Apa Yang Dimaksud Dengan Mendusta Agama?

QS. Al-Ma`un [107] : 1 - 3

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.

Apa yang dimaksud dengan mendusta agama?

Ciri-ciri Pendusta Agama dalam Surat al-Ma’un

Berdasarkan pemaparan data mengenai peristiwa yang melatarbelakangi dan penafsiran dari beberapa ulama mengenai surat ini, setidaknya ada 5 ciri prilaku pendusta agama.

1. Menghardik Anak Yatim

Karakteristik pendusta agama yang disebutkan pertama kali dalam surat al-Ma’un adalah bahwa mereka menghardik anak yatim. Menghardik dalam surat ini diungkapkan dengan memakai kata yadu’u. Seperti dikemukakan pada bab sebelumnya, mufasir menafsirkan yadu’u dengan penafsiran yang berbeda-beda. Berbagai penafsiran tersebut adalah bahwa kata yadu’u mengandung arti sebagai berikut,

  • menolak dengan keras dan kasar,
  • menolak memberikan hak dengan keras dan kejam,
  • zalim terhadap dan tidak berbuat baik,
  • merendahkan, meremehkan dan menyakiti,
  • mengusir dengan kejam,
  • menolak memberi makan dan berbuat baik,
  • mengabaikan dan tidak peduli.

Meskipun secara bahasa, penafsiran terhadap kata yadu’u berbeda-beda, namun semua itu tidak jauh dari makna kata yadu’u secara literal, yakni menolak, dan mengusir dengan keras dan kasar. Karena dalam pengusiran dan penolakan dapat membuat anak yatim merasa disakiti, diremehkan, direndahkan, dizalimi, dan diabaikan.

Menurut mufasir, pengertian al-yatim adalah seorang anak yang ditinggal mati oleh ayahnya dalam keadaan belum dewasa. Namun maknanya dapat diperluas sehingga mencakup semua orang yang lemah dan membutuhkan pertolongan.

Pemaknaan ini merupakan yatim dalam makna substansial, yaitu individu ataupun kelompok yang memiliki penanda seperti yatim dalam makna formal: dia tidak memiliki pelindung yang dekat sekali dengannya sehingga dia belum bisa mandiri, sejajar dengan orang lain atau kelompok lain (pelindung itu dikiaskan dengan orang tua yang telah mati); dan dia membutuhkan bantuan untuk bisa membuat dirinya sejajar atau mandiri (masih kecil).

Oleh karena itu, perbuatan apapun yang mengandung unsur menyakiti, menzalimi, merendahkan, meremehkan dan mengabaikan terhadap anak yatim atau orang-orang lemah lainnya termasuk dalam cakupan ayat ini. Sehingga perbuatan tersebut dapat menyebabkan pelakunya pantas disebut sebagai pendusta agama.

Jika seseorang membenarkan agama secara benar serta hakikat pembenaran telah berada kuat di hatinya, niscaya dia tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan tersebut. Hakikat pembenaran agama bukan berupa kata-kata yang diucapkan, akan tetapi merupakan kondisi di dalam hati di mana kondisi tersebut mendorong seseorang untuk berbuat kebaikan di dalam pergaulannya.

Anak yatim ada dua macam,

  • Pertama, anak yatim yang memiliki harta benda warisan orang tuanya.
  • Kedua, anak yatim yang tidak memiliki harta warisan dan harta benda untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Anak yatim yang pertama lemah secara mental, karena ia membutuhkan kasih sayang dan perlindungan. Sedangkan anak yatim yang kedua, di samping lemah secara mental, ia juga lemah secara materi. Anak yatim yang kedua ini, di samping membutuhkan kasih sayang danperlindungan, ia juga butuh santunan materi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Dalam Alquran disebutkan beberapa hal yang berkaitan dengan anak yatim.

  • Pertama, berkaitan dengan mengurus anak yatim. Allah swt. berfirman:

    Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. QS Al Baqarah : 220

  • Kedua, anjuran untuk melakukan perbuatan baik kepada anak yatim.

  • Ketiga, memuliakan anak yatim.

  • Keempat, Memberikan perlindungan dan Pembelaan kepada harta mereka.

  • Kelima, mengenai hak-hak mereka.

  • Keenam, menyangkut hal-hal yang dilarang dilakukan kepada mereka.

Karena anak yatim termasuk kaum du’afa, maka Allah swt. memerintahkan kepada umat-Nya agar selalu berbuat baik kepada mereka. Allah swt. berfirman:

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, Surat An-Nisa’ Ayat 36

Termasuk dalam perbuatan baik itu adalah memuliakan mereka. Bahkan Allah swt. menegur orang-orang yang tidak mau memuliakan anak yatim dengan berfirman:

Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, Surat Al-Fajr Ayat 16-17

Mengenai perlindungan dan pembelaan terhadap harta anak yatim, dalam Alquran dijelaskan dalam kisah Nabi Khidir as. yang tengah memberikan pelajaran kepada Nabi Musa as… Salah satu pelajaran yang diberikan, pada saat mereka berdua da tang dari sebuah negeri dan di dalamnya ada sebuah rumah yang dindingnya hampir roboh. Serta merta tanpa ada yang memerintahkan, Nabi Khidir as. memperbaikinya, sehingga mengundang keheranan Nabi Musa as…

Pada saat Nabi Khidir as. menjelaskan pelajaran yang diberikan kepada Musa as., ia menjelaskan pula mengenai perbaikan rumah itu. Allah swt. berfirman:

Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya". Surat Al-Kahf Ayat 82

Hal-hal yang berhubungan dengan larangan kepada mereka.

  • Pertama, menukar harta mereka dan memakan harta mereka.

    Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. Surat An-Nisa’ Ayat 2

  • Kedua, mendekati atau menyalahgunakan harta mereka.

    Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. Surat Al-An’am Ayat 152

  • Ketiga, melanggar janji kepada mereka.

    Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebib baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. (QS. al-Israa’:34)

  • Keempat, tergesa-gesa membelanjakan harta mereka,

    Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu). Surat An-Nisa’ Ayat 6

  • Kelima menyerahkan harta warisan mereka sebelum waktunya (sebelum mereka dewasa).

    Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. Surat An-Nisa’ Ayat 5

Selain itu, ada pula hal-hal yang boleh kita lakukan kepada anak yatim.

  • Pertama, memakan sebagian harta mereka secara patut (apabila dirinya miskin) dan menguji mereka apa sudah cukup umur atau belum untuk menikah.

    Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu). Surat An-Nisa’ Ayat 6

  • Kedua, menikahi anak yatim yang sudah cukup umur.

    Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya. Surat An-Nisa’ Ayat 127

Orang-orang yang melanggar larangan terhadap anak yatim akan
mendapatkan beberapa sanksi, antara lain ; dicap sebagai pendusta agama, disebut sebagai pelaku dosa besar dan dijebloskan ke dalam api neraka.

2. Tidak Menganjurkan Memberi Makan Orang Miskin

Ciri pendusta agama yang kedua adalah tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Memberi makan orang miskin secara langsung dengan materi adalah merupakan kewajiban bagi orang yang memiliki kemampuan. Mengenai kewajiban ini sudah jelas banyak sekali dijumpai dalam Alquran. Salah satu contohnya adalah diwajibkannya zakat dan infak. Di samping itu, banyak ayat-ayat yang memuat tentang perintah yang sifatnya mewajibkan atau anjuran untuk membantu mereka.

Penekanan dalam ayat ketiga surat al-Ma’un ini bukan hanya terletak pada orang yang tidak membantu secara langsung dengan materi kepada orang miskin, tetapi lebih menyorot terhadap orang yang tidak mau menganjurkan dirinya sendiri dan orang lain untuk ikut serta membantu mereka.

Oleh sebab itu, semua orang, baik mempunyai kelebihan materi atau tidak, tidak mempunyai alasan untuk tidak ikut berpartisipasi dalam memperhatikan nasib mereka, dengan memberi makan secara langsung atau jika tidak mampu paling tidak dengan cara mendorong orang lain untuk membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Jika tidak mau menganjurkan kepada orang lain untuk memberi makan, lebih-lebih untuk dirinya sendiri. Sudah barang tentu tidak akan mau memberi makan kepada orang miskin.

Keengganan untuk mendorong orang lain membantu orang lain menunjukkan puncak sifat kikir dari pelaku.

Berikut ayat-ayat AlQuran yang membahas terkait dengan orang miskin :

  • Orang miskin punya hak dalam harta orang-orang yang berpunya. Ada dua ayat penting dalam hal ini, yaitu surat ar-Rum [30]: 38, dan surat al-Isra’ [17]: 26. Ada satu ayat di dalam surat az-Zariyat [51]: 19 yang Artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapatkan bagian.

  • Orang-orang miskin disebut sebagai salah satu kelompok yang memiliki hak dalam zakat. Hal ini terdapat dalam surat al-Taubah [9]:60.

  • Perintah untuk berbuat baik kepada orang-orang miskin disejajarkan dengan berbuat baik kepada orang tua, anak-anak yatim, dan larangan menyembah kepada para penindas yang disebut syirik. Hal ini di antaranya terdapat dalam surat al-Nisa’ [4]: 36.

  • Memberi makan orang-orang miskin menjadi salah satu perintah wajib dalam denda-denda ketika melanggar aturan-aturan ritual, seperti aturan haji yang di antaranya terdapat dalam surat al-Ma’idah [5]: 95. Sedangkan di dalam surat al-Mujadalah [58]: 4 disebutkan dalam soal hukuman menzhihar istri.

  • Orang miskin juga mendapat hak gani’mah, sebuah rampasan perang di zaman dahulu, bersanding bersama bagian Allah, rasul, kerabat, anak yatim, dan orang miskin.

  • Penyebutan-penyebutan lain adalah dorongan untuk memberi makan dan menganjurkan memberi pertolongan dan makanan kepada orang-orang miskin, seperti dalam surat al-Fajr [89]: 18.

3. Melalaikan Shalat

Merupakan ciri pendusta agama yang ketiga adalah lalai akan shalatnya. Ciri pendusta agama yang ketiga ini disebutkan dalam ayat kelima surat al-Ma’un.

Dalam ayat ini, lalai diungkapkan dengan kata sahun yang secara literal memiliki arti orang-orang yang lupa. Menurut pendapat mufasir yang kata sahun memiliki penafsiran sebagai berikut:

  • Melakukan shalat bukan karena mengharapkan pahala dan meninggalkannya bukan karena takut siksa,

  • Mengahirkan shalat hingga keluar waktu disebabkan meremehkan dan mengabaikan shalat,

  • Menyia-nyiakan waktu shalat,

  • Merupakan sikap orang munafik yang melaksanakan shalat ketika terlihat oleh orang lain, dan meninggalkannya ketika dalam keadaan sepi,

  • Melaksanakan shalat tanpa rasa Khusyuk dan khudu’, tidak menghadirkan Allah, tidak berusaha memahami bacaan-bacaannya dan tidak merasa bahwa ia sedang berada di hadapan-Nya,

  • Shalatnya sering ditinggalkan,

  • Meninggalkan shalat dan tidak melaksanakannya sama sekali,

Berdasarkan sifat shalatnya, ada tiga macam manusia yang disebutkan dalam Alquran.

  • Pertama, shalat orang mukmin.

    Diantara sifat shalat orang mukmin adalah khushu’. Allah swt. berfirman:

    Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang Khusyuk dalam sembahyangnya. (Al-Mukminun: 1-2)

    Khusyuk adalah suatu pengertian dalam jiwa, ditampakkan dengan tenangnya anggota badan. Ibnu Katsir mengatakan: Khusyuk adalah tidak bergerak, tenang, penuh tawadlu’ karena disebabkan takut kepada Allah dan perasaan diawasi Allah.

    Khusyuk adalah sadarnya hati seakan berdiri di hadapan Allah dengan penuh penghormatan, pengabdian. Tempat Khusyuk adalah di dalam hati dan membekas ke seluruh tubuh manusia. Kalau hati sudah tidak Khusyuk maka seluruh anggota tubuh tidak lagi beribadah secara serius karena hati ibarat komandonya dan anggota badan adalah tentaranya.

    Khusyuk juga menjadi bukti keikhlasan. Karena hanya mereka yang ikhlash ibadah karena Allah dan sholat karenaNya yang dapat melakukan Khusyuk secara sempurna. Tanpa keikhlasan, maka seseorang hanya melakukan keKhusyukan palsu
    atau yang sering disebut keKhusyukan dusta.

    Sifat-sifat shalat orang mukmin lainnya adalah shalatnya dilakukan secara terus-menerus menjaga shalatnya,.

    yang mereka itu tetap mengerjakan shalat-nya,” – (QS.70:23)

  • Kedua, shalat orang manufik.

    Ciri-ciri shalat orang munafik adalah dilaksanakan dengan malas, riya’ dan dalam shalat hanya sedikit mengingat Allah swt. Allah swt. berfirman:

    Sesungguhnya orang-orang munafik itu hendak menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit - Surat An Nisa Ayat 142

  • Ketiga, shalat orang kafir.

    Penyebab orang kafir masuk neraka adalah karena mereka meninggalkan shalat. Allah swt. berfirman:

    “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, Al-Muddassir Ayat 42-43

    “Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ruku’lah, niscaya mereka tidak mau ruku’.” (QS. Al-Mursalaat : 48)

5. Berbuat Riya’

Ciri pendusta agama yang disebutkan dalam surat al-Ma’un ayat keennam adalah riya’. Ayat ini masih dalam konteks dari ayat kelima surat al-Ma’un yang menjelaskan tentang orang yang shalat namun diancam dengan neraka wail. Alasannya adalah karena permulaan ayat ini dimulai dengan kata al-lazina yang berfungsi sebagai penghubung antara kalimat yang sebelumnya dengan yang sesudahnya.

Meskipun yang dijelaskan adalah riya’ dalam shalat, namun ancaman yang sama juga berlaku terhadap ibadah-ibadah lainnya jika dilakukan dengan tujuan riya’ dan bukan mengharapkan pahala Allah swt. Sehingga secara otomatis juga pantas mendapatkan predikat sebagai pendusta agama.

Riya’ merupakan sesuatu yang abstrak, sangat sulit untuk dapat dideteksi oleh orang lain, bahkan orang yang bersangkutan pun terkadang tidak menyadarinya. Menjauhi riya’ adalah suatu hal yang sangat sulit, kecuali bagi orang yang jiwanya ikhlas.

Dalam sebuah hadits disebutkan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Jundub bin Abdillah, beliau berkata: "Rasulallah saw. pernah bersabda:

Barangsiapa (beramal) tujuannya untuk didengar (oleh manusia) maka Allah akan memperdengarkan padanya. Dan barangsiapa (beramal) dengan tujuan supaya dilihat (orang) maka Allah akan memperlihatkan padanya.

Kalimat riya’ di ambil dari asal kata ru’yah yang artinya seseorang menyukai jika dilihat oleh orang lain. Lalu dirinya beramal sholeh dengan tujuan supaya mereka memujinya.

Perbedaan antara riy’a dengan sum’ah adalah kalau riya’ dari amal perbuatan yang kelihatannya dilakukan karena Allah swt. namun bathinnya berniat supaya diperhatikan orang, seperti halnya orang yang sedang melakukan sholat atau bersedekah. Adapun sum’ah ialah memperdengarkan perkataannya yang secara dhohir untuk Allah swt.namun, dirinya mempunyai tujuan untuk selain-Nya, seperti halnya, orang yang sedang membaca Alquran atau berdzikir, berceramah, serta lainnya dari amalan lisan.

6. Enggan Membantu dengan Barang yang Berguna

Ciri atau karakteristik pendusta agama yang kelima adalah enggan membantu dengan barang yang berguna. Barang yang berguna dalam pada ayat ketujuh surat al-Ma’un ini disebutkan dengan al-Ma’un.

Ahli tafsir berbeda pendapat dalam menafsirkan kata al-Ma’un. Berikut pendapat mereka:

  • Harta benda,
  • Zakat yang diwajibkan,
  • Peralatan rumah tangga,
  • Barang-barang yang biasa dipinjamkan,
  • Sesuatu yang dikenal sebagai hal yang penting yang diberikan kepada manusia,
  • Air dan rerumputan,
  • Manfaat harta benda,
  • Ketaatan,
  • Sesuatu yang ringan dikerjakan.

Meskipun penafsiran dari para ulama berbeda dalam menafsirkan kata al-Ma’un, namun semuanya bermuara pada satu makna, yaitu apapun yang bisa digunakan untuk membantu orang lain, baik berupa benda atau jasa.