Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran Value Clarification Technique?

pembelajaran

Metode pembelajaran adalah cara mengajar secara umum yang dapat diterapkan pada semua mata pelajaran, misalnya mengajar dengan metode ceramah, ekspositori, tanya jawab, penemuan terbimbing dan sebagainya.

Teknik mengkarifikasi nilai (Value clarification technique) atau sering disebut VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu peserta didik dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri peserta didik (Wina, 2010).

Value clarification technique (VCT) merupakan sebuah cara menanamkan dan menggali/ mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari peserta didik.

Menurut Fraenkel yang dikutip oleh S. Achmad Kosasih Jauhari mengartikan bahwa “nilai ( value) merupakan suatu sistem, dimana aneka jenis nilai (nilai keagamaan, sosial budaya, ekonomi, hukum, etis dan lain sebagainya) berpadu jalin menjalin serta saling meradiasi (mempengaruhi secara kuat) sebagai suatu satu kesatuan yang utuh (Ahmad Kosasih, (1985).

Pada dasarnya, pendidikan nilai dapat dirumuskan dari dua pengertian dasar yang terkandung dalam istilah pendidikan dan nilai. Ketika dua istilah itu disatukan, arti keduanya menyatu dalam definisi pendidikan nilai. Sastrapratedja (Kaswardi, 1993) menyebutkan bahwa Pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai- nilai pada diri seseorang. Dalam pengertian yang hampir sama, Mardiatmadja (1986) mendefinisikan Pendidikan Nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya.

Value clarification technique atau biasa disingkat VCT adalah sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral bertujuan:

  • mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran peserta didik tentang suatu nilai;

  • membina kesadaran peserta didik tentang nilai-nilai yang dimilikinya, baik tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk dibina ke arah peningkatan dan perbaikannya;

  • menanamkan nilai-nilai tertentu kepada peserta didik melalui cara yang rasional dan diterima peserta didik sehingga pada akhirnya nilai tersebut menjadi milik peserta didik;

  • melatih peserta didik cara menilai, menerima, dan mengambil keputusan terhadap suatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat (Qiqi Yuliati Zakiyah, 2014).

Untuk mencapai hal tersebut menurut Piaget diperlukan tahapan sebagai berikut:

  • tahap mengakomodasi, dimana siswa memiliki kesempatan mempelajari dan menginternalisasi nilai dan moral;

  • tahap asimilasi /mengintegrasikan nilai dengan sistem nilai lain yang telah ada dalam dirinya;

  • tahap equilibrasi atau membina keseimbangan dan membakukannya sebagai sistem nilai baru yang baku.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran VCT adalah teknik pengajaran untuk mencari dan menentukan nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses pengungkapan nilai yang sudah ada pada diri peserta didik dan selanjutnya nilai yang dianggap baik tersebut akan ditanamkan pada diri peserta didik. Pendidikan nilai tidak hanya merupakan program khusus yang diajarkan melalui sejumlah mata pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan program pendidikan.

Hakam (2000) mengungkapkan bahwa Pendidikan nilai adalah pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut pandang non moral, meliputi estetika, yakni menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi, dan etika yaitu menilai benar atau salahnya dalam hubungan antarpribadi.

Mulyana (2004:119) mengungkapkan bahwa secara umum, pendidikan nilai dimaksudkan untuk membantu peserta didik agar memahami, menyadari, dan mengalami nilai-nilai serta mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan. Untuk sampai pada tujuan dimaksud, tindakan-tindakan pendidikan yang mengarah pada perilaku yang baik dan benar perlu diperkenalkan oleh para pendidik.

Teknik klarifikasi nilai atau sering disebut dengan values clarification technique merupakan teknik pembelajaran untuk membentuk peserta didik dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanan dalam diri peserta didik.

Hall (1973) mengartikan values clarification technique :

“By value clarification we mean methodology or process by which we help a person to discover values through behavior, feelings, ideas and trough important choices he has made and is continually in fact, acting upon in and trough his life”

Pernyataan tersebut menekankan bahwa values clarification technique merupakan metode klarifikasi nilai dimana peserta didik tidak diminta menghafal dengan nilai yang sudah dipilihkan tetapi dibantu menemukan, memilih, menganalisis, mengembangkan, mempertanggung jawabkan, mengambil sikap dan mengamalkan nilai-nilai ke dalam kehidupannya sendiri.

Sastrapratedja (Kaswardi, 1993) menyebutkan pendidikan nilai merupakan penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang Dalam pengertian yang hampir sama, Mardiatmadja (1986) mendefinisikan pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya.

Pendidikan nilai tidak hanya merupakan program khusus yang diajarkan melalui sejumlah mata pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan program pendidikan. Hakam (2000: 05) mengungkapkan bahwa pendidikan nilai adalah pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut pandang non moral, meliputi estetika, yakni menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi, dan etika yaitu menilai benar atau salahnya dalam hubungan antarpribadi.

Pendidikan Nilai menurut Winecoff (1985) adalah:

Values education-pertains to questions of both moral and nonmoral judgement toward object; includes both aesthetics (ascribing value 10 objects of beauty and personal taste) and ethics (ascribing avlues ofrighl and wrong in the interpersonal realm).

Arti dari value education di atas adalah pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut nonmoral, yang meliputi estetika yaitu menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi dan etika yaitu menilai benar atau salahnya dalam hubungan antar pribadi.

Mulyana (2004) mengungkapkan bahwa secara umum, pendidikan nilai dimaksudkan untuk membantu peserta didik agar memahami, menyadari, dan mengalami nilai-nilai serta mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan. Untuk sampai pada tujuan dimaksud, tindakan-tindakan pendidikan yang mengarah pada perilaku yang baik dan benar perlu diperkenalkan oleh para pendidik.

Pada dasarnya, pendidikan nilai dapat dirumuskan dari dua pengertian dasar yang terkandung dalam istilah pendidikan dan nilai. Ketika dua istilah itu disatukan, arti keduanya menyatu dalam definisi pendidikan nilai.

Sastrapratedja (Kaswardi, 1993) menyebutkan bahwa Pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai- nilai pada diri seseorang. Dalam pengertian yang hampir sama, Mardiatmadja (1986) mendefinisikan pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya.

Pendidikan nilai tidak hanya merupakan program khusus yang diajarkan melalui sejumlah mata pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan program pendidikan. Hakam (2000) mengungkapkan pendidikan nilai adalah pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut pandang non moral, meliputi estetika, yakni menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi, dan etika yaitu menilai benar atau salahnya dalam hubungan antarpribadi.

Hers (1980) dalam Qiqi dan Rusdiana, (2014) mengemukakan empat model pendidikan nilai, yaitu sebagai berikut:

  • Model teknik pengungkapan nilai, yaitu teknik yang memandang pendidikan moral dalam pengertian promoting self-awareness and self-caring dan bukan mengatasi masalah moral yang membantu mengungkapkan moral yang dimiliki peserta didik tentang hal-hal tertentu. Pendekatannya dilakukan dengan cara membantu peserta didik menemukan dan menilai atau menguji nilai yang mereka miliki untuk mencapai perasaan diri.

  • Model analisis nilai, yaitu model yang membantu peserta didik mempelajari pengambilan keputusan melalui proses langkah demi langkah dengan cara yang sangat sistematis. Model ini akan memberikan makna jika dihadapkan pada upaya menangani isu- isu kebijakan yang kompleks.

  • Model pengembangan kognitif moral, yaitu model yang membantu peserta didik berpikir melalui pertentangan dengan cara yang lebih jelas dan menyeluruh melalui tahapan-tahapan umum dan pertimbangan moral.

  • Model tindakan sosial, yaitu model yang bertjuan meningkatkan keefektifan peserta didik mengungkap, meneliti, dan memecahkan masalah sosial.

Menurut Wibisono (2000), Qiqi dan Rusdiana, (2014), langkah-langkah implementasi pendidikan nilai dalam proses belajar mengajar antara lain:

  1. spiritual untuk meletakkan nilai-nilai etik dan moral serta religiusitas sebagai dasar dan arah pengembangan sains. Character based approach perlu diterapkan pada pembelajaran Akidah Akhlak. Artinya tidak ada kesenjangan yang memisahkan antara mata pelajaran yang bermuatan materi umum dengan mata pelajaran bermuatan agama;

  2. akademis untuk menunjukkan kaidah-kaidah normatif yang harus dipatuhi dalam menggali dan mengembangkan ilmu;

  3. Mondial untuk menyadarkan bahwa siapapun pada masa depan harus siap mengadaptasi diri dengan perubahan dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

Pendidikan nilai yang diberikan merupakan proses bimbingan melalui suri tauladan, pendidikan yang berorientasi pada penanaman nilai-nilai kehidupan yang di dalamnya mencakup nilai agama, budaya, etika, dan estetika menuju pembentukan pribadi peserta didik yang memiliki kecerdasan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian yang utuh, berakhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan negara.

Metode pembelajaran VCT


Metode yang layak digunakan pada model pembelajaran VTC, sebagaimana beberapa ahli mengakumulasikan metode-metode tersebut, antara lain:

  • metode diskusi bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran dan informasi/pengalaman peserta didik sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok pikiran;

  • metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi untuk menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan dan pengalaman dari semua peserta;

  • metode bermain peran (role play) menekankan pada masalah bukan pada kemampuan pemain dalam bermain peran;

  • wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada responden dengan bercakap-cakap secara tatap muka.

Teknik klarifikasi nilai ini menjadi alternative strategi sebagai proses penanaman nilai yang dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya pada diri peserta didik kemudian diselaraskan dengan nilai baru yang akan ditanamkan (Qiqi Yuliati Zakiyah, 2014).

Sistem Pendukung Model Pembelajaran VCT


Sistem pendukung merupakan penunjang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Sistem pendukung yang diperlukan untuk melakssiswaan model pembelajaran VCT adalah sebagai berikut.

  • Sarana prasarana pembelajaran meliputi adanya sumber belajar, adanya sumber/media belajar, narasumber yang dapat dimanfaatkan, dan tersedianya perpustakaan mendukung proses pembelajaran.

  • Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog, diantaranya;

    1. hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasehat yang menurut guru baik;

    2. jangan memaksa peserta didik memberikan respon yang tidak dikehendaki;

    3. melakukan dialog terbuka sehingga peserta didik mengungkapkan perasaan dengan jujur dan apa adanya;

    4. dialog dilakuakn pada individu bukan pada kelompok kelas;

    5. hindari respon yang dapat menyebabkan peserta didik terpojok sehingga ia menjadi defensive; dan

    6. tidak mendesak peserta didik pada pendirian tertentu.

Sintaks Model Pembelajaran VCT


Sintaks model pembelajaran VCT terbagi atas tujuh tahapan yang dibagi dalam tiga tingkat, yakni.

  • Kebebasan memilih, pada tingkatan ini terdapat tiga tahapan, yaitu:

    1. memilih secara bebas, artinya peserta didik diberi kesempatan untuk menentukan suatu masalah/kasus/ kejadian yang diambil dari buku atau yang dibuat guru;

    2. memilih dari beberapa solusi alternative pilihan secara bebas yang menurutnya baik, nilai yang dipaksakan berdampak kurang baik bagi pembelajaran nilai itu sendiri; dan

    3. memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya.

  • Menghargai, tingkatan ini terdiri atas dua tahap pembelajaran, yaitu:

    1. adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya sehingga nilai tersebut menjadi bagian dari dirinya; dan

    2. menegaskan nilai yang telah menjadi integral dalam dirinya di depan umum.

  • Berbuat, tingkatan ini terdiri atas dua tahap, yaitu:

    1. kemauan dan kemampuan untuk mencoba melakssiswaannya; dan

    2. mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihan itu harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari.

Teknik Pembelajaran VCT


John Jarolimek (1970) menjelaskan beberapa teknik pengajaran nilai sebagai berikut yaitu:

  • Teknik self evaluasi (menilai diri sendiri) dan group evaluation (evaluasi kelompok) yaitu peserta didik diajak berdiskusi atau tanya jawab tentang apa yang dilakukan serta diarahkan untuk perbaikan atau penyempurnaan oleh peserta didik itu sendiri.

  • Teknik lecturing yaitu guru bercerita dan mengangkat tema atau materi apa yang menjadi topik bahasannya dalam pembelajaran.

  • Teknik menarik dan memberikan percontohan yaitu guru memberikan serta meminta contoh-contoh baik dalam diri peserta didik ataupun kehidupan masyarakat kemudian dianalisa, dinilai dan didiskusikan.

  • Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasaan yaitu dalam teknik ini peserta didik dituntut untuk menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik, harus, dilarang dsb. Peserta didik diwajibkan melakssiswaannya seperti patuh pada tata tertib, memakai tata tertib tertentu dll. Dengan harapan kelak peserta didik akan terbiasa melakukannya (patuh tata tertib).

  • Teknik tanya jawab yaitu guru mengangkat suatu masalah, lalu mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan peserta didik aktif menjawab atau mengemukakan pendapatnya.

  • Teknik menilai suatu bahan tulisan baik dari buku ataupun khusus dibuat guru. Dalam hal ini peserta didik dipersilahkan memberikan penilaian dengan kode misalnya (baik-buruk, benar- tidak benar, adil-tidak adil dll).

  • Teknik mengungkapkan nilai melalui permainan. Dalam hal ini dapat menggunakan model yang sudah ada ataupun ciptaan guru.

  • Teknik inkuiri merupakan suatu proses berpikir yang ditempuh peserta didik untuk menemukan suatu konsep melalui langkah perumusan masalah, pengajuan hipotesis, merencsiswaan pengujian hipotesis, melalui eksperimen dan demonstrasi, mencatat data hasil eksperimen, mengolah data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

Kelebihan dan Kelemahan Model VCT


Kelebihan VCT, meliputi:

  1. pendidikan nilai membantu peserta didik untuk berproses menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain;

  2. pendidikan niali membantu peserta didik untuk mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan nilai- nilainya sendiri; dan

  3. pendidikan nilai membantu peserta didik supaya mereka mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan, nilai-nilai, sikap dan pola tingkah laku (Sutarjo, 2012).

Kelemahan VCT yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap adalah proses pembelajaran yang dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa memperhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri peserta didik. Akibatnya sering terjadi konflik dalam diri peserta didik karena ketidakcocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru.

Implementasi Pendidikan Nilai Berbasis VCT


Pendidikan Nilai bukanlah sebagai subject matter bukan sebagai satu mata pelajaran yang harus diberikan kepada siswa, tetapi sebagai suatu dimensi dari seluruh usaha pendidikan (Sastrapatedja dalam Kaswardi, 1993) Dalam praktek di lapangan Pendidikan Nilai dapat diintegrasikan dalam berbagai mata pelajaran, sehingga setiap mata pelajaran harus ada ruh Pendidikan Nilai.

Dalam proses pendidikan, Pendidikan Nilai dapat dianalogikan sebagai darah yang ada dalam tubuh manusia. Pendidikan adalah tubuh sedangkan nilai-nilai adalah darahnya. Darah itu harus ada di setiap tubuh, dan ia senantiasa mengalir dalam tubuh membawa sari- sari makanan yang diperlukan organ-organ tubuh lainnya dan mengeluarkan zat-zat yang tidak dibutuhkan. Oleh karena itu idealnya Pendidikan Nilai harus ada pada seluruh mata pelajaran yang diprogramkan oleh lembaga pendidikan. Setiap guru memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan Pendidikan Nilai kepada peserta didik.

Senada dengan pendapat Mulyana (1999) bahwa pelaksanaan Pendidikan Nilai dapat dilakukan oleh semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan termasuk di dalamnya kepala sekolah dan staf administrasi. Oleh karena itu, Pendidikan Nilai dalam konteks formal memiliki dua dimensi, yaitu: (1) upaya dalam pemberian muatan kurikulum tertulis (written curiculum) dengan sejumlah bidang kajian tertentu yang bersifat normatif dan akademik, (2) upaya dalam pemberian muatan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) atas inisiatif dan komitmen pendidik.

Dalam proses pembelajaran, guru dapat memberikan Pendidikan Nilai melalui beberapa pendekatan. Djahiri (1996) mengemukakan delapan pendekatan dalam Pendidikan Nilai atau budi pekerti, yaitu :

  1. Evocation ; yaitu pendekatan agar peserta didik diberi kesempatan dan keleluasaan untuk secara bebas mengekspresikan respon afektifnya terhadap stimulus yang diterimanya,

  2. Inculcation ; yaitu pendekatan agar peserta didik menerima stimulus yang diarahkan menuju kondisi siap,

  3. Moral Reasoning ; yaitu pendekatan agar terjadi transaksi intelektual taksonomik tinggi dalam mencari pemecahan suatu masalah,

  4. Value clarification ; yaitu pendekatan melalui stimulus terarah agar siswa diajak mencari kejelasan isi pesan keharusan nilai moral,

  5. Value Analyisis ; yaitu pendekatan agar siswa dirangsang untuk melakukan analisis nilai moral,

  6. Moral Awareness ; yaitu pendekatan agar siswa menerima stimulus dan dibangkitkan kesadarannya akan nilai tertentu,

  7. Commitment Approach ; yaitu pendekatan agar siswa sejak awal diajak menyepakati adanya suatu pola pikir dalam proses Pendidikan Nilai, dan

  8. Union Approach ; yaitu pendekatan agar peserta didik diarahkan untuk melakssiswaan secara riil dalam suatu kehidupan.

Sementara Hers (1980), menawarkan bentuk Pendidikan Nilai sebagai pendidikan moral. Menurutnya terdapat empat model pendidikan moral, yaitu teknik pengungkapan nilai, analisis nilai, pengembangan kognitif moral, dan tindakan sosial. Teknik pengungkapan nilai adalah teknik yang memandang pendidikan moral dalam pengertian promoting self-awareness and self caring dan bukan mengatasi masalah moral yang membantu mengungkapkan moral yang dimiliki peserta didik tentang hal-hal tertentu. Pendekatannya dilakukan dengan cara membantu peserta didik menemukan dan menilai/menguji nilai yang mereka miliki untuk mencapai perasaan diri.

Model analisis nilai adalah model yang membantu peserta didik mempelajari pengambilan keputusan melalui proses langkah demi langkah dengan cara yang sangat sistematis. Model ini akan memberi makna bila dihadapkan pada upaya menangani isu-isu kebijakan yang kompleks. Pengembangan kognitif moral adalah model yang membantu peserta didik berpikir melalui pertentangan dengan cara yang lebih jelas dan menyeluruh melalui tahapan- tahapan umum dari pertimbangan moral.

Tindakan sosial adalah model yang bertujuan meningkatkan keefektifan peserta didik mengungkap, meneliti, dan memecahkan masalah sosial. Terdapat empat hal penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan model pendidikan moral, yaitu: berfokus kepada kehidupan, penerimaan akan sesuatu, memerlukan refleksi lebih lanjut, dan harus mengarah pada tujuan (Raths, 1978). Model-model tersebut melihat pendidikan moral sebagai upaya menumbuhkan kesadaran diri dan kepedulian diri siswa.

Implementasi pendidikan nilai di sekolah sangat membantu peserta didik supaya mereka mampu menggunakannya secara bersama-sama antara kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional untuk memahami perasaan, nilai-nilai, sikap, dan pola tingkah laku mereka sendiri dan akhirnya didorong untuk menghayatinya secara mendalam.

Model pembelajaran value clarification technique (VCT) adalah model pembelajaran yang bertujuan untuk menanamkan nilai dalam diri siswa dengan siswa cara mencari dan mengungkapkan nilai yang sudah ada pada diri selanjutnya menentukan nilai yang dianggapnya baik tersebut untuk dikembangkan dan membentuk nilai-nilai baik kaitannya dengan persoalan yang sedang ditelitinya. Di dalam pembelajaran VCT siswa diarahkan untuk menentukan nilai dalam lembar kerja yang diberikan guru kepada siswa secara individu maupun berkelompok. Hal ini bertujuan agar timbul sikap saling menghargai pendapat orang lain, pantang menyerah, saling membantu dll dalam diri siswa. Untuk itu guru hendaknya menggunakan model pembelajaran value clarification technique (VCT) sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan serta dengan memaksimalkan penggunaan waktu pembelajaran yang tersedia.

Sumber : Nurdyansyah, Eni Fariyatul Fahyuni, 2016, Inovasi Model Pembelajaran, Nizamial Learning Center

VCT merupakan metode menanamkan nilai (values) yang merujuk pada pendekatan nilai dengan cara sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh kejelasan/kemantapan nilai. Menurut Masnur muslih (2011), Value Clarification Technique memberikan penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai- nilai mereka sendiri.

Tujuan dan Fungsi Model VCT ( Value Clarification Technique )

Tukiran Taniredja mengemukakan VCT ( Value Clarification Technique )sebagai suatu model dalam pembelajaran memiliki tujuan agar dapat Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai, sehingga dapat dijadikan dasar pijak menentukan target nilai yang akan dicapai, persoalan yang berhubungan dengan pergaulannya dan kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Djahiri mengemukakan bahwa VCT( Value Clarification Technique ) memiliki fungsi yang diantaranya adalah untuk:

  1. Membantu kemudahan proses klarifikasi (kejelasan) nilai, moral, dan norma yang harus dikaji dan diserap oleh peserta didik, sosok individu yang bersangkutan, maupun kehidupan umum.

  2. Memudahkan dan meningkatkan keberhasilan proses internalisasi dan personalisasi nilai, norma, dan moral yang disampaikan atau diharapkan.

  3. Memantapkan dan memperluas hasil belajar peserta didik .

  4. Meningkatkan keterpaduan antara dunia persekolahan atau ilmu pengetahuan dengan dunia kehidupan nyata.

Keunggulan dan kelemahan Metode Pembelajaran VCT

VCT dianggap cocok digunakan dalam pembelajaran PKn yang mengutamakan pembinaan aspek afektif. Menurut Wina Sanjaya (2006), pola pembelajaran VCT dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena sebagai berikut:

  1. Mampu membina dan mempribadikan (personalisasi) nilai-moral.

  2. Mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan nilai-moral yang disampaikan.

  3. Mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai-moral diri siswa dalam kehidupan nyata.

  4. Mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya.

  5. Mampu memberikan pengalaman belajar berbagai kehidupan.

  6. Mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai-moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang.

  7. Menuntun dan memotivasi hidup layak dan bermoral tinggi.

Menurut Kosasih (dalam La iru dan La Ode Saifun, 2012), sama halnya dengan metode pembelajaran yang lain yang mempunyai kekurangan, metode pembelajaran VCT juga mempunyai kekurangan antara lain:

  1. Apabila guru tidak memiliki kemampuan melibatkan peserta didik dengan keterbukaan, saling mengerti dan penuh kehangatan maka siswa akan memunculkan sikap semu atau imitasi/palsu. Siswa akan bersikap menjadi sikap yang baik, ideal, patuh, dan penurut namun hanya bertujuan untuk menyenangkan guru atau untuk memperoleh nilai yang baik .

  2. Sistem nilai yang dimiliki guru, siswa, dan masyarakat yang kurang dapat mengganggu tercapainya target nilai yang akan dicapai.

  3. Sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengajar terutama memerlukan kemampuan/keterampilan bertanya tingkat tinggi yang mampu mengungkap dan menggali nilai yang ada dalam diri siswa.

  4. Memerlukan kreatifitas guru dalam menggunakan media yang tersedia di lingkungan terutama yang faktual sehingga dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Langkah-Langkah Pembelajaran VCT

Pembelajaran VCT yang diimplementasikan dalam proses belajar mengajar dijalankan secara tahap demi tahap sebagaimana proses belajar mengajar pada umumnya. John Jarolimek (1977) menjelaskan langkah pembelajaran dengan VCT dalam tujuh tahap yang dibagi dalam 3 tingkat:

Kebebasan memilih pada tingkat ini terdapat 3 tahap:

  1. Memilih secara bebas

  2. Memilih dari beberapa alternative

  3. Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya.

Menghargai terdiri dari 2 tahap pembelajaran:

  1. Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya.

  2. Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depa umum.

Berbuat, terdiri atas:

  1. Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya

  2. Mengulangi prilaku sesuai dengan nilai pilihannya.

Bentuk-bentuk Model VCT ( Value Clarification Technique )

Menurut Djahiri ada beberapa bentuk VCT ( Value Clarification Technique ), yaitu:

  1. VCT ( Value Clarification Technique ) dengan menganalisa suatu kasus yang kontroversial, suatu cerita yang dilematis.

  2. VCT ( Value Clarification Technique ) dengan menggunakan matrik. Jenis VCT ( Value Clarification Technique ) ini meliputi: Daftar baik-buruk, daftar tingkat urutan, daftar skala prioritas, daftar gejala kontinum, daftar penilaian diri sendiri, daftar membaca pemikiran orang lain tentang diri kita, dan perisai.

  3. VCT ( Value Clarification Technique ) dengan menggunakan kartu keyakinan, kartu sederhana ini berisikan: pokok masalah, dasar pemikiran positif dan negatif dan pemecahan pendapat siswa yang kemudian diolah dengan analisa yang melibatkan sikap siswa terhadap masalah tersebut.

  4. VCT( Value Clarification Technique ) melalui teknik wawancara, cara ini melatih keberanian siswa dan mampu mengklarifikasi pandangannya kepada lawan bicara dan menilai secara baik, jelas dan sistematis.

  1. VCT ( Value Clarification Technique ) dengan teknik inkuiri nilai dengan pertanyaan yang acak random, dengan cara ini siswa berlatih berfikir kritis, analitis, rasa ingin tahu, dan sekaligus mampu merumuskan berbagai hipotesa/asumsi, yang berusaha mengungkap suatu nilai atau sistem nilai yang ada atau dianut, atau yang menyimpang.