Apa yang dimaksud dengan modal sosial?

Apa yang dimaksud dengan modal sosial?

Apa yang dimaksud dengan modal sosial?

2 Likes

Perkembangan Konsep Modal Sosial


Konsep modal sosial muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak mungkin dapat secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Diperlukan adanya kebersamaan dan kerjasama yang baik dari segenap anggota masyarakat yang berkepentingan untuk mengatasi masalah tersebut. Pemikiran seperti inilah yang pada awal abad ke 20 mengilhami seorang pendidik di Amerika Serikat bernama Lyda Judson Hanifan untuk memperkenalkan konsep modal sosial pertama kalinya. Dalam tulisannya berjudul ‘The Rural School Community Centre’ (Hanifan, 1916) Hanifan mengatakan modal sosial bukanlah modal dalam arti biasa seperti harta kekayaan atau uang, tetapi lebih mengandung arti kiasan, namun merupakan aset atau modal nyata yang penting dalam hidup bermasyarakat. Menurut Hanifan, dalam modal sosial termasuk kemauan baik, rasa bersahabat, saling simpati, serta hubungan sosial dan kerjasama yang erat antara individu dan keluarga yang membentuk suatu kelompok sosial.

Sekalipun Hanifan telah menggunakan istilah modal sosial hampir seabad yang lalu, istilah tersebut baru mulai dikenal di dunia akademis sejak akhir tahun 1980an. Pierre Bourdieu, seorang sosiolog Perancis kenamaan, dalam sebuah tulisan yang berjudul “The Forms of Capital” (1986) mengemukakan bahwa untuk dapat memahami struktur dan cara berfungsinya dunia sosial perlu dibahas modal dalam segala bentuknya, tidak cukup hanya membahas modal seperti yang dikenal dalam teori ekonomi. Penting juga diketahui bentuk-bentuk transaksi yang dalam teori ekonomi dianggap sebagai non-ekonomi karena tidak dapat secara langsung memaksimalkan keuntungan material. Padalah sebenarnya dalam setiap transaksi modal ekonomi selalu disertai oleh modal immaterial berbentuk modal budaya dan modal sosial. Bourdieu menjelaskan perbedaan antara modal ekonomi, modal budaya dan modal sosial, dan menggambarkan bagaimana ketiganya dapat dibedakan antara satu sama lain dilihat dari tingkat kemudahannya untuk dikonversikan.

Bourdieu mendefinisikan modal sosial sebagai keseluruhan sumberdaya baik yang aktual maupun potensial yang terkait dengan kepemilikan jaringan hubungan kelembagaan yang tetap dengan didasarkan pada saling kenal dan saling mengakui.
Dengan kata lain, dengan menjadi anggota dari suatu kelompok orang akan memperoleh dukungan dari modal yang dimiliki secara kolektif. Selanjutnya ia mengatakan bahwa besarnya modal sosial yang dimiliki seorang anggota dari suatu kelompok tergantung pada seberapa jauh kuantitas maupun kualitas jaringan hubungan yang dapat diciptakannya, serta seberapa besar volume modal ekonomi, budaya dan sosial yang dimiliki oleh setiap orang yang ada dalam jaringan hubungannya (Bourdieu, 1986).

Seperti telah disebut di atas istilah social capital sudah diperkenalkan Lyda Judson Hanifan dalam sebuah tulisan tentang keberhasilan seorang kepala sekolah membangun rasa kebersamaan dalam sebuah komunitas masyarakat, sehingga kemajuan tidak hanya dicapai oleh anak didik tetapi juga oleh warga masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam tulisan tersebut Hanifan bukan hanya sekedar
memperkenalkan istilah dan memberi definisi terhadap istilah tersebut tetapi juga jelas menunjukkan suatu pemikiran yang konseptual tentang strategi pengembangan modal sosial dalam masyarakat. Pendekatan terhadap masalah yang ditunjukkannya memang kelihatan lebih bersifat praktis dan sederhana sehingga mudah dipahami oleh kalangan pembaca pada umumnya. Sementara pemikiran Bourdieu ini, karena sebelumnya disampaikan dalam bahasa Perancis dan lebih bersifat gagasan filosofis dan teoritis, hanya terbatas dikenal di kalangan akademisi, tidak menjangkau kalangan pembaca yang lebih luas. Oleh karena itu konsep modal sosial yang digagasnya tetapi tinggal sebagai bahan wacana di dunia perguruan tinggi.

Coleman dalam sebuah tulisan yang berjudul “Social Capital in the Creation of Human Capital” (1988) memperkenalkan modal sosial sebagai sarana konseptual untuk memahami orientasi teoritis tindakan sosial dengan mengaitkan komponen-komponen dari perspektif sosiologi dan ekonomi. Dengan cara demikian ia menggunakan prinsip-prinsip dalam ilmu ekonomi untuk menganalisis proses sosial. Coleman membahas bagaimana modal sosial terbentuk dan menyoroti modal sosial dalam tiga bentuk yang berbeda. Dengan menggunakan data yang berasal dari sebuah penelitian mengenai siswa di sebuah sekolah menengah, ia menggambarkan bagamana modal sosial (social capital) berperan dalam menciptakan modal manusia (human capital) dengan cara memperlihatkan apa yang berlangsung dalam keluarga dan masyarakat dalam proses perkembangan pendidikan anak-anak. Sebuah contoh yang jelas dalam hal ini adalah bagaimana pentingnya keterlibatan orang tua murid dan para guru dalam wadah POMG untuk bersama-sama membahas langkahlangkah terbaik guna meningkatkan kemajuan anak didik.

Coleman berpendapat bahwa pengertian modal sosial ditentukan oleh fungsinya. Sekalipun sebenarnya terdapat banyak fungsi modal sosial tetapi ia mengatakan bahwa pada dasarnya semuanya memiliki dua unsur yang sama, yakni: pertama, (1) modal sosial mencakup sejumlah aspek dari struktur sosial, dan (2) modal sosial memberi kemudahan bagi orang untuk melakukan sesuatu dalam kerangka struktur sosial tersebut. Ia memberi penekanan terhadap dua aspek dari struktur sosial yang sangat penting dalam memudahkan tercipta dan berkembangnya modal sosial dalam
berbagai bentuk. Pertama, aspek dari struktur sosial yang menciptakan pengungkungan dalam sebuah jaringan sosial yang membuat setiap orang saling berhubungan sedemikian rupa sehingga kewajiban-kewajiban maupun sanksi-sanksi dapat dikenakan kepada setiap orang yang menjadi anggota jaringan itu. Kedua, adanya organisasi sosial yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan bersama.

Referensi

http://jmb.lipi.go.id/index.php/jmb/article/download/256/234

Terminologi modal sosial [atau lebih dikenal dengan: social capital] digunakan secara berbeda-beda tergantung dari lingkup studi. Bagi kalangan ekonom, terutama pada tingkatan mikro-ekonomi, modal sosial dipandang terutama dalam arti kemampuannya untuk memperbaiki berfungsinya pasar. Sedangkan pada aras makro-ekonomi, para ekonom mempertimbangkan modal sosial terkait dengan bagaimana institusi-institusi, kerangka kerja berdasarkan tata aturan, dan peran pemerintah dalam organisasi produksi mempengaruhi penampilan makro-ekonomi.

Menurut Bourdieu (Jenkins, 2004) modal sosial adalah sekumpulan sumberdaya aktual atau potensial yang terkait dengan pemilikan suatu jejaring yang tahan lama dari hubungan-hubungan yang sudah terlembagakan yang berawal dari pengenalan dan pengakuan yang saling menguntungkan.

Sedangkan bagi Coleman (1990) modal sosial dilihat berdasarkan fungsinya, yang bukan merupakan entitas tunggal tetapi terdiri dari berbagai entitas yang berbeda-beda, dengan dua karakteristik umum, yakni: (1) semuanya terdiri-dari atas beberapa aspek dari struktur sosial, dan (2) entitas-entitas tersebut memfasilitasi tindakan individu-individu yang ada dalam struktur tersebut. Seperti bentuk modal lainnya, modal sosial bersifat produktif, yang memungkinkan pencapaian beberapa tujuan yang tidak dapat dicapai tanpa keberadaannya. Seperti modal fisik dan modal manusia, modal sosial tidak sepenuhnya dapat ditukar, tetapi dapat ditukar terkait dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Bentuk modal tertentu yang bernilai untuk memudahkan beberapa tindakan bisa jadi tidak berguna atau merugikan orang lain. Tidak seperti modal lainnya, modal sosial melekat pada struktur relasi di antara orang dan kalangan orang.

Putnam (1993) mendefinisikan modal sosial adalah suatu kumpulan dari asosiasi-asosiasi yang bersifat horisontal di antara orang-orang yang mempunyai pengaruh terhadap produktivitas dari masyarakat setempat. Asosiasi-asosiasi yang dimaksud, termasuk jejaring dari pertalian warga masyarakat (civic engagement) dan norma-norma sosial. Asumsi yang mendasari konsep Putnam adalah: (1) jejaring dan norma-norma yang secara empiris saling terkait; dan (2) jejaring dan norma-norma dimaksud mempunyai konsekuensi-konsekuensi ekonomi yang penting. Oleh sebab itu, ciri kunci dari modal sosial sebagaimana definisi Putnam adalah modal sosial memfasilitasi koordinasi dan kerja sama bagi keuntungan bersama (timbal balik) dari para anggota suatu asosiasi.

Menurut Portes (1998) modal sosial adalah kemampuan dari para aktor untuk menjamin manfaat dengan bertumpu pada keanggotaan dalam jejaring sosial dan struktur-struktur sosial lain. Sedangkan menurut Woolcock (1998) modal sosial adalah derajat kohesi sosial yang ada dalam komunitas. Ia mengacu pada proses-proses antar orang yang membangun jejaring, norma-norma, dan social trust, dan memperlancar koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan.

Dari pandangan beberapa ahli tentang konsepsi modal sosial di atas, maka dapat disimpulkan bahwa modal sosial adalah : (1) sekumpulan sumberdaya aktual dan potensial; (2) entitasnya terdiri-dari atas beberapa aspek dari struktur sosial, dan entitas-entitas tersebut memfasilitasi tindakan individu-individu yang ada dalam struktur tersebut; (3) asosiasi-asosiasi yang bersifat horisontal; (3) kemampuan aktor untuk menjamin manfaat; (4) informasi; (5) norma-norma; (6) nilai-nilai; (7) resiprositas; (8) kerjasama; (9) jejaring.

SUMBER-SUMBER MODAL SOSIAL

Teori yang secara memuaskan mengidentifikasikan mekanisme produksi, pemeliharaan dan pertumbuhan modal sosial, hingga kini masih belum memadai. Pantoja (2000) menyebutkan bahwa jika modal sosial didekati semata-mata dalam terma-terma struktural, jika dioperasionalisasi dalam keanggotaan misalnya, terdapat kecenderungan untuk menganggap bahwa keanggotaan tersebut di dalam dirinya sendiri adalah yang memproduksi modal sosial. Juga terlalu menganggap bahwa asosiasi adalah yang menyediakan modal sosial bagi individu dan kelompok.

Suatu kesulitan yang nyata adalah bahwa banyak interaksi dan relasi formal dan informal di antara anggota-anggota suatu masyarakat dapat memperkuat modal sosial, meskipun spektrum dari interaksi yang dimaksud tidak sepenuhnya bisa diobservasi (Stolle and Rochon, 1998).

Putnam (1993) menilai bahwa rasa saling percaya (trust) adalah suatu komponen yang penting dari modal sosial. Umumnya analisis Putnam difokuskan pada trust antar individu (interpersonal trust), meskipun seperti yang dikatakan Williamson (1993) masih ada beberapa trust yang juga relevan, dan membedakan trust ke dalam tiga tipe, yaitu calculative trust, personal trust, dan institutional trust.

Salah satu isu utama yang perlu dipegang adalah bagaimana social trust di antara masyarakat kurang mampu mempunyai pengetahuan yang intim di antara sesama– berkembang dan dipelihara di dalam masyarakat. Menurut dugaan, manfaat yang krusial dari rasa saling percaya antar orang perorangan ditingkatkan oleh keanggotaan asosiasional yang membantu pengembangan masyarakat dimana berbagai macam kerjasama dimungkinkan terkait dengan adanya suatu generalized social trust. Generalized social trust ini diharapkan untuk berkembang melewati batas-batas kekerabatan dan pertemanan, bahkan melewati hubungan perkenalan.

Bagi Putnam (1993) trust mempunyai dua sumber, yakni: (1) norma-norma resiprositas; (2) jejaring dari pertalian warga. Menurut Granovetter (1985), trust di dalam masyarakat muncul terutama karena relasi-relasi sosial. Sebaliknya, bagi Levi (1998) trust yang muncul pada asosiasi-asosiasi tingkat menengah dapat saja tidak mencukupi untuk menghasilkan generalized social trust, sementara itu, institusi-institusi negara dapat pula menyediakan dasar bagi generalized trust.

Bagi Levi (1998) trust adalah human passion dan modality of human action. Sebagaimana human passion, trust merepresentasi keyakinan yang terdapat dalam harapan-harapan sehubungan dengan perhatian-perhatian yang ramah dari berbagai agen sosial. Sebagai modality of action, trust selalu bersifat strategis, dan memerlukan kurang lebih kebijakan yang diputuskan secara sadar untuk sepakat dengan kebebasan orang lain. Menurut Pantoja, pandangan ini terkait dengan apa yang disebut oleh Williamson tentang personal trust dan calculative trust.

IMPLIKASI MODAL SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN

Terdapat bukti yang terus berkembang bahwa modal sosial mempunyai pengaruh yang kuat terhadap hasil-hasil pembangunan, termasuk pertumbuhan, keadilan, dan pengentasan kemiskinan (Grootaert, 1996). Berbagai asosiasi dan institusi menyediakan suatu kerangka kerja informal untuk berbagi informasi (sharing information), mongkoordinasikan aktivitas-aktivitas (coordinating activities), dan membuat keputusan-keputusan bersama (making collective decision).

Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi

Modal sosial sangat tinggi pengaruhnya terhadap perkembangan dan kemajuan berbagai sektor ekonomi. Fukuyama (1999) menunjukkan hasil-hasil studi di berbagai negara yang menunjukkan bahwa modal sosial yang kuat akan merangsang pertumbuhan berbagai sektor ekonomi karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi dan kerekatan hubungan dalam jaringan yang luas tumbuh antar sesama pelaku ekonomi. Hasbullah (2006) memberikan contoh perkembangan ekonomi yang sangat tinggi di Asia Timur yang dijalankan pelaku ekonomi Cina. Usahanya memiliki tingkat kohesifitas yang tinggi karena dilakukan dengan koneksi-koneksi kekeluargaan dan kesukuan, dan pola ini mendorong pembentukan jaringan rasa percaya (networks of trust) yang dibangun melewati batas-batas keluarga, suku, agama, dan negara.

Budaya gotong-royong, tolong menolong, saling mengingatkan antar individu dalam entitas masyarakat desa merefleksikan semangat saling memberi (reciprocity), saling percaya (trust), dan adanya jaringan-jaringan sosial (social networking). Pembangunan industri pada masyarakat dengan modal sosial tinggi akan cepat berkembang karena modal sosial akan menghasilkan energi kolektif yang memungkinkan berkembangnya jiwa dan semangat kewirausahaan di tengah masyarakat yang pada gilirannya akan menumbuhkembangkan dunia usaha. Investor asing akan tertarik untuk menanamkan modal usaha pada masyarakat yang menjunjung nilai kejujuran, kepercayaan, terbuka dan memiliki tingkat empati yang tinggi. Modal sosial, berpengaruh kuat pada perkembangan sektor ekonomi lainnya seperti perdagangan, jasa, konstruksi, pariwisata dan lainnya.

Putnam (2000) menjelaskan mengenai modal sosial dan institusi-institusi demokrasi di wilayah Italia yang berbeda sejak tahun 1970-an. Putnam menemukan bahwa partisipasi warga terkait dengan kinerja pemerintah regional. Kemudian Putnam menemukan gabungan indikator tentang modal sosial di Amerika Serikat yang mempunyai korelasi negatif dengan data tentang penghindaran pajak di seluruh Amerika, yaitu pemenuhan kewajiban pajak tinggi di negara-negara bagian yang mempunyai modal sosial tinggi. Selanjutnya setelah melakukan kontrol terhadap perbedaan-perbedaan antar negara bagian dalam modal sosial. Terlihat pendapatan perkapita, ketidaksamaan pendapatan, komposisi ras, urbanisasi dan tingkat pendidikan, modal sosial merupakan satu-satunya faktor yang ditemukan terkait dengan keberhasilan pemenuhan pajak yang diperkirakan.

Referensi

Haridison, A. 2013. Modal Sosial dalam Pembangunan. JISPAR, FISIP Universitas Palangka Raya, Vol. 4 : 31-40.