Apa yang dimaksud dengan motivasi kerja?

Pada dasarnya sebuah organisasi atau perusahaan bukan saja mengharapkan para karyawannya yang mampu, cakap dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Oleh karena itu motivasi kerja sangat penting dan dibutuhkan untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi, sehingga tujuan daripada perusahaan dapat tercapai. Karyawan dapat bekerja dengan produktivitas tinggi karena dorongan motivasi kerja.

Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”. Motivasi mempersoalkan bagaimana dapat memberikan dorongan kepada pengikutnya atau bawahan, agar dapat bekerja semaksimal mungkin atau bekerja bersungguh-sungguh.

Bagaimana dengan motivasi kerja itu sendiri ?

1 Like

Motivasi ini hanya dapat diberikan kepada orang yang mampu untuk mengerjakannya.

“memotivasi merpukan hal yang sangat dilakukan sulit, karena pemimpin sulit untuk mengetahui kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) yang diperlukan bawahan dari hasil pekerjaan itu”.

Motivasi kerja merupakan motivasi yang terjadi pada situasi dan lingkungan kerja yang terdapat pada suatu organisasi atau lembaga.

Pada dasarnya manusia selalu menginginkan hal yang baik-baik saja, sehingga daya pendorong atau penggerak yang memotivasi semangat kerjanya tergantung dari harapan yang akan diperoleh mendatang. Jika harapan itu dapat menjadi kenyataan maka seseorang akan cenderung meningkatkan semangat kerjanya. Tetapi sebaliknya jika harapan itu tidak tercapai akibatnya seseorang cenderung menjadi malas.

Motivasi kerja melingkupi beberapa komponen yaitu:

  • Kebutuhan, hal ini terjadi bila seseorang individu merasa tidak ada keseimbangan antara apa yang dimiliki dan yang diharapkan.
  • Dorongan, dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan perbuatan atau kegiatan tertentu.
  • Tujuan, tujuan merupakan hal yang ingin dicapai oleh individu.

Seseorang yang memiliki tujuan tertentu dalam melakukan suatu pekerjaan, maka ia akan melakukan pekerjaan tersebut dengan antusias dan penuh semangat, termasuk dalam pencapaian cita-cita yang dinginkan. Dengan demikian, antara minat dan motivasi mempunyai hubungan yang erat, karena motivasi merupakan dorongan atau penggerak bagi seseorang dalam pencapaian sesuatu yang diinginkan dan berhubungan langsung dengan sesuatu yang menjadi minatnya.

Motivasi kerja adalah keseluruhan daya penggerak atau tenaga pendorong baik yang berasal dari dalam (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik) yang menimbulkan adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas dalam menjalankan tugas sebagai seorang karyawan.

Teori-teori motivasi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu teori kepuasan dan teori proses.

Teori Kepuasan (Content theory)


Teori ini merupakan teori yang mendasarkan atas faktor- faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkan bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilakunya. Jika kebutuhan semakin terpenuhi, maka semangat bekerjanya akan semakin baik (Malayu S.P Hasibuan, 2005).

Teori-teori kepuasan ini antara lain:

Teori Motivasi Klasik oleh F. W. Taylor

Teori ini dikemukakan oleh Fredrick Wislow Taylor. Menurut teori ini motivasi para pekerja hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis saja. Kebutuhan biologis adalah kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang.

Kebutuhan biologis ini akan terpenuhi, jika gaji atau upah yang diberikan cukup besar. Jadi jika gaji atau upah karyawan dinaikan maka semangat bekerja mereka akan meningkat (Malayu S.P Hasibuan, 2005).

Maslow’s Need Hierarchy Theory

Teori ini disebut juga A Theory of Human Motivation, dikemukakan oleh A. H. Maslow tahun 1943. Dasar teori ini adalah (a) manusia adalah mahluk sosial yang berkeinginan; ia selalu menginginkan lebih banyak dan berlanjut sampai akhir hayat. (b) suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya: hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang menjadi alat motivasi. (c) kebutuhan manusia bertingkat-tingkat (hierarchy).

Herzberg’s Two Factor Theory

Menurut teori ini, motivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah “peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang untuk mengembangkan kemampuan”.

Hasil penelitian Herzberg yang menarik adalah bahwa bila para karyawan merasa puas dengan pekerjaannya, kepuasan itu didasarkan faktor-faktor yang bersifat intrinsik seperti keberhasilan mencapai sesuatu pengakuan yang diperoleh, sifat pekerjaan yang dilakukan, rasa tanggung jawab, kemajuan dalam karier, pertumbuhan profesional dan intelektual yang dialami oleh seseorang. Sebaliknya apabila para karyawan merasa tidak puas dengan pekerjaannya, ketidakpuasan itu pada umumnya dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik, artinya bersumber dari luar diri karyawan yang bersangkutan, seperti: kebijakan organisasi, pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan, supervisi oleh manajer, hubungan interpersonal dan kondisi kerja (Malayu S.P Hasibuan, 2005).

Mc. Clelland’s Achivement Motivation Theory

Teori ini dikemukakan oleh David Mc. Clelland. Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Mc. Celland mengelompokan tiga kebutuhan manusia yang dapat memotivasi gairah bekerja yaitu:

  1. Kebutuhan akan prestasi (Need for Achievement = n.Ach)
  2. Kebutuhan akan Afiliasi (Need for Affliation = n.Af)
  3. Kebutuhan akan kekuatan (Need for Power = n.Pow) (Malayu S.P Hasibuan, 2005).

Alderfer’s Existence, Relatedness ang Growth (ERG)Theory

Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer seorang ahli dari Yale University. Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori kebutuhan yang diungkapkan oleh A. H. Maslow. ERG Theory ini oleh para ahli dianggap lebih mendekati keadaan sebenarnya berdasarkan fakta-fakta empiris.

Aldefer mengemukakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan yang utama, yaitu:

  1. Kebutuhan akan keberadaan (Existence Needs)
  2. Kebutuhan akan Afiliasi (Relatedness Needs)
  3. Kebutuhan akan kemajuan (Growth Needs).

Teori Motivation Human Relation

Teori ini mengutamakan hubungan seseorang dengan lingkungannya. Menurut teori ini seseorang akan berprestasi baik jika ia diterima dan diakui dalam pekerjaan serta lingkungannya.

Teori ini menekankan peranan aktif pimpinan organisasi dalam memelihara hubungan dan kontrak-kontrak pribadi dengan bawahannya yang dapat membangkitkan gairah kerja. Teori ini menganjurkan bila dalam memotivasi bawahan memerlukan kata-kata, hendaknya kata-kata itu mengandung kebijakan, sehingga dapat menimbulkan rasa dihargai dan sikap optimis.

Teori Motivasi Claude

Teori ini menyatakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan ia bekerja, yaitu:

  • Upah yang layak
  • Kesempatan untuk maju
  • Pengakuan sebagai individu
  • Keamanan kerja
  • Tempat kerja yang baik
  • Penerimaan oleh kelompok
  • Perlakuan yang wajar
  • Pengakuan atas prestasi.

Teori Proses (Process theory)


Teori proses pada dasarnya berusaha untuk menjawab pertanyaan “bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku individu”, agar individu bekerja giat sesuai dengan keinginan manajer.

Hal ini menunjukan bahwa adanya kausal yaitu sebab dan akibat. Teori motivasi proses ini, dikenal atas:

Teori pengukuhan ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Sehingga sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku itu. Teori pengukuhan ini menurut Malayu S. P. Hasibuan (2007) terdiri dari dua jenis, yaitu:

  • Pengukuhan positif (positive reinforcement), yaitu bertambah frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan positif diterapkan secara bersyarat.
  • Pengukuhan negatif (negative reinforcement), yaitu bertambah frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.

Motivasi (motivation) berasal dari perkataan bahasa Latin, yakni Movere, yang berarti “menggerakkan” (to move) (Winardi, 2001). Beberapa istilah motivasi menurut para ahli dijelaskan sebagai berikut: Mitchell (dalam Winardi, 2001) menjelaskan bahwa motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya peristensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunteer) yang diarahkan kearah tujuan tertentu.

Motivasi menurut Grey dkk., (dalam Winardi, 2001) adalah hasil sejumlah proses, yang bersifat internal atau eksternal bagi seseorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap entusiasme dan persistensi untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.

Knootz (dalam Winardi, 2001) menjelaskan motivasi sebagai adanya dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan. Robbins (dalam Winardi, 2001) menjelaskan motivasi sebagai suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu.

Munandar (2006) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu.

American Encyclopedia menjelaskan bahwa motivasi adalah kecenderungan dalam diri seseorang yang mengarahkan perilakunya.

Sedangkan menurut Chaplin (1981), motivasi adalah satu variabel penyelang (yang ikut campur tangan) yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju satu sasaran.

Motivasi Kerja

Motivasi kerja adalah kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi, untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian, yang dikondisikan oleh adanya kemampuan untuk berusaha sedemikian rupa dalam memenuhi kebutuhan individu (Robbins dkk., 1999).

Terdapat 2 tipe teori motivasi, yaitu content theories dan process theories (Schultz & Schultz, 2006). Teori konten berfokus pada pentingnya pekerjaan itu sendiri, termasuk didalamnya tantangan dan tanggung jawab pekerjaan, yang akan memotivasi dan mengarahkan perilaku manusia. Sedangkan teori proses tidak berfokus pada pekerjaan itu, namun berfokus pada proses kognitif yang digunakan oleh manusia dalam membuat pilihan dan keputusan mengenai pekerjaan mereka (Schultz & Schultz, 2006).

Teori yang termasuk ke dalam teori konten yaitu teori karakteristik pekerjaan (job-characteristic theory). Karakteristik spesifik suatu pekerjaan dapat memengaruhi kondisi psikologis karyawan dan mampu memotivasi karyawan apabila mereka memiliki kebutuhan yang tinggi untuk terlibat didalam nya (Hackman & Oldman, dalam Schultz & Schultz, 2006).

Karakteristik yang dimaksud, adalah:

  1. Variasi pekerjaan, menyangkut seberapa jauh karyawan menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dalam bekerja. Semakin pekerjaan itu menantang maka pekerjaan itu semakin berarti.

  2. Identitas pekerjaan, yaitu kesatuan dari pekerjaan. Artinya, apakah karyawan melakukan tugas secara keseluruhan atau hanya sebagian dari pekerjaan tersebut.

  3. Signifikansi pekerjaan, yaitu mengenai derajat kepentingan suatu pekerjaan bagi kehidupan dan kesejahteraan orang banyak.

  4. Otonomi, yaitu kebebasan karyawan dalam melakukan pekerjaan mereka.

  5. Umpan balik, yaitu jumlah informasi yang diterima karyawan mengenai efektivitas dan kualitas dalam mengerjakan tugas.

Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan atau semangat kerja. Dorongan atau semangat kerja tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat, sehingga motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan didalam perbuatannya yang mempunyai tujuan tertentu (As’ad, 1999).

Menurut Stephen P. Robbins, motivasi merupakan kesediaan untuk mengeluarkan upaya yang tinggi ke arah tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual.

Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya (As’ad, 1999).

Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, sedangkan motivasi kerja karyawan akan mensuplai energi untuk bekerja/mengarahkan aktivitas selama bekerja serta menyebabkan karyawan mengetahui adanya tujuan yang relevan dengan tujuan organisasi.

Hasibuan (1996) menyebutkan bahwa tujuan dari motivasi kerja adalah:

  1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja
  2. Meningkatkan produktivitas kerja
  3. Mempertahankan kestabilan kerja
  4. Meningkatkan disiplin kerja
  5. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
  6. Mengefektifkan pengadaan karyawan
  7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi
  8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
  9. Bertanggung jawab terhadap pekerjaan

Menurut Sardiman (2006), ciri-ciri yang terlihat terkait dengan motivasi pada diri seseorang adalah :

  1. Tekun menghadapi tugas
  2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa)
  3. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah
  4. Lebih senang bekerja mandiri
  5. Tidak cepat bosan terhadap tugas-tugas yang rutin
  6. Dapat mempertahankan pendapatnya
  7. Tidak cepat menyerah terhadap hal yang diyakini
  8. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal

Setiap orang berbeda kebutuhan, keinginan dan kekurangannya. Mereka kerja disuatu perusahaan dengan harapan akan terpenuhi kebutuhannya, keinginan maupun kekurangannya sehingga memperoleh kepuasan lahir batin. Namun demikian, jika dilihat dari sisi kepegawaian, mereka bekerja secara kelompok, mereka tidak lepas dari pengaruh lingkungan, latar belakang serta kebudayaannya (Suhandang, 2004).

Pada prinsipnya setiap manusia mempunyai needs (kebutuhan, dorongan, faktor intrinsic dan faktor extrinsic) yang kemunculannya sangat tergantung pada kepentingan individu.

Untuk mengukur kondisi motivasi kerja seseorang, dapat diukur dengan cara sebagai berikut (Sutrisno, 2009) :

  1. Meningkat: motivasi kerja meningkat apabila karyawan memiliki disiplin dan loyalitas kerja yang tinggi, mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pekerjaan serta menghasilkan kualitas hasil pekerjaan yang sangat memuaskan bagi pimpinan dan kemajuan perusahaan

  2. Menurun: motivasi kerja menurun apabila karyawan kurang memiliki disiplin kerja, kurang mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pekerjaan serta kualitas hasil pekerjaan yang kurang memuaskan bagi atasan.

Menurut Greenberg & Baron (2003), motivasi bekerja adalah seperangkat proses yang membangkitkan, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku manusia untuk mencapai suatu tujuan.

Sedangkan menurut As’ad (1998), motivasi bekerja diartikan sebagai keadaan membangkitkan motif, mengembangkan daya gerak, atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau suatu tujuan.

Aspek-Aspek Motivasi Bekerja


Menurut Walgito (2001), motivasi terdiri dari tiga aspek, yaitu :

  • Keadaan terdorong dalam diri individu, yaitu kesiapan bergerak karena kebutuhan.

  • Perilaku yang timbul dan terarah karena adanya kebutuhan tersebut.

  • Goal /tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut.

Menurut Purwanto (Patriana, 2007) mengemukakan tiga aspek yang mendasari motivasi seorang individu untuk bekerja, yaitu:

  • Menggerakkan, menimbulkan kekuatan, memimpin individu untuk bertindak dengan cara tertentu.

  • Mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku: motivasi menyediakan suatu orientasi tujuan.

  • Menjaga dan menopang tingkah laku : diperlukan juga dukungan dari lingkungan sekitar selain kekuatan dari individu.

Menurut Greenberg & Baron motivasi bekerja adalah seperangkat proses yang membangkitkan, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku manusia untuk mencapai suatu tujuan.

Greenberg & Baron (2003) menyatakan bahwa motivasi seorang individu untuk bekerja terdiri atas tiga aspek. Ketiga aspek tersebut adalah:

  • Arousal
    Aspek ini berkaitan dengan dorongan, energy yang mendasari perilaku bekerja. Ketertarikan untuk memenuhi dorongan ini membawa individu terikat dalam suatu perilaku untuk memenuhi dorongan tersebut.

  • Direct behavior
    Aspek ini berkaitan dengan pilihan yang dibuat seorang individu dan berbagai pilihan cara yang akan ditempuh sebagai jalan mencapai tujuan yang ingin diraih. Aspek ini ditunjukkan dengan perilaku yang secara langsung maupun tidak langsung mengarah pada tujuan yang ingin dicapai oleh individu.

  • Maintaining behavior
    Aspek yang terakhir adalah maintaining behavior atau mempertahankan perilaku, maksudnya adalah seberapa lama seorang individu mampu mempertahankan perilakunya dalam bekerja sehingga tujuan mereka dapat tercapai. Seorang individu yang menyerah dalam mencapai tujuan mereka, serta orang yang tidak tahan berusaha dalam mempertahankan usaha mencapai tujuan disebut sebagai individu yang motivasi kerjanya kurang atau rendah.

Anoraga dan Suyati (1995) menyatakan bahwa aspek-aspek motivasi untuk bekerja adalah:

  • Keadaan termotivasi dalam diri individu.
  • Tingkah laku yang timbul dan diarahkan oleh keadaan.
  • Suatu tujuan ke arah mana tingkah laku tersebut diarahkan.

Faktor-faktor Motivasi Bekerja


Menurut Gage & Barliner, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi seorang individu untuk melakukan pekerjaan dibagi menjadi lima faktor, yaitu :

  • Kebutuhan. Proses motivasi terjadi karena adanya kebutuhan atau rasa kekurangan. Kebutuhan yang muncul membuat individu bertingkah laku tertentu untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

  • Sikap. Sikap seorang individu terhadap suatu objek melibatkan emosi serta elemen kognitif, yaitu bagaimana seorang individu membayangkan atau mempersepsikan sesuatu akan mempengaruhi motivasinya dalam bertingkah laku.

  • Minat. Suatu minat yang besar akan mempengaruhi atau menimbulkan motivasi, sehingga motivasi akan lebih tinggi jika ada minat yang mendasari.

  • Nilai, yaitu suatu pandangan individu akan sesuatu hal atau suatu tujuan yang diinginkan atau dianggap penting dalam hidup individu tersebut.

  • Aspirasi, yaitu harapan individu akan sesuatu. Aspirasi yang tinggi akan membuat seorang individu mencoba dan berusaha mencapai suatu hal yang diharapkan.

Rice mengemukakan bahwa motivasi bekerja dipengaruhi oleh faktor kebutuhan emosional.Kebutuhan emosional adalah kebutuhan yang berkaitan dengan kondisi emosional yang ada dalam diri, kebutuhan ini antara lain adalah:

  • Pengakuan (recognition). Seseorang yang bekerja akan menjadi “seseorang” yang dikenal dan diakui keberadaannya oleh orang lain sehingga mereka akan mendapatkan kepuasan akan kebutuhan emosional.

  • Pujian (praise). Bagi seseorang, semakin meluasnya kesuksesan yang diperoleh baik di mata mereka sendiri atau dimata orang lain maka mereka akan mencapai kepuasan diri dan pengakuan.

  • Pembenaran (approval). Seseorang yang berpikir filosofis akan menganggap bahwa bekerja merupakan satu jalan yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita dan pemuasan tujuan-tujuan.

  • Kasih sayang (love). Rasa kasih sayang pada keluarga memotivasi seseorang melakukan pekerjaan, sehingga dengan bekerja seseorang dapat menghasilkan uang untuk memenuhi segala kebutuhan keluarga yang mereka kasihi.

  • Kemandirian (independence). Seseorang bekerja untuk menunjukkan bahwa mereka telah tumbuh dewasa, mampu mandiri secara finansial, emansipasi dari orang tua, dan mampu untuk melakukan segala sesuatu sendiri.

Monks (2004) mengemukakan dua faktor yang sangat mempengaruhi pilihan untuk bekerja pada seseorang, dua faktor tersebut adalah :

  • Faktor Sosial-Ekonomi
    Pengaruh faktor sosial-ekonomi tidak dapat dilepaskan keputusan seorang untuk bekerja. Sebab sebagian besar alasan seseorang bekerja adalah karena faktor kebutuhan ekonomi yang kurang mencukupi serta keadaan sosial yang kurang menguntungkan. Seseorang dari kalangan ekonomi rendah lebih memiliki keinginan untuk bekerja dikarenakan tuntutan kondisi ekonomi, sedangkan pada seseorang dari kalangan ekonomi menengah ke atas memiliki keinginan bekerja karena proses emansipasi.

  • Faktor Sosial-Kultural
    Faktor sosial-kultural mengarah pada jenis pekerjaan apa yang pantas dikerjakan oleh perempuan, dan mana jenis pekerjaan yang layak dikerjakan oleh laki-laki. Sebelumnya, pekerjaan remaja perempuan sangat terbatas, tetapi sekarang telah banyak jenis pekerjaan yang dapat dilakukan oleh perempuan. Sehingga jumlah perempuan yang bekerja semakin bertambah.

Motivasi kerja menurut Terry Mitchell (dalam Werner dan DeSimone, 2006) didefinisikan sabagai proses psikologis yang menyebabkan timbulnya tindakan, yang memiliki arah dan terus menerus untuk mencapai tujuan. Wood, et.al (2001 :150) motivasi kerja ditentukan oleh keyakinan individu tentang hubungan antara effort- performance dan menyenangi berbagai macam outcome dari level performance yang berbeda-beda. Keith Davis & Newstroom (1995) karyawan termotivasi dalam bekerja adalah seseorang yang melihat bahwa pekerjaannya mencapai tujuan-tujuan pentingnya. Wexley and Yukl (1992), mengemukakan bahwa motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu motivasi kerja biasa disebut pendorong semangat kerja.

Inti dari definisi motivasi kerja yang telah dikemukakan di atas menyatakan bahwa motivasi kerja berkaitan erat dengan upaya (effort) yang dikeluarkan seseorang dalam bekerja. Motivasi merupakan faktor penting dalam mencapai kinerja tinggi. Kunci dalam prinsip motivasi menyebutkan bahwa kinerja merupakan fungsi dari kemampuan (ability) dan motivasi.

Dalam penelitian pada variabel motivasi kerja yang akan dilakukan, peneliti akan mengkaji menggunakan pendekatan teori harapan ( Expectancy) yang dikemukakan oleh Vroom (dalam A.S. Munandar, 2001), dimana motivasi merupakan seberapa besar upaya untuk mengerahkan usaha untuk mencapai hasil/imbalan tertentu. Menurut Vroom motivasi adalah hasil dari tiga komponen yaitu :

  • Valence
    Valence mengacu pada kekuatan preferensi seseorang untuk memperoleh imbalan. Ini merupakan ungkapan kadar keinginan seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Apabila seseorang lebih suka tidak mendapatkan suatu hasil ketimbang memperolehnya, valensi hasil itu negatif. Apabila seseorang tidak menaruh perhatian pada suatu hasil, valensinya 0. Jenjang valensi itu secara keseluruhan beranjak dari-1 sampai dengan +1.

  • Expectancy
    Expectancy (harapan) adalah kadar kuatnya keyakinan bahwa upaya kerja akan menghasilkan penyelesaian suatu tugas. Harapan dinyatakan sebagai kemungkinan ( probability) perkiraan pegawai tentang kadar sejauh mana prestasi yang dicapai ditentukan oleh upaya yang dilakukan. Karena harapan merupakan hubungan antara upaya dan prestasi, nilainya dapat beranjak dari 0 sampai 1. Apabila seorang pegawai tidak melihat adanya kemungkinan bahwa upayanya akan menghasilkan prestasi yang diinginkan, harapannya adalah 0. Sedangkan pegawai yang sangat yakin bahwa tugas dapat diselesaikan, nilai harapannya adalah 1.

  • Instrumentality
    Instrumentality menunjukan keyakinan pegawai bahwa akan memperoleh suatu imbalan apabila tugas dapat diselesaikan. Nilai instrumentality juga beranjak dari 0 sampai dengan 1. Apabila seorang pegawai memandang bahwa promosi didasarkan atas data prestasi, instrumentality akan bernilai tinggi. Akan tetapi, apabila dasar bagi keputusan itu tidak jelas, maka ia akan memperkirakan kecil kemungkinannya.
    menurut Bernardin dan Russel (1993) kinerja didefinisikan sebagai catatan tentang hasil yang diperoleh dari fungsi pekerjaan spesifik atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu.

Menurut Campbell (1990), kinerja didefinisikan sebagai perilaku untuk menyelesaikan sesuatu. Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan hasil yang dapat dicapai oleh seseorang karyawan dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan tugasnya yang mengarah pada suatu tujuan organisasi.

Menurut Bernardin & Russel (2003) untuk mengukur kinerja karyawan dapat digunakan beberapa dimensi kinerja, antara lain:

  1. Quantity (kuantitas) merupakan produksi yang dihasilkan dapat ditunjukkan dalam satuan mata uang, jumlah unit, atau jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan.

  2. Quality (kualitas) merupakan tingkatan di mana proses atau hasil dari penyelesaian suatu kegiatan mendekati sempurna.

  3. Timeliness (ketepatan waktu) merupakan di mana kegiatan tersebut dapat diselesaikan, atau suatu hasil produksi dapat dicapai, pada permulaan waktu yang ditetapkan bersamaan koordinasi dengan hasil produk yang lain dan memaksimalkan waktu yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan lain.

  4. Cost effectiveness (efektivitas biaya) merupakan tingkatan di mana sumber daya organisasi, seperti manusia, keuangan, teknologi, bahan baku dapat dimaksimalkan dalam arti untuk memperoleh keuntungan yang paling tinggi atau mengurangi kerugian yang timbul dari setiap unit atau contoh penggunaan dari suatu sumber daya yang ada.

  5. Interpersonal impact (hubungan antar perseorangan) merupakan tingkatan di mana seorang karyawan mampu untuk mengembangkan perasaan saling menghargai, niat baik dan kerjasama antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain dan juga pada bawahan.

Munandar (2001) mendefenisikan motivasi sebagai suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiataan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Steer dan Porters (1191 dalam Riggio, 2009) mendefenisikan motivasi sebagai sebuah dorongan yang memiliki 3 fungsi yaitu

  • mendorong munculnya prilaku,
  • memberi arah
  • serta mempertahankan perilaku individu menuju tujuan.

Pernyataan tersebut serupa dengan pendapat Robbins (2005) yang menjelaskan bahwa terdapat tiga elemen kunci dalam motivasi yaitu

  • intennsitas
  • arah
  • persitensi

Intensitas berhubungan dengan tingkat seberapa keras seseorang berusaha kepada arah tujuan yang diharapkan oleh individu tersebut, kemudian motivasi memiliki elemen persistensi yaitu mengenai seberapa lama seseorang bisa mempertahankan usaha untuk mencapai tujuan mereka, dalam konteks pekerjaan motivasi yang akan diukur dalam penelitian ini adalah motivasi kerja.

Motivasi kerja di definisikan sebagai kekuatan atau kecenderungan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu berdasarkan pada suatu pengharapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu serta daya tarik hasil tersebut bagi individu (Vroom; Porter & Lawler, dalam Steer & Porter , 1991).

Motivasi mempunyai kaitan erat dengan gaya kepemimpinan. Karena keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain sangat tergantung kepada kewibawaan dan bagaimana menciptakan motivasi dalam diri setiap karyawan, sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai.

Karyawan sangat membutuhkan motivasi dari pimpinan untuk mewujudkan cita-cita di masa mendatang baik melalui pelatihan, pada saat bekerja, sehingga terbentuk suatu sinergi yang dapat meningkatkan produktivitas. Pada dasarnya motivasi kerja dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan sehingga berpengaruh pada pencapaian tujuan perusahaan (Wahjosimidjo dalam Surbakti dan Suharnomo, 2013).

Motivasi adalah proses dimana upaya seseorang diberi energi, diarahkan dan berkelanjutan untuk menuju mencapai tujuan. Motivasi merupakan dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia pada pencapaian tujuan. Sedangkan elemen yang terkandung dalam motivasi meliputi unsur membangkitkan, mengarahkan, menjaga, menunjukkan intesitas, bersifat terus-menerus dan adanya tujuan (Robbins dan Coulter, 2012).

Motivasi kerja mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu: ekspektasi keberhasilan pada tugas, instrumentalis yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas dan valensi yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan positif, netral, atau negatif (Mangkunegara, 2006).

Motivasi sebagai proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Motivasi umumnya terkait dengan upaya ke arah sasaran, tapi fokus dalam hal ini adalah tujuan organisasi agar mencerminkan minat tunggal terhadap perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan.

Selanjutnya dikenal teori dua faktor atau teori motivasi- higiene yang dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg:

  1. Faktor motivator (satisfiers), situasi yang merupakan sumber kepuasan kerja, sehingga mendorong orang untuk berperilaku tertentu dan memotivasi untuk bekerja lebih giat dan semangat, sehingga memberikan kepuasan kerja, terdiri dari penghargaan, tanggung jawab, pekerjaan yang menarik, pertumbuhan dan perkembangan, prestasi kerja dan lain-lain.

  2. Faktor hygiene (dissatisfiers), yang menjadi penyebab seseorang untuk tidak melakukan sesuatu, karena jika dilakukan akan menghadapi ketidakpuasan, terdiri dari kebijakan organisasi, supervisi, kondisi lingkungan, hubungan antar manusia, gaji, keamanan, dan lain-lain (Robbins, 2006).

Motivasi kerja merupakan motivasi yang terjadi pada situasi dan lingkungan kerja yang terdapat pada suatu organisasi atau lembaga. Keberhasilan dan kegagalan pendidikan memang sering dikaitkan dengan motivasi kerja guru. Pada dasarnya manusia selalu menginginkan hal yang baik-baik saja, sehingga daya pendorong atau penggerak yang memotivasi semangat kerjanya tergantung dari harapan yang akan diperoleh mendatang jika harapan itu menjadi kenyataan maka seseorang akan cenderung meningkatkan motivasi kerjanya (Wibowo, 2010).

Motivasi kerja merupakan suatu keahlian dalam mengarahkan atau mengendalikan dan menggerakan seseorang untuk melakukan tindakan akan perilaku yang diinginkan berdasarkan sasaran-sasaran yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Ada tiga faktor sumber motivasi kerja (Veithzal, 2009):

  1. Kemungkinan untuk berkembang.
  2. Jenis pekerjaan.
  3. Apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan di tempat mereka bekerja.