Mual muntah pasca operasi atau Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) tidak mengenakkan bagi pasien dan potensial mengganggu penyembuhan paska operatif. Kapur mendeskripsikan PONV sebagai ‘the big little problem’ pada pembedahan ambulatori (Maddali MM, Mathew J, 2003).
Mual adalah suatu sensasi tidak enak yang bersifat subjektif yang berhubungan dengan keinginan untuk muntah. Muntah adalah ekspulsi dengan tenaga penuh dari isi gaster. Stimulus yang bisa mecetuskan mual dan muntah berasal dari olfaktori, visual, vestibular dan psikogenik. Kemoreseptor pada CTZ memonitor level substansi di darah dan cairan serebrospial dan dan faktor – faktor lainnya juga bisa mencetuskan terjadinya PONV.
Muntah diawali dengan bernafas yang dalam, penutupan glotis dan naiknya langit – langit lunak. Diafrahma lalu berkontraksi dengan kuat dan otot – otot abdominal berkontraksi untuk meningkatkan tekanan intra-gastrik. Hal ini menyebabkan isi lambung keluar dengan penuh tenaga ke esofagus dan keluar dari mulut (Honkavaara, P, 1995).
Patofisiologi
Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di medula oblongata, memperantarai refleks muntah. Bagian ini sangat dekat dengan nukleus tractus solitarius dan area postrema. Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) berlokasi di area postrema. Rangsangan perifer dan sentral dapat merangsang kedua pusat muntah dan CTZ. Afferent dari faring, GI tract, mediastinum,ginjal, peritoneum dan genital dapat merangsang pusat muntah. Sentral dirangsang dari korteks serebral, cortical atas dan pusat batang otak, nucleus tractus solitarius, CTZ, dan sistem vestibular di telinga dan pusat penglihatan dapat juga merangsang pusat muntah. Karena area postrema tidak efektif terhadap sawar darah otak, obat atau zat-zat kimia di darah atau di cairan otak dapat langsung merangsang CTZ (Ho KY, Chiu JW, 2005).
Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang berhubungan dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut yang tidak nyaman (Zainumi C M). Nukleus traktus solitaries dapat juga menimbulkan mual muntah dengan perangsangan simpatis dan parasimpatis melalui perangsangan jantung, saluran billiaris, saluran cerna dan saluran kemih (Morgan Jr GE, Mikhail MS, Murray Mj, 2006). Sistem vestibular dapat dirangsang melalui pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada vestibular telinga tengah (Rahman MH, Beattie J, 2004).
Reseptor sepeti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2), opioid dan neurokinin-1 (NK-1) dapat dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius mempunyai konsentrasi yang tinggi pada enkepalin, histaminergik, dan reseptor muskarinik kolinergik. Reseptor- reseptor ini mengirim pesan ke pusat muntah ketika di rangsang. Sebenarnya reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di pusat muntah. Pusat muntah mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf spinal, pernafasan dan otot- otot perut untuk melakukan refleks muntah (Ho KY, Chiu JW, 2005)
Gambar Skema patofisiologi mual dan muntah. Sumber: Rahman MH, Beattie J., 2004. Post Operative Nausea and Vomiting. The Pharmaceutical Journal, Vol. 273
Gambar Patofisiologi mual dan muntah. Sumber: Siregar, D., 2011. Perbandingan Kombinasi Ondansetron 2mg IV Dengan Deksametason 4mg IV Dan Ondansetron 4 mg IV Dengan Deksametason 4mg IV Sebagai Profilaksis Pada Pasien Resiko Tinggi Mual Muntah Setelah Operasi Yang Menjalani Tindakan Operasi Dengan Anestesi Umum Intubasi. Tesis akhir penelitian. Medan.
Gambar Fisiologi Post Operative Nausea and vomiting
Sumber: Siregar, D., 2011. Perbandingan Kombinasi Ondansetron 2mg IV Dengan Deksametason 4mg IV Dan Ondansetron 4 mg IV Dengan Deksametason 4mg IV Sebagai Profilaksis Pada Pasien Resiko Tinggi Mual Muntah Setelah Operasi Yang Menjalani Tindakan Operasi Dengan Anestesi Umum Intubasi. Tesis akhir penelitian. Medan.
Faktor Risiko
1. Faktor – faktor pasien
-
Umur : insidensi PONV 5% pada bayi, 25% pada usia dibawah 5 tahun, 42 – 51% pada umur 6 – 16 tahun dan 14 – 40% pada dewasa.
-
Gender : wanita dewasa akan mengalami PONV 2 – 4 kali lebih mungkin dibandingkan laki – laki, kemungkinan karena hormon perempuan.
-
Obesitas : dilaporkan bahwa pada pasien tersebut lebih mudah terjadi PONV baik karena adipos yang berlebihan sehingga penyimpanan obat – obat anestesi atau produksi estrogen yang berlebihan oleh jaringan adipos.
-
Motion sickness : pasien yang mengalami motion sickness lebih mungkin terkena PONV
-
Perpanjangan waktu pengosongan lambung : pasien dengan kondisi ini akan menambah resiko terjadinya PONV
-
Perokok : bukan perokok akan lebih cenderung mengalami PONV
2. Faktor – faktor preoperatif
-
Makanan : waktu puasa yang panjang atau baru saja makan akan meningkatkan insiden PONV
-
Ansietas : stess dan ansietas bisa menyebabkan muntah
-
Penyebab operasi : operasi dengan peningkatan tekanan intra kranial,obstruksi saluran pencernaan, kehamilan, aborsi atau pasien dengan kemoterapi.
-
Premedikasi : atropine memperpanjang pengosongan lambung dan mengurangi tonus esofageal, opioid meningkatkan sekresi gaster, dan menurunkan motilitas pencernaan. Hal ini menstimulasi CTZ dan menambah keluarnya 5-HT dari sel – sel chromaffin dan terlepasnya ADH.
3. Faktor – faktor intraoperatif
a. Faktor anestesi
-
Intubasi : stimulasi mekanoreseptor faringeal bisa menyebabkan muntah
-
Anestetik : kedalaman anestesi atau inflasi gaster pada saat ventilasi dengan masker bisa menyebabkan muntah
-
Anestesia : perubahan posisi kepala setelah bangun akan merangsang vestibular
-
Obat – obat anestesi : opioid adalah opat penting yang berhubungan dengan PONV. Etomidate dan methohexital juga berhubungan dengan kejadian PONV yang tinggi.
-
Agen anstesi inhalasi : eter dan cyclopropane menyebabkan insiden PONV yang tinggi karena katekolamin. Pada sevoflurane, enflurane, desflurane dan halothane dijumpai angka kejadian PONV yang lebih rendah. N2O mempunyai peranan yang dalam terjadinya PONV. Mekanisme terjadinya muntah karena N2O karena kerjanya pada reseptor opioid pusat, perubahan pada tekanan telinga tengah, stimulasi saraf simpatis dan distensi gaster.
b. Teknik anestesi
Insiden PONV diprediksi lebih rendah dengan spinal anestesi bila dibandingkan dengan general anestesi. Pada regional anestesi dijumpai insiden yang lebih rendah pada emesis intra dan postoperatif.
c. Faktor pembedahan :
-
Kejadian PONV juga berhubungan dengan tingginya insiden dan keparahan PONV. Seperti pada laparaskopi, bedah payudara, laparatomi, bedah plastik, bedah optalmik (stabismus), bedah THT, bedah ginekologi (Gan TJ, 2003).
-
Durasi operasi (setiap 30 menit penambahan waktu resiko PONV meningkat sampai 60%).
4. Faktor – faktor paska operatif
Nyeri, pusing, ambulasi, makan yang terlalu cepat (Saeeda I, Jain P, 2004) Terjadinya PONV sangat kompleks tapi faktor – faktor tertentu diketahui meningkatkan insiden. Faktor – faktor preoperatif yang berhubungan dengan pasien seperti umur, gender, keseimbangan hormonal, berat badan, isi lambung, riwayat sebelumnnya, kecemasan dan riwayat mual muntah.
Faktor – faktor post operatif adalah tekhnik atau obat yang berhubungan dengan hipotensi, nyeri, analgesia opioid, intake oral yang cepat dan pergerakan. Thomson juga menegaskan bahwa penggunaan opioid menstimulasi pusat muntah melalui CTZ tanpa pengaruh dari jalur maupun waktu pemberiannya. (Saeeda I, Jain P, 2004)
Walaupun begitu, intervensi untuk mencegah PONV tidaklah perlu untuk semua populasi pasien, bahkan tanpa profilaksis pasien belum tentu mengalami simptom tersebut. Terlebih lagi intervensi yang dilakukan kurang efikasinya, terutama yang monoterapi. Oleh karena itu, penting untuk memberikan intervensi pada pasien yang mungkin mengalami PONV.
Bagaimanapun, pengertian mengenai faktor resiko PONV belumlah lengkap, untuk mengerti tentang patofisiologi dan faktor resiko PONV dipersulit oleh banyaknya faktor karena banyaknya reseptor dan stimulus. Setidaknya ada 7 neurotransmiter yang diketahui, serotonin, dopamine, muscarine, acetylcholine, neurokinin – 1, histamine dan opioid (Gan TJ, 2006).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan farmakologikal PONV menurut Morgan Jr GE, 2006) dan Wallenborn J, Gelbrich G, Bulst D, 2006 :
-
Antagonist reseptor Serotonin: bahwa tidak ada perbedaan efek dan keamanannya diantara golongan –golongan Antagonist reseptor Serotonin tersebut, seperti Ondansetron , Dolasetron, Granisetron, dan Tropisetron untuk profilaksis PONV. Obat ini efektif bila diberikan pada saat akhir pembedahan. Banyak penelitian dari golongan obat ini seperti Ondansetron dimana mempunyai efek anti muntah yang lebih besar dari pada anti mual.
-
Antagonist dopamin: reseptor dopamin ini mempunyai reseptor di CTZ, bila reseptor ini dirangsang akan terjadi muntah, antagonist Dopamin tersebut seperti:Benzamida (Metoklopramide dan Domperidon),Phenotiazine (Clorpromazine dan Proclorpromazine), dan Butirophenon (Haloperidol dan Droperidol).
-
Antihistamin: Obat ini ( Prometazine dan Siklizine ) memblok H1 dan Reseptor muskarinik di pusat muntah. Obat ini mempunyai efek dalam penatalaksanaan PONV yang berhubungan dengan aktivasi sistem vestibular tetapi mempunyai efek yang kecil untuk muntah yang dirangsang langsung di CTZ .Obat Antikholinergik: Obat ini ( Hyoscine hydrobromide atau Scopolamin) mencegah rangsangan di pusat muntah dengan memblok kerja dari acetylcolin di pada reseptor muskarinik di sistem vestibular.
-
Steroid : Dalam hal ini obat yang sering digunakan adalah deksametason. Deksametason berguna sebagai profilaksis PONV dengan cara menghambat pelepasan prostaglandin. Efek samping pemakaian berulang deksametason adalah peningkatan infeksi, supressi adrenal, tetapi tidak pernah dilaporkan efek samping timbul pada pemakaian dosis tunggal. Obat ini juga menurunkan motilitas lambung dan rangsangan aferen di pusat muntah, efek samping yang sering terjadi pada obat ini adalah pandangan kabur, retensi urine, mulut kering, drowsiness.
Jenis Operasi yang Menyebabakan PONV
Sistem vestibular bisa menstimulasi PONV sebagai akibat dari operasi yang berhubungan dengan telinga tengah, atau gerakan post operatif. Gerakan tiba – tiba dari kepala pasien setelah bangun menyebabkan gangguan vestibular telinga tengah, dan menambah insiden PONV. Acetilkoline dan histamin berhubungan dengan transmisi sinyal dari sistem vestibular ke pusat muntah. Pusat kortikal yang lebih tinggi (cth sistem limbik) juga berhubungan, terutama jika adanya riwayat PONV. Hal ini mencetuskan mual dan muntah yang berhubungan dengan rasa, penglihatan, bau, memori yang tidak enak dan rasa takut. Pusat muntah adalah medulla oblongata yang letaknya sangat dekat dengan pusat viseral lainnya seperti pusat pernafasan dan vasomotor (Chandra, 2012).
Mual dan muntah sering juga ditemukan pascabedah dan bisa sekunder terhadap ileus paralitikus, obstruksi usus halus mekanik, abses dan peradangan intraabdomen (terutama jika dalam epigastrium) serta pemebrian berbagai obat yang lazim diberikan pada pasien bedah. Anestesi umum dan analgesik opiat tersering dilibatkan dalam hal ini. Mual dan muntah yang disebabkan oleh ileus paralitikus dan obstruksi usus memerlukan pendekatan terapi yang lebih agresif. Disamping debilitasi psikolog yang menyertai masa muntah yang lama, juga timbul akibat fisiologi yang telah dikenal. Hipovolemia, hipokalemia dan alkalosis merupakan penyimpangan metabolik dini yang dominan, yang akhirnya bisa memerlukan koreksi jika muntah tetap (Sabiston, 2005).