Apa yang dimaksud dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah?

Belajar

Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman.

Istilah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris Problem Based Instruction (PBI). Model pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey. Dewasa ini, model pembelajaran ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inquiri (Trianto, 2010).

Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan dalam Trianto, 2010).

Menurut Arends (dalam Trianto, 2010) pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inquiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri.

Berbagai pengembang pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. Pengajuan pertanyaan atau masalah.
    Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.

  2. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin.
    Sebagai contoh, masalah populasi yang dimunculkan dalam pelajaran di Teluk Chesapeake mencakup berbagai subjek akademik dan terapan mata pelajaran seperti biologi, ekonomi, sosiologi, pariwisata dan pemerintahan.

  3. Penyelidikan autentik.
    Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.

  4. Menghasilkan produk dan memamerkannya.
    Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan prodik tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.

  5. Kolaborasi.
    Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inquiri dan dialog untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

Berdasarkan karakter tersebut, pembelajaran berdasarkan masalah memiliki tujuan sebagai berikut:

  1. Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.

  2. Belajar peranan orang dewasa yang autentik.

  3. Menjadi pembelajar yang mandiri.

Menurut Tan (dalam Rusman, 201:229) Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PMB kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

Kelebihan dan Kekurangan


Menurut Trianto (2010) kelebihan dan kekurangan model Pembelajaran Berbasis Masalah adalah sebagai berikut:

Kelebihan:

  1. Realistik dengan kehidupan siswa;
  2. Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa;
  3. Memupuk sifat inquiry siswa;
  4. Retensi konsep jadi kuat;
  5. Memupuk kemampuan Problem Solving.

Kekurangan:

  1. Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks;
  2. Sulitnya mencari problem yang relevan;
  3. Sering terjadi miss-konsepsi;
  4. Konsumsi waktu, dimana model ini memerlukan waktu yang cukup dalam penyelidikan.

Dari uraian tentang kelebihan dan kekurangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran melalui pendekatan PBM merupakan suatu rangkaian pendekatan kegiatan belajar yang diharapkan dapat memberdayakan siswa untuk menjadi seorang individu yang mandiri dan mampu menghadapi setiap permasalahan dalam hidupnya di kemudian hari. Dalam pelaksanaan pembelajaran, siswa dituntut terlibat aktif dalam mengikuti proses pembelajaran melalui diskusi kelompok.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Menurut Trianto (2010) langkah-langkah model Pembelajaran Berbasis Masalah adalah sebagai berikut:

  1. Orientasi siswa kepada masalah: guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

  2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar: guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

  3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok: guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

  4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya: guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya.

  5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah: guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Pembelajaran berbasis masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey, yang sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentikdan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri (Trianto, 2007).

Menurut John Dewey belajar berbasis masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu kegiatan pembelajaran yang berpusat pada masalah. Istilah berpusat berarti menjadi tema, unit, atau isi sebagai fokus utama belajar (Mustaji, 2005).

Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul- betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

Konsep dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah


Pendidikan pada abad ke-21 berhubungan dengan permasalahan baru yang ada di dunia nyata. Pendekatan PBM berkaitan dengan penggunaan inteligensi dari dalam diri individu yang berada dalam sebuah kelompok orang, atau lingkungan untuk memecahkan masalah yang bermakna, relevan, dan kontekstual. Pembelajaran berbasis masalah adalah seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri (Hmelo-Silver, 2004; Serafino & Ciccheilli, 2005). Pelajaran dan pembelajaran berbasis masalah memiliki tiga karakteristik yang digambarkan dalam Paul Eggen & Don Kauchak (2012) berikut ini.

Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
Gambar Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

Gambar di atas menjelaskan, yakni:

  • Pertama , pelajaran berawal dari masalah dan memecahkan masalah adalah fokus pelajarannya (Krajcik & Blumenfeld, 2006).

  • Kedua , siswa bertanggung jawab untuk menyusun strategi dan memecahkan masalah.

  • Ketiga , guru menuntun upaya siswa dengan mengajukan pertanyaan dan memberi dukungan pengajaran lain saat siswa berusaha memecahkan masalah. Karakteristik ini penting dan menuntut ketrampilan serta pertimbangan yang professional untuk memastikan kesuksesan pelajaran.

Boud dan Feletti (1997) mengemukakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah adalah inovasi yang paling signifikan dalam pendidikan. Margetson (1994) mengemukakan bahwa kurikulum PBM membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola piker yang terbuka, refleksi, kritis, dan belajar aktif. Kurikulum PBM memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok dan keterampilan interpersonal

Pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pembelajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

Pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Pengajuan pertanyaan atau masalah

Artinya, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah memenuhi kriteriasebagai berikut.

  • Autentik, yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa dari pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.

  • Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas dan tidak menimbulkan masalah baru.

  • Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

  • Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia dan didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

  • Bermanfaat, yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, yaitu dapat meningkatkan kemampuan berpikir memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa

2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.

Artinya, meskipun pengajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

3. Penyelidikan autentik

Artinya, pengajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan.

4. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya.

Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.

5. Kolaborasi.

Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja satu sama dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.

Masalah dan Pedagogi Pembelajaran Berbasis Masalah


1. Kekuatan Masalah

Masalah dapat mendorong keseriusan, inkuiri, dan berpikir dengan cara yang bermakna dan sangat kuat ( powerful ). Pendidikan memerlukan perspektif baru dalam menemukan berbagai permasalahan dan cara memandang suatu permasalahan. Berbagai terobosan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hasil ketertarikan terhadap masalah. Pada umumnya pendidikan dimulai adanya ketertarikan dengan masalah, dilanjutkan dengan menentukan masalah, dan penggunaan berbagai dimensi berpikir.

2. Masalah dan Pedagogi

Menurut Shulman (1991), pendidikan merupakan proses membantu orang dalam mengembangkan kapasitas untuk belajar bagaimana menghubungkan kesulitan mereka dengan teka-teki yang berguna untuk membentuk masalah.

3. Masalah dan Multiple Perspective

Dalam memecahkan permasalahan yang ada di dunia nyata, kita perlu menyadari bahwa seluruh proses kognifiti dan aktifitas mental yang terlibat di dalamnya. Otak bekerja dengan siklus tertentu dan literasi dari berpikir sistematis, sistemik, analisis general, dan divergen. Abad ke-21 ditandai dengan tingginya konektivitas karena realita yang tidak dapat dipisahkan. Isu-isu yang ada di dunia nyata merupakan disiplin silang dan melibatkan persektif yang saling berhubungan.

4. Teori Belajar dan Pembelajaran Berbasis Masalah

Dari segi pedagogi, pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada teori belajar konstruktivisme dengan ciri sebagai berikut.

  • Pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan lingkungan belajar.

  • Pergulatan dengan masalah dan proses inkuiri, masalah menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi belajar.

  • Pengetahuan terjadi melalui proses kolaborasi negosiasi sosial dan evaluasi terhadap keberadaan sebuah sudut pandang.

5. Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kognisi

Pedagogi pembelajaran berbasis masalah membantu untuk menunjukkan dan memperjelas cara berpikir serta kekayaan dari struktur dan proses kognitif yang terlibat di dalamnya. Inovasi PBM menggabungkan penggunaan dari akses e-learning, interdisipliner kreatif, penguasaan, dan pengembangan keterampilan individu.

Pengertian dan Karateristik Pembelajaran Berbasis Masalah


Pembelajaran bebasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada (Tan, 2000).

Karateristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut.

  • Permasalahan menjadi starting poin dalam belajar;

  • Permasalahan yang diangkat adalah yang ada didunia nyata yang tidak tersruktur;

  • Permasalahan membutuhkan perspektif ganda ( multiple perspective );

  • Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemuddian membutuhkan identifikasi kebutuan belajar dan bidang baru dalam belajar;

  • Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utuma;

  • Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi informassi merupakan proses yang esensial dalam PBM;

  • Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;

  • Pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;

  • Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar;

  • PBM melibatkan evaluasi dan review siswa dan proses belajar.

Studi kasus Pembelajaran Berbasis Masalah, meliputi:

  1. penyajian masalah;
  2. menggerakkan inkuiri;
  3. langkah-langkah PBM, yaitu analisis inisial, mengangkat isu-isu belajar; literasi kemandirian dan kolaborasi pemecahan masalah, integrasi pengetahuan baru, penyajian solusi dan evaluasi.

Alur proses Pembelajaran Berbasis Masalah pada flowchart berikut.

Keberagaman Pendekatan PBM
Gambar Keberagaman Pendekatan PBM

PBM digunakan tergantung dari tujuan yang ingin dicapai apakah berkaitan dengan:

  1. penguasaan isi pengetahuan yang bersifat multi disipliner;
  2. penguasan keterampilan proses dan disiplin heuristic;
  3. belajar keterampilan pemecahan masalah;
  4. belajar keterampilan kolaboratif; dan
    5)belajar keterampilan kehidupan yang lebih luas.

Ketika tujuan PBM lebih luas, maka permasalahan pun menjadi lebih kompleks dan proses PBM membutuhkan siklus yang lebih panjang. Jenis PBM yang akan dimasukkan dalam kurikulum tergantung pada profil dan kematangan siswa, pengalaman masa lalu siswa, fleksibelitas kurikulum yang ada, tuntutan evaluasi, waktu, dan sumber yang ada.

Tahap 1: Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran secara jelas, memotivasi terhadap pelajaran, dan menjelaskan apa yang diharapkan untuk dilakukan siswa. Guru memberikan penjelasan kepada mereka tentang proses dan prosedur pembelajaran ini secara terperinci yang meliputi.

  • Tujuan utama dari pembelajaran adalah tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi, akan tetapi lebih kepada belajar bagaimana menjadi pelajar yang mandiri dan percaya diri

  • Masalah atau pertanyaan yang diselidiki adalah masalah yang kompleks memiliki banyak penyelesaian dan sering kali saling bertentangan. Selama penyelidikan siswa akan didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi.

  • Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang menyediakan bantuan, sedangkan siswa berusaha untuk bekerja mandiri atau bersama temannya.

Tahap 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Pembelajaran ini membutuhkan pengembangan keterampilan siswa. Oleh karena itu, mereka juga membutuhkan bantuan untuk merencanakan penyelidikan mereka dan tugas-tugas pelaporan, yang meliputi.

  • Kelompok belajar, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar. Pembelajaran ini harus disesuaikan dengan tujuan yang ditetapkan guru untuk proyek tertentu.

  • Perencanaan kooperatif, setelah siswa diorientasikan kepada situasi masalah dan telah membentuk kelompok belajar, guru dan siswa harus menyediakan waktu yang cukup untuk menyediakan sub pokok bahasan yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan dan jadwal waktu.

Tahap 3: Membimbing penyelidikan individual/kelompok

Membimbing proses penyelidikan dapat dilakukan secara mandiri maupun kelompok. Teknik penyelidikannya meliputi.

  • Pengumpulan data dan eksperimen.
    Pada tahap ini, guru mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen yang sesungguhnya sampai mereka benar-benar memahami dimensi-dimensi situasi masalah. Tujuannya adalah agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri.

  • Berhipotesis, menjelaskan, dan memberikan pemecahan.
    Pada tahap ini,guru mendorong siswa untuk mengeluarkan semua ide danmenerima sepenuhnya ide tersebut. Selanjutnya guru mengajukan pertanyaan yang membuat siswa memikirkan kelayakan hipotesis dan pemecahan mereka serta tentang kualitas informasi yang telah mereka kumpulkan. Guru secara terus-menerus menunjang dan memodelkan pertukaran ide secara bebas dan mendorong mengkaji lebih dalam masalah tersebut jika dibutuhkan. Selain itu, guru juga membantu menyediakan bantuan yang dibutuhkan siswa.

Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru meminta beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah dan membantu siswa yang mengalami kesulitan. Kegiatan ini berguna untuk mengetahui hasil pemahaman dan penguasaan siswa terhadap masalah yang berkaitan dengan materi yang dipelajari.

Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka, di samping keterampilan penyelidikan dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan. Selama tahap ini, guru meminta siswa untuk melakukan membangun kembali pemikiran dan aktifitas mereka selama tahap-tahap pembelajaran yang telah dilewatinya.

Peran Guru dalam Pembelajaran Berbasis Masalah


Guru harus menggunakan proses pembelajaran yang akan menggerakkan siswa menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas, dan belajar sepanjang hayat. Lingkungan belajar yang dibangun guru harus mendorong cara berpikir reflektif, evaluasi kritis, dan cara berpikir yang berdayaguna. Peran dalam PBM berbeda dengan peran guru dalam kelas.

Guru dalam PBM terus berpikir tentang beberapa hal, yaitu :

  1. bagaimana dapat merancang dan menggunakan permasalahan yang ada di dunia nyata, sehingga siswa dapat menguasai hasil belajar?;

  2. bagaimana bisa menjadi pelatih siswa dalam proses pemecahan masalah, pengarahan diri, dan belajar dengan teman sebaya?;

  3. bagaimana siswa memandang diri mereka sendiri sebagai pemecah masalah yang aktif?.

Guru dalam PBM juga memusatkan perhatiannya pada:

  1. memfasilitasi proses PBM; mengubah cara berpikir, mengembangkan keterampilan inkuiri, menggunakan pembelajaran kooperatif;

  2. melatih siswa tentang strategi pemecahan masalah, pemberian alasan yang mendalam, metakognisi, berpikir kritis, dan berpikir secara sistem;

  3. menjadi perantara proses penguasaan informasi; meneliti lingkungan, mengakses sumber informasi yang beragam, dan mengadakan koneksi.

Menyiapkan Perangkat Berpikir Siswa

Beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk menyiapkan siswa dalam PBM adalah :

  1. membantu siswa mengubah cara berpikir;
  2. menjelaskan apakah PBM itu? Pola apa yang akan dialami oleh siswa?;
  3. memberi siswa ikhtisar siklus PBM, struktur, dan batasan waktu;
  4. mengomunikasikkan tujuan, hasil, dan harapan;
  5. menyiapkan siswa untuk pembaruan dan kesulitan yang akan menghadang; dan
  6. membantu siswa merasa memiliki masalah.

Menekankan Belajar Kooperatif

PBM menyediakan cara untuk inkuiri yang bersifat kolaboratif dan belajar. Bray, dkk. (2000) menggambarkan inkuiri kolaboratif sebagai proses di mana orang melakukan refleksi dan kegiatan secara berulang-ulang, mereka bekerja dalam tim untuk menjawab pertanyaan penting. Dalam proses PBM, siswa belajar bahwa bekerja dalam tim dan kolaborasi itu penting untuk mengembangkan proses kognitif yang berguna untuk meneliti lingkungan, memahami permasalahan, mengambil dan menganalisa data penting, dan mengalaborasi solusi.

Memfasilitasi Pembelajaran Kelompok Kecil dalam Pembelajaran Berbasis Masalah

Belajar dalam kelompok kecil lebih mudah dilakukan apabila anggota berkisar antara 1 sampai 10 siswa atau bahkan lebih sedikit dengan satu orang guru. Guru dapat menggunakan berbagai teknik belajar kooperatif untuk menggabungkan kelompok-kelompok tersebut dalam langkah-langkah yang beragam dalam siklus PBM untuk menyatukan ide, berbagai hasil belajar, dan penyajian ide.

Melaksanakan Pembelajaran Berbasis Masalah

Guru mengatur lingkungan belajar untuk mendorong penyatuan dan pelibatan siswa dalam masalah. Guru juga memainkan peran aktif dalam memfasilitasi inkuiri kolaboratif dan proses belajar siswa.

Proses Belajar Berbasis Kognitif


Pemecahan masalah yang efektif dalam setting dunia nyata melibatkan penggunaan proses kognitif, meliputi perencanaan penuh untuk berpikir (menggunakan waktu untuk berpikir dan merencanakan), berpikir secara menyeluruh (terbuka dengan berbagai gagasan dan menggunakan perspektif yang beragam), berpikir secara sistematik (diatur menyeluruh, dan sistematik), berpikir analitik (pengklasifikasian, analisis logis, dan kesimpulan), berpikir analogis (mengaplikasikan persamaan, pola, berpikir paralel dan lateral), berpikir sistem (holistik dan berpikir menyeluruh).

Berpikir digunakan dalam PBM ketika siswa merencanakan, membuat hipotesis, menggunakan perspektif Yang beragam, dan bekerja melalui fakta dan gagasan secara sistematis. Resolusi masalah juga melibatkan analisis logis dan kritis, penggunaan analogi dan berpikir divergen, integrasi kreatif dan sintesis.

Proses PBM dan latihan melibatkan penggunaan otak atau pikiran untuk melakukan hubungan melalui refleksi, artikulasi, dan belajar melihat perbedaan pandangan. Dalam proses PBM, skenario masalah membantu siswa mengembangkan koneksi kognitif. Kemampuan untuk melakukan koneksi inteligen merupakan kunci dari pemecahan masalah dalam dunia nyata. Pelatihan dalam PBM membantu dalam meningkatkan konektivitas, pengumpulan data, elaborasi, dan komunikasi informasi.

Memfasilitasi Berpikir

Memfasilitasi inkuiri untuk belajar yang lebih dalam merupakan tantangan yang paling utama. Pembimbing PBM yang efektif menggunakan urutan yang luas dan teknik menjawab yang baik. Ilmuwan, pengusaha, dan pengambil keputusan yang efektif tahu bagaimana meminta jawaban yang baik untuk membantu penemuan solusi. Tujuan inkuiri dalam PBM adalah untuk membantu siswa melakukan internalisasi beberapa dialog.

Belajar dalam Pembelajaran Berbasis Masalah

Hasil studi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dari PBL pada ketrampilan siswa yakni peningkatan kemampuan siswa melakukan penelitian, mengintegrasi teori dan praktek, berkomunikasi, melakukan kerja kelompok, menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan solusi yang layak terhadap masalah yang ada dan siswa mampu mengembangkan studi secara mandiri (Wood, 2003).

Dalam PBL, masalah menjadi sarana untuk siswa belajar dengan cara kolaboratif mempelajari apa yang mereka perlu tahu untuk memecahkan masalah. Guru bertindak sebagai fasilitator untuk memandu siswabelajar melalui siklus belajar (Hmelo-Silver, 2004). "Dalam siklus ini proses tutorial PBL, siswa disajikan dengan skenario masalah.

Mereka merumuskan dan menganalisis masalah dengan mengidentifikasi fakta-fakta yang relevan dari skenario. Mereka menghasilkan hipotesis, mengidentifikasi, menerapkan pengetahuan dan mengevaluasi hipotesis yang telah mereka pelajari. "(Hmelo- Silver, 2004).

Desain Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah


Akar Desain Masalah

Akar desain masalah adalah masalah yang riil berupa kenyataan hidup, Siswa diajari menemukan sejumlah obat dan penanganan terhadap penyakit. Pendidikan dan pelatihan para guru harus mampu menunjukkan bagaimana menangani situasi riil dalam dunia pendidikan. Bahkan terdapat kesenjangan antara teori dengan praktik dalam pendidikan.

Menurut Michael Hicks (1991), ada empat hal yang harus diperhatikan ketika membicarakan masalah, yaitu:

  1. memahami masalah,
  2. kita tidak tahu bagaimana memecahkan masalah tersebut,
  3. adanya keinginan memecahkan masalah,
  4. adanya keyakinan mampu memecahkan masalah tersebut.

Dalam PBM sebuah masalah yang dikemukakan kepada siswa harus dapat membangkitkan pemahaman siswa terhadap masalah.

Menentukan Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah

PBM adalah sebuah cara memanfaatkan masalah untuk menimbulkan motifasi belajar. Suksesnya pelaksanaan PBM sangat bergantung pada seleksi, desain, dan pengembangan masalah. Tujuan PBM adalah penguasan isi dari disiplin heuristic dan pengembangan keterampilan pemecahan masalah. PBM juga berhubungan dengan belajar tentang kehidupan yang lebih luas (lifewide learning), keterampilan memaknai informasi, kolaboratif dan belajar tim, dan keterampilan berpikir reflektif dan evaluatif.

Desain Masalah

Pada dasarnya kompleksitas masalah yang dihadapi sangat tergantung pada latar belakang dan profile para siswa. Desain masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

  • Karakteristik; masalah nyata dalam kehidupan, adanya relevansi dengan kurikulum, tingkat kesulitan dan tingkat kompleksitas masalah, masalah memiliki kaitan dengan berbagai disiplin ilmu, keterbukaan masalah, sebagai produk akhir.

  • Konteks; masalah tidak terstruktur, menantang, memotivasi, memiliki elemen baru.

  • Sumber dan Lingkungan Belajar; masalah dapat memberikan dorongan untuk dipecahkan secara kolaboratif, independen untuk bekerja sama, adanya bimbingan dalam proses memecahkan masalah dan menggunakan sumber, adanya sumber informasi, dan hal-hal yang diperlukan dalam proses pemecahan masalah.

  • Presentasi; penggunaan skenario masalah, penggunaan video klip, audio, jurnal, dan majalah, web site.

Pengembangan Kurikulum dalam Pembelajaran Berbasis Masalah


Model pengembangan kurikulum ada yang bersifat deduktif; prosesnya dari hal yang sangat umum menyangkut keperluan masyarakat kepada hal lebih khusus atau spesifik; model induktif: dari hal yang bersifat spesifik materi dan proses kurikulum kepada hal yang bersifat umum. Kurikullum dalam PBM meliputi :

  • Mega Level (the why); profil lulusan yang diharapkan, tujuan umum program; pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kompetensi lainnya yang menetapkan pada pengembangan disiplin ilmu.

  • Makro Level (the what); latihan dan modul tujuan lembaga, belajar dari materi dan silabus, penilaian tujuan, struktur, kriteria, dan kegiatan evaluasi.

  • Mikro Level (the how); struktur kegiatan, jadwal PBM, tutorial, struktur belajar mandiri, dan kemasan belajar, sumber masalah dan belajar.

Pembelajaran Berbasis Masalah dan Perencanaan Kurikulum Langkah pertama perencanaan kurikulum kaitannya dengan

PBM adalah menentukan tujuan memanfaatkan PBM dan tujuan program kurikulum, seperti yang disebutkan di atas mega level, makro level, mikro level. Seperti halnya proses pengembangan kurikulum, adanya standar dalam pengembangan, dimulai dengan menentukan tujuan sesuai kebutuhan, kemudian perlu mempersiapkan sebuah dokumen yang meliputi :

  1. rasional penggunaan PBM;
  2. apa PBM dan apa yang diperlukan;
  3. tujaun PBM dan hasil yang ingin dicapai.

Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Sistem Manajemen Belajar

Sistem manajemen belajar, seperti halnya papan tulis hitam, sumber belajar dan perlengkapan belajar yang cukup menyengkan, rangkaian informasi, dokumen, pengukuran, buku- buku, sistem komunikasi, danlain-lain semua ini memerlukan pengaturan, penataan dalam sinergi yang baik untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya, telah diciptakan perlengkapan yang lebih canggih lagi, seperti fotografi, grafik dan video digital dan web site serta link internet.

Pengalaman Siswa dalam Pembelajaran Berbasis Masalah


Beberapa hal penting yang harus mendapat perhatian adalah :

  1. memperkirakan kesiapan siswa, meliputi dasar pengetahuan, kedewasaan berpikir, dan kekuatan motivasinya;

  2. mempersiapkan siswa dalam hal cara berpikir dan kemampuan dalam rangka melakukan pekerjaan secara kelompok, membaca, mengatur waktu, dan menggali informasi;

  3. merencanakan proses dalam bentuk langkah-langkah dalam cycle problem based learning ;

  4. menyediakan sumber bimbingan yang tepat, menjamin bahwa ada akhir yang merupakan hasil akhir.

Implementasi Pembelajaran Berbasis Masalah

Dalam setiap perubahan bukan saja diperlukan adanya kemauan untuk beruba, akan tetapi kesiapan menyongsong perubahan yang membawa implikasi terhadap sisi lain dari pendidikan itu sendiri. Pada sekolah misalnya, segala perangkat keras dan perangkat lunak, dari staf sampai pada tingkat pimpinan sekalipun harus memiliki kemauan, kesiapan, dan kemampuan dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan itu.

Intisari Pembelajaran Berbasis Masalah

Ibrahim dan Nur (200) mengemukakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar.

Moffit (Depdiknas, 2002) mengemukakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.

Persamaannya terletak pada pendayagunaan kemampuan berpikir dalam sebuah proses kognitif yang melibatkan proses mental yang diharapkan pada kompleksias suatu permasalahan yang ada di dunia nyata. Dengan demikian, siswa diharapkan memiliki pemahaman yang utuh dari sebuah materi yang diformulasikan dalam masalah, penguasaan sikap positif, dan keterampilan secara bertahap dan kesinambungan. PBM menurut aktivitas mental siswa dalam memahami suatu konsep, prinsip, dan keterampilan melalui situasi atau masalah yang disajikan di awal pembelajaran. Situasi atau masalah menjadi titik tolak pembelajaran untuk memahami prinsip, dan mengembangkan keterampilan yang berbeda pembelajaran pada umumnya.

Pierce dan Jones (Howey, 2001) mengemukakan bahwa kejadian-kejadian yang harus muncul dalam implementasi PBM, adalah:

  1. keterlibatan ( engagement ): mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah dengan bekerja sama,

  2. inkuiri dan investigasi: mengeksplorasi dan mendistribusikan informasi,

  3. performansi: menyajikan temuan,

  4. tanya jawab (debriefing): menguji keakuratan dari solusi, dan (5) refleksi terhadap pemecahan masalah.

Berbeda dengan Tan, Ibrahim dan Nur (2002) mengemukakan tujuan PBM secara lebih rinci, yaitu:

  1. membantu siswa mengemukakan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah;
  2. belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata;
  3. menjadi para siswa yang otonom.

Menurut Fogarty (1997) PBM dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur-sesuatu yang kacau. Dari kekacauan ini siswa menggunakan berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian untuk menentukan isu nyata yang ada. Langkah-langkah yang akan dilalui oleh siswa dalam sebuah proses PBM adalah:

  1. menemukan masalah;
  2. mendefinisikan masalah;
  3. mengumpulkan fakta dengan menggunakan KND;
  4. pembuatan hipotesis,
  5. penelitian;
  6. rephrasing masalah;
  7. menyuguhkan alternatif; dan
  8. mengusulkan solusi.

Lingkungan belajar yang harus disiapkan dalam PBM adalah lingkungan belajar yang terbuka, menggunakan proses demokrasi, dan menekankan pada peran aktif siswa. Seluruh proses membantu siswa untuk menjadi mandiri dan otonom yang percaya pada keterampilan intelektual mereka sendiri. Lingkungan bbelajar menekankan pada peran sentral siswa bukan pada guru.

Teori Belajar yang Melandasi Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah


Selain teori belajar konstruktivisme, ada beberapa tteori belajar lainnya yang melandasi pendekatan PBM, yakni sebagai berikut.

Teori Belajar Bermakna dari David Ausubel

Ausubel (Suparno, 1997) membedakan antara belajar bermakna ( meaningfull learning ) dengan belajar menghafal ( rote learning ). Belajar bermakna merupakan proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Belajar menghafal, diperlukan bila seseorang memperoleh informasi baru dalam pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah diketahuinya. Kaitan dengan PBM dalam hal mengaitkan informasi baru dengan stuktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.

Teori Belajar Vigotsky

Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu berusaha mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya kemudian membangun pengertian baru. Ibrahim dan Nur (2000: 19) Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Kaitannya dengan PBM dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam interaksi sosial dengan teman lain.

Teori Belajar Jerome S. Bruner

Metode penemuan merupakan metode di mana siswa menemukan kembali, bukan menemukan yang sama sekali benar-benar baru. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan ssendirinya memberikan hasil yang lebih baik, berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung oleh pengetahuan yang menyertaina, serta menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar, 1989).

Bruner juga menggunakan konsep scaffolding dan interaksi sosial di kelas maupun di luar kelas. Scaffolding adalah suatu proses untuk membantu siswa menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih.

Petunjuk Bagi Guru dengan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah


Salah satu isi utama dalam PBM adalah pembentukan masalah yang menuntut penyelesaian. Sesuai dengan pendapat Hudoyo (2002), masalah yang disajikan dalam pembelajaran berbasis masalah tidak perlu berupa penyelesaian masalah (problem solving) sebagaimana biasa, tetapi pembentukan masalah (problem posing) yang kemudian diselesaikan. Aspek yang disajikan tentu saja hal-hal yang sesuai dengan pengalaman dalam kehidupan siswa, sehingga masalah yang ditimbulkan menjadi masalah yang kontekstual.

Melalui pendekatan PBM siswa mempresentasikan gagasannya, siswa terlatih merefleksikan persepsinya, mengargumentasikan dan mengomunikasikan ke pihak lain sehingga guru pun memahami proses bepikir siswa, dan guru dapat membimbing serta mengintervensikan ide baru berupa konsep dan prinsip. Dengan demikian, pembelajaran berlangsung sesuai dengan kemampuan siswa, sehingga interaksi antara guru dan siswa, serta siswa dengan siswa menjadi terkondisi dan terkendali.

Pembelajaran melalui pendekatan PBM merupakan suatu rangkaian pendekatan kegiatan belajar yang diharapkan dapat memberdayakan siswa untuk menjadi seorang individu yang mandiri dan mampu menghadapi setiap permasalahan dalam hidupnya di kemudian hari. Dalam pelaksanaan pembelajaran, siswa dituntut terlibat aktif dalam mengikuti proses pembelajaran melalui diskusi kelompok. Langkah awal kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan mengajak siswa untuk memahami situasi yang diajukan baik oleh guru maupun siswa, yang dimulai dari apa yang telah diketahui oleh siswa.

Dalam aplikasinya PBM membutuhkan kesiapan guru dan siswa untuk bisa berkolaborasi dalam memecahkan masalah yang diangkat. Guru harus siap menjadi pembimbing sekaligus tutor bagi para siswa yangdapat memberikan motivasi, semangat, dan membantu dalam menguasai keterampilan pemecah masalah. Siswa harus siap menjalani setiap tahap PBM untuk bisa bertahan hidup dalam situasi kehidupan yang semakin kompleks.

Sebagaimana halnya dengan pendekatan lain, pendekatan PBM mempunyai pedoman dalam pelaksanaannya. Menurut Hamzah (2003) guru berperan mengantarkan siswa memahami konsep dan menyiapkan situasi dengan pokok bahasan yang diajarkan. Selanjutnya siswa mengonstruksi sebanyak mungkin masalah untuk meningkatkan pengembangan pemahaman konsep, aturan, dan teori dalam memecahkan masalah.

Kemudian secara lebih khusus Hamzah mengemukakan tugas guru dalam PBM, yaitu:

  • guru hendaknya menyediakan lingkungan belajar yang memungkinkan self regulated dalm belajar pada diri siswa berkembang;

  • guru hendaknya selalu mengarahkan siswa mengajukan masalah, atau pertanyaan atau memperluas masalah;

  • guru hendaknya menyediakan beberapa situasi masalah yang berbeda-beda, berupa informasi tertulis, benda manipulative, gambar atau yang lainnya;

  • guru dapat memberikan masalah yang berbentuk open-ended ;

  • guru dapat memberikaan contoh cara merumuskan dan mengajukan masalah dengan beberapa tingkat kesukaran, baik tingkat kesulitan pemecahan maslah; dan

  • guru menyelenggarakan reciprocal teaching , yaitu pelajaran yang berbentuk dialok antara siswa mengenai materi pelajaran dengan cara menggilir siswa berperan sebagai guru ( peer teaching ).

Guru dapat melakukan pembelajaran dengan mengorientasikan siswa pada masalah kontekstual yang mendorong mereka untuk mampu menemukan masalahnya, menelaah kuantitas, kualitas dan kompleksitas masalah yang diajukan. Siswa perlu diminta untuk mempresentasikan hasil temuannya berupa perumusan masalah, dan pengumpulan fakta-fakta (apa yang mereka ketahui, apa yang perlu mereka ketehui dan apa yang harus mereka laksanakan), membuat pertanyaan-pertanyaan, mengantisipasi informasi-informasi yang dibutuhkan, merephrase masalah, dan akhirnya membuat suatu formulasi sebagai alternatif proses pemecahan masalah.

Sumber : Nurdyansyah, Eni Fariyatul Fahyuni, 2016, Inovasi Model Pembelajaran, Nizamial Learning Center

Menurut Komalasari (2013) pembelajaran berbasis masalah adalah Model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa utuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai isi materi pelajaran.

Wardani (2007) mengatakan, “Model pembelajaran berbasis masalah dapat menyajikan masalah autentik dan bermakna sehingga siswa dapat melakukan penyelidikan dan menemukan sendiri”. Dan model pembelajaran berbasis masalah menurut Suradijono (dalam Pitriani, 2014) adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan data dan mengintegrasikan pengetahuan baru”.

Adapun pendapat Bern dan Erickson (dalam Komalasari, 2001) pembelajaran berbasis masalah adalah Model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasi berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Strategi ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempresentasikan penemuan.

Adapun pendapat Riyanto (2010) mengatakan, “Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah”.

Menurut Arends (dalam Trianto, 2007) pembelajaran berbasis masalah adalah: Suatu model pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berfikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.

Karakterisktik Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Menurut Arends (dalam Hariyanto dan Warsono, 2012) ciri yang paling utama dari model pembelajaran berbasis masalah yaitu:

  1. Pengajuan pertanyaan atau masalah
  • Autentik, yaitu masalah harus berakar pada kehidupan dunia nyata siswa;
  • Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, tidak menimbulkan masalah baru;
  • Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa;
  • Luas dan sesuai tujuan pembelajaran;
  • Bermanfaat, yaitu masalah tersebut bermanfaat bagi siswa;
  1. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu
    Walaupun pembelajaran berbasis masalah ditujukan pada suatu ilmu bidang tertentu tetapi dalam pemecahan masalah-masalah aktual, peserta didik dapat menyelidiki dari berbagai ilmu.

  2. Penyelidikan autentik (nyata)
    Dalam penyelidikan siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen, membuat kesimpulan dan menggambarkan hasil akhir.

  3. Menghasilkan produk dan memamerkannya
    Siswa bertugas menyusun hasil belajarnya dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya;

  4. Kolaboratif
    Tugas-tugas belajar berupa masalah diselesaikan bersama-sama antar siswa.

Manfaat Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Menurut Smith (dalam Amir, 2013), manfaat pembelajaran berbasis masalah adalah:

  1. Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar
    Kedua hal ini ada kaitannya, kalau pengetahuan itu didapatkan lebih dekat dengan konteks praktiknya, maka kita akan lebih ingat. Pemahamanan juga demikian, dengan konteks yang dekat dan sekaligus melakukan banyak mengajukan pertanyaan menyelidiki bukan sekedar hafal saja maka pembelajaran akan lebih memahami materi.

  2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan
    Dengan kemampuan pendidik membanguan masalah yang sarat dengan konteks praktik, pembelajaran bisa merasakan lebih baik konteks operasinya di lapangan.

  3. Mendorong untuk berfikir
    Dengan proses yang mendorong pembelajaran untuk mempertanyakan, kritis, reflektif maka mafaat ini berpeluang terjadi. Pembelajaran dianjurkan untuk tidak terburu-buru menyipulkan, mencoba menemukan landasan argumennya dan fakta-fakta yang mendukung alasan. Nalar pembelajaran dilatih dan kemampuan berfikir ditingkatkan. Tidak sekedar tahu, tapi juga dipikirkan.

  4. Membangun kerja tim, kepemimpinan dan keterampilan sosial
    Pembelajaran diharapkan memahami perannya dalam kelompok, menerima pandangan orang lain, bisa memberikan pengertian bahkan untuk orang-orang yang barangkali tidak mereka senangi. Keterampilan yang sering disebut bagian dari soft skills ini, seperti juga hubungan interpersonal dapat mereka kembangkan. Dalam hal tertentu, pengalaman kepemimpinan juga dapat dirasakan. Mereka mempertimbangkan strategi memutuskan dan persuasif dengan orang lain.

  5. Membangun kecakapan belajar
    Pembelajaran perlu dibiasakan untuk mampu belajar terus meneru. Ilmu keterampilan yang mereka butuhkan nanti akan terus berkembang, apapun bidang pekerjaannya. Jadi mereka harus mengembangkan bagaimana kemampuan untuk belajar.

  6. Memotivasi pembelajaran
    Motivasi belajar pembelajaran, terlepas dari apapun metode yang kita gunakan, selalu menjadi tantangan. Dengan model pembelajaran berbasis masalah, kita punya peluang untuk membangkitkan minat dari dalam diri, karena kita menciptakan masalah dengan konteks pekerjaan.

Kelebihan Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Menurut Hariyanto dan Warsono (2012), kelebihan dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah antara lain:

  1. Siswa akan terbiasa menghadapi masalah dan merasa tertantang untuk menyelesaikan masalah, yang ada dalam kehidupan sehari-hari;
  2. Memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman sekelasnya;
  3. Semakin mengakrabkan guru dengan siswa;
  4. Karena ada kemungkinan suatu masalah harus diselesaikan siswa melalui eksperimen hal ini juga akan membiasakan siswa dalam menerapkan metedo eksperimen.

Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Menurut Hariyanto dan Warsono (2012), kekurangan dari model pembelajaran berbasis masalah antara lain:

  1. Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa kepada pemecahan masalah;
  2. Seringkali memerlukan biaya mahal dan waktu yang panjang
  3. Aktivitas siswa yang dilaksanakan diluar sekolah sulit dipantau guru

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) adalah suatu model pembelajaran inovatif yang memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa serta melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah.

Tujuannya adalah agar siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. PBL tidak sekedar untuk memecahkan masalah, melainkan memberikan kesempatan belajar dimana pemecahan masalah adalah fokus atau titik awal untuk belajar siswa. Siswa bekerja pada masalah untuk mengidentifikasi dan mencari pengetahuan yang mereka butuhkan untuk memodelkan masalah.

Problem Based Learning yang selanjutnya disebut PBL, adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan cara menghadapkan para peserta didik tersebut dengan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan model pembelajaran ini, peserta didik dari sejak awal sudah dihadapkan kepada berbagai masalah kehidupan yang mungkin akan ditemuinya kelak pada saat mereka sudah lulus dari bangku sekolah.

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL) sebagai “pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Masalah tersebut dipertemukan pertama-tama dalam proses pembelajaran”. PBL merupakan salah satu bentuk peralihan dari paragdima pengajaran menuju paradigma pembelajaran. Jadi, fokusnya adalah pada pembelajaran siswa, dan bukan pada pengajaran guru.

Adapun tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah, di antaranya yaitu:

  1. Untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual

  2. Belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan

  3. Menjadi pembelajaran otonom dan mandiri.

Fokus utama dalam pembelajaran berbasis masalah adalah masalah yang dipecahkan. Sebagai suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata, model ini menjadi suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Siswa dituntut melakukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya. Pengalaman ini diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia membelajarkan diri.

Langkah-langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Pembelajaran Problem Based Learning terdiri dari lima fase utama dimulai dari guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Secara singkat kelima fase pembelajaran PBL adalah sebagai berikut :

1. Fase -1 : Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

2. Fase -2 : Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3. Fase -3 : Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

4. Fase -4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

5. Fase -5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan