bekerja dengan cara menghambat reseptor serotonin dalam sistem saraf pusat dan saluran gastrointestinal yang dapat mencegah terjadinya mual muntah pasca operasi. Golongan antagonis reseptor 5-HT3 adalah dolasetron, granisetron, ondansetron, palonosetron, ramosetron dan tropisetron.

    • Anti dopaminergik untuk mengobati mual dan muntah yang berhubungan dengan penyakit keganasan, radiasi, opioid, sitostatik dan anestesi umum, yaitu : domperidon, droperidol, haloperidol, klorpromazin, prometazin dan proklorperazin, metoclopramide dan alisaprid.

    • Antihistamin (antagonis reseptor histamin H1) antara lain : siklisin, diphenhydramine, dimenhidrinat, meslizine, prometasin dan hidroxisin.

    • Cannabinoids digunakan pada pasien-pasien dengan mual dan muntah akibat sitotoksik yang tidak berespon dengan obat yang lain. Contoh cannabinoids yaitu : cannabis (Marijuana), dronabinol (Marinol) yang digunakan pada pasien kanker, AIDS, nyeri, Multiple Sklerosis dan penyakit Alzheimer’s dan nabilone (Cesamet)

    • Benzodiazepin : midazolam menunjukkan hasil yang efektif untuk mencegah mual muntah pasca operasi dan lorazepam sangat baik untuk terapi tambahan pencegahan mual dan muntah.

    • Antikolinergik : hiosine (skopolamin)

    • Deksametason adalah glukokortikoid yang dalam dosis rendah efektif sebagai antiemetik pada operasi dengan anestesi umum.

    • Antagonis reseptor NK-l, contohnya : aprepitant dan asopitant merupakan antagonis reseptor NK-1.

    • Opioid : morfin, tramadol, meptazinol, kodein, buprenorfin dan heroin.9,10

Penilaian PONV


PONV dapat berlangsung dalam beberapa menit, jam dan hari. Hal ini tergantung dari kondisi pasien. Adapun tahapannya sebagai berikut :

Tahap awal = 2 sampai 6 jam pasca operasi Tahap lanjut = 24 atau 48 jam pasca operasi

Apfel dkk menyederhanakannya dengan membuat suatu sistem skoring yang terdiri dari 4 kategori, yaitu : wanita, tidak merokok, riwayat PONV dan penggunaan opioid pasca bedah. Apabila terdapat faktor 0, 1, 2, 3, atau 4 maka kejadian PONV sekitar 10%, 20%, 40%, 60% atau 80%.

Kejadian PONV dinilai pada skala 5 nilai menurut Pang dkk sebagai berikut :

0 = tidak mual dan tidak rnuntah.

1 = mual kurang dari l0 menit dan atau muntah hanya sekali, tidak membutuhkan pengobatan.

2 = mual menetap lebih dari 10 menit dan atau muntah 2 kali dan tidak membutuhkan pengobatan.

3 = mual menetap lebih dari 10 menit dan atau muntah lebih dari 2 kali dan membutuhkan pengobatan.

4 = mual muntah membandel yang tidak berespon dengan pengobatan.