Migrasi bukanlah hal asing dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini karena semakin berkembangnya masyarakat menyebabkan terjadinya migrasi baik karena faktor politik, ekonomi, keamanan, maupun sosial.
Dalam ilmu sosiologi migrasi terdapat dua macam yakni migrasi internal dan migrasi internasional.
-
Migrasi internal berarti perpindahan penduduk yang terjadi antar wilayah dalam suatu negara sebagai contoh seperti urbanisasi dan transmigrasi.
- Urbanisasi adalah perpindahan penduduk desa ke wilayah perkotaan.
- Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari pulau yang padat ke pulau yang jarang penduduknya yang diatur oleh pemerintah.
-
Migrasi internasional adalah perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain. Ada pun contoh migrasi internasional adalah imigrasi dan emigrasi.
- Imigrasi adalah perpindahan dari suatu negara ke negara lain untuk menetap.
- Emigrasi adalah perpindahan dari tanah air sendiri ke negara lain untuk menetap.
Apabila dikaitkan dengan ilmu sosial diketahui bahwa migrasi berarti perpindahan penduduk dari satu unit geografis ke unit geografis lainnya. Ada pun maksud dari unit geografis dalam hal ini adalah satu unit administratif seperti kelurahan, kabupaten, kota bahkan negara yang mana jaraknya tidak terlalu dekat.
Menurut Ross Steele migrasi tidak hanya perpindahan dari satu negara ke negara lain, bahkan perpindahan dari satu rumah ke rumah yang jaraknya beberapa meter dapat diartikan sebagai migrasi.
Teori Migrasi
Adanya migrasi yang terjadi disebabkan karena tiga faktor yakni pendorong, penarik, dan sarana.
Ada pun faktor pertama terjadi karena kondisi tempat tinggal yang tidak aman sehingga tidak memungkinkan untuk hidup damai sehingga memaksa orang-orang meninggalkan tanah air. Hal ini pernah terjadi di Indonesia ketika masa revolusi fisik berkobar antara tahun 1945-1949 serta masa pemberontakan dalam negeri yang memakan banyak korban jiwa hingga menyebabkan masyarakat keluar dari wilayahnya menuju wilayah lain yang lebih aman. Selain itu, hal ini terjadi pula di semenanjung Korea ketika terjadi perang Korea era 1950-an yang menyebabkan perpindahan masal penduduk desa di Korea menuju wilayah perkotaan.
Pada faktor kedua yakni penarik terjadi karena terdapat hal-hal yang membuat tertarik di negara yang akan didatangi baik tingkat perekonomian, kondisi alam, maupun tipe pemerintahan. Hal ini dapat diketahui seperti warga Indonesia yang menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang merantau ke Malaysia untuk mencari nafkah karena peluang kerja di negeri jiran jauh lebih terbuka juga terjamin daripada di Indonesia.
Sedangkan, pada faktor ketiga yakni sarana terjadi karena terdapat kelebihan yang dimiliki wilayah yang akan dituju dengan tidak adanya hambatan pada wilayah tersebut. Hal ini dapat dicontohkan seperti pembatasan imigrasi dan larangan emigrasi yang tidak terlalu sulit seperti adanya Negara yang menerima imigran dengan suka hati untuk mengembangkan sumber dayanya seperti Brasil dan Kanada yang masih kekurangan penduduk.
Menurut Ernst Georg Ravenstein, yang dijuluki sebagai bapak migrasi, diketahui bahwa pada tahun 1899 mengajukan pendapatnya mengenai fenomena migrasi yang kemudian dikenal dengan teori Gravitasi. Ada pun pemikiran Ravenstein adalah sebagai berikut :
- Semakin jauh jarak migrasi, maka semakin berkurang volume migran. Teori ini dikenal dengan nama “Distance-decay Theory”
- Setiap terjadi arus migran maka akan terjadi arus balik
- Terjadinya perbedaan antara desa dengan kota
- Terdapat kecenderungan bagi wanita untuk bermigrasi ke daerah yang jaraknya dekat
- Teknologi yang semakin maju menyebabkan intensitas migrasi meningkat
- Penyebab utama migrasi berkaitan dengan ekonomi
Berdasarkan teori di atas diketahui bahwa pendapat yang diajukan oleh Ernst Georg Ravenstein masih relevan hingga saat ini karena berbagai fenomena seputar migrasi yang terjadi dikarenakan oleh beberapa faktor tersebut. Sehingga tidak ayal bahwa Ravesntein dijuluki sebagai bapak migrasi.
Selain teori gravitasi terdapat pula teori dorong-tarik atau Puss-Pull Theory yang diajukan oleh Everett S. Lee pada tahun 1966. Pada teori tersebut diketahui bahwa terdapat 4 faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi sebagai berikut :
- Faktor yang terjadi di daerah asal
- Faktor yang terdapat di daerah tujuan
- Faktor rintangan
- Faktor pribadi
Teori di atas menjelaskan mengenai berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi. Jika melihat faktor pertama yakni faktor yang terdapat di daerah asal dapat dipahami bahwa faktor pertama maupun kedua dapat menjadi daya dorong apabila bersifat positif. Akan tetapi hal ini dapat pula bersifat negatif jika terdapat daya penghambat. Ada pun yang menjadi daya dorong bagi seseorang untuk migrasi yakni musibah yang terjadi di daerah asalnya seperti bencana alam juga peperangan. Lalu faktor yang menjadi daya tarik bagi seseorang untuk bermigrasi adalah banyaknya lapangan pekerjaan baik industri maupun pertambangan serta lingkungan yang kondusif untuk dihuni.
Perkembangan teknologi khususnya di wilayah perkotaan yang semakin pesat menjadikan tingginya masyarakat yang melakukan migrasi dari wilayah pedesaan ke perkotaan. Selanjutnya bagi orang yang ingin mengembangkan potensi dirinya, maka hal ini pun memicu terjadinya migrasi yang disebut dengan migrasi primeer. Jika ada keluarga yang diikut sertakan dalam migrasi disebut dengan migrasi sekunder. Akan tetapi yang menjadi rintangan adalah biaya perjalanan, peraturan yang diterapkan pemerintah, keadaan keluarga juga jarak. Sehingga wilayah kota menjadi daya tarik bagi masyarakat pedesaan yang merantau untuk mencari rezeki.
Selanjutnya menurut Michael P. Todaro migrasi disebakan oleh faktor- faktor ekonomi. Pendapat ini diutarakan karena selama ini penelitian tentang migrasi hanya dari aspek sosiologis, geografis, psikologis, dan budaya. Sehingga karena kurangnya perhatian pada bidang ekonomi, maka Todaro mengungkapkan bahwa factor ekonomilah yang menyebabkan terjadinya migrasi. Menurut Todaro faktor ekonomi bukan saja sebagai faktor pendorong maupun penarik sebagaimana yang dibahas dalam teori Lee. Akan tetapi, faktor ini merupakan “dorongan ke belakang” yang membicarakan tentang dampak pengangguran.
Permasalahan migrasi memang tidak lepas dari faktor ekonomi, karena itu Todaro mengemukakan model migrasi menurut pandangannya terdapat empat karakteristik sebagai berikut
-
Migrasi terjadi karena pertimbangan ekonomi yang rasional
-
Keputusan bermigrasi didasarkan pada tingkat pendapatan yang diraih daripada perbedaan upah riil dari desa-kota
-
Probabilitas memperoleh pekerjaan di kota berkaitan dengan tingkat pengangguran
-
Tingkat migrasi terjadi karena adanya tingkat kesempatan kerja di kota
Sehingga dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa Todaro lebih menganalisis migrasi dari aspek ekonomi dan individu atau angkatan kerja.
Dampak Migrasi
–
Adanya perkembangan jumlah penduduk disertai dengan mobilitas masyarakat yang kian meningkat memiliki dampak positif dan dampak negatif. Pada satu sisi migrasi membawa dampak positif berupa terciptanya lapangan pekerjaan baru dan berkembangnya industri bidang jasa serta perdagangan. Lalu pada sisi lain migrasi membawa dampak negatif berupa meningkatnya angka kriminalitas, menjamurnya pemukiman kumuh, banyaknya pengangguran bahkan berdampak buruk pada kerusakan alam.
Adanya hal ini pun menyebabkan terjadinya perubahan baik masalah sosial mapun budaya. Lalu, tidak jarang pula menimbulkan konflik yang dilandasi oleh berbagai kepentingan tertentu. Hal ini terjadi karena adanya benturan antara nilai dan kepentingan.
Selain itu konflik terjadi karena ketidaksiapan sebagian masyarakat tertentu untuk menerima perubahan yang terjadi akibat mobilitas sosial. Sehingga berbagai kepentingan tidak dapat dipertemukan dan inilah penyebab timbulnya konflik. Seperti halnya konflik yang terjadi di Maluku, Papua, Aceh maupun Sampit yang terjadi antara penduduk asli dengan pendatang yang keduanya memiliki kepentingan masing-masing atas daerah masing-masing. Namun karena kedua kepentingan saling bertentangan juga adanya perbedaan kebudayaan menjadikan konflik semakin memanas.
Referensi
- Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008)
- Paul B. Horton & Chester L. Hunt, Sociology Sixth Edition, Terj. Amiruddin Ram & Tita Sobari, cet 3, (Jakarta : Erlangga, 1992)
- Rikwanto Tirtosudarmo, Demografi Politik Pembangunan Indonesia Dari Riau sampai Timor-Timur, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996)
- Wahyu, Wawasan Ilmu Sosial Dasar, (Surabaya : Usaha Nasional, 1986)
- Alan Gilbert & Josef Gugler, Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga, Terj.
- Anshori & Juanda, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1986)
- Michael P. Todaro, Ekonomi Untuk Negara Berkembang Suatu Pengantar tentang Prinsip-Prinsip Masalah dan Kebijakan Pembangunan, Terj. Agustinus Subekti, (Jakarta : Bumi Aksara, 1994)
- J. E. Goldthrope, Sosiologi Dunia Ketiga Kesenjangan dan Pembangunan, ter.
- Sukadjio, edisi 2 (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1992)
- Elly M. Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, Cet 2, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011)