Apa yang dimaksud dengan melukai diri atau Self Injury?

self injury

Self injury atau melukai diri sendiri juga terbilang sebagai salah satu dari bentuk sakit jiwa karena seseorang akan membahayakan dirinya sendiri dengan melukai tubuhnya. Ini dilakukan supaya rasa sakit emosional yang dialami bisa teratasi.

Self injury atau self harm (menyakiti/melukai diri sendiri) merupakan tindakan menimbulkan luka-luka pada tubuh diri sendiri secara sengaja. Tindakan ini dilakukan tidak dengan tujuan bunuh diri tetapi sebagai suatu cara untuk melampiaskan emosi-emosi yang terlalu menyakitkan untuk diekspresikan dengan kata-kata.

Self Injury adalah suatu bentuk perilaku yang dilakukan individu untuk mengatasi rasa sakit secara emosional dengan cara melukai diri sendiri, dilakukan dengan sengaja tapi tidak dengan tujuan bunuh diri, self injury biasa dilakukan sebagai bentuk dari pelampiasan emosi yang terlalu menyakitkan untuk diungkapkan dengan kata-kata.

The International Society for Study self injury mendefinisikan self injury sebagai perilaku melukai diri sendiri dengan disengaja yang mengakibatkan kerusakan langsung pada tubuh, untuk tujuan bukan sanksi sosial dan tanpa maksud bunuh diri. (dalam Whitlock dkk, 2009)

Self injury menurut definisi, adalah suatu perilaku dilakukan tanpa niat bunuh diri, meskipun mungkin berhubungan dengan perilaku bunuh diri dalam beberapa hal tertentu yang bersifat penting (The International Society for Study Self-Injury, 2007).

Menurut Mazelis (2008) self injury adalah sengaja melukai tubuh sendiri sebagai cara mengatasi masalah emosi dan stres. Orang-orang melukai diri tidak untuk menciptakan rasa sakit fisik, tapi untuk menenangkan rasa sakit emosional yang mendalam.

Beberapa pengertian yang sudah dikemukakan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa self injury adalah perilaku melukai diri sendiri secara sengaja dengan tujuan mengatasi masalah emosi tanpa maksud untuk bunuh diri.

Jenis-Jenis Self Injury

Self injury terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain sebagai berikut: (Caperton, 2004: 5)

  1. Major self-Mutilatin

Major self-mutilation didefinisikan sebagai melakukan kerusakan permanen pada organ utama, seperti memotong kaki atau mencukil mata. Self injury jenis ini biasanya dilakukan oleh individu yang mengalami tahap psikosis. Stereotypic melukai diri kurang parah tapi jauh lebih berulang.

  1. Stereotipic Self-Injury

Stereotypic self injury tidak begitu parah tapi jauh lebih berulang. Jenis self injury ini biasanya melibatkan perilaku berulang seperti membenturkan kepala ke lantai secara berulang kali. Individu yang terlibat dalam jenis self injury ini sering menderita gangguan saraf seperti Autisme atau Sindrom Tourette.

  1. Superficial Self-Mutilatin

Superficial self-mutilation dijelaskan oleh sebagai jenis yang paling umum dari self injury . Contoh perilaku superficial self-mutilation adalah menarik rambut sendiri dengan sangat kuat, menyayat kulit dengan benda tajam, membakar bagian tubuh, membanting tubuhnya sendiri, dan membenturkan kepala.

Ada tiga sub-tipe dari jenis self-injury. Ketiga sub-tipe tersebut ialah ; episodik, repetitive dan kompulsif.

  • Kompulsif self injury serupa dengan gangguan psikologis seperti Obsesif-Compulsive Disorder. Sub tipe ini lebih dalam bawah sadar dibandingkan dengan dua sub tipe lainnya dan tidak dilakukan sebagai suatu keharusan.
  • Episodik dan repetitive self injury bervariasi dalam cara melakukannya. Keduanya terjadi di episode mana self injury akan mewujudkan dirinya lebih baik pada saat waktu tertentu, namun perbedaannya adalah bahwa individu-individu yang digambarkan sebagai berpartisipasi dalam repetitive superficial self-mutilation melihat fakta bahwa mereka melukai diri sendiri sebagai bagian penting dari identitas mereka dan bahkan mengembangkan siapa mereka sebagai pelaku self injury .

Self-harm masih dianggap tabu untuk dibicarakan. Anggapan bahwa self-harm hanya aksi untuk mencari perhatian, tidak tahu rasa bersyukur terhadap hidup, atau sesuatu yang menakutkan turut menjadi alasan. Padahal, bisa saja di antara kita, atau bahkan diri kita sendiri pernah melakukan, lalu merasa bingung untuk terbebas dari self-harm .

Apa itu Self-Harm?


Self-harm adalah ketika seseorang menyakiti diri sendiri sebagai cara untuk mengatasi, mengungkapkan, atau bertahan dari keadaan yang sangat sulit. Menyakiti diri dapat dilakukan secara fisik seperti, menyayat, mencakar, memukul, menggigit, membenturkan kepala ke dinding, menarik rambut, menelan sesuatu yang berbahaya, atau overdosis zat tertentu. Menyakiti diri juga dapat dilakukan secara halus seperti, tidak memerhatikan kondisi fisik, tidak memedulikan kebutuhan emosional, atau menempatkan diri pada situasi yang berbahaya.

Mengapa Melakukan Self-Harm?


Kebanyakan orang yang melakukan self-harm bukan untuk percobaan bunuh diri meskipun percobaan bunuh diri juga membutuhkan aksi untuk menyakiti diri sendiri. Self-harm sendiri termasuk dalam kategori nonsuicidal self-injury (NSSI). NSSI adalah menyakiti tubuh secara disengaja tanpa berniat untuk bunuh diri dan untuk tujuan yang tidak disetujui secara sosial.

Ada berbagai macam alasan yang melatarbelakangi terjadinya self-harm . Alasan tersebut pun adalah persoalan personal bagi setiap orang.

  • Pengaruh Masa Kecil
    Ada yang sejak kecil tidak dibolehkan untuk merasakan emosi negatif, seperti sedih, sakit dan kecewa. Ketika merasakan emosi negatif itu, ia malah akan diejek, dimarahi, atau tidak diakui sebagai anak. Pernyataan misalnya, “ kamu gak boleh nangis, kalau nangis tandanya lemah, bukan anak mama. ” atau “ ayo harus kuat, masa kayak gitu aja udah sakit.

    Tanpa disadari, ajaran seperti itu di waktu kecil membuat seseorang menjadi tidak terbiasa untuk mengeluarkan emosi, terutama emosi negatif ketika hal buruk terjadi. Akhirnya, ia memilih untuk menyakiti diri secara fisik demi merasakan emosi negatif. Hal ini dikarenakan ia tidak terbiasa merasakan secara emosional dan tidak memahami pula apa yang sedang dirasakanya. Dengan begitu, ia membiarkan fisik yang merasakan dimana rasa sakit dari fisik itu pun terasa nyata bagi dirinya.

  • Sulit Mengekspresikan Emosi
    Tidak semua orang dapat mengenali dan mengekspresikan emosi. Tidak semua orang terbiasa untuk memahami emosi yang sedang dirasakan dan membiarkannya berlalu begitu saja. Akhirnya, ketika tiba di suatu kondisi yang sangat sulit dan berat untuk dilewati, self-harm menjadi salah satu cara untuk mengekspresikan emosi yang sedang dirasakan.

    Self-harm menjadi pilihan karena sulit rasanya mengungkapkan beban berat yang dirasakan melalui kata-kata. Menyakiti diri di mana lukanya dapat terlihat jelas di mata orang lain juga menjadi cara untuk menunjukkan betapa buruknya kondisi yang dirasakan. Selain itu, memberitahukan bahwa seseorang merasa perlu dan pantas untuk diperhatikan.

  • Lebih Baik Merasa Sakit
    Bagi seseorang yang merasa diabaikan, tidak dicintai, atau mengalami “mati rasa” dalam hidupnya, merasakan sakit adalah pilihan yang lebih baik. Merasa sakit akibat self-harm yang dilakukan menjadi hal lain yang dicari dan dirasa lebih baik daripada hanya merasakan kekosongan dalam dirinya.

  • Pengaruh Pandangan terhadap Diri
    Seseorang yang merasa rendah diri ( self-esteem rendah) atau membenci dirinya sendiri melihat self-harm sebagai pengalihan atas emosi yang dirasakan, seperti marah, benci, jijik, sepi dan tertekan. Ketika ia menyakiti diri sendiri, maka akan merasa lebih lega karena telah mengalihkan emosi-emosi tersebut pada sakit fisik yang dirasakan.

  • Membantu untuk Fokus Kembali
    Seseorang yang mengalami trauma atau pengalaman pahit lainnya bisa teringat kembali pada masa menyakitkan itu tanpa disadari. Teringat kembali pada masa lalu itu pun bukan sesuatu yang bisa dikontrol karena dapat terjadi kapan saja. Demi bisa kembali fokus pada situasi saat ini, self-harm pun dilakukan. Dengan menyakiti diri, seseorang seolah-olah dipaksa untuk kembali sadar pada masa sekarang dan kembali pada kendali diri dengan membebaskannya dari kilas balik pengalaman pahitnya.

  • Pain Offset Relief
    Sebuah penelitian menemukan, orang-orang mengalami perubahan emosi secara positif setelah menerima respons yang mengejutkan fisiknya. Hal ini sesuai dengan penemuan para psikolog sebelumnya 70 tahun yang lalu, mengenai pain offset relief . Pain offset relief menjelaskan, pada umunya setiap orang memberikan respons yang tidak menyenangkan terhadap rangsang yang menyakitkan. Namun ternyata, setelah menerima rangsang yang menyakitkan tersebut, dapat membuat seseorang merasa senang/bahagia dalam waktu singkat.

    Peneliti pun berpendapat, orang yang melukai dirinya sendiri seperti memasuki mekanisme pain offset relief ini. Ketika menyakiti diri pertama kali, seseorang akan merasakan sakit yang tidak menyenangkan. Akan tetapi, ketika terus menyakit diri dan merasa lega setelahnya, dirinya akan melihat adanya hubungan antara “menyakiti diri” dengan “kelegaan” atas sakit yang dirasakan. Akhirnya, seseorang akan kembali menyakiti dirinya sendiri.

  • Menghukum Diri Sendiri
    Sebagian orang melakukan self-harm sebagai bentuk menghukum diri sendiri. Mereka meyakini bahwa mereka telah melakukan kesalahan (bahkan mungkin kesalahan itu belum dilakukan) dan merasa mereka pantas untuk menderita. Biasanya hal ini dikarenakan pengalaman pahit di waktu dulu, seperti mengalami kekerasan atau perundungan. Karena pernah mengalami itu, muncul keyakinan bahwa mereka memang pantas untuk dirundung, pantas untuk diberi kekerasan dalam pikirannya.

  • Mengalami Gangguan Mental
    Beberapa orang yang melakukan self-harm, didiagnosa mengalami gangguan mental dalam dirinya. Gangguan mental seperti, depresi, kecemasan, skizofrenia, atau gangguan kepribadian lainnya. Sebuah survei yang dilakukan di Inggris menemukan, orang yang memiliki gejala gangguan mental cenderung lebih banyak yang menyakiti dirinya di masa lalu.

Beberapa alasan yang melatarbelakangi self-harm , mengingatkan kita untuk tidak mudah menilai seseorang yang telah melakukannya. Menilai dengan melihatnya sebagai perilaku yang salah, memberi cap sebagai pencari perhatian, mencemooh, atau malah menjauhinya.

Beratnya rasa sakit, beban hidup, serta kesulitan yang dialami seseorang menjadi alasan di balik terjadinya self-harm . Alasan-alasan ini pula yang menyadarkan kita bahwa self-harm dilakukan bukan karena seseorang ingin mencari masalah, tetapi justru menjadi cara untuk mengatasi permasalahan yang dialaminya.

The International Society for study self injury mendefinisikan Self harm adalah suatu perilaku menyakiti diri sendiri yang dilakukan dengan sengaja dan menghancurkan diri sendiri yang mengakibatkan kerusakan langsung pada jaringan tubuh, bukan sebagai sanksi sosial dan tanpa maksud untuk melakukan bunuh diri.

Jenis-jenis Self Harm


Menurut Strong (Corporate, 2004; Klonsky dkk, 2011) perilaku self-harm memiliki tiga jenis self-harm yaitu :

  1. Major Self-Mutilation, yaitu individu melakukan kerusakan yang cukup signifikan dan tidak dapat dipulihkan seperti semula seperti memotong kaki atau mencukil bola mata. Perilaku ini biasanya dilakukan oleh individu yang sedang mengalami psikosis.

  2. Stereotypic self-injury, yaitu jenis perilaku self-harm yang tidak terlalu parah namun intensitas dilakukannya lebih berulang. Seperti membenturkan kepalanya ke tembok. Biasanya dilakukan oleh individu yang mengalami gangguan neurologis, seperti autism atau sindrom tourette.

  3. Moderate/superficial self-mutilation, yaitu jenis perilaku self-harm yang paling sering dilakukan oleh individu. Seperti menarik rambut dengan kuat, menyayat kulit dengan menggunakan benda tajam, membakar kulit dan lain sebagainya.

Bentuk Perilaku Self-Harm


Bentuk perilaku self-harm yang paling terkenal (Whitlock, 2009; Ee & Mey, 2011) seperti :

  1. Menggaruk atau mencubit dengan kuku atau menggunakan benda tajam lainnya sampai terjadinya pendarahan atau membekas pada kulit.

  2. Memotong, merobek, mengukir simbol tertentu pada pergelangan tangan, lengan, kaki, tubuh atau bagian tubuh lainnya.

  3. Membenturkan atau memukul diri sendiri hingga memar atau mengalami pendarahan (sadar jika melukai diri sendiri).

  4. Menggigit bagian tubuh sampai berdarah atau meninggaRAan bekas pada kulit.

  5. Menarik rambut dengan kuat, mencabuti bulu mata atau alis dengan niat untuk menyakiti diri sendiri.

  6. Secara sengaja mencegah penyembuhan luka.

  7. Membakar kulit.

  8. Menanamkan benda-benda ke dalam kulit.

  9. Memasukkan sesuatu dan menyakiti urethra atau vagina.

Faktor-Faktor Penyebab Self-Harm


Beberapa faktor diatas faktor yang menyebabkan remaja melakukan self-harm juga bisa disebabkan:

  1. Untuk mengatur intensitas emosi negatif yang ada pada individu
  2. Untuk membangkitan emosi ketika merasa mati rasa
  3. Untuk melakukan kontrol diri dan menghukum diri sendiri
  4. Sebagai gangguan, merangsang untuk meningkatkan perilaku terburuburu.
  5. Untuk mendapatkan perhatian dari orang lain
  6. Untuk dapat bergabung dalam suatu komunitas tertentu. (Whitlock, 2009; Zetterqvist, 2015; Jans dkk, 2012; Wilkinson dkk, 2011).

Perilaku self-harm dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, mekanisme pertahanan diri dari stretegi coping yang negatif karena adanya trauma, tekanan psikologis, masalah keluarga, teman sekolah dan masalah dari dalam diri individu. Keinginan untuk mendapatkan perhatian dan untuk bergabung pada suatu kelompok tertentu serta kontrol diri dan emosi yang tidak baik juga dapat menyebabkan individu melakukan perilaku self-harm.

Karakteristik Self Harm


Karakteristik dalam melakukan perilaku self-harm berdasarkan dari beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa karakteristik psikologis perilaku self-harm adalah :

  1. Emosi Negatif
    Emosi negatif merupakan suatu perasaan intens yang ditujukan langsung baik kepada seseorang maupun terhadap benda. Emosi negatif merupakan konsistensi emosional atau perasaan yang bersifat negatif seperti kecemasan, stres, depresi, tidak percaya diri, gugup dan rasa bosan yang berlebihan. Emosi negatif yang dialami oleh pelaku self-harm memiliki intensitas yang lebih tinggi dibandingkan individu normal lainnya dan menjadi salah satu alasan utama pelaku self-harm (Soesilo, 2013; Klonsky dkk, 2011; Whitlock dkk, 2007).

  2. Emotion Skill
    Emotion skill merupakan keterampilan dalam mengendalikan emosi atau perasaan. Kesulitan dalam mengendalikan emosi, kesadaran dan diri serta pengalaman traumatik juga dapat mengakibatkan individu melakukan perilaku self-harm. keterampilan dalam mengendalikan emosional yang rendah sangat berpengaruh terhadap munculnya emosi negatif dan mengalami masa disosiasif terhadap diri sendiri. kesulitan-kesulitan ini dapat membuat individu mengalami kebingungan dalam memahami emosinya (Soesilo, 2013; Klonsky dkk, 2011; Muehlamkamp dkk, 2013).

  3. Self-derogation
    Self-derogation merupakan suatu kecenderungan untuk meremehkan diri sendiri secara tidak realistis, menertawakan sifat dan tindakan yang telah dilakukan diri sendiri secara tidak realistis. Biasanya hal ini dilakukan ketika individu mengalami depresi atau kecemasan yang berlebihan. Self-derogation sering kali berkaitan dengan depresi mayor (Soesilo, 2013; VandenBos, 2015).