Apa Yang Dimaksud Dengan Menjaga Kehormatan atau Al-‘Iffah Dalam Islam?

Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama sebelumnya. Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga kehormatan. Lalu, apa itu menjaga kehormatan dalam islam?

Al-‘Iffah atau menjaga kehormatan diri adalah salah satu akhlak yang mulia. Jika seorang hamba menghias dirinya dengan akhlak ini maka dia akan dicintakan oleh Allah s.w.t. dan juga disayangi oleh ramai orang.

Lebih khusus lagi, yang dimaksud dengan al-‘Iffah adalah sikap yang dapat menjaga seseorang dari melakukan perbuatan-perbuatan dosa, baik yang dapat dilakukan oleh tangan, lisan atau kemasyhurannya. Lebih dari itu, dengan sikap al-‘Iffah ini seseorang akan berusaha meninggalkan hal-hal yang sebenarnya dibolehkan untuknya, namun kerana untuk melindungi diri dari hal-hal yang tidak pantas, maka ia rela untuk meninggalkannya. Baginda Rasulullah s.a.w. sangat menganjurkan sikap al-‘Iffah kerana dengan sikap ini seorang Muslim dapat menjaga kehormatan dan kemuliaan dirinya.

Ada beberapa hal yang bisa menumbuhkan iffah, yang sewajarnya diusahakan oleh seorang muslim diantaranya:

1.Ketaqwaan Kepada Allah

Hal ini merupakan asas paling fundamental dalam mengusahakan iffah pada diri seseorang. Ketaqwaan adalah pengekang seseorang dari perbuatan-perbuatan tercela yang dilarang oeh dienul Islam. Taqwa akan menyebabkan seseorang selalu berhati dalam melakukan berbagai perbuatan, baik di kala sendirian maupun keramaian mengamalkan sabda Nabi sholallohu alaihi wasalam

“Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada…”

segala anggota tubuh akan selalu terjaga jangan sampai melanggar larangan Allah sehingga terjerumus dalam kemurkaan-Nya. Mulutnya terjaga dari pembicaraan yang bermuatan dosa, baik dosa kepada Allah, maupun dosa kepada manusia seperti ghibah, fitnah adu domba berdusta, mengumpat kepada taqdir, mencela zaman dan lain sebagainya. Tangannya pun terjaga dari hal yang dilarang seperti mengambil yang bukan haknya, memukul tanpa kebenaran, bersentuhan/ berjabat tangan dengan yang bukan mahram dan lainnya. Mata pun demikian tak kalah dengan anggota tubuh yang lain tak ingin terjerumus dalam mengumbar pandangan yang diharamkan, dan seluruh anggota tubuh yang lainnya selalu terjauh dari larangan Allah azza wa jalla.

Sungguh ketika taqwa berdiam pada diri seseorang, maka muncullah pribadi yang penuh dengan hiasan yang tak tertandingi keindahannya. Mengalahkan keindahan mutiara, emas, perak, berlian dan hiasan dunia yang lainnya. Taqwa tak sebatas hanya di masjid, atau di tempat kajian saja, namun ia melekat dimanapun dan kapanpun. Di rumah, tempat belajar, sekolah dan di segala tempat

2. Nikah

Nikah adalah salah satu jalan untuk menjaga kesucian diri. Bahkan sarana yang terutama untuk menumbuhkan sifat iffah. Dengannya terjaga pandangan mata dan kehormatan diri seorang muslimah. Yang memang godaan kepadanya sangat besar dan berat, maka nikah adalah solusi yang paling tepat. Ia adalah fitrah kemanusiaan yang di dalamnya terkandung rasa cinta dan kasih sayang serta kedamaian, yang tak di dapatkan dengan jalan-jalan yang lain. Ini sebagaimana firman Allah :

"dan diantara tanda kekuasaanNya adalah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa cinta dan kasih sayang " ( QS Ar Rum : 21 )

3. Rasa Malu

Ia adalah sifat yang agung dan terpuji. Dengan rasa malu, seorang akan terhindar dari berbagai perbuatan yang keji, tidak pantas, mengandung dosa dan kemaksiatan. Ia menjadi bertambah indah ketika melekat pada diri seorang muslimah. Dengan malu seorang muslimah akan selalu nampak dalam fitrah kewanitaannya, tak mau mengumbar aurat tubuhnya, tak mau mengeraskan suara yang tak diperlukan di tengah kumpulan manusia, tak tertawa dengan selepas-lepasnya dan yang lain sebagainya.

Orang yang awam sekali pun bila disuruh untuk memberikan penilaian terhadap dua orang, yang seorang adalah wanita yang menjaga rasa malunya. Seorang lagi tak pedulian tak punya rasa malu terhadap orang, bicara seenaknya duduk seenaknya, segalanya seenaknya tentu orang akan memberikan penilaian tinggi pada wanita yang pertama daripada wanita yang kedua.

Rasa malu ini benar-benar akan menjadi penjaga yang baik bagi seorang muslimah. Ia akan menyedikitkan beraktivitas keluar rumah yang tanpa faedah, ia akan menjaga diri ketika berbicara dengan orang terlebih laki-laki yang bukan mahram. Tentu hal ini akan lebih menjaga kehormatannya.

Referensi :

Secara bahasa, iffah adalah menahan. Adapun secara istilah: menahan diri sepenuhnya dari perkara-perkara yang Allah haramkan. Dengan demikian, seorang yang afif adalah orang yang bersabar dari perkara-perkara yang diharamkan walaupun jiwanya cenderung kepada perkara tersebut dan menginginkannya.

Di dalam kamus Al-Munjid kata iffah, mempunyai makna membersihkan jiwa, meninggalkan nafsu keduniawian.

“Kesucian diri” yang dalam bahasa Arab disebut „iffah adalah menahan diri dari perbuatan yang jelek dan tidak pantas.

Berikut adalah penjelasan makna menjaga kehormatan menurut beberapa ulama,

  • Ali al-Jurjani berkata : ” Iffah adalah keadaan yang menggambarkan kekuatan nafsu, sikap pertengahan antara mengumbar nafsu dan meremehkan. Orang yang menjaga kehormatan adalah orang yang melakukan suatu perbuatan sesuai aturan syar’i dan muru’ah .” ( at-Ta‟rifat hlm.154)

  • Imam Roghib al-Asfahani berkata : “Iffah adalah menahan diri dari kelezatan hewani.” ( adz-Dzari‟ah Ila Makarim asy-Syari‟ah hal.224)

  • Al-Kafawi berkata : ” Iffah adalah menahan diri dari perkara yang tidak halal.” ( Nadhrotun Na‟im : 7/2872)

  • Al-Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan : “Dalam hadits ini ada anjuran untuk ta’affuf (menahan diri dari meminta-minta), qana’ah (merasa cukup) dan bersabar atas kesempitan hidup dan selainnya dari kesulitan (perkara yang tidak disukai) di dunia.” (Syarah Shahih Muslim, 7/145)

  • Menurut Qasim Abdullah : Iffah secara etimologi adalah menjaga diri dari perbuatan atau perkara-perkara yang tidak diperbolehkan syari’at Secara terminologi iffah adalah diperolehnya kesadaran jiwa yang mampu mengendalikan diri dari syahwat dan hawa nafsu.

Iffah, menurut Kamus ilmiah populer, yaitu pengekangan hawa nafsu, kesucian diri, meninggalkan keinginan yang keji.

Sifat Iffah Rasulullah


Sungguh keadaan Nabi SAW menjadi contoh bagi seluruh umat manusia dalam sifat kebersihan jiwa, tangan dan lisannya. Rasullullah telah sampai kepada derajat iffah yang paling tinggi dalam segala macam iffah beliau adalah seorang teladan dalam segala sifat yang utama seperti sifat adil, amanah, qonaah serta pemberani.

Sifat iffah Rasulullah yaitu menjaga diri dari perbuatan keji karena Allah telah memelihara beliau dari dosa sejak kecil dari hal yang buruk yang belum beliau lakukan. Beliau belum pernah menginginkan hal yang buruk, beliau tidak pernah menyentuh perempuan kecuali istri, mahram atau perempuan budak yang beliau miliki.

Rasulullah telah menguatkan aturan untuk berlaku iffah dan mengajak supaya menundukan pandangan dan tidak duduk di pinggir-pinggir jalan, yang mungkin perempuan lewat karena yang demikian itu membuat para wanita malu bila dipandang oleh orang-orang yang duduk di tepi jalan, tanpa disengaja nampak aurat mereka, tetapi kalau mereka terpaksa duduk di tepi jalan maka wajib atas mereka berlaku iffah sopan santun dan menahan pandangan kepada orang yang lewat khususnya wanita.

Rasulullah bersabda :

Janganlah kalian duduk di tepi- tepi jalan, dan jika kalian tidak biasa meninggalkannya maka. Tundukanlah pandangan, jawablah oleh kalian salam dan tunjukkanlah orang yang tersesat, dan tolonglah orang yang lemah.

Telah datang petunjuk Rasulullah untuk menyampaikan apa-apa yang diperintahkan Allah kepadanya dengan mengkhususkan pandangan kepada mahram sebagaimana dalam firmannya Q.S An-Nur : 30-31.

"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". (An Nur : 30)

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung" (An Nur : 31)

Rasulullah selalu menjaga lisannya meskipun dalam keadaan berselisih dengan orang lain, beliau belum pernah mengeluarkan kata-kata yang kotor.

Setelah memperoleh kemenangan di mekkah beliau pergi ke Thaif beserta Abu Bakar dan dua anaknya yaitu Sa’id Bin Ash. Maka Abu Bakar melewati sebuah kuburan, Lalu dia berkata : Kuburan siapa ini? Mereka menjawab: Kuburan Sa‟id bin Ash.

Maka Abu Bakar berkata: Semoga Allah melaknat kepada penghuni kuburan ini karena sesungguhnya dia telah memerangi Allah dan Rasulnya. Maka marahlah anaknya Sa’id yaitu Amr Bin Said dan berkata: ”Wahai Rasulullah ini kuburan laki-laki yang paling banyak memberi makanan dan lebih banyak memenggal kepala daripada Abi Quhafah (Ayahanya Abu bakar)”.

Abu bakar berkata: Pantaskah orang ini mengucapkan kepadaku perkataan seperti ini? Maka Rasul menjawab: Berhentilah berkata seperti itu wahai Amr, maka Amr berpaling lalu Nabi menemui Abu Bakar dan berkata: wahai Abu Bakar bila engkau menyebut orang-orang kafir hendaklah secara umum. Sesungguhnya kamu telah mengkhususkan mereka sehingga anak-anaknya marah, maka kaum muslimin menghentikan ucapan seperti itu dan Rasul melarang memaki-maki orang musyrik yang terbunuh pada perang Badar. Beliau berkata janganlah kamu memaki-maki mereka sesungguhnya tidak akan sampai apa-apa yang kalian katakana kepada mereka tetapi yang demikian itu membuat sakit hati pada orang-orang yang masih hidup. Ketauhilah sesungguhnya perbuatan kotor itu tercela.

Ketika Rasulullah pergi dari kabilah Tsaqif ada seorang sahabat yang berkata: Wahai Rasulullah mohonkanlah kepada Allah supaya mereka memperoleh musibah maka beliau berkata: ” Ya Allah berilah petunjuk kepada kabilah Tsaqif dan bawalah ke jalan yang benar. Demikianlah ketika Rasulullah diminta memohonkan do’a bagi Kabilah Daus supaya diberi musibah.

Pada suatu hari, ada orang Arab dan memohon kepada Rasul supaya diberi wasiat oleh Rasul, maka Rasul berkata:

Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan jika ada orang yang mencela dia dengan sesuatu yang kamu ketahui yang ada padanya biarlah dia yang menanggung dosanya janganlah kamu mencaci maki sesuatu.

Setelah perang uhud dan sebagian sebagian sahabat yang meminta kepada Rasulullah supaya beliau bedo’a agar kaum Quraisy mendapat musibah. Rasul menjawab,

Sesungguhnya aku diutus oleh Allah sebagai rahmat dan tidak diutus untuk membawa laknat, Ya Allah ampunilah kaumku sesungguhnya kaumku belum mengetahui”.

Rasulullah tidak mau berdo’a memohon kebinasaan walaupun mereka musuhnya. Dan jika ada seseorang meminta kepada Rasul supaya memohonkan kebinasaan terhadap orang muslim atau orang kafir maka Rasul memohonkan kebaikan kepadanya. Tetapi ketika Rasulullah SAW memohonkan untuk orang musyrik pada perang Ahzab. Sabdanya:

”Ya Allah yang menurunkan kitab, yang cepat menghisab ya Allah hancurkanlah kekuatan musuh dan goncangkanlah hati mereka."

Rasulullah SAW adalah seorang yang bersih jiwanya, memelihara tangannya dari sesuatu yang tidak baik bahkan beliau memelihara dirinya dari sesuatu yang belum pernah dimiliki orang lain.

Beliau berkata :

Aku tidak akan senang memiliki emas sebesar gunung uhud lalu ada satu dinar bermalam di tempatku kecuali satu dinar yang aku sediakan untuk membayar hutang”.

Anjuran bersifat 'Iffah

Rasulullah SAW menganjurkan manusia untuk menjaga kehormatan dirinya agar manusia berakhlak dengan akhlaq 'iffah maka mereka akan bahagia dengan….

  • Rasulullah saw bersabda : "Tangan yang diatas lebih baik daripada tangan dibawah"

  • Seseorang yang mencari kayu lalu memikulnya diatas punggungnya lebih baik daripada orang yang meminta-minta kepada orang lain diberi atau tidak.

  • Rasulullah saw bersabda : "Bukanlah kaya itu banyaknya harta benda tetapi kaya itu ialah dapat menguasai diri dari hawa nafsu"

  • Barang siapa yang meminta-minta tidak karena miskin maka dia seolah- olah memakan bara api

  • Hendaklah kamu bersifat qonaah, karena qonaah itu harta yang tidak pernah habis

  • Ada beberapa orang anshar meminta kepada rasulullah , maka mereka diberi oleh rasulullah, lalu mereka memberi lagi dan mereka diberi lagi sehingga habislah apa yang ada ditangan rasulullah lalu beliau berkata : apa yang ada padaku tidak akan aku sembunyikan terhadapmu dan barang siapa memelihara dari meminta-minta maka dia akan dipelihara oleh allah dan barang siapa yang mencukupkan yang ada padanya dia akan dicukupi oleh allah dan siapa yang berusaha agar bersabar maka allah akan menjadikannya sabar, dan tidak ada suatu karunia bagi seseorang lebih baik serta lebih luas daripada sabar.

  • Sesungguhnya allah menyukai orang yang membersihkan diri dan minta bantuan orang lain

  • Sesungguhnya allah menyukai orang yang pemalu, yang murah hati lagi 'afif dan allah membenci orang yang kotor kata-katanya dan memaksa jika meminta.

  • Seorang arab datang kepada nabi dan berkata :”Wahai rasulullah berilah aku nasihat yang ringkas. Beliau berkata : bila kamu shalat maka shalatlah seperti shalatnya orang yang akan meninggalkan (mekkah) dan janganlah kamu membicarakan sesuatu yang pada esoknya kamu akan meminta maaf karena pembicaraan itu dan berputus asalah kamu (jangan mengharap) apa yang ada di tangan orang lain”.