Apa yang dimaksud dengan Mata Kering (Dry Eye)?

mata kering

Penyakit mata kering adalah kondisi mata yang mengalami kekurangan cairan akibat air mata yang mudah menguap atau produksi air mata yang terlalu sedikit.

Apa yang dimaksud dengan Mata Kering (Dry Eye) ?

image

Mata kering adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva yang diakibatkan berkurangnya produksi komponen air mata (musin, akueous, dan lipid). Mata kering merupakan salah satu gangguan yang sering pada mata dengan insiden sekitar 10-30% dari populasi dan terutama dialami oleh wanita berusia lebih dari 40 tahun. Penyebab lain adalah meningkatnya evaporasi air mata akibat faktor lingkungan rumah, kantor atau akibat lagoftalmus.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan

Pasien datang dengan keluhan mata terasa gatal dan seperti berpasir. Keluhan dapat disertai sensasi terbakar, merah, perih dan silau. Pasien seringkali menyadari bahwa gejala terasa makin berat di akhir hari (sore/malam).

Faktor Risiko

  1. Usia > 40 tahun
  2. Menopause
  3. Penyakit sistemik, seperti: sindrom Sjogren, sklerosis sistemik progresif, sarkoidosis, leukemia, limfoma, amiloidosis, dan hemokromatosis
  4. Penggunaan lensa kontak
  5. Penggunaan komputer dalam waktu lama

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

  1. Visus normal
  2. Terdapat foamy tears pada konjungtiva forniks
  3. Penilaian produksi air mata dengan tes Schirmer menunjukkan hasil <10 mm (nilai normal ≥20 mm).

Penegakan Diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan:

  1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
  2. Tes Schirmer bila diperlukan

Komplikasi

  1. Keratitis
  2. Penipisan kornea
  3. Infeksi sekunder oleh bakteri
  4. Neovaskularisasi kornea

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

Pemberian air mata buatan, yaitu tetes mata karboksimetilselulosa atau sodium hialuronat.
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan Umumnya tidak diperlukan

Konseling & Edukasi

Keluarga dan pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah keadaan menahun dan pemulihan total sukar terjadi, kecuali pada kasus ringan, saat perubahan epitel pada kornea dan konjungtiva masih reversibel.

Kriteria Rujukan

Dilakukan rujukan ke spesialis mata jika keluhan tidak berkurang setelah terapi atau timbul komplikasi.

Peralatan

  1. Lup
  2. Strip Schirmer (kertas saring Whatman No. 41)

Prognosis

  1. Ad vitam : Bonam
  2. Ad functionam : Bonam
  3. Ad sanationam : Bonam

Referensi

  1. Gondhowiardjo, T. D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen Klinis Perdami. 1th Ed. Jakarta: CV Ondo. 2006. (Gondhowiardjo & Simanjuntak, 2006)
  2. James, Brus.dkk. Lecture Notes Oftalmologi.Jakarta:Erlangga. 2005. (Brus, 2005)
  3. Riordan, Paul E. Whitcher, John P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Ed 17. Jakarta: EGC. 2009. (Riordan & Whitcher, 2009)
  4. Sastrawan, D. dkk. Standar Pelayanan Medis Mata.Palembang: Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP M. Hoesin. 2007. (Sastrawan, 2007)
  5. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V.Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008. (Ilyas, 2008)
  6. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Cetakan I.Jakarta: Widya Medika. 2000. (Vaughn, 2000)

Dry eye syndrome merupakan suatu kelompok gejala dimana mata terasa tidak nyaman, seperti iritasi, perih, berair, seperti ada pasir, lengket, gatal, pegal, merah, cepat merasa mengantuk, cepat lelah, dan dapat terjadi penurunan tajam penglihatan bila sudah terjadi kerusakan epitel kornea bahkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terjadi perforasi kornea dan kebutaan.

Kelembaban permukaan mata merupakan keseimbangan antara produksi dan ekskresi air mata melalui sistem drainase melalui duktus nasolakrimalis serta penguapan. Apabila keseimbangan ini terganggu, mata terasa kering, timbul suatu ‘dry spot’ pada permukaan kornea sehingga menimbulkan rasa iritasi, perih diikuti refleks berkedip, lakrimasi dan mata berair.

Apabila keadaan ini dibiarkan berlarut-larut dalam waktu yang lama akan terjadi kerusakan sel epitel kornea dan konjungtiva, bahkan dapat terjadi infeksi, ulkus, dan kebutaan.

Anatomi mata dan saluran ekskretoir airmata
Gambar Anatomi mata dan saluran ekskretoir airmata

Sangat banyak faktor yang berperan pada terjadinya dry eye baik pada wanita maupun pria, beberapa diantaranya tidak dapat dihindari:

  1. Usia lanjut. Dry eye dialami oleh hampir semua penderita usia lanjut, 75% di atas 65 tahun baik laki maupun perempuan.

  2. Faktor hormonal yang lebih sering dialami oleh wanita seperti kehamilan, menyusui, pemakaian obat kontrasepsi, dan menopause.

  3. Beberapa penyakit seringkali dihubungkan dengan dry eye seperti: artritis rematik, diabetes, kelainan tiroid, asma, lupus erythematosus, pemphigus, Stevens-johnsons’ syndrome, Sjogren syndrome, scleroderma, polyarteritis, nodosa, sarcoidosis, Mickulick’s syndrome.

  4. Obat-obatan dapat menurunkan produksi air mata seperti antidepresan, dekongestan, antihistamin, antihipertensi, kontrasepsi, oral, diuretik, obat-obat tukak lambung, tranquilizers, beta bloker, antimuskarinik, anestesi umum.

  5. Pemakai lensa kontak mata terutama lensa kontak lunak yang mengandung kadar air tinggi akan menyerap airmata sehingga mata terasa perih, iritasi, nyeri, menimbulkan rasa tidak nyaman/intoleransi saat menggunakan lensa kontak, dan menimbulkan deposit protein.

  6. Faktor lingkungan seperti, udara panas dan kering, asap, polusi udara, angin, berada diruang ber-AC terus menerus akan meningkatkan evaporasi air mata.

  7. Mata yang menatap secara terus menerus sehingga ‘ lupa berkedip seperti saat membaca, menjahit, menatap monitor TV, komputer, ponsel

  8. Pasien yang telah menjalani operasi refraktif seperti PRK, LASIK akan mengalami dry eye untuk sementara waktu.

Patofisiologi


Lapisan air mata (tear film) yang terdapat pada permukaan mata berfungsi untuk membasahi serta melumasi mata agar terasa nyaman. Pada setiap berkedip lapisan airmata ini terbentuk yang terdiri atas 3 lapis/komponen.

Lapisan airmata yang terdiri dari 3 lapis
Gambar Lapisan airmata yang terdiri dari 3 lapis

1. Lapisan lemak dengan ketebalan 0,1 mikro meter, merupakan lapisan paling luar yang berfungsi mencegah penguapan berlebihan. Lapisan lemak ini mengandung esters , gliserol dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar Meibom yang terdapat pada kelopak mata atas dan bawah. Infeksi atau kerusakan berulang pada kelenjar ini (seperti hordeolum, kalazion serta blefaritis) akan menyebabkan gangguan lapisan lemak sehingga terjadi ‘lipid deficiency dry eye‘ akibat penguapan berlebihan.

2. Lapisan aquous (air mata) dengan ketebalan 7 mikro meter, dihasilkan oleh kelenjar lakrimal dan merupakan komponen yang paling besar. Lapisan ini berfungsi sebagai pelarut bagi oksigen, karbondioksida dan mengandung elektrolit, protein, antibodi, enzim, mineral, glukosa, dan sebagainya. Lysozyme, suatu enzim glikolitik, merupakan komponen protein terbanyak (20-40%), bersifat alkali dan mampu menghancurkan dinding sel bakteri yang masuk ke mata. Lactoferrin juga memiliki sifat antibakteri serta antioksidan sedangkan epidermal growth factor (EGF) berfungsi mempertahankan integritas permukaan mata normal serta mempercepat penyembuhan jika
terjadi luka kornea. Albumin, transferrin, immunoglobulin A (IgA), immunoglobulin M (IgM), dan immunoglobulin G (IgG) juga terdapat dalam lapisan aqueous air mata .

3. Lapisan musin: sangat tipis 0,02-0,05 mikro meter, dihasilkan oleh sel Goblet yang banyak terdapat pada selaput konjungtiva (konjungtiva bulbi, forniks dan caruncula). Lapisan musin ini akan melapisi sel-sel epitel kornea dan konjungtiva yang bersifat hidrofobik sehingga menjadikannya bersifat hidrofilik agar air mata dapat membasahinya, serta berfungsi mempertahankan stabilitas lapisan air mata.

Fungsi air mata

Fungsi air mata yang paling penting adalah melindungi serta mempertahankan integritas sel-sel permukaan mata, terutama kornea dan konjungtiva.

  1. Optik: lapisan air mata akan membentuk serta mempertahankan permukaan kornea selalu rata dan licin sehingga memperbaiki tajam penglihatan pada saat setelah berkedip.

  2. Secara mekanis, pada setiap berkedip, air mata mengalir membersihkan kotoran, debu yang masuk ke mata.

  3. Lubrikasi agar gerakan bola mata ke segala arah serta berkedip terasa nyaman.

  4. Menjaga agar sel-sel permukaan kornea dan konjungtiva tetap lembab.

  5. Mengandung antibakteri, lisozim, betalisin dan antibodi, sebagai mekanisme pertahanan mata dan proteksi terhadap kemungkinan infeksi.

  6. Sebagai media transport bagi produk metabolisme ke dan dari sel-sel epitel kornea dan konjungtiva terutama oksigen dan karbondioksida (40% oksigen di dapat dari atmosfir).

  7. Nutrisi: air mata merupakan sumber nutrisi seperti glukosa, elektrolit, enzim, dan protein.

Pemeriksaan


Pada anamnesis penderita akan mengeluh matanya tidak nyaman (discomfort). Dry eye syndrome merupakan suatu kelompok gejala dimana mata terasa tidak nyaman, seperti iritasi, perih, berair, seperti ada pasir, lengket, gatal, pegal, merah, cepat merasa mengantuk, cepat lelah, dan dapat terjadi penurunan tajam penglihatan bila sudah terjadi kerusakan epitel kornea, bahkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terjadi perforasi kornea dan kebutaan.

Pemeriksaan mata

  • Tajam penglihatan biasanya tidak terganggu kecuali pada kasus berat
  • Vasodilatasi/hiperemia konjungtiva
  • Tampak banyak sekret dan debris, mukus pada air mata
  • ‘tear meniscus’ (air mata yang berada pada sudut antara konjungtiva bulbi inferior dengan tepi kelopak bawah) berkurang
  • Kelainan kornea: permukaan kornea ireguler, epiteliopati, keratitis pungtata, filamen, defek epitel, ulkus.

Diagnosis


Diagnosis biasanya cukup ditegakkan atas dasar gejala klinis, anamnesis yang lengkap keluhan pasien, usia, pekerjaan, penyakit serta pemakaian obat-obatan yang mungkin dapat menjadi penyebab.

Pemeriksaan klinis segmen anterior mata termasuk kelopak, sistem lakrimal, konjungtiva, epitel kornea, serta tekanan intraokuler. Pemeriksaan khusus penting dapat dilakukan untuk menilai fungsi air mata secara kualitas maupun kuantitas seperti:

  • Test Schir
    Pemeriksaan ini menilai kuantitas produksi air mata yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal. Kertas filter Schirmer 30 x 5 mm diletakkan pada sakus inferior 1/3 temporal (agar tidak menyentuh kornea) tanpa anestesi topikal selama 5 menit. Bagian kertas yang dibasahi menunjukkan kuantitas airmata. Nilai di bawah 6-7 mm dianggap kurang. Tes ini dapat juga dilakukan dengan anestesi topikal (pantokain 0.5%) untuk menilai sekresi dasar (basic secretion) air mata. Nilai kurang dari 5 mm dianggap dry eye.

  • Tear break-up time (BUT)
    Untuk menilai stabilitas lapisan airmata. Lapisan air mata diberi pewarnaan fluoresin dan dilakukan pemeriksaan kornea dengan menggunakan lampu biru. Apabila interval waktu antara mengedip dan terbentuknya ‘dry spot’ pada kornea kurang dari 10 detik dianggap abnormal (nilai normal 15 detik).

  • Pewarnaan
    Pewarnaan fluoresin dapat mendeteksi adanya kerusakan epitel kornea pada penderita dry eye berupa pungtata, defek atau ulkus kornea.
    Pewarnaan Rose Bengal/lissamin green dapat menilai keadaan sel-sel konjungtiva dan kornea yang patologis, yang tidak dilapisi musin, serta filamen.

  • Tes ferning
    Tes untuk menilai kualitas serta stabilitas air mata. Bila air mata dibiarkan kering di atas suatu gelas objek, dengan menggunakan mikroskop cahaya akan tampak suatu gambaran kristal berbentuk daun pakis (ferns). Tes ini sangat sederhana, tidak invasif, cepat dan dapat memberikan gambaran kualitas serta stabilitas lapisan airmata.

  • Impression cytology
    Sitologi impresi menggunakan cellulose acetate filter dapat dilakukan untuk menilai keadaan serta densitas sel-sel permukaan mata, seperti sel epitel, sel goblet, serta gambaran kerusakan sel yang mengalami keratinisasi.

Pengobatan


Pengobatan dry eye sangat tergantung pada faktor yang mendasarinya, seringkali faktor tersebut tidak dapat dicegah sehingga penderita akan selamanya merasakan ketidaknyamanan atau mempertahankan sisa airmata yang ada. Sampai saat ini belum ditemukan cara/obat yang dapat merangsang produksi airmata.

Pemakaian tetes air mata buatan (artificial tears) sampai saat ini merupakan terapi yang paling penting. Artificial tears/air mata buatan merupakan pengobatan yang paling banyak diberikan pada penderita dry eye apapun etiologinya, meskipun hanya memberikan kenyamanan bersifat sementara. Dosis serta frekuensi pemakaian sangat tergantung pada derajat dry eye penderita, meskipun pemakaian yang terus menerus dan dalam jangka waktu lama dapat mengganggu produksi air mata dan memperburuk keadaan.
Sangat banyak ragam air mata buatan yang tersedia di apotek, pemahaman prinsip serta patologi yang ada sangat menentukan pilihan obat mana yang akan diambil.

Beberapa hal penting yang perlu diketahui yang berhubungan dengan obat tetes mata antara lain :

  • Preservatives, bahan pengawet seperti benzalkonium hidroklorida, sodium klorida, sodium perborate)
  • Drug delivery system polymers : biodegradable polimers seperti HPMC hydroxypropyl methyl cellulose, PVA polyvinyl alcohol, PLA polyglycolic Acid, PCL polycaprolactones, serta non-biodegradable polymers seperti EVA ethylene vinyl acetate atau hydrogels.

  • Bentuk formulasi obat: apakah suspensi atau emulsi.

Drug reservoir/oklusi pungtum

Untuk mempertahankan sisa air mata yang ada dengan cara menutup punktum lakrimal baik secara permanen dengan melakukan kauter pungtum, atau sementara dengan menggunakan ëpunctum plugë yang dimasukkan ke dalam kanalikulus inferior dengan tujuan preservasi air mata (ocular inserts)4

Vitamin A: membantu stimulasi sel-sel permukaan mata terutama bila terjadi
kerusakan epitel kornea.

Autologous serum

Serum yang didapat dari darah penderita diencerkan dengan artificial tears dan dipakai sebagai obat tetes mata. Larutan ini tanpa pengawet, tidak antigenik, mengandung growth factors, fibronectin, immunoglobulins, and vitamins dengan konsentrasi sama bahkan lebih tinggi dari airmata. Mucolytic agents: N-acetylcysteine drops 10% (Mucomyst) untuk mengurangi mucus, filaments atau plaques.

Pada keadaan dry eye berat dapat dipertimbangkan pemakaian bandage contact lens, inserts, atau pungtum plugs atau oklusi, kacamata goggles. Tindakan operatif dapat dilakukan bila serjadi kerusakan kornea pada kasus berat seperti amnion membrane transplanta- tion, limbal allograft, tarsorrhapy.

Emerging therapy seperti:

  • Terapi hormonal (topical androgen, fetoestrogen)

  • Secretagogues (substansi yang dapat meningkatkan aktivitas sel acinar kelenjar serta sintesa protein, seperti oral pilocarpine and cevimeline)

  • Cytokine-blocking agents

  • P2Y2 receptor agonist – Diquafosol, yang dapat meningkatkan aliran air mata dan produksi aquous dari kelenjar lakrimal serta mucin dari sel goblet.

Konsultasi ke cabang ilmu kedokteran lain seperti penyakit dalam, reumatologi, obstetrik-ginekologi, andrologi, apabila disertai kelainan sistemik.

Prinsip pengobatan dry eye

Pada kasus dry eye ringan, cukup dengan tetes air mata , lubrikan pada malam hari, kompres hangat dan massage kelopak mata jika disertai radang tepi kelopak mata (blefaritis).

Pada kasus berat (pasca Stevens Johnson’s syndrome, trauma kimia/luka bakar) dapat dipertimbangkan pemakaiaan bandage contact lens, autologus serum, terapi hormonal, cyclosporine tetes mata, oklusi pungtum bahkan tindakan operasi bila terjadi komplikasi kornea

Sumber : Fatma Asyari, Dry Eye Syndrome (Sindroma Mata Kering), Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI

Referensi :

  1. Lamberts DW. Physiology of the tear film in the cornea. Scientific Foundation and Clinical Practice1983.p.31-42
  2. David benEzra. Ocular surface inflammation. Guidelines for diagnosis and treatment. highlight of ophthalmology international. IOIS 2003
  3. Lee S-H, Tseng SCG. Rose bengal staining and cytologic characteristics associated with lipid tear deficiency. Am J Ophthalmol 1997; 124:736-50
  4. Yang H-Y, Fujishima H, Toda I, et al. Punctal occlusion for the treatment of superior limbic keratoconjunctivitis. Am J Ophthalmol 1997; 124:80-7
  5. Tsubota K, Satake Y, Ohyama, M et al. Surgical reconstruction of the ocular surface in advanced ocular cicatricial pemphigoid and Stevens-Johnson syndrome. Am J Ophthalmol 1996; 122:38-52
  6. Lee S-H, Tseng SCG. Amniotic membrane transplantation for persistent epithelial defects with ulceration. Am J Ophthalmol 1997; 123:303-12

mata kering atau dry eye adalah penyakit multifaktorial dari air mata dan permukaan okuler yang mengakibatkan gejala ketidaknyamanan, gangguan visual, dan ketidakstabilan film air mata dengan potensi kerusakan pada permukaan mata. Penyakit ini disertai dengan peningkatan osmolaritas air mata dan peradangan permukaan okuler ( International Dry Eye Workshop , 2007).

Klasifikasi

Klasifikasi sindrom mata kering menurut American Academy of Ophthalmology dibedakan menurut penyebabnya yakni defisiensi komponen akuos dan penguapan yang berlebihan. Dry eye dengan defisiensi komponen akuos adalah bentuk yang paling sering ditemukan. Defisiensi komponen akuos dapat dibedakan menjadi dua yaitu Sindrom Sjogren dan Sindrom Non- Sjogren. Non-Sjogren Syndrome dapat disebabkan oleh kelainan kongenital atau didapat. Kelainan kongenital yang menyebabkan defisiensi komponen akuos antara lain Sindrom Riley-Day, alakrimia, tidak adanya glandula lakrimalis, displasia ektodermal anhidrotik, Sindrom Adie dan Sindrom Shy-Drager. Penyebab defisiensi komponen akuos yang didapat antara lain penggunaan lensa kontak, inflamasi kelenjar lakrimal, trauma, pemakaian obat-obatan dan hiposekresi neuroparalitik.

Sedangkan penguapan atau evaporasi yang berlebihan dibedakan menjadi dua golongan yaitu karena pengaruh intrinsik dan ekstrinsik. Pengaruh intrinsik diantaranya karena defisiensi kelenjar Meibom, jumlah kedip mata yang kurang, gangguan menutup mata dan penggunaan obat. Faktor ekstrinsik yang dapat berpengaruh antara lain defisiensi vitamin A, penggunaan obat topikal, penggunaan lensa kontak dan penyakit pada permukaan okuler. Penggunaan lensa kontak masuk dalam kedua penyebab mata kering, baik dari defisiensi komponen akuos maupun evaporasi yang berlebih.

Sindrom mata kering juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan. Sindrom mata kering ringan dapat didefinisikan adanya Uji Schirmer kurang dari 10 mm dalam lima menit dan kurang dari satu kuadran pewarnaan kornea. Sindrom mata kering sedang dapat didiagnosis pada pasien dengan hasil Uji Schirmer antara 5-10 mm dalam lima menit dengan atau tanpa pewarnaan belang-belang lebih dari satu kuadran dari epitel kornea. Sedangkan sindrom mata kering parah dapat ditegakkan bila terdapat hasil Uji Schirmer kurang dari 5 mm dalam lima menit dan adanya pewarnaan belang-belang dan konfluen difus pada epitel kornea (Jain, 2009).

Prevalensi

Mata kering adalah gangguan yang sangat umum yang mempengaruhi presentase yang signifikan, yaitu sekitar 10 – 30% dari populasi, terutama yang lebih tua dari 40 tahun (Foster, 2011). Mata kering merupakan salah satu alasan paling umum untuk mengunjungi dokter spesialis mata, menurut Eye Surgery, statistik mereka menunjukkan bahwa 25 juta orang Amerika menderita penyakit mata kering kronis dan jumlah ini makin berkembang (Kleyne, 2012).

Etiologi

Banyak penyebab sindrom mata kering yang mempengaruhi lebih dari satu komponen film air mata atau berakibat pada perubahan permukaan mata yang secara sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil.

Kelainan-kelainan ini terjadi pada penyakit yang mengakibatkan :

  • Defisiensi komponen lemak air mata. Misalnya : blefaritis menahun, distikiasis dan akibat pembedahan kelopak mata.

  • Defisiensi kelenjar air mata : sindrom Sjogren, sindrom Riley Day, alakrimia kongenital, aplasia kongenital saraf trigeminus, sarkoidosis, limfoma kelenjar air mata, obat- obat diuretik, atropin dan usia tua.

  • Defisiensi komponen musin : benign ocular pempigoid, defisiensi vitamin A, trauma kimia, sindrom Stevens Johnson, penyakit yang menyebabkan cacatnya konjungtiva.

  • Penguapan yang berlebihan seperti pada keratitis neuropatik, hidup di gurun pasin atau keratitis lagoftalmus.

  • Karena parut atau menghilangnya mikrovili kornea.

  • Penyebaran film air mata yang kurang sempurna yang disebabkan oleh kelainan palpebra, kelainan konjungtiva, atau proptosis (Riordan, et al., 2010).

  • Idiopatik, umumnya ditemukan pada masa menopause dan post menopause pada wanita (Kunimoto, et al., 2004).

Manifestasi Klinis

Pasien akan mengeluh gatal, mata seperti berpasir, silau, penglihatan kabur sementara, iritasi mata, fotofobia, sensasi benda asing, perasaan terbakar dan nyeri (Kanski, 2007).

Mata akan memberikan gejala sekresi mukus yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata tampak kering dan terdapat erosi kornea. Konjungtiva bulbi edema hiperemik, menebal dan kusam. Kadang-kadang terdapat benan mukus kekuning-kuningan pada forniks konjungtiva bagian bawah (Ilyas, 2010).

Tanda dan gejala mata kering seperti sensasi pedih, sensasi terbakar, merasa kekeringan, merasa kasar dan nyeri pada mata, mucus berserabut di sekitar mata, sensitif pada rokok dan angin, mata kemerahan, kelelahan mata setelah membaca pada waktu yang singkat, fotofobia, tidak nyaman ketika memakai lensa kontak, penglihatan kabur dan ganda, kelopak mata menempel bersama ketika bangun tidur (Bhowmik, et al ., 2010).

Mekanisme Mata Kering

Mekanisme inti mata kering diyakini dikarenakan hiperosmolaritas air mata dan ketidakstabilan film air mata. Hiperosmolaritas air mata menyebabkan kerusakan pada epitel permukaan dengan mengaktifkan kaskade kejadian inflamasi pada permukaan mata dan pelepasan mediator inflamasi ke dalam air mata. Kerusakan epitel melibatkan kematian sel oleh apoptosis, hilangnya sel goblet, dan gangguan musin yang mngakibatkan ketidakstabilan film. Ketidakstabilan ini memperparah hiperosmolaritas permukaan mata dan dapat juga diprakarsai oleh beberapa etiologi, termasuk obat-obatan xerosis, xeroftalmia, alergi mata, penggunaan pengawet topikal, dan memakai lensa kontak.

Cedera epitel yang disebabkan oleh mata kering merangsang ujung saraf kornea, menyebabkan gejala ketidaknyamanan dan peningkatan berkedip ( American Academy of Ophthalmology , 2012).

Pemeriksaan Mata Kering

Tujuan dari pemeriksaan yang dilakukan adalah untuk mengkonfirmasi diagnosis mata kering. Tes atau pemeriksaan antara lain untuk mengukur parameter stabilitas film air mata dengan Break-Up Time (BUT); mengukur produksi air mata dengan Uji Schirmer, pemulasan fluorescein dan osmolaritas air mata; serta mengetahui adanya penyakit permukaan okuler dengan pewarnaan kornea dan sitologi.

  1. Pemeriksaan Schirmer

    Uji Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata. Uji Schirmer diklasifikasikan menjadi dua; Uji Schirmer I dan Uji Schirmer II. Uji Schirmer I merupakan pemeriksaan fungsi sekresi sistem lakrimal untuk mengukur sekresi basal serta untuk menilai produksi akuos air mata. Uji schirmer I dilakukan tanpa anestesi untuk mengukur fungsi kelenjar lakrimal utama yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring (Riorda, et al ., 2010).

    Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan strip schirmer (kertas saring Whatman No. 41) ke dalam konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur setelah dimasukkan selama lima menit. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal.

    Uji Schirmer II dilakukan mirip dengan Uji Shirmer I, tapi setelah suntikan obat bius tetes (tetracaine 0,5%) dan digunakan untuk mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan (pensekresi basa) Nilai kurang dari 5 mm dianggap abnormal (Jain, 2009).

    Pemeriksaan ini adalah dengan merangsang saraf trigeminus sehingga timbul refleks sekresi kelenjar air mata, kecuali bila terdapat kegagalan total dari refleks trigeminus. Rangsangan pada mukosa hidung akan mengakibatkan refleks sekresi sistem lakrimal (Lemp, et al ., 2007).

  2. Break Up Time

    Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik kertas ber fluorescein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien berkedip. Film air mata kemudian diperiksa dengan bantuan saringan kobalt pada sitlamp, sementara pasien diminta agar tidak berkedip. Waktu sampai munculnya bintik-bintik kering yang pertama dalam lapisan fluorescein kornea adalah tear film break-up time .

  3. Pemulasan Fluorescein

    Tes ini dilakukan dengan menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas bening ber fluorescein dan merupakan indikator baik untuk derajat basahnya mata. Fluorescein akan memulas daerah-daerah tererosi dan terluka selain defek mikroskopik pada epitel kornea.

  4. Pemulasan Bengal Rose

    Bengal rose lebih sensitif dari fluorescein . Pewarna ini akan memulas semua sel epitel non vital yang mengering dari kornea konjungtiva.

  5. Pengujian Kadar Lisozim

    Air mata ditampung pada kertas schirmer dan diuji kadarnya. Cara paling umum adalah pengujian secara spektrofotometri.

  6. Osmolalitas Air Mata

    Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan terjadi pada keratokonjungtivitis sika dan pemakaian kontak lensa serta diduga sebagai akibat berkurangnya sensitivitas kornea. Pemeriksaan ini hasilnya dapat dikatakan abnormal bila lebih dari atau sama dengan 312 mOsm/L.

  7. Laktoferin

    Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi kelenjar lakrimal. Dikatakan abnormal bila hasilnya 0,9 g/mL.

Faktor Risiko

  1. Usia dan Jenis Kelamin

    Pada usia diatas 30 tahun sekresi lakrimal mulai menurun. Wanita diatas usia tersebut rata-rata mengalami sindrom mata kering dikarenakan defisiensi hormon. Sedangkan pada laki-laki, prevalensi sindrom mata kering tidak sebanyak pada wanita karena adanya hormon androgen dalam jumlah yang cukup, sementara wanita hanya memiliki sedikit hormon androgen. Penuaan juga mengakibatkan disfungsi produksi air mata pada glandula Meibom dan glandula Sebaseus sehingga terjadi ketidakstabilan film air mata yang mengakibatkan penguapan yang berlebihan sehingga mengakibatkan sindrom mata kering (Schaumberg, et al., 2009).

  2. LASIK

    Mata kering adalah komplikasi yang paling umum dari LASIK. Enam bulan setelah LASIK sekitar 20% pasien terus melaporkan mata kering. Penelitian lain menunjukkan bahwa 30-50% pasien LASIK mengalami mata kering kronis yang bertahan lebih dari satu tahun setelah operasi.

  3. Pekerjaan dan Aktivitas

    Pekerjaan yang memerlukan komputer setiap harinya mempunyai andil dalam kejadian sindrom mata kering. Hal ini dikarenakan mata terus terbuka lebar menatap layar monitor terus menerus dan mengakibatkan intensitas dan frekuensi berkedip menjadi berkurang dan menyebabkan penguapan air mata yang berlebihan. Selain itu penguapan air mata lebih banyak terjadi pada keadaan mata melihat lurus ke depan dibandingkan dengan keadaan melihat kebawah karena permukaan mata lebih luas pada saat melihat ke depan.

  4. Gaya hidup

    Merokok dapat mengakibatkan ketidakstabilan film air mata dengan menyebabkan iritasi langsung pada mata, terjadi penguapan yang lebih cepat karena paparan asap rokok sehingga mempercepat proses sindrom mata kering (Sahai, et al., 2005).

  5. Obat-obatan

    Antihistamin dan obat antidepresan merupakan salah satu contoh obat-obatan yang menyebabkan mata kering dan bahkan memperburuk mata kering (Schaumberg, et al., 2009).

  6. Lensa kontak

    Pemakaian lensa kontak terbukti memiliki sejumlah efek pada permukaan okuler dan film air mata karena lensa kontak merupakan benda asing yang ditempatkan di lingkungan air mata praokuler. Lensa kontak memiliki efek khusus pada film air mata. Lensa kontak mengganggu film air mata dan meningkatkan penguapan kehilangan air mata (Williams, et al., 2008).

Komplikasi

Pada awal gejala keratokonjungtivitis sika, penglihatan sedikit terganggu dan jika semakin memburuk, ketidaknyamanan bisa sangat mengganggu. Pada kasus lanjut dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, perforasi, infeksi bakteri sekunder, parut dan vaskulasisasi pada kornea yang sangat menurunkan penglihatan (Riordan, et al., 2010).
Komplikasi pada sindrom mata kering mempunyai tanda dan gejala seperti mata merah semakin memburuk, fotofobia atau sensitif terhadap cahaya menjadi semakin parah, mata menjadi lebih nyeri dan pandangan mata memburuk (Bhowmik, et al., 2010).

Mata kering adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva yang diakibatkan berkurangnya volume air mata. Pasien akan mengeluh gatal, mata seperti berpasir, silau, dan penglihatan kabur. Mata akan memberikan gejala sekresi mukus yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata tampak kering dan terdapat erosi kornea, konjungtiva bulbi edema, hiperemi, menebal dan kusam, kadang-kadang terdapat benang mukus kekuning-kuningan pada forniks konjungtiva bagian bawah (Ilyas, 2011).

Faktor yang mempengaruhi mata kering

Mata kering dipengaruhi oleh idiopatik, gaya hidup, penyakit jaringan ikat, luka di konjungtiva, obat-obatan, infiltrasi kelenjar lakrimal, defisiensi vitamin A, dan kontrasepsi.(Williams, 2012).