Apa yang dimaksud dengan Money Laundering?

Apa yang dimaksud dengan konsep Money Laundering?

2 Likes

Money Laundering merupakan tindak kejahatan serius, bahkan sudah termasuk dalam kejahatan transnasional. Banyaknya negara yang bekerjasama untuk memberantas kegiatan money laundering menjadi bukti betapa besar dampak kerugian yang ditimbulkan oleh aktivitas tersebut. Artikel ini akan membagikan Citra umum mengenai konsep money laundering (tindak kejahatan pencucian uang).

Merujuk di salah satu sumber referensi untuk memahami definisi money laundering. Menurut situs resmi organisasi kepolisian internasional (Interpol), money laundering didefinisikan sebagai “any act or attempted act to conceal or disguise the identity of illegally obtained proceeds to ensure of which they appear to have originated via legitimate sources.”

Referensi

(www.interpol.int).

Pengertian Money Laundering


Pencucian uang atau money laundering pertama kalinya dipakai sebagai terminologi kejahatan di Amerika Serikat pada tahun 1930-an dimana istilah ini merujuk pada perbuatan mafia dalam memproses uang hasil kejahatannya untuk dicampur dengan bisnis yang sah dengan tujuan agar uang kotor tersebut menjadi bersih atau terlihat sebagai uang dari hasil usaha yang sah (Ronal K. Noble dan CE Golumbic, dikutip oleh Yenti Garnasih, 2003).

Istilah money laundering sendiri konon dipakai karena para mafia membeli perusahaan pencucian pakaian (laundromat) sebagai tempat mereka menginvestasikan dan mencampur hasil kejahatan mereka yang amat besar yang berasal dari hasil pemerasan, penjualan minuman keras ilegal, perjudian maupun pelacuran (Yenti Ginarsih, 2003). Namun, nampaknya tidak semua setuju dengan asal muasal istilah money laundering yang dikaitkan dengan cerita mafia tersebut. Menurut Jeffrey Robinson, mitos mafia tersebut hanya karangan belaka, sedangkan istilah money laundering sendiri dipakai karena istilah tersebut secara tepat mendeskripsikan proses yang terjadi, yakni uang tidak sah (kotor) ditempatkan melalui siklus transaksi-transaksi (dicuci), sehingga hasil yang keluar menjadi uang sah (bersih) (Jeffrey Robinson, 2004).

Pencucian uang sendiri bukan merupakan kejahatan tunggal, akan tetapi termasuk kejahatan ganda (dual crime) yang selalu berkaitan dengan kejahatan asal/core crime/predicate crime/predicate offence-nya. Pencucian uang merupakan follow up crime atau kejahatan lanjutan (Yenti Garnasih, 2003: 48). Di Australia, kejahatan pencucian uang disebut sebagai proceed of crime act yakni tindakan kejahatan atas hasil kekayaan yang diperoleh dari kejahatan (Yenti Garnasih, 2003).

Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang


Tindak Pidana Pencucian Uang dirumuskan di dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7. Pasal 3 ayat (1) yang menyatakan bahwa : “Setiap orang yang dengan sengaja :

  • menempatkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patutdiduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, baik atas nama sendiri atau atasnama pihak lain;

  • mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu Penyedia Jasa Keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain;

  • membayarkan atau membelanjakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;

  • menghibahkan atau menyumbangkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;

  • menitipkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;

  • membawa ke luar negeri Harta Kekayaan yang diketahuinyaatau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana; atau

  • menukarkan atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya.

Pasal 6 ayat (1), berbunyi: “Setiap orang yang menerima atau menguasai :

  • penempatan;
  • pentransferan;
  • pembayaran;
  • hibah;
  • sumbangan;
  • penitipan; atau
  • penukaran.

Subyek hukum dari Pasal 7 adalah :

  • Setiap Warga Negara Indonesia (WNI),
  • Korporasi Indonesia.

Pencucian uang (money laundry) adalah suatu perbuatan merubah dan menyembunyikan uang tunai atau asset yang diperoleh dari suatu kejahatan, yang terlihat seperti berasal dari sumber yang sah.

Dana haram (illifict funds) tidak bersifat seperti dunia pada umumnya, karena dana ini dapat merusak pasar, merugikan perserta pasar yang sah dan selalu tidak memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi jangka panjang dan stabilitas pasar tempat dimana dana tersebut tersenbunyi. Problematik pencucian uang yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama “money laundry” mulai sekarang dibahas, karena banyak menyita perhatian dunia international disebabkan dimensi dan implikasinya yang melanggar batas-batas negara.

Sebagai suatu fenomena kejahatan yang menyangkut terutama dunia kejahatan yang dinamakan “organized crime” , ternyata ada pihak- pihak tertentu yang ikut menikmati keuntungan dari lalu lintas pencucian uang tanpa menyadari akan dampak kerugian yang ditimbulkan. (Ramelan, 2008 ). Erat bertalian dengan hal terakhir ini adalah dunai perbankan yang pada satu pihak beroperasional atas dasar kepercayaan para kaonsumen, namun pada pihak lain, apakah akan membiarkan kejahatan pencucian uang ini terus merajalela.

Ada pelbagai rumusan bertalian dengan makna pencucian uang atau “money laundry” pada dasarnya perumusan itu menyangkut suatu proses pencucian uang yang diperoleh dari kejahatan dan dicuci melalui suatu lembaga keuangan (bank) atau penyedia jasa keuangan, sehingga pada akhirnya uang yang haram itu mendapatkan suatu penampilan sebagai uang yang sah atau halal.

Dari literatur-literatur yang ada, maka dapat diketahui, maka Al- Capone , penjahat terbesar di Amerika masa lalu, mencuci uang hitam dari masa kejahatannya dengan memakai si genius Mayer Lansky , orang Polandia, yang bekerja sebagai seorang Akuntan, Al-Capone mencuci uang kejahatan melalui usaha binatu (laundry), demikianlah asal muasal nama “Money Laundering”

Definisi

Ada 3 (tiga) pengertian, yakni :

  • Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 adalah *perbuatan menempatkan, mentrasfer, membayarkan, membelanjakan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya

  • Atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan Hasil Tindak Pidana .

  • Dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Sedangkan pengertian Harta Kekayaan menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003, adalah semua benda bergerak atau tidak bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud.

Delik TPPU

Tindak Pidana Pencucian Uang dirumuskan didalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7.

Pasal 3 ayat (1)

  • Setiap orang yang dengan sengaja :

    • Menempatkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya melakukan merupakan hasil tindak pidana ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama pihak lain.

    • Menstrasfer Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu Penyedia Jasa Keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain.

    • Membayarkan atau membelanjakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain.

    • Menghibahkan atau menyumbangkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain.

    • Menitipkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain.

    • Membawa keluar negeri Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

    • Menukarkan atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya. (Yunus Husein, 2007 )

Dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal- usul Harta Kekayaan yang diketahuinya, atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).

Pasal 6 ayat (1)

  • Setiap orang yang menerima atau menguasai :

    • Penempatan

    • Pentrasferan

    • Pembayaran

    • Hibah

    • Sumbangan

    • Penitipan

    • Penukaran

Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).

Pasal 7

Setiap Warga Negara Indonesia dan / atau Korporasi Indonesia yang berada di Luar Wilayah Negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

  • Subyek hukum dari Pasal 7** *adalaH

    • Setiap Warga Negara Indonesia (WNI)

    • Korporasi Indonesia.

UU ini tidak mengatur subyek hukum bagi WNA dan Korporasi Asing. Sedangkan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) adalah kejahatan yang dilakukan dalam batas wlayah negara (transnational) , sehingga bukan tidak mungkin pelakunya adalah WNA atau Korporasi Asing, tetapi tidak menjadi subyek hukum, dengan demikian mereka tidak terjangkau undang-undang ini.

Sehingga Pasal 7 ini hanya berkaitan dengan Pasal 3 saja, sekali lagi untuk WNA atau Korporasi Asing yang ada di Luar Negeri apabila menempatkan atau mentrasfer Harta Kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana ke wilayah Negara Ri tidak merupakan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Definisi Pencucian uang (Money Landering)


Sesuai pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU) yang dimaksud dengan
pencucian uang adalah ”segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana
sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini”.

Pencucian uang adalah “proses dimana hasil kejahatan dimasukkan melalui serangkaian transaksi, yang menyamarkan asal-usul ilegal mereka, dan membuatnya tampak berasal dari sumber yang sah” (Samantha, Maitland, Choo, & Liu, 2012) .

Pencucian uang adalah contoh kejahatan keuangan yang sering dilakukan sebagai kejahatan kerah putih (Abramova, 2007; Council of Europe, 2007; Elvins, 2003).

Pencucian uang adalah semacam kegiatan kriminal yang berusaha menyembunyikan ilegalitas hasil kejahatan dengan menyamarkannya sebagai pendapatan yang sah (Joyce, 2005; He, 2010; Ping, 2005; Schneider, 2004; Stedje, 2004). Tujuan pencucian adalah untuk membuatnya tampak seolah-olah hasil diperoleh secara legal, serta menyamarkan asal-usulnya yang ilegal (Financial Intelligence Unit, 2008).

Menurut Ping (2010), pencucian uang adalah kejahatan yang tersebar luas dan dilakukan secara rahasia di bawah pimpinan sistem hukum dan perlu diungkap. Ini dapat dilakukan melalui transaksi tunai, bank dan bank bawah tanah, perusahaan asuransi, bisnis lotre, perusahaan shell, lembaga keuangan luar negeri, internet dan tenaga hukum seperti pengacara.

Jadi dapat disimpulkan secara umum pencucian uang dapat diartikan sebagai metode untuk menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi tindak pidana, tindak pidana ekonomi, korupsi, perdagangan narkotika dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas tindak pidana. Melihat pada definisi di atas, maka pencucian uang pada intinya melibatkan aset (pendapatan/kekayaan) yang disamarkan atau disembunyikan asal usulnya sehingga dapat digunakan tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan illegal. Melalui pencucian uang, pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kegiatan melawan hukum diubah menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber sah/legal.

Sanksi pidana dan denda dalam tindak pidana pencucian uang di Indonesia


Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU) dijelaskan tentang perbuatan, sanksi pidana dan denda dalam tindak pidana pencucian uang, yang dituangkan dalam pasal 3 sampai dengan pasal 10 sebagai berikut:

  1. Pasal 3
    Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
    membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah
    bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

  2. Pasal 4
    Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi,
    peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta
    kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana
    pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

  3. Pasal 5

    1. Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
    2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
  4. Pasal 6

    1. Dalam hal tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh korporasi, pidana dijatuhkan terhadap korporasi dan/atau personil pengendali korporasi.
    2. Pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak pidana pencucian uang:
      a. dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali korporasi;
      b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi;
      c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan
      d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi.
  5. Pasal 7

    1. Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
    2. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
      a. pengumuman putusan hakim;
      b. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha korporasi;
      c. pencabutan izin usaha;
      d. pembubaran dan/atau pelarangan korporasi;
      e. perampasan aset korporasi untuk negara; dan/atau
      f. pengambilalihan korporasi oleh negara.
  6. Pasal 8
    Dalam hal harta terpidana tidak cukup untuk membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, pidana denda tersebut diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan.

  7. Pasal 9

    1. Dalam hal korporasi tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), pidana denda tersebut diganti dengan
      perampasan harta kekayaan milik korporasi atau personil pengendali korporasi yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang dijatuhkan.
    2. Dalam hal penjualan harta kekayaan milik korporasi yang dirampas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, pidana kurungan pengganti denda dijatuhkan terhadap personil pengendali korporasi dengan memperhitungkan denda yang telah dibayar.
  8. Pasal 10
    Setiap orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
    Indonesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.

Proses Pencucian Uang (Money Laundering)

Sekalipun terdapat berbagai macam modus operasi pencucian uang, namun pada
dasarnya pencucian uang dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap kegiatan yaitu
(BPKP: 2007).

  1. Tahap Penempatan (Placement stage)
    Tahap ini adalah suatu upaya menempatkan uang hasil kejahatan ke dalam sistem
    keuangan yang antara lain dilakukan melalui pemecahan sejumlah besar uang tunai menjadi jumlah kecil yang tidak mencolok untuk ditempatkan dalam simpanan (rekening) bank, atau dipergunakan untuk membeli sejumlah instrumen keuangan (cheques, money orders, etc) yang akan ditagihkan dan selanjutnya didepositokan di rekening bank yang berada di lokasi lain. Dalam tahapan ini uang hasil kejahatan adakalanya dipergunakan untuk membeli suatu aset/properti yurisdiksi setempat atau luar negeri. Bentuk kegiatan ini antara lain:

    • Menempatkan dana pada bank. Kadang-kadang kegiatan ini diikuti dengan
      pengajuan kredit/pembiayaan.
    • Menyetorkan uang pada Penyedia Jasa Keuangan (PJK) sebagai pembayaran
      kredit untuk mengaburkan audit trail.
    • Menyeludupkan uang tunai dari suatu negara ke negara lain.
    • Membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah atau terkait dengan usaha yang
      sah berupa kredit/ pembiayaan, sehingga mengubah kas menjadi kredit/ pembiayaan.
    • Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan pribadi, membelikan hadiah yang nilainya mahal sebagai penghargaan/hadiah kepada pihak lain yang pembayarannya dilakukan melalui PJK.
  2. Tahap Penyebaran (Layering stage)
    Setelah uang hasil kejahatan masuk dalam sistem keuangan, pencuci uang akan
    terlibat dalam serentetan tindakan konversi atau pergerakan dana yang dimaksudkan untuk memisahkan atau menjauhkan dari sumber dana. Dana tersebut mungkin disalurkan melalui pembelian dan penjualan instrumen keuangan, atau pencuci uang dengan cara sederhana mengirimkan uang tersebut melalui ”electronic funds/wire transfer” kepada sejumlah bank yang berada di belahan dunia lain. Tindakan untuk menyebarkan hasil kejahatan kedalam negara yang tidak mempunyai rezim anti money laundering, dalam beberapa hal mungkin dilakukan dengan menyamarkan transfer melalui bank sebagai pembayaran pembelian barang atau jasa sehingga tindakan tersebut seolah-olah nampak sebagai suatu tindakan hukum yang sah. Secara umum bentuk kegiatan ini antara lain:

    • Transfer dana dari suatu bank ke bank lain dan atau antar wilayah/negara.
    • Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung transaksi yang sah
    • Memindahkan uang tunai lintas batas negara melalui jaringan kegiatan usaha yang sah maupun shell company
  3. Tahap Pengumpulan (Integration Stage)
    Dalam tahapan ini merupakan upaya menggunakan harta hasil kejahatan yang
    tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam kegiatan ekonomi yang sah misalnya dalam bentuk pembelian real estate, aset-aset yang mewah, atau ditanamkan dalam kegiatan usaha yang mengandung risiko. Dalam melakukan money laundering, pelaku tidak terlalu mempertimbangkan hasil yang akan diperoleh, dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan, karena tujuan utamanya adalah untuk menyamarkan atau menghilangkan asal usul uang sehingga hasil akhirnya dapat dinikmati atau digunakan secara aman. Ketiga kegiatan tersebut di atas dapat terjadi secara terpisah atau simultan, namun umumnya dilakukan secara tumpang tindih. Demikian juga dengan modus operasinya dari waktu ke waktu semakin kompleks dengan menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit. Hal ini terjadi baik pada tahap penempatan (placement), tahap penyebaran (layering), maupun tahap pengumpulan (integration) sehingga penangananya pun menjadi semakit sulit dan membutuhkan peningkatan kemampuan (capacity building) secara sistematis dan berkesinambungan.

Referensi
  • He, Ping. 2010. A typological study on money laundering. Journal of Money Laundering Control. 13(1):15-32.

  • Utama, M F W. 2014. Mengenali Proses Pencucian Uang (Money Laundering) Dari Hasil Tindak Pidana. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP.