Apa yang dimaksud dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR)?

DNA

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk amplifikasi (perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA spesifik. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari jumlah nanogram DNA template dalam latar belakang besar pada sequence yang tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan, urutan segmen unik yang mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga oligonucleotides tertentu dapat diperoleh. Hal ini tidak perlu tahu apa-apa tentang urutan intervening antara primer. Produk PCR diamplifikasi dari template DNA menggunakan DNA polimerase stabil-panas dari Thermus aquaticus (Taq DNA polimerase) dan menggunakan pengatur siklus termal otomatis (Perkin-Elmer/Cetus) untuk menempatkan reaksi sampai 30 atau lebih siklus denaturasi, anil primer, dan polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan PCR, produk ini dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan secara langsung divisualisasikan setelah pewarnaan dengan bromida etidium.

Polymerase Chain reaction (PCR) merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA dengan cara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida . Pada proses PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan (templat) yang mengandung DNA-target (yang akan di amplifikasi) untuk pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang primer oligonukleotida (Gaffar, 2007).

Tahapan PCR


  1. Denaturasi
    Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90 derajat C–95 derajat C.

  2. Annealing
    Pada tahap penempelan primer ( annealing ), primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada templat. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50 C – 60 C. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72 derajat C.

  3. Extension
    Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72 derajat C. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase. Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial.

    PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5’-nya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler .

Komponen-Komponen Polymerase Chain Reaction (PCR)


1. Template DNA
Template DNA adalah molekul DNA untai ganda yang mengandung sekuen target yang di amplifikasi. Template DNA mengandung urutan target yang akan ditambahkan pada PCR dalam bentuk single atau double strand. Faktor utama keberhasilan PCR tidak ditentukan oleh ukuran DNA . Berapapun panjang DNA, jika tidak mengandung sekuen yang diinginkan maka proses PCR tidak akan berhasil.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses PCR adalah konsentrasi DNA. Jika konsentrasi DNA terlalu rendah, kemungkinan primer tidak dapat menemukan target. Tetapi jika konsentrasinya terlalu tinggi akan meningkatkan kemungkinan mispriming (Purnamasari, 2013).

2. Enzim
Dalam sejarahnya, PCR dilakukan dengan menggunakan Klenow fragment DNA Polimerase I selama reaksi polimerisasinya. Enzime ini ternyata tidak aktif secara termal selama proses denaturasi, sehingga peneliti harus menambahkan enzim di setiap siklusnya. Selain itu, enzim ini hanya bisa dipakai untuk perpanjangan 200 bp dan hasilnya menjadi kurang spesifik. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, dalam perkembangannya kemudian dipakai enzim Taq DNA polimerase yang memiliki keaktifan pada suhu tinggi. Oleh karenanya, penambahan enzim tidak perlu dilakukan di setiap siklusnya, dan proses PCR dapat dilakukan dalam satu mesin (Hasibuan, 2015).

3. Primer

Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai urutan komplemen dengan DNA templat yang akan diperbanyak. Panjang primer berkisar antara 20-30 basa. Untuk merancang urutan primer, perlu diketahui urutan nukleotida pada awal dan akhir DNA target. Primer oligonukleotida di sintesis menggunakan suatu alat yang disebut DNA synthesizer .

4. Reagen lainnya

Selain enzim dan primer, terdapat juga komponen lain yang ikut menentukan keberhasilan reaksi PCR. Komponen tersebut adalah dNTP untuk reaksi polimerisasi, dan buffer yang mengandung MgCl2. Konsentrasi ion Mg2+ dalam campuran reaksi merupakan hal yang sangat kritis. Konsentrasi ion Mg2+ ini sangat mempengaruhi proses primer annealing, denaturasi, spesifisitas produk, aktivitas enzim, fidelitas reaksi.

1 Like